Pengertian Efek Jera dan Sanksi

BAB IV ANALISIS DAYA EFEK JERA SANKSI PIDANA

KEJAHATAN PERKOSAAN

A. Pengertian Efek Jera dan Sanksi

1. Efek Jera Telah dijelaskan pada bab I dalam skripsi ini, bahwa hukuman ditetapkan untuk menciptakan efek jera deterrence effect. Dengan menjatuhkan hukuman, pelaku kejahatan sekurang-kurangnya dihambat untuk melakukan kejahatan. Pengalaman penderitaan akibat hukuman dapat membuatnya jera untuk mengulangi kejahatannya special deterrence. Hukuman bahkan dapat menciptakan efek jera bagi pihak lain publik sehingga kejahatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif secara umum dapat ditekan atau dikendalikan. 1 Secara bahasa efek jera berasal dari bahasa inggris yang terdiri dari dua kata, yaitu deterrence dan effect. 2 Deterrence berarti menakutkan; supaya jangan. Sedangkan effect berarti hasil atau sesuatu yang timbul akibat sesuatu. 3 1 Andrea Ata Ujan, Filsafat Hukum, Membangun Hukum, Membela Keadilan, artikel diakses pada 02 Oktober 2010 dari http:www.books.google.com, h.108. 2 Wojo Wasito dan Tito Wasito, Kamus Lengkap, Inggris Indonesia-Indonesia Inggris, Bandung: Hasta, 1991, h. 42. 3 Ibid., h. 49 Jadi secara istilah efek jera adalah rasa ketakutan kapok yang timbul akibat adanya hukuman yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana. 2. Sanksi Menurut pemahaman penulis, sanksi adalah sesuatu ganjaran atau hukuman yang diberikan kepada yang melanggar peraturan. Jadi, sanksi pidana adalah hukuman yang diberikan dari yang berwajib kepada seseorang yang melakukan pidana. Istilah hukuman 4 adalah istilah umum yang dipergunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin dan pidana, sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana. Muladi dan Barda Nawawi Arief menyimpulkan bahwa pidana straf itu pada dasarnya mengandung unsur atau ciri-ciri sebagai berikut: 5 1 Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lainnya yang tidak menyenangkan; 4 Hukuman atau pidana yang dijatuhkan dan perbuatan-perbuatan apa yang diancam pidana, harus lebih dahulu tercantum dalam undang-undang pidana. Suatu asas yang disebut dengan nullum crimen sine lege, yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP. Letak perbedaan antara istilah hukuman dan pidana, bahwa suatu pidana harus berdasarkan kepada ketentuan undang-undang pidana, sedangkan hukuman lebih luas pengertiannya, meliputi pula misalnya, guru yang merotan murid, orang tua yang menjewer kuping anaknya, yang semuanya didasarkan kepada kepatutan, kesopanan, kesusilaan dan kebiasaan. Kedua istilah ini, juga mempunyai persamaan, yaitu keduanya berlatar belakang tata nilai value, baik dan tidak baik, sopan dan tidak sopan, diperbolehkan dan dilarang, dst. Lihat Andi Hamzah dan Siti Rahayu, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1983, h. 20. 5 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 2005, h. 4. 2 Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan oleh yang berwenang; 3 Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. Hukum Islam mendefinisikan sanksihukuman yang disebut dengan istilah “uqubat” berasal dari bahasa Arab yang arti harfiyahnya adalah pembalasan dengan keburukan. 6 Sedangkan menurut terminologi: “Uqubah adalah suatu balasan yang diberikan oleh syara’ untuk mencegah pelanggaran terhadap larangan dan pengabaian terhadap kewajiban. 7 Abdul Qadir Audah mendefinisikan uqubat sebagai berikut: 8 “Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan ma syarakat terhadap pendurhakaan perkara yang ditetapkan oleh syar’i” Hukum pidana menentukan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan. Sanksi itu pada prinsipnya merupakan penambahan penderitaan dengan sengaja. Penambahan dengan sengaja ini pula yang 6 Luis Ma’lup, al-Munjid, Beirut: Daar al-Masayrik, tt, cet. X, h. 518. 7 Ahmad Fathi Bahnasi, al-Uqubah fi al-Fiqh al-Islami, Kairo: Daar al-Zaid al- Arubah, 1961, cet. Ke-2, h. 9. 8 Abdul Qadir Audah, al-Tasyri al-Jina al-Islamy , beirut: Mu’assasah ar-Risalah, 1992, cet. Ke-2, Juz I, h. 609. menjadi pembeda terpenting antara hukum pidana dengan hukum yang lainnya. 9

B. Sanksi Perkosaaan Perspektif Hukum Pidana Positif