Perkembangan Cicilan Utang Luar Negeri Pemerintah di Indonesia

2007 504,776 2008 854,660 Sumber: Bank Indonesia, beberapa tahun diolah

4.5 Perkembangan Cicilan Utang Luar Negeri Pemerintah di Indonesia

Kondisi kewajiban pembayaran cicilan utang luar negeri pemerintah Indonesia dalam kurun 25 tahun, berkembang pesat dari US 2,737 miliar atau setara Rp 2.808,160 miliar pada tahun 1984 yaitu pada masa Pelita IV meningkat menjadi US 9,344 miliar atau setara dengan Rp 70.603,264 miliar pada tahun 2008, setelah dikonversikan dengan nilai kurs. Selama periode tersebut cicilan utang luar negeri yang harus dibayarkan pemerintah Indonesia bertambah sebesar US 6,607 miliar. Kondisi ini tentu saja sangat memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN yang harus menyediakan dana besar, dikarenakan pembayaran cicilan utang tersebut selalu menggunakan mata uang dolar sementara nilai tukar rupiah cenderung melemah pada nilai yang stagnasi. Dengan demikian antara tahun 1984 sampai tahun 2008 saja pemerintahan 4 rezim yaitu Presien Soeharto, Presien Abdurahman Wahid, Presiden Megawati, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono negara tidak memiliki kemampuan mengurangi ketergantungan terhadap utang apalagi menghapuskannya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN masih terus dibebani oleh kewajiban pembayaran bunga cicilan pokok utang. Sebagai gambaran bahwa sejak T.A 19871988 sampai dengan T.A 19951996 saja, pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri terhadap anggaran belanja negara rata-rata di atas 20 Basri dan Subri, 2005:123. Universitas Sumatera Utara Grafik 4.3 Perkembangan Cicilan Utang Luar Negeri indonesia 1984 −2008 28 29 30 31 32 33 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 LCULN Sejak memasuki T.A 19881989 terdapat pada jumlah US 8,205 miliar atau setara Rp 14.186,445 miliar kemudian tahun berikutnya mengalami peningkatan hingga di tahun 2004 tercatat sebesar Rp 83.907,280 miliar, namun menurun di tahun 2005 hingga menyentuh nilai yaitu Rp 58.052,850 miliar. Kemampuan pemerintah Indonesia untuk memenuhi kewajiban utang luar negerinya sangat tergantung pada fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Untuk tahun berikutnya, Indonesia menuai kabar gembira dari resesi ekonomi yang terjadi di negara Amerika Serikat tahun 2006. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS US menguat pada kurs rata-rata sebesar Rp 9.020,00 per satu dolar AS. Ekspor Indonesia tidak terusik banyak dengan merosotnya ekonomi dunia karena permintaan industri dalam negeri yang cukup menjanjikan, menjadikan Indonesia mampu membayar bunga dan cicilan utang luar negeri sebesar US 17,056 miliar atau setara Rp 153.845,000 miliar. Namun pergerakan penurunan pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri di tahun sebelum 2006 yang mengalami fluktuasi, kondisi tersebut Universitas Sumatera Utara diperburuk sejarah kelam perekonomian Indonesia di tahun 1997–1998 atau yang dikenal dengan “krisis moneter”. Pada tahun 1998 tercatat pemerintah mampu untuk membayar bunga dan cicilan utang luar negeri sebesar US 5,905 miliar atau setara Rp 47.387,625 miliar, kemudian berlanjut sebesar US 5,800 miliar atau setara Rp 41.180,000 miliar di tahun 1999 dan sebesar US 5,313 atau setara Rp 50.978,000 miliar di tahun 2000. Dengan demikian kondisi kemampuan pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri pemerintah Indonesia hingga tahun 2008 yaitu sebesar Rp 70.603,000 miliar masih cukup besar, jika pemerintah tidak berhasil menguatkan nilai tukar rupiah serta memperbaiki defisit anggaran negara dalam hal ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN, tentu dapat dibayangkan besarnya kewajiban cicilan utang luar negeri yang harus membebani keuangan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Tabel 4.3 Perkembangan Cicilan Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia 1984 – 2008 Tahun Anggaran Cicilan Utang Luar Negeri Bunga + Utang Pokok Rp miliar 1984 2.808,425 1985 3.721,500 1986 6.489,414 1987 13.473,900 1988 14.186,445 1989 11.247,470 1990 12.364,104 1991 13.655,160 Universitas Sumatera Utara 1992 15.242,304 1993 17.076,230 1994 18.420,600 1995 19.890,344 1996 21.435,085 1997 33.833,400 1998 47.387,625 1999 41.180,000 2000 50.978,235 2001 73.299,200 2002 65.923,560 2003 61.049,250 2004 83.907,280 2005 58.052,850 2006 153.845,120 2007 66.427,281 2008 70.603,264 Sumber: Bank Indonesia, beberapa tahun diolah

4.6 Analisis dan Pembahasan