Arah Atau Pola Pikir Masyarakat Betawi Terhadap Perkembangan Politik Nasional Pasca Soeharto

BAB VI ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Arah Atau Pola Pikir Masyarakat Betawi Terhadap Perkembangan Politik Nasional Pasca Soeharto

Negara Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara berkembang yang menerapan sistem demokrasi, walaupun dapat dikatakan perjalanan karirnya dalam menerapkan sistem yang disebut dengan demokrasi masih seumur jagung akan tetapi Negara ini mempunyai susunan-susunan yang jelas dalam melaksanankan roda pemerintahan yang demokratis. Susunan tersebut tercantum dalam Undang-Undang Dasar UUD dan Garis Besar Haluan Negara GBHN yang merupaka pijakan Negara ini dalam menjalankan roda pemerintahannya, disamping dengan adanya UUD dan GBHN, negara ini juga menjunjung tinggi adanya supremasi hukum yang tertera dalam perundang-undangan yang tersusun rapih baik secara formal seperti kitab undang hukum pidana, ataupun informal seperti hukum adat. Hukum adat dalam republik ini sangat di hormati walaupun dalam tatanan Negara modern seperti Amerika dan Eropa sudah sangat termarjinalkan. Hal ini yang membuat Negara kesatuan republik Indonesia berbeda dengan Negara-negara demokrasi lainnya. Pada tahun 1999 Indonesia mengalami masa transisi dari pemerintah yang otoriter yang menjadikan demokrasi sebagai tameng kekuasaan kepada demokrasi kebebasan, masa ini dilaluinya dengan penuh ritangan dan cobaan yang sangat berat, dari munculnya krisis ekonomi, keamanan, politik, sampai krisis kepercayaan antara masyarakatnya terhadap pemerintah, ini terjadi akibat lambatnya lengan pemeritah dalam meyakinkan masyarakatnya kepada kehidupan yang lebih baik. Dalam keadaan yang seperti itu masyarakat Betawi mencoba untuk membantu pemerintah daerah dan pusat dengan memberikan trobosan-trobosan yang bersifat social kemasyarakatan, semisal memunculkan organisasi-oraganisasi yang bergerak di bidang social, ekonomi, dan politik, sehingga dari sekian banyak penduduk DKI dapat langsung melakukan berbagai macam kegiatan-kegiatan yang positif dan terampil demi menunjang sumberdaya manusia Indonesia. Setelah pemerintahan yang otoriter tersebut tumbang, masyarakt Betawi ikut bersyukur dan menyambut baik langkah yang diambil oleh para mahasiswa 1998 dan segenap perkumpulan oraganisasi masyarakat dalam mengembalikan kebebasan kepada masyarakat secara utuh. Dalam sejarah demokrasi Indonesia, pasca soehartolah baru dapat dibilang demokrasi yang sesungguhnya, hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Bapak ustaz Syatiri 73 70 sebagai berikut: “Pada masa Soeharto kehidupan masyarakat Jakarta sangat terasingkan, paling tinggi jabatan pada masa itu bagi orang Jakarta adalah sebagai sopir, dan menjadi seorang sopirpun itu sudah alhmadullilah, hal itu terjadi karena pemerintah Soeharto sangat mementingkan sukunya daripada orang pribumi, dan pemerintahannya suka kkn… masa sekaranglah yang lebih baik ketimbang masa Soeharto…” 70 Syatiri, SesepuhUlama Betawi Pasar Kemiri Sawangan, Wawancara Pribadi, Sawangan 11 Desember 2004 Menyoal sistem yang dipakai dinegara ini yaitu demokrasi yang penulis tanyakan kepada beliau, lantas ustaz Syatiri yang mantan ketua cabang partai Masyumi tahun 1950an itu menegaskan: “…sebenarnya sistem demokrasi nyang ada sekarang ini sudah baik, namun nyang lebih baik lagi adalah demokrasi Islam, karena Islam itu agama yang demokratis dan kelengkapannya udah kaga diraguin lagi, kata orangkan hukuman mati hukum kisos itu melanggar ham, sebenarnya penjaralah yang lebih parah melanggar hamnya, sebab dengan dipenjara orang yang tadinya tidak punya urusan dengan orang nyang bakal mati