dengan kita, adapun dalam segi bahasa arabnya sering disebut dengan kata asyasah atau siasat, artinya bagaimana manusia atau orang tersebut dapat
mensiasati suatu perkara kepada orang lain dengan maksud hanya ia dan Allah yang mengetahuinya.
…adapun kita orang Betawi jangan pernah melakukan penyiasatan kecuali dalam keadaan yang hak”.
Pendapat KH. Asmuni ini lebih menekankan kepada pesan agama, dimana agama telah berpesan kepada kita bahwa ‘sebaik-baiknya manusia adalah yang lebih
memberikan manfaatnya kepada manusia bukan sebaliknya’. Dalam penafsiaran KH. Asmuni politik adalah sesuatu yang natural yang dapat dipraktikkan tanpa harus
belajar, karena manusia telah mempunyai potensi tersebut. Kalangan orang tua Betawi umumnya lebih cenderung untuk memprektikkan petuah KH. Asmuni, dengan
kata lain jika anda bekerja, dan dengan pekerjaan tersebut merugikan orang lain maka tinggalkanlah pekerjaan tersebut atau anda berdosa.
D. Faktor-faktor yang Mempengruhi Pemikiran Politik Orang Betawi
Orang Betawi seperti yang telah diungkapkan KH. Asmuni Rahman 67 Ulama Betawi kelahiran Senayan tersebut yang mempunyai pemikiran tersendiri
tentang politik. Dasar dari pemikiran yang dilakukan KH. Asmuni dan orang Betawi lainnya adalah berdasarkan keyakinan, kepastian, dan kesungguhan
50
yang mereka alami.
Dalam benak KH. Asmuni menyatakan bahwa, politik mengelitik orang atau mensiasati permasalahan. Dalam ungkapannya terjadi dua pengertian dan dua
maksud. Maksud dan mengertian yang pertama yaitu mengelitik orang, disini
50
Muhdhor Achmad, op. cit., h.39
tersiratkan petunjuk untuk menaklukan manusia ‘how to tame human’ dengan segala macam cara, yang pastinya harus mengunakan ajaran-ajaran agama, contohnya
sejarah perjuangan nabi Muhammad melawan orang kafir. Yang kedua maksud mensiasati permasalahan adalah menjadikan suatu perkara yang dialami dirinya atau
orang lain menjadi tepecahkan upaya menghilangkan rasa putus asa sebagaimana dilarang oleh agama, pemikiran ini semua sangat berkaitan sekali dengan interaksi
sosial orang Betawi dengan orang Betawi dan orang Betawi dengan non Betawi. Pengaruh pemikiran tersebut di atas sangat terkait dengan perkembangan
manajemen --sedangkan defenisi dari manajemen sendiri adalah untuk mengatur, untuk menangani, untuk mengkontrol dan untuk membimbing
51
-- kesehari-harian mereka yang merdeka, ‘well come’, atau ‘ahlan wa’ sahlan’, menerima apa adanya
dan egaliter, oleh karenanya mereka tidak ingin ditunggangi orang lain atau menunggangi orang lain. Hal seperti ini disebabkan oleh karena orang Betawi
menginginkan kebebasan yang mereka miliki tidak terhalangi, kebebasan orang Betawi dapat dilihat dari prilaku dan bahasa mereka yang tidak mempunyai pringkat
penggunaan, kecuali moral dan etika berbicara ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua.
Ketika seorang ibu dari orang Betawi mengandung anaknya, maka hal yang pertama ia lakukan adalah memberikan nasehat dan wejangan kepada anaknya, dan
hal ini akan terus berlanjut sampai sang anak lahir di dunia, setelah anak ini
51
E.K. Mochtar Efendy, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan aJaran Islam, Jakarta: Bharatara Askara, 1996, cet. ke-2, h. 6
mengalami masa kanak-kanak maka mitos-mitos seperti ‘hati-hati jangan keluar di waktu magrib nanti di makan kalong wewe’, maksudnya supaya anak itu takut dan
tetap di rumah, adajuga ‘jangan duduk di meje entar kakinye pateh’, maksudnya jaga sopan santun. Mitos seperti ini diberikan kepada anak-anak sebagai antisipasi dalam
bersikap, dan prilakunya. Pada saat itu pula dokrin-dokrin agama diberikan kepada anak-anak Betawi dalam upaya membentuk akhlak seorang anak Betawi.
Prinsip moral dan etika dalam agama orang Betawi adalah jauh lebih kuat diatas kekuatan materi dan yang lainnya. Sebagai contoh iklan motor Honda yang
diperankan oleh aktor kelahiran Betawi Mandra yang berperan sebagai satpam lalu lintas. Dari contoh tersebut dapat dikenal bahwa moral dan prilaku atau sikap seorang
Mandra terhadap para pengendara motor yang notabene pemuda menjadi sopan ketika ia behadapan dengan seorang haji yang juga mengendarai motor, dan dari
sinilah kita mengetahui sikap moral orang Betawi yang dipengruhi kuat atas nasehat orang tua dan dokrin agama.
