Rancang Bangun
2. Rancang Bangun
Dalam pembahasan ekonomi Islam, terlebih dahulu akan dibahas mengenai rancang bangun ekonomi Islam. Rancang bangun ekonomi Islam terdiri atas landasan, tiang dan atap. Dengan mengetahui rancang bangun ini, diharapkan akan dapat memahami lebih lanjut tentang ekonomi Islam itu sendiri.
2.1 Tauhid (Keesaan Tuhan)
Esensi paling dasar dari fondasi ajaran Islam adalah Tauhid (keesaan tuhan). Bertauhid artinya, meniadakan semua elemen, zat yang patut disembah kecuali Allah (QS 2:107, 5:17,120, 24:33). Karena Allah adalah Maha Pencipta alam semesta (QS 6:1-3) sekaligus pemilik dan pemeliharanya. Allahlah yang memiliki segala sesuatu. Kepemilikan yang dikuasai manusia sekedar amanah dari Allah, yang diberikan sebagai batu ujian bagi manusia.
Segala sesuatu yang ada tidaklah diciptakan Allah dengan sia-sia, melainkan ada tujuannya (QS 23:115). Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya (QS 51:56). Dalam kerangka ini, segala tindakan manusia yang berhubungan dengan alam (sumber daya) dan manusia (muamalah) tidak bisa dilepaskan dari hubungannya dengan Allah. Karena, kepada Allah lah nantinya segala perbuatan (termasuk di dalamnya aktivitas ekonomi dan bisnis) akan dipertanggungjawabkan.
2.2 Adl (Keadilan)
Sifat adil ('adl) menjadi sifat-Nya dalam segala hal. Sebagai wujud keadilan, Allah tidak membeda-bedakan makhluk berdasarkan kriteria ras, kekayaan, kecantikan, tapi siapa yang paling bertaqwa di antara mereka. Untuk menjaga keadilan di dunia, Allah menitahkan manusia untuk memelihara hukum Allah dan menjamin segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia (QS 2:30).
Dengan cara itu, semua manfaat dari sumber daya dapat didistribusikan secara adil. Adil secara sederhana diartikan sebagai "tidak menzdalimi dan tidak dizdalimi". Adil dalam ekonomi berarti setiap usaha pelaku ekonomi tidak boleh hanya didasari motif untuk mengejar keuntungan pribadi dengan merugikan orang lain atau merusak alam sekitar.
Bila nilai keadilan hilang, maka manusia akan terkotak-kotak dalam berbagai kelompok. Kelompok yang satu dianggao akan menjadi ancaman bagi kelompok lainnya. Pada akhirnya, yang sangat dikhawatirkan adalah terjadinya eksploitasi manusia atas manusia (QS 25:20). Pada tataran ini nilai keadilan akan digantikan dengan kerakusan.
2.3 Nubuwah (Kenabian)
Manusia bisa mengetahui bagaimana dia bertauhid dan selanjutnya bisa berbuat adil, tidak bisa dipisahkan dari peran para nabi dan rasul. Karena merekalah, pertunjuk Allah untuk bisa memaknai hidup agar selamat di dunia dan akhirat sampai kepada manusia. Mereka juga sekaligus menjadi prototype dan teladan bagi manusia di masanya.
Bagi umat Islam, model yang sempurna yang telah dikirimkan Allah adalah Nabi Muhammad. Sebagai teladan, Nabi sepanjang hayatnya telah memperlihatkan empat sikap konsisten yang menjadi modal dasar dalam bernegara, berbisnis, berda'wah dan bermasyarakat yaitu sifat shiddiq, amanah, fathonah dan tabligh.
Siddiq berarti benar atau jujur dalam segala tindakan. Inilah visi setiap muslim. Kehidupan di dunia harus dijalani secara benar, supaya hidup kita diridhai oleh Allah. Dari konsep ini, dalam ekonomi bisa diturunkan prinsip efektivitas (mencapai tujuan yang tepat) dan efisiensi (melakukan kegiatan yang benar). Efektivitas bisa dicapai bila kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik dan metode yang tidak menyebabkan kemubaziran.
