Pandangan Hukum Pidana Positif

BAB III PERKOSAAN DALAM PANDANGAN

HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pandangan Hukum Pidana Positif

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, pengertian perkosaan tidak terlepas dari pengertian kesusilaan karena perkosaan merupakan salah satu kejahatan kesusilaan yang diatur dalam Bab XIV Pasal 285 1 , 286 2 , dan 287 3 , dan 288 4 KUHP. Istilah kesusilaan berasal dari kata susila yang berarti beradab, sopan, tertib, atau adat istiadat yang baik. Kesusilaan karenanya berarti sesuatu yang terkait dengan adab atau sopan santun. 5 Sedangkan delik kesusilaan adalah segala perbuatan yang dapat dikenai hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap aturan undang- undang. 1 “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memerkosa, dengan hukuman penjara selama- lamanya 12 tahun”. Lihat R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, Bogor: Politeia, 1996, h. 210. 2 “Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya, sedang diketahuinya bahwa perempuan itu pingsan atau tidak berdaya, dihukum penjara selama- lamanya 9 tahun”. Ibid., h. 211. 3 “Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya, sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama- lamanya 9 tahun”. Ibid. 4 1 Barang siapa bersetubuh dengan isterinya yang diketahuinya atau harus patut disangkanya bahwa perempuan itu belum masanya untuk dikawinkan, dihukum penjara selama-lamanya 4 tahun, kalau perbuatan itu berakibat badan perempuan itu mendapat luka. 2 Kalau perbuatan itu menyebabkan perempuan mendapat luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 8 tahun. 3 Jika perbuatan itu menyebabkan kematian perempuan itu, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun. Ibid., h. 212. 5 Muyassarotussolichah, Pemanfaatan Perbandingan Hukum Delik Kesusilaan dalam Pembangunan Hukum Pidana Nasional, Sosio-Religia, Vol. 2:3 Mei 2003, h. 471. Perkosaan sebagai delik kesusilaan diartikan: pertama, kekerasan atau ancaman kekerasan dengan memaksa perempuan untuk bersetubuh di luar perkawinan. Kedua, Kekerasan atau ancaman kekerasan dengan memaksa perempuan yang bukan isterinya untuk melakukan hubungan seksual sebagaimana dalam Pasal 285 KUHP. Oleh karena itu, sebuah perbuatan disebut perkosaan jika di dalamnya terdapat unsur: 1 kekerasan atau ancaman kekerasan yang membuat si perempuan tidak mampu menolak, 2 keterpaksaan perempuan dalam melakukan hubungan biologis, dan 3 hubungan biologis terjadi secara nyata. 6 Unsur-unsur perkosaan yang melekat pada Pasal 285 KUHP itu dikembangkan lagi oleh Pasal 389 Rancangan KUHP Nasional. Dalam rancangan KUHP Nasional, perbuatan disebut perkosaan bila: 1 bertentangan dengan kehendak korban, 2 tanpa persetujuan korban, 3 dengan persetujuan korban, tapi persetujuan itu dicapai lewat ancaman, 4 dengan persetujuan korban, sebab korban percaya bahwa pelaku adalah suaminya yang sah atau pelakunya orang yang seharusnya disetujui, dan 5 dengan persetujuan korban, namun korban berumur di bawah 14 tahun. 7 Kini, penerapan pasal-pasal delik kesusilaan, khususnya Pasal 285 KUHP dirasa belum sepenuhnya memperdulikan rasa keadilan. Vonis yang dijatuhkan untuk para pelaku perkosaan ternyata sering tidak mencapai setengah dari besarnya sanksi yang terdapat pada pasal-pasal tersebut, padahal penderitaan yang ditanggung korban sedemikian besar dan nyaris tak 6 Muyassarotussolichah, Ibid, h. 344. 7 Ibid., h. 345. terbayangkan. Korban mengalami stress, depresi, trauma, dan bahkan kegilaan pada akhirnya. Reformasi hukum di Indonesia antara lain terjadi dengan dikeluarkan dan dibahasnya RUU KUHP. Akan tetapi, pasal-pasal perkosaannya belum juga menunjukan pembelaan pada kesederajatan laki-laki dan perempuan. Kian maraknya tindak kekerasan terhadap perempuan, khususnya perkosaan, terkait erat dengan lemahnya penegakan hukum law enforcement dan lunaknya ancaman hukuman. Pasal 423 RUU KUHP, sebagaimana dikutip oleh Aroma Almina Martha, menyebutkan ketentuan-ketentuan perkosaan sebagai berikut: 1. Tindak Pidana perkosaan dipidana dengan penjara paling lama 12 tahun dan paling singkat 3 tahun. Sedangkan tindak pidana perkosaan yang dimaksud adalah: a. Laki-laki melakukan persetubuhan dengan perempuan, bertentangan dengan kehendak perempuan. b. Laki-laki melakukan persetubuhan dengan perempuan tanpa persetujuan. c. Laki-laki melakukan persetubuhan dengan perempuan sedang persetubuhan itu terwujud lewat ancaman pembunuhan atau pelukaan. d. Laki-laki melakukan persetubuhan dengan perempuan karena perempuan percaya bahwa ia suaminya yang sah. e. Laki-laki melakukan persetubuhan dengan perempuan berusia 14 tahun, meski dengan persetujuannya. f. Laki-laki melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahuinya si perempuan tidak berdaya dan pingsan. 2. Dianggap juga melakukan tindak pidana perkosaan, bila dalam keadaan sebagaimana dimaksud ayat 1: a. Laki-laki memasukkan penisnya ke anus atau mulut si perempuan. b. Laki-laki memasukkan suatu benda yang bukan merupakan bagian tubuh ke vagina atau anus si perempuan. Selanjutnya bandingkan dengan pasal 285 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memerkosa, dengan hukuman selama- lamanya 12 tahun” 8 Rumusan Pasal 285 KUHP ini dinilai masih sangat sederhana dan tidak memadai. Pasal 423 RUU KUHP karenanya merasa perlu melakukan perubahan mendasar terhadapnya. Pasal 423 RUU KUHP menyebutkan tentang ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Perkosaan terjadi sebab tipu daya atau penyesatan, sehingga si perempuan menduga pelaku adalah suaminya. 2. Perkosaan terjadi sebab mudanya usia korban dibawah 14 tahun karena pada usia ini, perempuan dianggap belum bisa menentukan kehendaknya dengan nalar. 3. Perkosaan tidak hanya terkait dengan persetubuhan sexsual intercourse, tetapi juga dengan bentuk-bentuk kekerasan atau serangan seksual lain. 4. Hukuman minimal bagi tindak pidana perkosaan adalah 3 tahun penjara. 9 8 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, Bogor: Politeia, 1996, h. 210. Ketentuan tentang perkosaan dalam Rancangan KUHP di atas sesungguhnya melindungi posisi perempuan sebagai korban. Unsur-unsur pasalnya jauh lebih luas, variatif, dan ampuh dalam menjerat pelaku. Carol Smart, seperti dikutip Nursyahbani Katjasungkana, berpendapat, lemahnya kedudukan perempuan sesungguhnya merupakan konsekuensi perbedaan seksualitas manusia. 10

B. Pandangan Hukum Pidana Islam