~ RAMADHAN: MOMENTUM MEMBUMIKAN GERAKAN LITERASI

~ 11 ~ RAMADHAN: MOMENTUM MEMBUMIKAN GERAKAN LITERASI

Muhsin Kalida

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S al-Alaq: 1-5)

J ika ada yang bertanya sejak kapan manusia hidup? Maka

jawabnya adalah sejak manusia mulai berani membaca dan menulis. Mengapa demikian, sebab membaca dan menulis adalah fitrah manusia. Tak tanggung-tanggung, wahyu Al- Quran pertama kali turun kepada Nabi Muhammad SAW memberi perintah untuk setidaknya dua hal, yaitu membaca dan menulis. Di sana tertulis kalimat yang sangat jelas, yakni iqra’ (bacalah!) dan al-qalam (pena). Dua kalimat ini tak perlu tafsir panjang lebar. Sekali orang membaca, sudah jelas

Mutiara Nasihat Seribu Bulan maksudnya bahwa Allah melalui al-Quran memerintahkan

kita membaca dan menulis. Pengertian membaca bisa memiliki arti macam-

macam. Ada yang memaknai membaca teks, ada pula yang memahaminya sebagai membaca apa saja dalam arti yang lebih luas, seperti tanda-tanda kebesaran Allah di langit dan bumi. Namun semua tafsir itu bermuara pada satu titik, bahwa membaca adalah awal dari segala peradaban. Peradaban manapun tidak akan tumbuh subur jika tidak ada tradisi membaca yang hidup.

Membaca saja tentunya tidaklah cukup. Sebab begitu kita membaca, pemahaman yang kita dapatkan dari membaca itu biasanya akan mudah hilang. Sebab itulah, Allah memberikan kata “pena” dalam ayatnya, “Yang mengajar (manusia) dengan perantara qalam (pena)”. Artinya, jika ingin menjadi pembelajar yang kaafah (sempurna), setelah kegiatan membaca dilakukan harus dilanjutkan dengan aktivitas. Bahkan sangat pentingnya tradisi menulis, Sayyidina Ali bin Abi Thalib menasihati, “ikatlah ilmu dengan tulisan”.

Bisa kita bayangkan, andai kata al-Quran itu tidak tertulis, tentunya kita akan kepayahan mempelajari ajaran-ajaran suci agama Islam. Jika para ulama-ulama shalih terdahulu (salafunassholihun) tidak menuliskan hadits, tentunya kita tidak akan pernah tahu apa dan bagaimana kalimat-kalimat dan akhlak dari Rasulullah SAW. Sejarah sudah memberi petunjuk bahwa dialog peradaban antara Islam dan peradaban lain terjadi, salah satunya, melalui karya tulis. Maka dari itu, jelas bahwa membaca dan menulis adalah dua hal yang tak bisa kita pisahkan dalam pembentukan peradaban manusia.

Dalam momentum bulan Ramadhan, merupakan bulan diturunkannya al-Qur’an, setidaknya memiliki dua

Kumpulan Kultum Ramadhan pelajaran penting di bidang literasi. Pertama, membaca

adalah merupakan perintah agama, termasuk bagian dari iman seseorang, yang memiliki kualitas dan standard tinggi untuk dilaksanakan, bahkan hukumnya wajib. Dalam sejarah diberitakan, ketika Rasulullah SAW menerima perintah Iqra’, beliau dalam kondisi ummiy, tidak memiliki kemampuan membaca (buta aksara). Hal ini memiliki pengertian yang lebih luas, diantaranya adalah makna learn (belajar), yang menyimpan makna lebih kualitatif dari sekedar membaca aksara.

Kedua, ‘allama bil-qalam, bermakna berpikir dengan pena dan kertas. Menulis ternyata bukanlah pekerjaan yang sulit, jika ada usaha dan kerja keras, setiap orang bisa menjadi penulis. Mendokumentasikan (menerbitkan) tulisan ternyata tidak harus menunggu tua. Sejak muda pun kita bisa menerbitkan hasil karya tulis. Setiap orang bisa menjadi penulis, sebab setiap orang memiliki pengalaman yang unik dan berbeda dari pengalaman orang lain.

Menulis dan kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku tentunya jauh lebih berkualitas dan positif dari pada menulis status yang kadang isinya tidak jelas di media sosial. Apalagi pada usia muda, sering kali emosi kurang terkontrol, pergaulan juga semakin mengarah pada hal-hal yang negatif, sementara energi yang dikeluarkan untuk hal-hal tersebut cukup besar. Dari sisi psikologis, menulis menjadi cara terbaik untuk mengekspresikan segala perasaan, keluh kesah dan pikiran-pikiran secara positif dan bermartabat.

Ramadhan merupakan event yang sangat baik untuk menumbuhkan literasi paling dasar, yaitu Allah memberi kekuatan yang ringan untuk melakukan tadarrus, yang jarang kita miliki di luar bulan Ramadhan, kemudian ditingkatkan

Mutiara Nasihat Seribu Bulan pada level di atasnya, yaitu kesadaran akan pentingnya

menulis. Sebagaimana sebuah ungkapan, teman terbaik adalah buku (bacaan), dan ekspresi yang hebat adalah menulis. Jika kita mencintai keduanya, maka cerahlah masa depan, karena kita telah berteman dan berjalan pada jalur yang ideal.

Wallahu a’lam bish-shawab

Kumpulan Kultum Ramadhan