D. Keaslian Penulisan
Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang Aspek Hukum perlindungan
konsumen dalam usaha air minum depot AMD isi ulang ditinjau dari Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen belum pernah
ditulis sebelumnya. Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah
merupakan karya sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi orang lain yang diperoleh melalui pemikira, referensi buku-buku, bahan seminar, makalah-
makalah, media cetak seperti koran-koran, media elektronik, yaitu internet serta bantuan dari berbagai pihak. Dengan azas-azas keilmuan yang jujur, rasional,
serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Penulisan skripsi ini berkisar tentang masalah Aspek perlindungan konsumen dalam usaha air minum depot AMD isi ulang ditinjau dari Undang-
undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.sebagai tahap awalnya perlu terlebih dahulu diberikan batasan mengenai arti dari konsumen itu
sendiri. Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer Inggris-
Amerika, atau consumentkonsument Belanda. Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dari posisi mana ia berada. Secara harfiah arti kata
consumer itu adalah “lawan dari produsen setiap orang yang menggunakan barang”.
3
Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula kamus Inggris-
Indonesia
4
memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen. Konsumen umumnya juga diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang
diserahkan kepada mereka oleh pengusaha
5
3
AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta : Diadit Media, 2002, hal. 3
4
Jhon M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta : Gramedia, 1986
hal. 124
5
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hal.17
, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan nuntuk tidak diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.
Dalam literatur ekonomi dikenal dua macam konsumen, yaitu konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat
akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk
lainnya. Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli
hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa uitendelijke gebruiker van goederen en diensten.
Dengan rumusan itu Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir konsumen antara dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen dalam arti
luas mencakup kedua kriteria itu sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir.
Dalam hukum positif terlihat untuk pengertian konsumen digunakan istilah-istilah, antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-undang kesehatan tidak menggunakan istilah konsumen untuk pemakai, pengguna barang danatau pemanfaat jasa kesehatan. Untuk itu
digunakan berbagai istilah, antara lain setiap orang Pasal 1 Angka 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 56, masyarakat Pasal 9, 10, dan 21.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Konsumen menurut undang-undang ini adalah setiap pemakai dan atau
pengguna barang dan jasa, baik untuk kepentingan sendiri atau maupun kepentingan orang lain.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dalam undang-undang ini terdapat beberapa istilah tentang konsumen antara lain : pembeli Pasal 1460, 1513, dst. Jo. Pasal 1457, penyewa
Pasal 1550 dst. Jo. Pasal 1548 penerima hibah Pasal 1670 dst. Jo. Pasal 1666, peminjam pakai Pasal 1743 jo. Pasal 1740 peminjam Pasal 1744
dan sebagainya. 4. Dalam Pasal 1 Angka 2 Undang Undang Perlindungan Konsumen Nomor
8 Tahun 1999 disebutkan : “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Dari definisi konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatas dapat diperoleh unsur-unsur konsumen antara lain
6
6
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia Jakarta : Grasindo, 2000, hal. 4
:
1. Setiap orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang danatau jasa. Istilah “orang” sebetulnya
menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum rechtpersoon.
Yang paling tepat adalah tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan
usaha, dengan makna lebih luas daripada badan hukum. 2.
Pemakai Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka 2 UUPK, kata pemakai
menekankan, konsumen adalah konsumen akhir ultimate consumer. Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan
tersebut, sekalipun menunjukkan barang danatau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai
konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang danatau jasa.
3. Barang danatau jasa
UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat
dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. UUPK tidak
menjelaskan perbedaan istilah-istilah dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan.
Sementara itu jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian disediakan bagi masyarakat menunjukkan jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat, artinya harus
lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat khusus tertutup dan individual, tidak tercakup dalam pengertian tersebut.
4. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang danatau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran. Dalam perdagangan yang semakin kompleks dewasa
ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang developer perumahan sudah biasa
mengadakan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunannya jadi. 5.
Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi ini mencoba untuk memeperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini
tidak sekadar ditujukan untuk diri sendiri, keluarga, tetapi juga barang danatau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain di luar diri sendiri dan
keluarganya. 6.
Barang danatau jasa itu tidak untuk diperdagangkan Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen
akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup
baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu.
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.
7
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap
kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa itu. Cakupan perlindungan konsumen dalam dua
aspeknya itu, dapat dijelaskan sebagai berikut Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan : “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
8
1 Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkannya kepada konsumen barang
dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-
persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan standar
sehubungan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga, persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian jika timbul kerugian
karena memakai atau mengkonsumsi produk yang tidak sesuai. :
7
Janus Sidabalok, Op.Cit., hal. 9
8
Ibid. hal 10
2 Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-
syarat yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan, purnajual, dan sebagainya.
Hal ini berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.
F. Metode Penelitian