Tingkat Pendidikan Sosial Ekonomi Jumlah Paritas Kontrasepsi Oral Gejala Klinik

f. Umur pertama kali melakukan aktivitas seksual

Umur pertama kali melakukan hubungan seksual yang relatif muda dibawah 20 tahun, dikatakan bahwa pada umur muda epitel serviks uteri belum bisa menerima rangsangan spermatozoa. Makin muda umur pertama kali melakukan hubungan seksual, maka makin tinggi resiko mendapatkan serviks uteri patogonek. Menurut Rotkin 1973, NIS cenderung timbul jika usia pertama kali melakukan hubungan seksual kurang dari 17 tahun sedangkan Luthra dkk 1976, Pauli 1978, dan Lambert dkk 1979 resiko tinggi jika melakukan hubungan seksual saat usia kurang dari 19 tahun. 16 Hasil penelitian Surbakti di Rumah Sakit Pirngadi Medan 2003 dengan rancangan kasus kontrol menunjukkan ada hubungan yang bermakna pada tingkat kepercayaan 95 pada variabel umur pertama kali melakukan hubungan seksual kurang dari 20 tahun dengan OR = 4,375. 21

g. Tingkat Pendidikan

Antara tingkat pendidikan dengan NIS terdapat korelasi yang kuat. NIS cenderung lebih banyak timbul pada wanita yang tidak berpendidikan dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan 88,9 dibanding 55,9. Biasanya tinggi rendahnya pendidikan berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi, kehidupan seksual dan kebersihan. 16 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anna di RS. Kanker Dharmais sebagian besar penderita berpendidikan sedang sampai 9 tahun sebesar 46,7 disusul dengan penderita yang tidak pernah duduk di bangku sekolah sebesar 18,5 dan yang berpendidikan 12 tahun tamat SLTA hanya 7,6 . 22 Dori Handayani H. S : Karakteristik Penderita Kanker Serviks Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2008, 2009. USU Repository © 2009

h. Sosial Ekonomi

Menurut Luthra dkk., dan Lambert dkk. Tingkat sosial ekonomi lemah merupakan faktor yang mempengaruhi timbulnya NIS. Pada tingkat sosial ekonomi lemah, hubungan seks pertama biasanya terjadi usia yang lebih muda dan pergantian pasangan meningkat pula. 16

i. Jumlah Paritas

Dalam berbagai penelitian jumlah paritas dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Mekanisme dasar yang menghubungkannya antara lain trauma pada serviks yakni trauma yang terjadi karena persalinan yang berulang kali, perubahan hormonal akibat kehamilan, adanya infeksi dan iritasi menahun. 11 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lawolo di RS. Santa Elisabeth 1998-2004 penderita yang paling banyak adalah yang mempunyai anak paritas 3-5 orang, kemudian disusul dengan yang mempunyai anak 5 orang dan yang paling sedikit adalah yang mempunyai anak ≤ 2 anak. 9

j. Kontrasepsi Oral

Kontrasepsi oral dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1,5-2,5 kali bila diminum dalam jangka panjang, yaitu lebih dari empat tahun. 11 WHO melaporkan risiko relatif sebesar 1,2 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian. 23 2.3. Gambaran Invasi Kanker Serviks 2.3.1 Displasia Serviks Sebagian besar kanker serviks terjadi pada epitel skuamosa bertingkat yang menunjukan perubahan prakanker. Displasia diketahui dengan adanya kelainan sitologik pada apusan serviks dan dipastikan melalui biopsi serviks. Perubahan Dori Handayani H. S : Karakteristik Penderita Kanker Serviks Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2008, 2009. USU Repository © 2009 sitologik meliputi peningkatan ukuran inti, peningkatan rasio inti sitoplasma, hiperkromatisme, penyebaran kromatin abnornal, dan kelainan membran inti. Luas perubahan ini memungkinkan klasifikasi dalam urutan peningkatan keparahan sebagai displasia ringan, sedang, berat, dan karsinoma in-situ. Displasia merupakan lesi yang dapat pulih kembali, tetapi semakin berat derajat displasianya semakin sedikit kecendrungan pulih. Rentang waktu untuk perkembangan displasia bervariasi. Median waktu timbulnya karsinoma adalah 7 tahun untuk displasia ringan dan 1 tahun untuk displasia berat. Istilah neoplasia intraepitel serviks cervical intraephitelial neoplasia, CIN sering disebut digunakan dan memiliki denotasi yang sama dengan displasia. CIN I setara dengan minimal, CIN II dengan displasia sedang, dan CIN III dengan displasia berat dan karsinoma in-situ. 20

2.3.2. Karsinoma Mikroinvasif

Karsinoma mikroinvasif serviks didefinisikan sebagai karsinoma serviks dengan kedalaman invasi total kurang dari 5 mm dari membran basal. 20 Merupakan diagnosis dari stadium Ia1 atau Ia2 hanya bisa ditegakkan berdasarkan biopsi konus dengan batas negatif. 18

2.3.3. Karsinoma Skuamosa Invasif

Karsinoma Invasif didefinisikan karsinoma yang menginfiltrasi hingga kedalaman lebih dari 5 mm dari membran basal. Hal tersebut paling sering terjadi pada kelompok usia 30 tahun sampai 50 tahun. Karsinoma serviks invasif bermanisfestasi sebagai uterus abnormal seperti perdarahan menstruasi hebat dan iregular atau perdarahan pascamenopause atau sekret vagina. 20 Dori Handayani H. S : Karakteristik Penderita Kanker Serviks Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2008, 2009. USU Repository © 2009

2.4. Gejala Klinik

Pada stadium dini, kanker leher rahim sering tidak menunjukkan tanda-tanda yang khas atau bahkan tidak ada sama sekali, sehingga sulit diketahui. 24 Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama atau disebut sebagai perdarahan kontak merupakan gejala kanker serviks. Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga di luar senggama perdarahan spontan. Perdarahan spontan umumya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut II atau III. Pada wanita usia lanjut yang sudah mati haid menopause dapat terjadi perdarahan spontan saat defekasi, adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks lanjut, bau busuk yang khas juga memperkuat dugaan adanya karsinoma. Timbulnya gejala kekurangan darah anemia sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang, kemudian rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir, penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal Chronic Renal Failure=CRF akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih yang menyebabkan obstruksi total. 14

2.5. Stadium Klinik