c. Double Burst DB
Derajat sisa kelumpuhan otot oleh obat pelumpuh otot non depolarisasi umumnya dipantau secara manual dengan rasio TOF. Namun penilaian secara
kuantitatif sulit dilakukan dengan rasio TOF telah pulih 40-50 . Ini disebabkan kedua tanggapan ditengah mengaburkan perbandingan tanggapan
keempat dengan yang pertama. Atas dasar itu dikembangkan
suatu teknik perangsangan saraf yang hanya menghasilkan dua kontraksi
saja. Sehingga dimungkinkan untuk menilai pengurangan tanggapan oleh
sisa efek obat secara manual. Teknik ini menggunakan dua rangsangan
tetanik yang berlangsung singkat dengan interval singkat pula – Double Burst Stimulator DBS.
Rentang waktu perangsangan harus singkat agar tanggapan otot dapat terlihat atau dirasakan sebagai kedutan tunggal singkat dan bukan sebagai suatu kontraksi yang
menetap. Pada DBS ditetapkan rentang waktu tersebut adalah 750 milidetik.
2.2.2. Penilaian Kontraksi
Alat perangsang saraf perifer mempunyai 2 buah elektroda positif dan negatif yang ditempelkan sejajar pada permukaan kulit didaerah ulnaris. Pada saat alat
perangsang saraf perifer berfungsi, akan terlihat atau teraba aduksi otot polisis. Kekuatan perabaan atau lebar sudut penyimpangan merupakan indikator derajat
kelumpuhan otot.
2.2.3. Penggunaan Klinis
1. Relaksasi Singkat
Jarang sekali efek pemberian suksinilkolin dosis tunggal berlangsung lebih dari 5-10 menit. Bila berlangsung 1-4 jam, maka perlu dipikirkan kemungkinan
adanya pseudokholinesterase abnormal. Untuk memastikan seorang penderita
Universitas Sumatera Utara
tidak mengalami dual blokade setelah dilakukan intubasi trakea, maka sebaiknya obat pelumpuh otot non depolarisasi tidak diberikan sebelum terlihat adanya
tanggapan terhadap rangsangan. 2. Intubasi
Intubasi trakea dilakukan apabila relaksasi total telah tercapai, yaitu saat amplitudo kontraksi 0. Secara klinis tidak terlihat atau teraba kontraksi otot.
3. Relaksasi Lama
Pada saat hanya dirasakan atau terlihat satu kontraksi otot pada perangsangan TOF amplitudo kontraksi 10, maka relaksasi otot cukup optimal untuk
dilakukan prosedur pembedahan. Derajat kelumpuhan otot dapat dipertahankan dengan memberikan tambahan dosis kecil.
4. Relaksasi Hebat
Pada prosedur pembedahan tertentu diperlukan derajat relaksasi yang maksimal. Metode TOF tidak dapat digunakan untuk menilai derajat relaksasi, sehingga
perlu digunakan metode PTC. 5. Penawar
Relaksasi Pada saat prosedur pembedahan berakhir, diperlukan penawar obat pelumpuh
otot untuk memulihkan relaksasi otot secara cepat. Pemberian penawar harus tepat waktu, yaitu tidak pada saat puncak derajat relaksasi otot. Pemberian
penawar yang tidak tepat waktu tidak akan memberikan efek yang optimal, seberapa besarpun dosis yang diberikan. Penawar obat pelumpuh otot sebaiknya
diberikan pada saat terlihat atau teraba sekurangnya dua kontraksi DBS otot. 6. Ekstubasi
Umumnya ekstubasi dapat dilakukan bila rasio TOF ataupun DBS telah mencapat 70 . Karena pada tingkat ini, kontraksi otot telah hampir mencapai
100 dari keadaan normal. 7. Kontrol
Klinis Alat perangsang saraf perifer dapat pula digunakan di ruang pulih sebagai alat
pemantau terhadap efek sisa obat pelumpuh otot non depolarisasi yang telah diberikan penawar.
Universitas Sumatera Utara
Apabila rasio TOF atau DBS 70, maka ini merupakan indikasi masih terdapat efek sisa obat pelumpuh otot non depolarisasi atau adanya blokade fase
II akibat penggunaan suksinilkolin.
2.3. EFEDRIN