~ MULUT, PERUT DAN KEMALUAN

~ 13 ~ MULUT, PERUT DAN KEMALUAN

Waryono Abdul Ghafur Perbuatan yang paling banyak menyebabkan masuk surga

adalah taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik, sementara yang paling banyak menyebabkan masuk neraka adalah mulut

dan kemaluan (HR. Turmudzi dan Ibnu Hibban)

S ebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Baqarah [2]: 183

bahwa puasa sebagai sarana latihan yang diharapkan menghasilkan peserta atau pelaku yang berpredikat muttaqin (orang-orang yang bertaqwa). Ini sebagai isyarat bahwa diwajibkannya puasa bukan untuk puasa itu sendiri. Puasa adalah media pembelajaran yang disediakan Allah bagi manusia yang bukan saja sebagai makhluk individual tapi juga sebagai makhluk sosial. Dalam kedudukannya itu, maka manusia yang bertaqwa adalah mereka yang bukan saja baik secara individual tapi juga baik secara sosial. Karenanya puasa memiliki dua dimensi yang integratif, seperti dua sisi mata uang, yaitu dimensi individual vertikal dan dimensi sosial horizontal. Tidak terpenuhinya dua dimensi puasa itu secara bersamaan, menjadikan pelakunya kehilangan relevansi dan puasanya menjadi meaningless (tidak bermakna).

Kumpulan Kultum Ramadhan Taqwa menjadi standar moral tertinggi dalam Islam

dan atas dasar taqwa itu pula seseorang dinilai baik, karena taqwa sebagaimana dijelaskan HR. Thabarani merupakan simpul segala kebaikan (jaami’u kulli khair). Hal ini dapat dimengerti, karena dengan taqwa, seseorang akan berlaku adil terhadap diri dan orang lain, tidak diskriminatif baik atas dasar agama, ras, etnik, suku maupun gender, dapat selalu menghidupkan tali kasih antar sesama dan lain-lain. Pantas kalau Allah menyatakan bahwa hamba yang paling mulia di sisi-Nya adalah yang paling bertaqwa (QS. al-Hujurat [49]: 13). Melalui puasa yang benar diharapkan lahir sikap-sikap tersebut, sehingga berbagai bentuk kekerasan sosial seperti marginalisasi, stereotipe, sub-ordinasi, dan ketidakadilan berkurang atau bahkan hilang.

Secara literal, taqwa adalah menjaga, memelihara dan melindungi diri dari segala hal yang akan menyakiti, merusak dan menghancurkan diri baik langsung atau tidak, dan baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Makna taqwa seperti ini paralel dengan sabda Nabi yang menyatakan bahwa puasa adalah benteng (HR. Bukhari dan Muslim) yang akan melindungi pelakunya dari perilaku negatif. Di antara tubuh kita yang perlu dijaga, lebih-lebih pada saat puasa adalah mulut, perut dan kemaluan. Mengapa ketiganya perlu dijaga dan dipelihara, karena ternyata ketiganya merupakan sumber penyakit individual dan sosial. Betapa banyak penyakit dan persoalan sosial yang muncul akibat ketiganya tidak terjaga.

Langkah-langkah menjaga, memelihara dan melindungi ketiganya adalah dengan menekan agar orientasi hidup kita tidak hanya pada pemenuhan kepentingan makan, menumpuk kekayaan dan menuruti kebutuhan seksual. Bila kita yang puasa saja masih terjebak pada orientasi tersebut,

Mutiara Nasihat Seribu Bulan maka hakekatnya kita mengalami fiksasi atau hambatan

kepribadian. Akibat mengalami hambatan kepribadian, maka pemiliknya akan kehilangan kepekaan sosialnya, kurang peduli terhadap penderitaan sesama, tidak empatik dan lebih parah lagi cenderung sulit mengakui kesalahan yang telah dilakukannya. Orang seperti ini, hakekatnya belum dewasa secara psikologis apalagi secara spiritual. Ia—dalam bahasanya Sigmund Freud—masih terhitung sebagai anak kecil, meski mungkin sudah tua usia. Puasa mendidik pelakunya untuk menjadi manusia dewasa. Kita perlu bertanya pada diri kita masing-masing, sudahkan puasa kita membuat kita menjadi dewasa? Secara teoritis, semakin dewasa seseorang, maka orientasi hidupnya beranjak dari yang kongkrit ke yang abstrak, dari mulut, perut dan kemaluan ke penghambaan, pengabdian dan pengetahuan.

Kumpulan Kultum Ramadhan