65
TABEL II.1 TIPE PEMINDAHAN TRANSFER
NO URAIAN TRANSFER DEPOT
TIPE I TRANSFER DEPOT
TIPE II TRANSFER DEPOT
TIPE III 1.
2.
3. Luas lahan
Fungsi Daerah
Pemakai 200 m2
− Tempat pertemuan peralatan pengumpul
dan pengangkutan sebelum pemindahan;
− Tempat penyimpanan alat kebersihan;
− Bengkel sederhana; − Kantor wilayah
pengendali; − Tempat pemilahan;
− Tempat pengomposan; Baik sekali untuk daerah
yang mudah mendapat lahan
60 m2 – 200 m2 − Tempat pertemuan
peralatan pengumpul dan pengangkutan
sebelum pemindahan − Tempat parkir
gerobak − Tempat pemilahan
10 -20 M2 − Tempat pertemuan
gerobak kontainer 6-
10m3 − Lokasi
penempatan kontainer komunal
1-10 m3
Daerah yang sulit mendapat lahan yang
kosong dan daerah protokol.
Sumber: SNI,19-2454-2002, Hal 14
2.2.1.2. Lokasi
Dari berbagai tipe pemindahan sampah tersebut menunjukkan bahwa lokasi yang dapat dijadikan sebagai tempat
peletakan Transfer depo adalah sebagai berikut: 1. Harus mudah keluar masuk bagi sarana pengumpul dan
pengangkut sampah; 2. Tidak jauh dari sumber sampah termasuk TPS;
3. Berdasarkan tipe, lokasi pemindahan terdiri dari -
Terpusat transfer Depot tipe I; -
Tersebar transfer Depot tipe II atau III; 4. Jarak antara transfer Depot untuk tipe I dan III adalah 1,0 –
1,5 km. Sedangkan menurut persyaratan teknis seperti SNI 19-
2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan
66 Sampah Perkotaan yang ditentukan meliputi:
1. Penempatan tidak jauh dengan sumber sampah;
2. Sedekat mungkin dengan titik berat dari area produksi sampah individual;
3. Tidak mengganggu pemakai jalan, atau sarana umum lainnya;
4. Diluar jalur lalu lintas, namun diantara route jalan raya yang memiliki aksesbilitas memadai;
5. Pada suatu lokasi yang mudah untuk pengoperasian-nya;
6. Luas lokasi minimal 10 – 20 m2.
2.2.2. Komponen Lokasi Transfer Depo Sampah
Berdasarkan kemiripan fungsi dengan TPS yakni bersamaan dalam proses pengumpulan sampah sebagai bagian
dari manajemen persampahan di suatu kota. Maka keberadaan Transfer Depo Sampah ini juga merupakan alat atau lebih
dikatakan sebagai sistem antara bagi timbulan sampah dengan penanganan pada tingkat akhir. Secara umum tipe Transfer Depo
Sampah yang diterapkan di Indonesia didasarkan pada ketentuan dari Direktorat Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum yakni
tipe stationer. Tipe Stationer ditujukan untuk menampung semua jenis sampah yang ditimbulkan baik dari sumber timbulan
sampah secara langsung maupun melalui TPS. Secara keseluruhan pola penanganan sampah terbagi
dalam dua kegiatan utama yaitu: 1. Pengumpulan,
meliputi kegiatan pemilahan, penampungan,
pemindahan, dan pengangkutan;
67 2. Pembuangan, adalah kegiatan pembuangan, dan
pengolahan akhir terhadap sampah yang ada. Clark, 1976.
Berdasarkan pendapat Clark 1976 diatas maka secara kesesuaian fungsi dengan TPS penentuan lokasi Transfer Depo
Sampah TDS dapat dipahami dengan pendekatan lokasi TPS yang telah disesuaikan, misalnya untuk pendapat Theisen 1977
bahwa konsep peletakan fasilitas harus mempertimbangkan berikut ini sebelum menentukan lokasi:
1. Tipe fasilitas yang akan digunakan dan luas pelayanannya;
2. Kesehatan lingkungan dan nilai estetika;
3. Metode yang akan digunakan fasilitas itu.
Demikian juga pendapat Kruise 1967 dalam mengarahkan secara umum faktor Lokasi TPS sebagai dasar
penempatan TDS yakni: 1.
