Pengertian Pemberhentian
10.1 Pengertian Pemberhentian
Masalah pemberhentian merupakan masalah yang paling penting di dunia ketenagakerjaan dan perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak, termasuk manajer sumber daya manusia. Dengan adanya pemberhentian berarti adanya kekosongan formasi jabatan. Perekrutan untuk mengisi jabatan yang kosong memerlukan modal atau dana yang cukup besar, baik pada waktu penarikan maupun pada waktu karyawan tersebut berhenti. Dalam penarikan karyawan baru, pimpinan perusahaan banyak mengeluarkan dana untuk pembayaran kompensasi dan pengembangan karyawan, sehingga karyawan tersebut betul-betul merasa di tempatnya sendiri dan dapat mengerahkan tenaganya baik untuk kepentingan tujuan dan sasaran perusahaan maupun untuk kepentingan karyawan itu sendiri.
Demikian juga halnya ketika karyawan itu berhenti atau adanya pemutusan hubungan kerja dengan perusahaan. Perusahaan akan mengeluarkan dana untuk pensiun, pesangon, atau tunjangan lain yang berkaitan dengan pemberhentian,
sekaligus memprogramkan kembali penarikan karyawan baru yang sama halnya seperti dahulu harus mengeluarkan dana untuk kompensasi dan pengembangan karyawan.
Di samping masalah dana, terdapat hal lain yang perlu mendapat perhatian yang tak kurang pentingnya, yaitu alasan karyawan mengapa ia berhenti atau diberhentikan. Hal ini penting diperhatikan karena setiap pemberhentian akan merugikan kedua belah pihak, baik perusahaan maupun Di samping masalah dana, terdapat hal lain yang perlu mendapat perhatian yang tak kurang pentingnya, yaitu alasan karyawan mengapa ia berhenti atau diberhentikan. Hal ini penting diperhatikan karena setiap pemberhentian akan merugikan kedua belah pihak, baik perusahaan maupun
Terdapat beberapa alasan dalam pemberhentian karyawan, antara lain berdasarkan perundang-undangan, keinginan perusahaan, keinginan karyawan, atau karena kondisi mental dan fisik karyawan. Di samping pemberhentian karyawan yang berdasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak, terdapat juga yang berdasarkan hal lain di luar prosedur yang telah ditentukan. Dalam hal ini, banyak perusahaan yang memberhentikan karyawannya secara sepihak tanpa melalui P4D untuk pemutusan hubungan kerja perorangan atau P4P untuk pemutusan hubungan kerja massal serta mengabaikan putusan dari instansi yang berwenang. Padahal keputusan tersebut merupakan kebijakan pemerintah atau instansi yang berwenang. Ada juga pemberhentian karyawan oleh pengusaha atas dasar alasan yang yang tidak jelas.
Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam setiap pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja yang mengharuskan atau berdasarkan adanya ijin dari P4D atau P4P itu merupakan suatu keharusan dan kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan dan ketentraman bagi seluruh buruh atau tenaga kerja, sekaligus merupakan pengawasan preventif terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh para manajer perusahaan.
Pemberhentian memiliki pengaruh yang besar terhadap kedua belah pihak, terutama bagi karyawan. Dengan diberhentikannya dari perusahaan tempat ia bekerja berarti ia akan kehilangan sumber penghasilan yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan karyawan dan keluarganya. Selain itu, ia akan mulai menghadapi masa pengangguran dengan segala akibatnya. Maka atas dasar hal tersebut, demi keadilan dan kemanusiaan seorang manajer sumber daya manusia harus Pemberhentian memiliki pengaruh yang besar terhadap kedua belah pihak, terutama bagi karyawan. Dengan diberhentikannya dari perusahaan tempat ia bekerja berarti ia akan kehilangan sumber penghasilan yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan karyawan dan keluarganya. Selain itu, ia akan mulai menghadapi masa pengangguran dengan segala akibatnya. Maka atas dasar hal tersebut, demi keadilan dan kemanusiaan seorang manajer sumber daya manusia harus
Komaruddin dalam buku Ensiklopedia Manajemen (1994:543) mengutip pendapat Maslow mengenai motivasi yang didasarkan atas tiga asumsi, yaitu :
a. Manusia adalah mahluk yang senantiasa mempunyai keinginan yang tak pernah terpenuhi seluruhnya.