Bila visi setiap muslim adalah kebenaran, maka perwujudan dalam keseharian adalah bentuk sikap amanah. Bersikap amanah menjadi misi bagi setiap muslim. Amanah dalam bentuk sederhananya adalah tanggung jawab, kepercayaan dan kredibilitas. Muslim yang amanah akan selalu berusaha agar semua tindakannya dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, kredibilitasnya di mata para kolega bisnis pun akan tinggi. Tanpa kredibilitas, bisnis yang sedang dirancang atau sudah dijalani akan hancur.
Visi dan misi saja belum cukup. Untuk melengkapinya, seorang muslim harus cerdas dan bijaksana. Inilah perwujudan dari sifat fathonah. Dengan kecerdikan dan wawasan yang mendalam, seorang muslim akan memiliki strategi dalam hidup. Implikasi ekonomi dari sifat fathonah adalah bahwa segala aktivitas ekonomi harus dilakukan berdasarkan ilmu, kecerdikan dan menggunakan semua potensi akal untuk meraih tujuan. Pendeknya dalam berbisnis, muslim dituntut untuk bersikap selalu bekerja keras dan cerdas.
Untuk menunjang tiga sifat dasar yang telah disebutkan di atas, dalam hidup muslim harus bisa melakukan kegiatan pemasaran. Dalam 'memasarkan' ajaran agama, Rasulullah dibekali dengan sifat tabligh . Sifat itu bisa meliputi keahlian komunikasi, keterbukaan dan pemasaran. Bila sifat tabligh sudah mendarah daging, setiap muslim mestinya bisa menjadi pemasar-pemasar tangguh.
2.4 Khilafah (Pemerintahan)
Manusia diciptakan untuk menjadi kholifah (pemimpin yang memerintah) di muka bumi. Artinya manusia mendapatkan amanah sebagai pemimpin dan pemakmur bumi. ―Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya ‖, demikian sebuah petikan sabda Nabi. Dengan demikian, manusia adalah seorang pemimpin, baik sebagai kepala negara, pemimpin masyarakat, pemimpin keluarga atau sebagai individu. Ini mendasari sikap hidup kolektif dalam Islam. Fungsi utamanya adalah untuk menjaga keteraturan interaksi antar kelompok agar terhindar dari kekacauan dan keributan.
Dalam Islam, pemerintah memerankan bagian yang tidak kecil. Pemerintah bertugas menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syariah dan untuk memastikan agar tidak ada Dalam Islam, pemerintah memerankan bagian yang tidak kecil. Pemerintah bertugas menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syariah dan untuk memastikan agar tidak ada
2.5 Ma’ad (Hasil)
Prinsip dasar ekonomi Islam yang terakhir adalah ma'ad (hasil). Secara harfiah ma'ad berarti kembali. Hidup manusia akan berakhir dan kemudian ia akan kembali kepada Allah. Hal tersebut mengajarkan bahwa hidup tidak hanya di dunia, tapi terus berlanjut hingga alam akhirat. Itulah sebabnya dalam Islam dunia dipandang tak lebih dari sekedar ladang bagi akhirat. Dunia sekedar wahana untuk menyebarkan benih-benih kebajikan yang hasilnya akan dituai di akhirat kelak. Karena itu Allah melarang manusia untuk terikat pada dunia. Allah menegaskan bahwa kesenangan di dunia tidaklah seberapa bila dibanding dengan kenikmatan akhirat (QS 87:17).
Allah memerintahkan manusia untuk berjuang untuk mnedapatkan ganjaran baik di dunia maupun di akhirat. Perbuatan baik mereka akan dibalas dengan kebaikan yang berlipat. Dari sini konsep ma'ad diartikan sebagai imbalan atau ganjaran. Menurut Imam Ghazali motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba, baik berupa ganjaran di dunia dan akhirat. Itulah mengapa konsep Islam memberikan legitimasi untuk mendapatkan profit.
