lainya adalah saraf fasialis, dengan respon kontraksi otot orbicularis oculi, atau pada saraf mandibula dengan respon berupa kontraksi otot masseter.
2.2.1. Pola Perangsangan Saraf
a. Train Of Four TOF
Pola perangsangan ini pertama diperkenalkan oleh Ali dkk pada awal tahun 1970-an. Pada pola ini diberikan empat rangsangan pada frekuensi 2 Hz setiap 0,5 detik.
Pada penggunaan kontinyu, rentetan rangsang ini diulang setiap 10-12 detik. Setiap rangsangan didalam rentetan akan menimbulkan kontraksi otot dengan
amplitudo yang sama. Pengurangan amplitudo kontraksi akan terjadi apabila digunakan obat pelumpuh otot non depolarisasi ataupun pada blokade fase II setelah pemberian
suksinilkolin. Rasio TOF kurang dari 0,3 pada penggunaan suksinilkolin, menggambarkan blokade fase II.
Derajat pengurangan amplitudo bergantung pada derajat kelumpuhan otot, frekwensi dan lama perangsangan serta kekerapan rangsangan diberikan.
Gambar 2. TOF-Watch Organon Teknika, Boxtel, Holland b.
Post Tetanic Count PTC Oleh karena pada blokade yang hebat tidak terjadi kontraksi otot sama sekali,
maka pola perangsangan TOF tidak mungkin digunakan untuk menilai blokade yang hebat. Namun telah terbukti bahwa blokade yang hebat dapat dinilai dengan
memberikan rangsangan tetanik 50 hz selama 5 detik, yang 3 detik kemudian diikuti dengan suatu rangsangan tunggal 1.0 hz.
Universitas Sumatera Utara
c. Double Burst DB
Derajat sisa kelumpuhan otot oleh obat pelumpuh otot non depolarisasi umumnya dipantau secara manual dengan rasio TOF. Namun penilaian secara
kuantitatif sulit dilakukan dengan rasio TOF telah pulih 40-50 . Ini disebabkan kedua tanggapan ditengah mengaburkan perbandingan tanggapan
keempat dengan yang pertama. Atas dasar itu dikembangkan
suatu teknik perangsangan saraf yang hanya menghasilkan dua kontraksi
saja. Sehingga dimungkinkan untuk menilai pengurangan tanggapan oleh
sisa efek obat secara manual. Teknik ini menggunakan dua rangsangan
tetanik yang berlangsung singkat dengan interval singkat pula – Double Burst Stimulator DBS.
Rentang waktu perangsangan harus singkat agar tanggapan otot dapat terlihat atau dirasakan sebagai kedutan tunggal singkat dan bukan sebagai suatu kontraksi yang
menetap. Pada DBS ditetapkan rentang waktu tersebut adalah 750 milidetik.
2.2.2. Penilaian Kontraksi