Tidak Sah atau Lengkap Akadnya

4. Tidak Sah atau Lengkap Akadnya

Suatu transaksi yang tidak masuk dalam kategori haram li dzatihi maupun haram li ghairihi, belum tentu serta-merta menjadi halal. Masih ada kemungkinan transaksi tersebut menjadi haram bila akad Suatu transaksi yang tidak masuk dalam kategori haram li dzatihi maupun haram li ghairihi, belum tentu serta-merta menjadi halal. Masih ada kemungkinan transaksi tersebut menjadi haram bila akad

4.1 Rukun dan Syarat tidak terpenuhi Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi (necessary condition), misalnya ada penjual dan pembeli. Tanpa adanya penjual dan pembeli, maka jual-beli tidak akan ada.

Pada umumnya, rukun dalam muamalah iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada

3 (tiga) , yaitu:

a. Pelaku

b. Objek

c. Ijab-Kabul Pelaku bisa berupa penjual-pembeli (dalam akad jual- beli), penyewa-pemberi sewa (dalam akad sewa-menyewa), atau penerima upah-pemberi upah (dalam akad upah- mengupah), dll. Tanpa pelaku maka tidak ada transaksi. Objek transaksi dari semua akad di atas dapat berupa barang atau jasa. Dalam akad jual-beli mobil, maka objek transaksinya adalah mobil. Dalam akad-menyewa rumah, maka objek transaksinya adalah rumah, demikian seterusnya. Tanpa objek transaksi, mustahil transaksi akan tercipta. Selanjutnya, faktor lainnya yang mutlak harus ada supaya transaksi dapat tercipta adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransaksi. Dalam terminology fikih, kesepakatan bersama ini disebut ijab-kabul. Tanpa ijab-kabul, mustahil pula transaksi akan terjadi. Dalam kaitannya dengan kesepakatan ini, maka akad dapat menjadi batal bila terdapat:

a. Kesalahan/kekeliruan obyek;

b. Paksaan (ikrah)

c. Penipuan (tadlis) Bila ketiga rukun di atas terpenuhi, maka transaksi yang dilakukan sah. Namun bila rukun di atas tidak terpenuhi (baik satu rukun atau lebih), maka transaksi menjadi batal. Selain rukun, faktor yang harus ada supaya akad menjadi sah/lengkap adalah syarat. Syarat adalah sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun (sufficient condition). Contohnya adalah bahwa pelaku transaksi haruslah orang yang cakap hukum (mukallaf). Bila rukun sudah terpenuhi tetapi syarat tidak dipenuhi, maka rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak). Demikian menurut Mazhab Hanafi. Syarat bukanlah rukun, jadi tidak boleh dicampuradukkan. Di lain pihak, keberadaan syarat tidak boleh:

a. Menghalalkan yang haram;

b. Mengharamkan yang halal;

c. Menggugurkan rukun;

d. Bertentangan dengan rukun;atau

e. Mencegah berlakunya rukun.

4.2 Ta‘alluq Ta‘alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, di mana

berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2. Contoh: misalkan A menjual barang X seharga Rp 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X tersebut kepada A secara tunai seharga Rp 100 juta. Transaksi di atas haram, karena ada persyaratan bahwa A bersedia menjual barang X ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A. Dalam kasus ini, disyaratkan bahwa berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2. Contoh: misalkan A menjual barang X seharga Rp 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X tersebut kepada A secara tunai seharga Rp 100 juta. Transaksi di atas haram, karena ada persyaratan bahwa A bersedia menjual barang X ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A. Dalam kasus ini, disyaratkan bahwa

4.3 ―Two in one‖ Two in one adalah kondisi di mana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan/berlaku. Dalam terminologi fikih, kejadian ini disebut dengan shafqatain fi al-shafqah. Two in one terjadi bila semua dari ketiga faktor di bawah ini terpenuhi:

a. Objek sama

b. Pelaku sama

c. Jangka waktu sama Bila satu saja dari faktor di atas tidak terpenuhi, maka two in one tidak terjadi, dengan demikian akad menjadi sah. Contoh dari two in one adalah transaksi lease and purchase (sewa-beli). Dalam transaksi ini, terjadi gharar dalam akad, karena ada ketidakjelasan akad mana yang berlaku: akad beli atau akad sewa. Karena itulah maka transaksi sewa-beli ini diharamkan.