Permasalahan dan contoh yang telah diutarakan penulis diatas adalah merupakan suatu pengaruh pemikiran dan tindakan yang dapat mempengaruhi
manajemen pemikiran serta prilaku orang Betawi secara keseluruhan yang merupakan arti atau maksud dari manajemen tersebut, yaitu dengan mengunakan
sumberdaya mereka yang efektif untuk mencapai sasaran,
52
dan hal tersebut dapat terangkum menjadi empat bagian berikut:
52
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka, 1997, cet. ke-9, h. 623
1. Nasihat orang tua
2. Mitos
3. Dokrin agama
4. Moral atau orang Betawi lebih mengenalnnya dengan sebutan akhlak
Berdasarkan pengamatan atas pemikiran orang Betawi ada di atas yang terdiri atas empat unsur tersebut, maka dari itu kita dapat mengetahui dengan mudah
manakala pemikiran tersebut dikorelasikan menjadi pemikiran politik orang Betawi Pada dasarnya pola pikir atau unsur logika manusia dapat terjadi dalam tiga
unsur, dan tiga unsur terebut adalah merupakan kegiatan akal budi manusia dalam melakukan suatu pemikiran dan tiga unsur tersebut yaitu: Pertama pengertian, artiya
ia menangkap sesuatu masukan seperti apa adanya, yang kedua keputusan, dengan membuat suatu pernyataan sikap apakah yang ia telah dapatkan akan digunakan atau
ditindak lanjuti, dan yang terakhir adalah penuturan, hal ini merupakan suatu hasil final dari pernyataan yang telah ia ungkapkan.
53
. Tiga pola pikir atau unsur logika manusia tersebut merupakan dasar manusia
dalam melakukan sebuah pemikiran yang akan diutarakan, dan dengan itu pulalah manusia dapat mengaktualisasikannya dengan suatu tindakan-tindakan mereka. Hal
ini sangat berkaitan erat sekali dengan latar belakang budaya mereka yang sering menggunakan akal atau rasio dalam bertintak.
Ketika masyarakat Betawi ingin melakukan sebuah pemikiran politik, maka yang lebih diutamakan adalah adanya sebuah korelasi nasehat orang tua mereka
dengan pengalaman hidup yang mereka miliki, dengan itu mereka melakukan suatu pemikiran berikutnya, kemudian yang kedua adanya pengaruh yang sangat kuat atas
diri mereka yang semua itu sangat berkaitan dengan mitos-mitos yang pernah diucapkan atau dipringati oleh orang tua mereka. Mitos tersebut akan tetap berbekas
dalam benak fikiran mereka kapanpun dimanapun walau mereka telah mengalami pendidikan yang modern.
Adapun tahapan pemikiran orang Betawi selanjutnya adalah filterisasi diri dari yang pernah orang Betawi dapat dari orang tuanya yang berupa nasehat dan
mitos-mitos, dan filterisasi tersebut adalah dengan pendidikan agama, yang pada akhirnya membentuk sebuah karekter seorang Betawi yang berakhlakul karimah serta
membuat mental keimanan mereka laksana baja, maka dari itu Almarhum Buya HAMKA salut dengan akhlak dan pengamalan agama orang Betawi.
54
Perumpamaan tersebut menurut Dhofier Hamam Gastama, MA, seorang dosen Universitas Azzahra,
53
Muhdhor Achmad. Ibid., h. 45
54
Alwi Shahab, op. cit., h. 11
adalah merupakan pembentukan sistem budaya Islam yang sangat kuat dalam karakter masyarakat Islam, dan pembentukan tersebut harus mempunyai keempat
unsur berikut :
1. Sifat spiritual ilahiyyat.
2. Rasional.
3. Perpaduan antara sifat rasional dan spiritual.
4. Ilmu pengetahuan yang dapat dipadukan dengan rasio dan spirit.
Oleh karena itu seringkali orang Betawi melakuan suatu pemikiran dan tindakan pada diri mereka dengan melalui proses-proses di atas, dan juga tindakan
atau pemikiran mereka mengenai politik. Proses ini semua adalah merupakan sebuah sistem pemikiran yang merasuki pemikiran politik kebanyakan orang Betawi, dan hal
ini pulalah yang menyebabkan orang betawi kekinian tidak banyak yang konsern dalam politik nasional.
E. Faktor-Faktor yang Mendorong Orang Betawi Berpolitik