Proses Perumusan Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura

4.1 Proses Perumusan Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura

Singapura merupakan destinasi favorit para buronan Indonesia untuk melarikan diri. Untuk itu, Indonesia perlu menjalin kerja sama Internasional dengan negara singa tersebut. Kerjasama yang perlu dilakukan adalah kejasama internasional yang dapat memulangkan para buronan tersebut beserta aset-aset yang mereka bawa serta ke Singapura. Ada beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yaitu membentuk mutal legal assistance yang mengikutsertakan Singapura di dalamnya dan merumuskan perjanjian ekstradisi.

Mutal legal assistance atau MLA adalah pemberian bantuan hukum yang didasarkan pada hukum formal dan menganut asas resiprosikal (asas timbal balik). Mutal legal assistance atau MLA dilakukan oleh badan hukum suatu negara untuk mengumpulkan data beserta bukti dan kemudian menyerahkannya kepada negara

yang meminta bantuan hukum. 103 Perjanjian yang ditandatangani oleh perwakilan Indonesia Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin pada 29 Desember 2004 dan

mengikutsertakan enam negara tersebut ternyata tidak efektif dalam upaya memulangkan para buronan beserta asetnya. Hal tersebut dikarenakan pasal 22 ayat 3 dari MLA menyatakan permintaan bantuan hukum hanya bisa dilakukan pada kasus

dan tuntutan setelah perjanjian ini keluar. 104 Dengan kata lain, MLA tersebut tidak dapat menjaring para buronan yang telah menjadi incaran pada tahun-tahun

sebelumnya. Selain itu MLA hanya menyediakan bantuan hukum untuk pengumpulan data dan barang bukti sehingga tidak bisa memulangkan koruptor yang berada di Singapura.

Perjanjian ekstradisi kemudian menjadi satu-satunya opsi bagi Indonesia dalam mengatasi masalah tersebut. Sebenarnya, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura bukanlah merupakan isu yang baru. Indonesia telah menginisiasi perjanjian ekstradisi tersebut sejak tahun 1972, tetapi Singapura terus menolak dan menunda kepastian. Hal tersebut dikarenakan hubungan diplomatik antara Indonesia

103 Ginting, J. (2012). Roles of the Mutual Legal Assistances and Extradition Agreements in the Assets Recovery in Indonesia. Law Review Volume XI No. 3 , 420-423.

104 Atmasasmita, R. (2014, 1 16). MLA ASEAN untuk Pengembalian Aset Korupsi. Diakses pada 5 29, 2014, dari Uni Sosial Demokrat:

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=7733&coid=3&caid=31&gid=3 http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=7733&coid=3&caid=31&gid=3

perjanjian ekstradisi. 105 Pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Mentri Lee Hsien Loong tersebut merupakan fase awal negosiasi di mana

kedua pihak sepakat untuk melakukan negosiasi, sepakat terhadap agenda yang akan dibahas dan menyepakati prosedur yang akan dilakukan seperti format (langsung tak

langsung), delegasi, tempat dan waktu. 106

Pertemuan pertama dalam proses perumusan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura dilaksanakan pada tanggal 17-18 Januari 2005 di Singapura, dan dilanjutkan dengan pertemuan kedua pada 11-12 April 2005 di Jogjakarta. Kedua pertemuan tersebut masih berkutat pada penukaran draft masing-masing negara yang kemudian akan dipelajari satu sama lain. Barulah pada pertemuan ketiga di kantor Kejaksaan Agung Singapura tanggal 15-16 Agustus 2005, kedua negara mulai

105 Suwarjono. (2004, 11 8). SBY Bertemu PM Lee. Dari Detik Finance: http://finance.detik.com/read/2004/11/08/182225/238143/10/sby-bertemu-pm-lee. Diakses pada 6

15, 2014 106 Berridge, G. R. (2002). Diplomacy: Theory and Practice. New York: PALGAVRE. Hal. 29-44 15, 2014 106 Berridge, G. R. (2002). Diplomacy: Theory and Practice. New York: PALGAVRE. Hal. 29-44

perjanjian ekstradisi. 107 Indonesia pada pertemuan ketiga, Indonesia mengajukan sekitar 20 jenis kejahatan yang diharapkan dapat diekstradisikan bersama Singapura.

Beberapa di antaranya adalah penyeludupan obat-obatan terlarang dan korupsi. 108 Pada pertemuan keempat yang diadakan di Singapura tanggal 16-17 Januari 2006, isu

perjanjian pertahanan mulai dibicarakan. Sebelumnya pada tangal 3-4 Oktober 2005,

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono kembali bertemu dengan Perdana Mentri Singapura Lee Hsien Loong di Bali. Pertemuan tersebut melahirkan kesepakatan bahwa Indonesia dan Singapura sepakat untuk menambahkan perjanjian pertahanan sebagai paket yang sama dengan perjanjian ekstradisi. Perjanjian pertahanan tersebut merupakan inisiasi dari Singapura karena mereka ingin mendapatkan kembali fasilitas area latihan militer di Indonesia sebagai efisiensi dana

pertahanan mereka. 109 Hal tersebut dijadikan syarat oleh Singapura jika ingin melanjutkan proses perumusan perjanjian ekstradisi. 110 Hal tersebut menjadi strategi

negosiator Singapura yang pada saat tersebut adalah Perdana Menteri Singapura

107 Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura akan Masuku Babak Ketiga. (2005, 7 20). Diakses pada 11 9, 2014, dari Hukum Online: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol13215/perjanjian-

ekstradisi-indonesiasingapura-akan-masuki-babak-ketiga 108 Bambang. (2005, 8 15). Kembali Dibahas Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura. Diakses pada 11

10, 2014, dari Politik Indonesia: http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=1773- Kembali-Dibahas-Perjanjian-Ekstradisi-Dengan-Singapura

109 Heru. (2006, 3 20). DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura tidak Dikaitkan DCA. Diakses pada

11 10, 2014, dari Antara News: http://www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian- ekstradisi-ri-singapura-tidak-dikaitkan-dca

110 Ibid 110 Ibid

Mendengar kabar tersebut, DPR RI langsung mengeluarkan protesnya terhadap perjanjian pertahanan tersebut. Mereka meminta bahwa perjanjian ekstradisi tidak dikaitkan dengan perjanjian pertahanan. DPR RI juga berharap agar negosiator Indonesia segera mempercepat terciptanya perjanjian ekstradisi dan supaya proses

perumusan perjanjian pertahanan segera dibatalkan. 111 Pada saat itu, 16 dari total keseluruhan 19 pasal dari perjanjian ekstradisi telah disepakati oleh kedua pihak. 112

Walaupun DPR RI menunjukan sikap penolakannya terhadap perjanjian pertahanan yang disatupaketkan dengan perjanjian ekstradisi, negosiator Indonesia dan Singapura tetap meneruskan proses perumusan kedua perjanjian tersebut. hingga pada tanggal April 2007, kedua perjanjian tersebut selesai dirumuskan dan siap

memasuki tahap penandatanganan. 113 Indonesia yang diwakili oleh Mentri Luar Negri Hasan Wirayuda dan Singapura yang diwakili oleh George Yeo menandatangani

perjanjian tersebut di Istana Tampak Siring Bali pada tanggak 27 April 2007. 114