BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada anestesi umum untuk tindakan pembedahan yang memerlukan nafas kendali, dibutuhkan obat pelumpuh otot yang diperlukan untuk fasilitasi intubasi dan
pemeliharaan anestesi selama pembedahan. Jarak waktu antara penekanan reflek proteksi oleh induksi anestesi dan kondisi
intubasi yang baik merupakan saat yang berbahaya pada anestesi, karena dapat terjadi regurgitasi dan aspirasi cairan lambung.
1
Berbagai Non Depolarized Neuromuscular Blocking Agent NMBA atau obat pelumpuh otot non depolarisasi dapat digunakan sebagai agen untuk fasilitasi intubasi.
Namun sebagian besar obat pelumpuh otot non depolarisasi baru dapat menghasilkan kelumpuhan otot maksimal setelah 4–5 menit, yang diperlukan untuk tindakan intubasi.
Tetapi tenggang waktu 4-5 menit dianggap terlampau lama, sehingga untuk memperpendek mula kerja dilakukan dengan memperbesar takaran obat. Penambahan
dosis akan menimbulkan beberapa masalah berupa meningkatnya dampak samping obat terutama terhadap sistem kardiovaskuler dan memanjangnya lama kerja obat.
3,4
Rokuronium akhir – akhir ini merupakan NMBA non depolarisasi yang paling cepat onsetnya dan banyak penelitian menyebutkan bahwa rokuronium
0.6 – 1.2 mgkg iv 2 – 4 x ED
95
merupakan alternatif pengganti suksinilkolin, disamping tidak memiliki efek depolarisasi sehingga tidak menunjukkan efek samping
yang serius.
5,6
Penelitian Solihin GM tahun 2007 di RSHAM Medan, menyatakan bahwa mula kerja rokuronium bromida 1 mgkg iv lebih cepat untuk mencapai kondisi intubasi yang
baik daripada rokuronium bromida 0,6 mgkg iv. Dimana dengan bertambah dosis, maka onset kerja obat akan makin cepat.
7
Dari penelitian ini, didapatkan hasil rata-rata mula kerja rokuronium 1 mgkg iv tercapai dalam waktu 97,6 detik sementara mula
kerja rokuronium 0,6 mgkg iv tercapai dalam waktu 143,7 detik. Sementara kondisi
Universitas Sumatera Utara
intubasi yang dinilai dengan skor Cooper, didapatkan bahwa rokuronium 1 mgkg iv lebih baik dari rokuronium 0,6 mgkg iv.
Berbagai penelitian telah dibuat untuk mengurangi dosis rokuronium namun tetap mempercepat mula kerja dan memperbaiki fasilitasi rokuronium terhadap
intubasi.
8-11
Mula kerja pelumpuh otot ditentukan dari kecepatan obat mencapai neuromuscular junction. Mula kerja ini, dipengaruhi oleh faktor sirkulasi, termasuk
aliran darah di otot dan curah jantung
11
Efedrin, dengan meningkatkan curah jantung dan perfusi jaringan, dapat menurunkan mula kerja dan ataupun memperbaiki kondisi untuk intubasi.
12,13
Selain itu juga dapat mencegah efek hipotensi yang berhubungan dengan pemberian induksi
propofol pada anestesi umum.
14,15
Waktu puncak efedrin terhadap curah jantung tercapai kira-kira 4 menit setelah pemberian.
16
Penelitian DW Han et all, tahun 2008 di Korea menyimpulkan bahwa dengan pemberian efedrin 70 µgkg iv dapat mempercepat onset kerja rokuronium 0,6 mgkg iv
bila diberikan 4 menit setelah injeksi efedrin, yakni ketika efek efedrin terhadap curah jantung mencapai maksimal. Yakni dimana rata-rata mula kerja rokurnium 0,6 mgkg iv
yang didahului pemberian efedrin 70 µgkg iv 4 menit sebelumnya, tercapai dalam waktu 64 detik hal ini lebih cepat daripada pemberian rokuronium 0,6mgkg iv yang
pada penelitian ini rata rata mula kerjanya tercapai dalam waktu 80 detik. Penggunaan efedrin 70 µgkg iv untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya efek samping,
dimana telah dilaporkan bahwa efedrin dengan dosis 110 µgkg iv meyebabkan hipertensi dan takikardi setelah intubasi, sementara dosis 30 µgkg iv tidak memberikan
efek terhadap intubasi.
17
Pemberian rokuronium dengan dosis yang lebih besar untuk mempercepat mula kerja obat akan menimbulkan permasalahan berupa pemanjangan masa kerja obat
sehingga tidak efektif untuk operasi yang berlangsung cepat dibawah 1 jam. Selain itu akibat dosis yang makin besar, maka biaya tindakan anestesi yang dibebankan kepada
pasien juga makin besar.
3,4,18
Dengan pemberian efedrin, diharapkan dapat mengurangi dosis rokuronium, namun mula kerja obat yang singkat dan kondisi intubasi yang baik
tetap dapat tercapai.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan masalah