4.4 Perkembangan Pengeluaran Rutin di Indonesia
Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah serta menjaga stabilitas
politik dalam negeri. Misi tersebut direalisasikan dengan mengalokasikan anggaran pengeluaran untuk belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga
utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Seperti jumlah penerimaan dalam negeri, perkembangan pengeluaran rutin juga sangat dipengaruhi oleh berbagai
variabel asumsi makro yang ditetapkan, diantaranya nilai tukar, SBI triwulanan, harga dan produksi minyak mentah, inflasi, serta konsumsi BBM dalam negeri.
Jumlah pengeluaran rutin dalam T.A 19841985 hingga tahun 2008 menunjukkan peningkatan yang signifikan yaitu Rp 9,429 miliar di tahun 1984
dan Rp 854,660 miliar di T.A 2008 atau meningkat sebesar 4 setiap tahunnya. Grafik 4.2
Perkembangan Pengeluaran Rutin Indonesia 1984 −2008
22 23
24 25
26 27
28
84 86
88 90
92 94
96 98
00 02
04 06
08 LPR
Memasuki masa setelah peristiwa krisis di tahun 1999, Bank Indonesia mencatat pengeluaran rutin dalam T.A 1999 ditetapkan Rp 166,881 miliar dengan
menggunakan asumsi makro berupa inflasi sebesar 4,00 dan kurs berkisar Rp
Universitas Sumatera Utara
7.100,00 per satu dolar AS. Kondisi ini sebagai imbas dari proses pemulihan kembali perekonomian dan perbankan Indonesia setelah inflasi sebesar 77,63 di
tahun 1998 dengan pengeluaran rutin Rp 147,712 miliar. Perbaikan terus dilakukan hinnga T.A 2000 dimana inflasi mencapai 9,35 dan kurs rata-rata
menyentuh angka Rp 9.595,00 per satu dolar AS, pemerintah meningkatkan pengeluaran rutin 0,974 dari tahun 1999 atau sebesar Rp 162,577 miliar.
Kemudian di T.A 2002 pemerintah menetapkan pengeluaran rutin di tahun tersebut sebesar Rp186,944 miliar. Subsidi ditetapkan Rp 31,162 untuk subsidi
BBM dan Rp 11,474 untuk subsidi non BBM kondisi tersebut menurun dibandingkan subsidi BBM sebesar Rp 51,135 di tahun 2000. Pada dasarnya ada
tiga faktor penyebab berkurangnya beban subsidi BBM dalam T.A 2002, yaitu i semakin menguatnya perkiraan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari Rp
10.400,00 di tahun 2001 menjadi Rp 8.940,00 di tahun 2002, ii lebih rendahnya asumsi harga minyak mentah dari US 24 menjadi US 22 per barel, serta iii
adanya kebijakan atau rencana untuk menaikkan harga BBM dalam negeri Basri dan Subri, 2005. Hampir serupa dengan tahun-tahun anggaran sebelumnya, di
T.A 2002 pun terjadi peningkatan beban belanja pegawai yang disebabkan oleh naiknya alokasi anggaran untuk gaji dan pensiun.
Selanjutnya pemerintah melalui departemen Keuangan menetapkan asumsi makro yang sangat mempengaruhi jumlah pengeluaran rutin di tahun 2008
yang menyentuh nominal Rp 854,660 miliar dengan pertumbuhan ekonomi 6,8 serta inflasi mencapai 6,5 yang merupakan kebijaksanaan penguatan kurs yang
diharapkan dapat mengurangi resiko inflasi. Kurs sebesar Rp 7.556,00 dan harga minyak internasional US 83 per barel sumber: www.bi.go.id. Menjadi salah
Universitas Sumatera Utara
satu faktor penyebab meningkatnya pengeluaran rutin yang harus di keluarkan oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN.
Tabel 4.2 Perkembangan Pengeluaran Rutin Pemerintah Indonesia
1984 – 2008 Tahun
Anggaran Pengeluaran Rutin
Rp miliar 1984
9,429 1985
11,951 1986
13,559 1987
17,482 1988
20,739 1989
24,331 1990
29,998 1991
30,227 1992
33,005 1993
40,290 1994
44,069 1995
50,435 1996
62,561 1997
89,610 1998
147,717 1999
166,881 2000
162,577 2001
218,920 2002
186,651 2003
186,944 2004
236,014 2005
358,903 2006
427,598
Universitas Sumatera Utara
2007 504,776
2008 854,660
Sumber: Bank Indonesia, beberapa tahun diolah
4.5 Perkembangan Cicilan Utang Luar Negeri Pemerintah di Indonesia