tadi, seperti sanak familinya jadi kebingungan mikirin makan dan hidupnya tu orang…, …saya pikir semua orang tahu itu dan khususnya orang Betawi pasti sangat ngedukung demokrasi Islam. Contohnya orang yang berkerja baik tidak punya pendidikan agama maka nantinya ia juga akan kecolongan bebuat dosa kerna dalam dirinya kaga punya rasa takut dosa. Iman itu bisa dicolong…, maka dengan agama Islam Negara akan lebih bae lagi.” Sebagai kultur masyarakat Betawi Islam bukan hanya sebagai agama yang menuntun masyarakatnya kepada Tuhan semata, namun Islam pada kalangan kaum Betawi dikenal sebagai paham politik mereka ini terbukti ketika tahun 1955 dan 1977, 71 dimana masyarakat Betawi lebih membanggakan partai-partai Islam seperti Masyumi, NU dan PPP daripada partai yang berbasis nasionalisme, 72 keadaan ini masih tetap berbekas hingga sekarang. Seperti di Mampang Jakarta Selatan PPP dengan dukungan mayoritas orang Betawi dapat bertahan dukungan orang Betawi kepada partai tersebut hingga pada pemilu tahun 2004 yang lalu, 73 hal ini terjadi karena warisan orang tua dan para alim ulama orang Betawi. 71 Ridwan Saidi, Sisi Lain Kebudayaan Betawi, “Orang Betawi dan Alam Gaib”, Ceramah Budaya, 4 November 1997. h. 1 72 Keterangan Syatiri kepada penulis 73 Keterangan Muhammad Yazid 28, Pemuda Betawi Mampang Perapatan, Jakarta Selatan Kepada Penulis. Jakarta 3 Januari 2005 Kekuatan politik Islam pada benak orang Betawi sudah tidak dapat dipisakan lagi ibarat orang Betawi bilang “makan nasi kaga pake sambel, atawe sayur asem kurang garemnye” hal tesebut diperkuat lagi dengan turut sertanya para tokoh-tokoh alim ulama Betawi yang terkenal di Jakarta kedalam jajaran partai-partai Islam. Keseluruhan alim ulama Betawi memilih partai Islam dari partai lainnya, seperti yang diutarakan oleh H. Irwan Sjafi’ie: “Kalo…kalo…kalo… melihat…sebenarnya kalo melihat sebenarnya dari kapannya ya…saya ingetsih sejak tahun pemilu 1955, sudah banyak seperti saya sebutin tokoh-tokohnya, seperti KH. Abdullah Syafi’ie itu tokoh Masyumi, trus Amidullah tokoh Masyumi. Murtado…H, Murtado itu tokoh Masyumi. Itu berpolitik kaerena sudah masuk partai iya kan…masyumi, kalo dilihat dari situ sudah berpolitik” tokoh ulama Betawi terkemuka seperti KH. Abdullah Syafi’ie, Amidullah, H, Murtado, KH. Syafi’ie Hazami, adapun pada kalangan pemuda Masyumi, GPII Gerakan Pemuda Islam Indonesia terdapat para ustaz muda Betawi seperti H. Syahrani, H. Abubakar Salam dan H. Amrani dan yang lainnya mereka semua merupakan tokoh penting dalam jajaran orang yang dianggap orang Betawi sebagai pamimpin umat, oleh karenanya apapun yang mereka wejangkan, lakukan, dan amanatkan pasti kebanyakan orang Betawi mengekor mereka, supaya mendapat berkah atau dalam bahasa Betawi dikenal dengan tabarukan. Maka dari itu orang Betawi sangat mendambakan kembalinya Islam dalam kehidupan bernegara di Indonesia, sebagaimanan pooling yang penulis buat pada table 4 dibawah untuk 50 reponden pada lima wilayah di Jakarta, antara lain Jakarta Selatan, Pusat, Barat, Timur, dan Utara. Dari keseluruhan masyarakt Betawi di lima wilayah tersebut antara umur 20-70 tahun menginginkan Islam sebagai asas Negara seperti dalam jumlah tebel dibawah ini: Tabel 4 Jejak Pendapat Masyarakat Betawi Di Jakarta 2004 Menyoal Sistem Negara dan Islam Sebagai Asas Negara Pertanyaan Politik Setuju Tidak Setuju Persentase 1 Setujukah anda jika Negara Indonesia menerapkan syriat islam sebagaimana tertera dalam piagam Jakarta 50 orang 0 orang 100 2 Setujukah anda jika demokrasi yang ada sekarang diubah menjadi demokrasi Islam 48 orang 2 orang 96 3 Setujukah anda jika Jakarta menerapkan hukum Islam seperti di Aceh 34 orang 16 orang 68 Sumber : Pribadi Pada umunya jejak pendapat yang penulis lakukan adalah mengunakan metode ‘top down’ artinya penulis mengambil pendapat kalangan orang Betawi asli yang menengah kebawah, yang tidak berkecimpung pada patai politik dan oraganisasi Betawi atau yang lainnya, dan disamping itu juga penulis menjaga keaslian para responden jejak pendapat tersebut dengan menimbang beberapa kreteria atau syarat orang Betawi, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ADART bamus Betawi. Pertanyaan mengenai sistem politik Negara diatas, umumnya orang Betawi kisaran umur 20 sampai dengan 48 tahun yang berlatar belakang pendidikan akhir SMA Sekolah Menengan Atas dengan jumlah pendapatan mereka perbulan lima ratus ribu rupian Rp. 500.000,00 sampai satu juta lima ratus ribu rupian Rp. 1.500.000,00, tidak menghendaki atau katakanlah mereka tidak setuju dengan sistem yang ada sekarang, dan mereka umumnya menginginkan Syari’at Islam sebagai sistem Negara dengan jumlah 100 , kondisi demikian terjadi akibat Negara ini telah banyak mengecewakan Islam sebagai agama yang ‘rahmatan lil alamin’ bagi mereka orang Betawi, apalagi dengan terjadinya penangkapan sepihak terhadap ustaz Abu Bakar Ba’asyir dan para aktivis muslim pada tahun 2002-2003 yang lalu. Keinginan masyarakat Betawi terhadap Syari’at Islam dan demokrasi Islam akan lebih mengkristal lagi ketika penulis mencoba memberikan jejak pendapat tersebut kepada para responden yang kisaran umur 50 tahun hingga 70 tahun, mereka sangat setuju jika sistem yang ada berubah menjadi Islam dengan persentase 100 untuk syriat Islam dan 82 untuk Demokrasi Islam. Menyoal supremasi hukum, masyarakat Betawi juga mempunyai antosias yang tinggi dengan menginginkan hukum Islam ditegakkan di Indonesia, minimal di Jakarta Betawi, karena menurut orang Betawi dengan hukum Islam dalam jumlah poling, terdapat 61 orang Betawi yang setuju dengan penerapan hukum Islam segala kemaksiatan dan bentuk korupsi, kolusi dapat dituntaskan 74 sebagaimana yang dikatakan ketua Rt. Jalan Senopati dalam II Rt 3 no 35 A Muhammad Ali Abdul Kosim: 75 74 Penjelasan Umar 28 th Pemuda Betawi Benhil Bendungan Hilir Jakarta Pusat pada penulis, Jakarta 19 Desember 2004 75 Muhammad Ali Abdul Kosim 47 Ketua Rt Jalan senopati Dlm II, Wawancara Pribadi, Jakarta 22 Desember 2004 “Cuman ame hukum Islam Jakarta bisa aman dari segala bentuk kriminal, orang-orang nyang korupsi ampe triliunan kalo dipenjara doang kage ade kapoknye, mendingan dipotong aje tangannye… …orang nyolong ayam aje hukumannye mati, mase nyang nyolong triliunan tuh ye…kan… kage diape-apein” Harapan ini Syariat Islam dan hukum Islam bukan merupakan keniscayaan orang Betawi dalam memperjuangkan Islam sebagai asas dan hukum Negara, hanya saja mereka orang-orang Betawi telah enggan melihat keadaan Betawi dan orang Betawi berada dalam kehidupan yang berbau maksiat, korupsi, kolusi, serta meningkatnya angka kriminalitas, dan kotor. Upaya yang dilakukan masyarakat Betawi untuk menunjukkan performans kebetawian dalam sendi-sendi kehidupan bernegara adalah dengan menepis segala bentuk kemaksiatan yang ada, hal ini pernah dilakukan oleh kawan-kawan FBR pimpinan KH. Ahmad Fhadoli, yang didukung oleh seorang Habib kelahiran Betawi el-Habib Rizik Shihab. Adapun terobosan mereka di bidangan yang lebih politis dalam memperjuangkan hal tersebut adalah dengan mempercayakan wakil-wakil personal mereka yang ada di jajaran pemerintahan atau organisasi besar, seperti K.H.Saifuddin Amsir yang sekarang aktif di N.U Nahdhatul Ulama, dan pada jajaran pemerintahan daerah pemda.H. Fauzi Bowo sebagai wakil Gubernur DKI Raya.

B. Sumbangan Dokrin Agama Dalam Pemikiran Orang Betawi