Pola penggunaan lahan 2.
Kepadatan dan jumlah penduduk 3. Jumlah timbulan sampah yang ada maupun prediksi
timbulannya 4. Kondisi
Geografis 5.
Kondisi Lalu Lintas jenis jalan dan volume lalu lintas
68
2.3. Penentuan Lokasi Transfer Depo Sampah 2.3.1. Teori Umum Lokasi Kegiatan
Peranan lokasi untuk suatu kegiatan, menurut Jones dan Simmons, 1990: 273 sangat penting terutama dalam perolehan
target, sehingga dikatakan bahwa besarnya pelayanan yang diberikan merupakan hasil fungsi dari lokasi yang optimal atau
sesuai. Pemilihan lokasi yang tidak tepat akan memyebabkan pemberian pelayanan yang lambat. Sehingga akan menimbulkan
kerugian pada masyarakat. Permasalahan lokasi kegiatan dapat diturunkan dari
teori tempat pusat Central Place Theory pada perkembangan selanjutnya. Teori yang dikemukakan pertama kali oleh
Christaller ini mencoba memodelkan distribusi permukiman dengan tujuan penyediaan barang dan jasa kepada wilayah
sekitarnya. Tiga konsep mengenai lokasi kegiatan berdasarkan hal
diatas, yakni: 1. Jangkauan Barang, yang dimaksud dengan jangkauan barang
adalah berapa jauh jarak yang mampu ditempuh untuk membeli barang dan jasa pada tingkat harga tertentu.
2. Batas Ambang Permintaan jumlah penjualan minimal terhadap barang tertentu pada tingkat harga tertentu yang
dibutuhkan oleh suatu kegiatan ekonomi sebelum barang dilempar ke konstunen. Penjualan tersebut bisa diperkirakan
dengan menggunakan jalan: a. Menghitung jumlah penduduk yang terdapat di dalam suatu wilayah;
69 b. Kemungkinan dipergunakan kegiatan yang berlokasi
pada titik tertentu dari berbagai variasi jarak; c. Perkiraan tingkat biaya yang mampu dibayar oleh masyarakat.
Batas ambang didefinisikan sebagai tingkat permintaan minimal yang dibutuhkan untuk mendukung keberada-an
suatu fungsi tertentu. Biasanya hal ini diekspresikan dalam jumlah penduduk minimal yang dibutuhkan atau
membutuhkan suatu fungsi tertentu. 3. Tempat Pusat, untuk lebih memenuhi permintaan terhadap
baranq dan jasa dari suatu wilayah pasar, fungsi-fungsi komersial juga menciptakan kesempatan kerja dan
merangsang permintaan konsumen. Pekerja juga ingin untuk meminimalkan biaya transportasi, mereka bermukim
berdekatan dengan pusat komersial, yang tidak hanya melayani wilayah pasarnya sendiri tetapi juga wilayah
belakangnya, karena tidak terdapat cukup permintaan untuk keberadaan suatu fungsi. Pusat komersial tersebut adalah
tempat pusat, yaitu suatu pusat yang melayani perkotaan dan pedesaan, dan wilayah yang lebih besar daripada wilayahnya
sendiri. Masing-masing tempat pusat akan menawarkan batas ambang populasinya sendiri dan jangkauan fungsi untuk
wilayah komplemen yang dilayaninya. Dalam menentukan suatu lokasi kegiatan harus
mengenali macam kegiatan yang akan ditentukan lokasinya, setelah itu baru bisa ditentukan faktor-faktor penentu lokasi
kegiatan tersebut. Faktor-faktor penentu lokasi dapat berbeda- beda tergantung jenis kegiatannya. Faktor-faktor penentu lokasi