2.6 Sistem ekonomi Islam
Dari kelima nilai di atas, jelaslah semua elemen yang menjadi sumber inspirasi bagi penyusunan teori-teori dan proposisi ekonomi Islam. Dari nilai-nilai itu, bisa diturunkan lagi dalam bentuk prinsip derivatif yang menjadi ciri khas sistem ekonomi Islam. Prinsip derivatif tersebut adalah kepemilikan multi jenis (multitype ownership), kebebasan berusaha (freedom to act), dan keadilan sosial (social justice).
Nilai tauhid dan adil akan melahirkan konsep multitype ownership. Dalam sistem kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan swasta. Sebaliknya, dalam sistem sosialis, negaralah yang mengklaim kepemilikan itu. Islam berada di tengah-tengahnya dengan mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan baik untuk swasta, negara atau campuran.
Dengan prinsip ini, ditegaskan pemilik utama bumi seisinya berikut langit yang memayungi hanya Allah semata. Manusia sekedar diberi hak untuk mengelola atau sebagai pemilik sekunder. Dengan demikian kepemilikan swasa diakui. Namun untuk menjamin agar tidak terjadi eksploitasi satu dengan yang lain, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ini adalah bentuk pengakuan terhadap kepemilikan negara. Sistem kepemilikan campuran, baik campuran swasta-negara maupun swasta-domestik-asing, juga mendapat tempat dalam Islam.
Nilai nubuwwah di muka telah dijelaskan akan menjadikan pribadi-pribadi yang profesional dan prestatif dalam segala hal, termasuk dalam bisnis. Pelaku bisnis akan tergerak untuk menjadikan Nabi sebagai model dalam menjalankan bisnis, khususnya dalam meniru sifat siddiq, amanah, tabligh , dan fathonah.
Keempat nilai ini bila digabungkan dengan nilai keadilan dan khilafah (good governance) akan melahirkan prinsip kebebasan bertindak (freedom to act) bagi setiap muslim. Freedom to act akan menciptakan mekanisme pasar bagi perekonomian yang sehat. Mekanisme pasar menjadi bagian yang mendasar bagi Islam, asalkan tidak terjadi praktik distorsi (proses penzdaliman).
Karena potensi distorsi selalu ada dalam pasar, maka itu harus dikurangi terus-menerus dengan menerapkan prinsip keadilan. Penegakan nilai-nilai keadilan dilakukan dengan melarang semua kegiatan usaha yang cenderung membawa mafsadat (kerusakan) seperti riba (tambahan yang didapat secara dzalim), gharar (ketidakpastian) dan maysir (perjudian) atau mendapatkan keuntungan dari kerugian orang lain.
Negara memiliki tugas untuk menyingkirkan segala distorsi ini. Dengan demikian negara bertindak untuk mengurangi market distortion. Peran negara adalah mengawasi interaksi (muamalah) para pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya agar tidak melanggar syariah. Gabungan dari nilai khilafah dan ma'ad akan melahirkan prinsip keadilan sosial (social justice). Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menciptakan keseimbangan sosial antara yang kaya dengan yang miskin.
2.7 Akhlak
Setelah memiliki landasan teori yang kuat dan sistem ekonomi yang mantap, maka diperlukan panduan untuk para pelaku ekonomi. Dalam bertindak harus sesuai dengan teori dan sistem yang telah digali dari sumber-sumber Islam. Norma yang bisa menuntut untuk melakukan itu adalah akhlaq.Dengan kata lain, para pelaku ekonomi harus berperilaku dan berakhlaq secara profesional (ihsan) dalam bidang ekonomi. Baik posisinya sebagai produsen, konsumen, pengusaha, karyawan, atau sebagai pejabat pemerintah.
Teori sebaik apapun tidak akan memberikan hasil yang diharapkan apabila pelakunya tidak berakhlaq. Sistem ekonomi Islam hanya memastikan bahwa tidak ada transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariah. Namun yang penting, kinerja bisnis tergantung kepada para pelakunya. Akhlaq menjadi kriteria pertama apakah para pebisnis melakukan usahanya dengan benar karena telah ditegaskan oleh Rasulullah bahwa "Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlaq."