Dampak Buruk Kapitalisme
3. Dampak Buruk Kapitalisme
Kapitalisme yang telah rusak sejak asasnya tak ayal lagi menimbulkan dampak yang sangat buruk dalam realitas masyarakat. Diantaranya: Pertama, kapitalisme melahirkan ketidaksamaan (inequality) atau kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat. Umumnya orang mengakui bahwa kapitalisme memang dapat mendorong produktifitas yang tinggi dan memiliki kemampuan untuk melipatgandakan kekayaan, tetapi tetap tidak dapat menghilangkan ketimpangan. Suatu negara kapitalis dapat saja makin lama makin makmur, namun kemakmuran itu tetap tidak akan mengubah perbedaan pendapatan (income differentials) dan mobilitas sosial dalam masyarakat. Bila distribusi pendapatan dapat dikiaskan sebagai kue lapis, maka jumlah manusia yang ada dalam setiap lapisan tetap saja sama walaupun pendapat mereka semuanya meningkat. Secara demikian jurang antara lapisan-lapisan itu tetap sema, sehingga sulit bagi anggota-anggota suatau stratum meloncat ke statum yang lebih tinggi. Seperti
kata seorang ahli ekonomi, kenyatan ini merupakan ― tirani kruva distribusi pendapatan bebentuk locneng‖ (the tyranny of the bell-shaped curve of income distributon).
Kedua, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang bersifat internasional, jadi tidak dapat berdiri sendiri dalam suatu negara tertentu. Kapitalisme internasional hanya dapat mempertahankan hidupnya lewat eksploitasi yang dilakukan atas Dunia Ketiga. Dalam kaitan ini, teori dependencia yang dikemukakan oleh para sarjana Amerika Latin membuktikan betapa negara-negara Dunia Ketiga dalam sistem kapitalisme internasional sekarang hanyalah menjadi satelit-satelit ekonomi di daerah pinggiran (periphery) yang sangat bergantung pada, dan dieksploitasi oleh, kekuatan- kekuatan kapitalis negara-negara besar.
Ketiga, demi kepentingan ekonominya, kekuatan-kekuatan kapitalis selalu bersikap double- standard . Kapitalisme, langsung atau tidak langsung, berkaitan dengan suatu sistem opresi internasional demi kelangsungan kepentingan ekonominya. Sebagai contoh, Amerika Serikat yang sering menamakan dirinya benteng demokrasi lebih sering membantu kelangsungan rejim-rejim di Dunia Ketiga yang bersikap opresif terhadap rakyatnya. Hubungan AS dengan berbagai negara Amerika Latin merupakan contoh jelas untuk hal ini. Jadi, di satu pihak Amerika sangat menghargai hak-hak asasi manusia dan etika politik, tapi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip itu tidak menjadi soal bila itu demi kepentingan ekonominya di negara lain.
Keempat, kapitalisme yang secara teoritis memberikan kesempatan sama (equality of opportunity) kepada setiap anggota masyarakat, dalam kenyataannya bersifat diskirminatif, bahkan rasis. Hanya mereka yang dekat kepada pusat kekuasaan saja yang lebih banyak mendapatkan akses informasi, modal dan kesempatan. Diskriminasi juga berlanjut di bidang hukum. Dengan kekuatan dana yang dimiliki para pemilik modal mampu membeli hukum. Akhirnya proses hukum tidak berjalan sebagai mana mestinya atas mereka.
Kelima, semboyan kapitalis me yang berupa ―berproduksi untuk dapat berproduksi lebih besar‖ (to produce, to produce and to produce) menyebabkan keserakahan dan berkembangnya
kehidupan yang materialistik. Melimpahnya produksi tidak lagi menjadi alat untuk mencapai tujuan yang lebih luhur, karena ia telah menjadi tujuan itu sendiri. Akibat mementingkan produksi atas segala-galanya itu, kapitalisme pada umumnya merusak ekologi yang seharusnya dilestarikan. Polusi udara, sungai dan lautan, sesungguhnya berasal dari semangat kapitalisme yang bernafsu menjalankan produksi tanpa batas. Kapitalisme dipandang tidak mau mengindahkan tiga unsur penting dalam kehidupan manusia, yaitu kesehatan (health), kelestarian (permanence) dan keindahan (beauty).
Keenam, sebagai konsekuensi logis dari cara berproduksi seperti dikemukakan tadi, adalah pola hidup konsumeris. Dengan kalimat lain, konsumerisme berkembang pesat di tengah masyarakat yang pada gilirannya akan melahirkan ―masyarakat pembosan‖ (throw-away society). Manusia- Keenam, sebagai konsekuensi logis dari cara berproduksi seperti dikemukakan tadi, adalah pola hidup konsumeris. Dengan kalimat lain, konsumerisme berkembang pesat di tengah masyarakat yang pada gilirannya akan melahirkan ―masyarakat pembosan‖ (throw-away society). Manusia-
Ketujuh, kapitalisme menimbulkan gejala-gejala alienasi dan anomi dalam masyarakat. Kiranya sudah terlalu jelas bahwa di mana pun juga, kapitalisme mendorong suatu kehidupan yang individualistis dan kompetitif. Para anggota masyarakat ataupun lapisan tertentu yang terlempar dalam kompetisi itu – yang tidak fit menghadapi hukum survival of the fittest – akan menjadi ―bukan apa- apa‖ (nobody), sehingga dicekam oleh perasaan terasing dan anomi. Istilah-istilah seperti lonely crowd dan one-dimensional man agaknya dapat menggambarkan rata-rata keadaan anggota masyarakat yang menganut paham kapitalisme.