b. Kebutuhan atau keinginan yang telah terpuasi tidak akan menjadi pendorong lagi.
c. Kebutuhan manusia tersusun menurut hierarki berdasarkan derajat penting tidaknya.
Dengan tiga asumsi tersebut, Maslow menyatakan bahwa apabila kebutuhan pada tingkat dasar telah terpenuhi maka akan menimbulkan kebutuhan lain untuk memenuhi kebutuhan prilaku yang menuntut kebutuhan yang tersusun menurut kekuatannya. Kebutuhan yang paling kuat terdapat pada bagian terbawah dari lima tingkatan, sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis
kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup, yaitu kebutuhan yang harus terpenuhi agar manusia tetap dapat melangsungkan kehidupannya, seperti sandang, pangan, papan, dan kebutuhan udara segar.
atau
b. Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan. Dalam hal ini terdapat dua dimensi, yaitu keselamatan badaniah dan rohaniah, artinya bebas dari kecelakaan badaniah dan keamanan dalam prilaku yang memelihara individu dalam lingkungan keluarganya, di mana ia mempunyai perasaan aman dan bebas dari keganjilan atau ancaman.
c. Kebutuhan cinta, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan ikut serta untuk dipersamakan dengan kelompok, merupakan sebagian dari sifat hidup manusia.
d. Kebutuhan akan penghargaan merupakan suatu kebutuhan yang memiliki dua dimensi. Yaitu kebutuhan akan penghargaan diri, kemampuan seseorang (individu) untuk menerima dirinya sendiri, dan untuk merasa puas dengan dirinya sendiri. Umumnya bagi seseorang yang bekerja secara kelompok atau bekerja dengan orang lain. Dimensi lainnya adalah kebutuhan akan penghargaan dan menerima pengakuan dari orang lain, terutama dari teman-temannya.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk memenuhi kepuasan diri atas segala sesuatu yang diupayakannya. Aktualisasi tersebut semua orang dapat berusaha untuk mencapainya. Seseorang akan berusaha dengan upayanya sendiri sehingga ia merasa dirinya masih diperlukan oleh orang lain, dan orang lain mengakui keberadaan dirinya.
Dengan memperhatikan kutipan di atas, maka diperlukan suatu pengertian yang sama dan mendalam berkenaan dengan pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja agar kebutuhan karyawan tetap diperhatikan sebaik- baiknya.
Dalam hal pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja, Moekijat mengemukakan bahwa ”Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan”.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada ketentuan umum dikemukakan bahwa penger tian pemutusan hubungan kerja adalah ”pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada ketentuan umum dikemukakan bahwa penger tian pemutusan hubungan kerja adalah ”pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
Menurut Sastrohadiwiryo dalam buku Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (2002:305), pengertian pemutusan hubungan kerja sebagai suatu proses pelepasan keterikatan kerjasama antara perusahaan dengan tenaga kerja, baik atas permintaan tenaga kerja yang bersangkutan maupun atas kebijakan perusahaan yang karenanya tenaga kerja tersebut dipandang sudah tidak mampu memberikan produktivitas kerja lagi atau karena kondisi perusahaan yang tak memungkinkan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER- 150/Men/2000 bahwa Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan izin Panitia Daerah atau Panitia Pusat. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini dapat dilakukan secara besar-besaran yang berarti bahwa hubungan pemutusan hubungan kerja terhadap 10 orang pekerja atau lebih pada suatu perusahaan dalam satu bulan atau terjadi rentetan pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad pengusaha untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.