Gatot Efdi Saputra : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Usaha Air Minum Depot Amd Isi Ulang Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2007.
USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN DI INDONESIA
A. Hukum perlindungan konsumen
Setiap manusia pada dasarnya membutuhkan barang danatau jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia sangat beraneka ragam dan dapat
dibedakan atas berbagai macam kebutuhan. Jika dilihat dari tingkatannya, maka kebutuhan konsumen dapat terbagi menjadi tiga yaitu kebutuhan primer, sekunder
dan tersier. Selain itu, kebutuhan manusia juga dapat dibagi menjadi kebutuhan jasmani dan rohani.
Dengan adanya bermacam-macam dan berbagai jenis kebutuhan tersebut maka setiap manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik
berupa barang maupun jasa. Berbagai kebutuhan tersebut ditawarkan oleh pelaku usaha sehingga tercipta hubungan timbal balik antara konsumen dan pelaku usaha
serta saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Aneka ragam barang danatau jasa yang ditawarkan oleh para pelaku usaha kepada konsumen sebagai
sebuah hubungan timbal balik.
10
Terdapat saling ketergantungan dan membutuhkan antara konsumen dan pelaku usaha, sehingga sudah seharusnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha
berada pada posisi yang seimbang. Namun dalam kenyataannya, kedudukan konsumen dan pelaku usaha tidaklah seimbang. Konsumen seringkali berada pada
10
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, cet . V, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989, hal . 43 .
posisi atau kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha.
11
Salah satu yang menyebabkan kedudukan konsumen lebih lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha adalah konsumen pada umumnya
kurang mendapatkan akses informasi danatau informasi yang benar, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari suatu barang atau jasa.
12
Dari uraian di atas, dapat di ketahui bahwa kedudukan konsumen berada pada posisi yang lebih lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha.
Ketidakseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha inilah yang menyebabkan pentingnya suatu perlindungan konsumen ditegakkan dan
Konsumen tidak memiliki kesempatan dan sarana yang cukup untuk mengakses berbagai informasi
yang dibutuhkan dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan suatu barang danatau jasa. Hal ini dapat terjadi karena pelaku usaha sebagai pihak yang
memproduksi dan menawarkan barang danatau jasa tidak memberikan informasi yang jelas mengenai keadaan, cara penggunaan atau jaminan atas barang danatau
jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Bahkan seringkali, pelaku usaha memberikan informasi yang menyesatkan, mengelabui atau tidak jujur kepada
konsumen demi kepentingan sepihak untuk memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin tanpa memperdulikan konsumen. Kurangnya informasi dan
akses informasi ini mempunyai dampak yang cukup besar bagi konsumen, terutama dalam memperoleh kenyamanan, keamanan, keselamatan danatau
kesehatan dalam mengkonsumsi suatu barang danatau jasa.
11
Zumrotin K Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, cet . I, Jakarta : Puspa Swara, 1996, hal . 11-14.
12
Ibid., hal. viii-ix.
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sehingga konsumen berada pada
posisi yang seimbang dengan kedudukan pelaku usaha.
B. Sejarah Perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen di