Sejarah Singkat kota Jakarta

B. Sejarah Singkat kota Jakarta

1. Sejarah Kota Pelabuhan Sunda Kalapa Pada abad ke-16 terdapat bekas-bekas daerah Tarumanegara yang rajanya dikenal Purnawarman yang berdasarkan sumber dari sebuah batu tulis yang terdapat disungai Ciaruteun, dekat dengan kota Bogor dan berdasarkan itu pulalah data arkeologis, histories dan berita-berita asing menyatakan bahwa kekuasaan daerah bekas-bekas kerajaan Tarumanegara telah diambil alih oleh Kerajan Sunda Padjadjaran yang ibukotanya di daerah Bogor, dan ia merupakan kerajaan yang mengawasi daerah bekas kerjaan Purnawarman tesebut. Setalah Padjajaran menancapkan kakinya di daerah bekas kekuasaan Purnawarman, kalapa sudah merupakan kota pelabuhan yang terpenting dan terutama bagi kerajaan tersebut sebagaimana diberitakan Tome Pires 1512-1515 waktu itu Kerajaan Sunda memiliki 6 kota pelabuhan, yaitu Banten, Pontang, Cigeude, Tanggerang, Kalapa, Cimanuk. Sebenarnya sebelum Tome Pires Cirebon termasuk pula kota pelabuhan Kerajaan Sunda. Meskipun Kerajaan Sunda Padjadjaran pusatnya terletak di daerah pesisir, namun kerjaan itu mempunyi fungsi sebagai Negara-Kota City-State yang diantaranya melakukan kegiatan perdagangan yang bersifat regional dan internasional. Diberitakan Tome Pires Sunda Kalapa pelabuhan yang terletak di antara Banten, Pontang, Tangerang dan Cimanuk, sebagai pelabuhan terpenting dan terutama dari Keajaan Sunda diekspor barang-barang hasil pengumpulan dari berbagai daerah pedalaman melalui jalan perairan. Peranan sungai Ciliwung yang menghubungkan Bogor tempat pusat Kerajaan Sunda amat penting, demikian pula Cisadane yang dapat menghubungkan daerah dengan mudah menuju pelabuhan Kalapa. Demikian pula Citarum yang dapat membawa barang dagangan sampai di muara mudah menghubungi pelabuhan Kalapa 64 . 2. Hasil Bumi Dan Komoditi Expor Impor Pelabuhan Sunda Kalapa Komoditi perdagangan yang diekspor dari pelabuahan Sunda Kalapa yang terutama adalah lada, beras, asam, sayur-sayuran, daging dan ternak seperti sapi, kambing, babi, domba dan bermacam buah-buahan. 65 Hasil-hasil bumi itu di ekspor ke Malaka, Maladiva dan negeri-negeri lainnya selain hubungan dengan Kerajaan- Kerajaan di Nusantara juga dilakukan. Hasil-hasil yang diperdagangkan itu yang diambil dari daerah pedalaman sebagai hasil para petani, peternak dll. Informasi ini berkat gambaran dari ceritera dalam naskah Sunda “Sang Hyang Siksa Kandang Karesian” dari IK. Tahun 1518 M. Kalapa sebagai kota pelabuhan bukan hanya mengekspor komoditi-komoditi hasil bumi masyarakat Kerajaan Sunda semata tetapi juga pelabuhan tempat mengimpor komoditi-komoditi yang penting bagi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Komoditi yang diimpor ada bermacam cita seperti balacu, pakaian dan Cambay, Keling, tak terkecuali karena hubungan dengan Cina dan negrei-negeri di Asia 64 Uka Tjandrasasmita, “Kehidupan Masyarakat di Jakarta Sebelum Batavia”, Makalah Seminar Batavia, h.8 65 Abdurrahman Surjomiharjo, Sejarah Perkembangan Jakarta, Jakarta : Dinas Musium Dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta 19992000, h. 12 Tenggara seperti Thailand, dan juga terdapat barang-barang keramik yang merupakan komoditi import. Hubungan perdagangan yang bersifat internasional dan regional itu menyebabkan kota Pelabuhan Kalapa menjadi ramai dikunjungi orang-orang India, Cina, Melayu dan juga orang-orang dari berbagai daerah di Indonesia seperti orang- orang Maluku dan lainnya. Sistem perdagangan kecuali barter dan sangat mungkin juga sudah menggunakan uang sebagai penukar, hal itu diberitakan oleh Tome Pires bahwa bentuk uang yang dipakai sebagai alat penukar antara lain cash mata uang Cina bentuknya kecil-kecil mempunyai lubang dan beratus-ratus cash itu diikat oleh benang seperti halnya mata uang yang disebut ceiti. Seribu mata uang Cina cash itu sebanding dengan dua puluh lima calais mata uang Malaka. Mata uang tumdaya yang dibuat orang pribumi dari emas yang beratnya delapan mate sama dengan dua belas ribu cash atau sembilan crusado mata uang Portugis. Kota pebuhan Kalapa yang sudah dikunjungi oleh para pedagang dari dalam dan luar Indonesia menambah keramaian dan tentu saja perlu ada aturan-aturan yang memadai dan memerlukan penanganan para pemimpinnya. Oleh karena itu di kota pelabuhan yang amat penting itu menurut berita Tome Pires dipimpin oleh Raja prabu, atau Pate adipati. Di pusat kerajaan dipimpin oleh Sambriang dan wakilnya Coconum, setelah itu Makubumy. Yang dimaksud dengan nama-nama jabatan itu ialah mungkin Sang Hyang, Prabu Anom, Mangkubuni. Jabatan Mangkubumi itu disamakan oleh Tome Pires dengan Bendahara, sebagai suatu jabatan yang di kenal di Malaka. Di Kerajaan Malaka jabatan Bendahara bertugas menghubungkan para pedagang asing dengan Raja atau Sultan. Mengenal jabatan di kota pelabuhan Kalapa seperti dalam pantun orang Betawi, kita dapat pula berita dari De Barros yang menceritakan tentang hubungan antara Portugis di Malaka dengan Kerajaan Sunda pada tanggal 21 Agustus 1522. Henrique Leme yang mewakili Jorge D’Albuquerque dalam perundingan dengan Ratu Samiam Ratu Sang Hyang yang waktu itu sudah menjadi Raja Sunda Padjadjaran. Raja didampingi oleh Madar Tadam Menteri Dalem, Tumango Sangue De Pate Tumenggung Sang Adipati, dan Bengar Xabandar Syahbandar. Menurut sumber naskah Carita Parahyangan Ratu Samiam atau Sang Hyang ialah Ratu Sarawisesa yang sebelum menjadi Raja Pakuan ia sebagai Putra Mahkota ditempatkan sebagai penguasa kota Pelabuhan Kalapa. Ia pernh diperintah ayahnya yaitu Sang Ratu Jaya Dewata Raja di Pakuan, untuk menjadi utusan di Malaka tahun 1512 untuk minta bantuan kepada Alfonso D’Albuquerque. Jumlah kependudukan kota pelabuhan Kalapa tidak dapat diketahui dengan pasti. De Barros memperkirakan jumlah penduduk Kerajaan Sunda sekiar 100.000 orang dan di lima kota pelabuhan lebih kurang ada 50.000 orang. Mengingat kota pelabuhan Kalapa merupakan pelabuhan yang terpenting dan terbesar maka dari perkiraan itu mungkin penduduk kota Kalapa ada 15.000 orang. 66 Dari jumlah tersebut yang disebut kota pelabuhan penduduknya banyak sebagai pedangang. Sedang di daerah pedalaman seperti kita ketahui dari naskah Sang Hyang Siksa 66 Abdurrahman. Ibid., Kandang Karesian banyak para petani, peternak, pencari ikan dan lainnya. Pertanian di daerah Kerajaan Sunda Padjadjaran pada umumnya masih mengerjakan huma atau ladang. Apabila kita ketahui dari uraian di atas kehidupan perekonomian dan perdagangan dan keteraturan pemerintah maka bagaimana kehidupan budaya dan keagamaan. Jika kita dasarkan kepada sang Hyang Siksa Kandang Karesian di dalam Kerajaan Sunda Padjadjaran sudah pula mengenal kesenian seperti tukang banyol, tukang ngamen, gamelan, wayang, penyanyi dan yang lain sebagainya. 3. Keagamaan Masyarakat Sunda Kalapa Hingga Penamaan Jayakarta Tentang kehidupan keagamaan masyarakat Sunda Kalapa dari sumber naskah tersebut jelas keagamaan setempat Sunda Wiwitan yang bersifat animisme, dinamisme, Hindu serta Buda 67 . Keagamaan waktu itu bukan hanya diketahui dari naskah-naskah Sunda Kuno tetapi juga dari apa yang tertulis dalam prasasti: Batu tulis di Bogor, Lempengan tembaga dari Kebantenan dan juga dari berita asing seperti Tome Pires telah memberikan gambaran tentang keagamaan yang dianut oleh raja dan masyarakatnya. Demikian tentunya berbeda dengan kehidupan keagamaan yang dianut oleh para penduduk kota pelabuhan Sunda Kalapa. Situasi sosial politik menjelang tahun 1527 M, mengalami perubahan karena mulai perluasan Kesultanan Demak di mana Cirebon yang semula menjadi daerah Kerajaan Sunda ketika kehadiran Tome Pires 1513 dikatakan bahwa Cirebon masuk ke Jawa maksudnya tentu sedang mendapat pengaruh politik Demak bahkan sebelum 67 Ridwan Saidi. Op, cit., h. 71 tahun 1527 sudah menyiapkan pengiriman tentaranya untuk menyerang Kalapa yang sudah bersabat dengan Portugis. Setelah penyerangan tersebut proses kehidupan masyarakat kota pelabuhan Kalapa berganti nama menjadi Jayakarta 22 Juni 1527 M. Kerajaan sunda Padjajaran yang ibukotanya yang disebut Tome pires dan de Barros day o yang diperkirakan di Bogor dengan pelabuhannya yang utama Kelapa masih meneruskan hubungan dengan Portugis antara lain perjanjian 1522 yang bersifat ekonomi dan politik. 68 Perjanjian ini tentu saja diketahui pula oleh Kerajaan Islam Demak yang membahayakan kedudukan Kerajaan Demak yang sedang meluaskan Kekuasaannya baik ke arah timur maupun ke arah barat Pulau Jawa. Situasi dan kondisi politik diatas menggugah ingatan kekalahan Demak sewaktu tahun 1513 yang gagal menyerang kedudukan Portugis di Malaka. Dengan demikian dan dengan semangat untuk tidak mengulangi kekalahannya, maka dengan secara kebetulan Demak kedatangan seorang saudagar muslim yang gagah dan cerdas yang berasal dari Pasai bernama Fadhillah ke Demak, kemudian diangkat menjadi mantu oleh Sunan Gunung Jati 69 dan dengan itu belaiu dijadikan panglima untuk menyerang Sunda Kelapa yang disertai prajurit gabungan dari Demak dan Cirebon, ketika panglima Fadhillah itu singgah di Cirebon karena juga ia mantu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, dan dengan mendapat dorongan semangat 68 Keterangan Amrullah Asbah pada penulis Jakarta 28-12-2004 dengan tentara gabungan Demak dan Cirebon 1967 orang menuju dan maju ke medang perang. Akan tetapi mereka terlebih dahulu menuju Banten untuk mendapat bantuan bala tentara dari Maulana Hasanuddin yang sejak tahun 1526 sudah menguasai daerah Banten. Dari sana mereka menuju Kelapa dan serangan dilancarkan serangan dari arah barat yang pada tahun 1527 M tanggal. 22 Juni berdasarkan Sukamto yang disyahkan oleh DPRD DKI Jakarta sebagai hari jadinya Jakarta, berhasil mengenyahkan orang-orang Portugis di bawah pimpinan Francisco de Sa. Dengan itu pulalah para tawan portugis yang berada di Batavia di islamkan oleh pengeran Jayakarta dan para prajuritnya yang mayoritas muslim tersebut. Dalam proses islamisasi penduduk Jayakarta, pangeran Jayakarta dan para prajuritnya tidak mempunyai banyak hambatatan atau tentangan, dan salah satunya yang membuat proses tersebut berjalan lancar adaya pertentangan Islam terhadap perbudakkan, hal ini yang membuat masyarakat Batavia berbondong-bondong memeluk islam Sejak tanggal dan bulan serta tahun 1527 M tanggal. 22 Juni tersebut Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta yang berarti telah “Membuat Kemenangan” yang terinspirasi oleh ayat Qur’an Al-Fath ‘ Inna Fatahna laka fathan Mubinaa’ sesungguhnya kemenagan ini adalah kemenangan sempurna yang artinya sama dengan ‘Jayakarta’. Penyerahan kota pelabuhan Kelapa beritanya terdapat dalam berita Portugis dan dalam CeritaPurwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Cirebon. 1720 M. Perbedaaan penyebutan nama yang memimpin penyerahan ke Kelapa disebut Faletehan berita Portugis, sedangkan berita Carita Purwaka Caruban Nagari menyebut Fadhillah atau Fadhillahkan yang lebih sesuai dengan sebutan Fathahillah. Akan tetapi perbedaan penyebutan pahlawan Jakarta tersebut telah membawa kita untuk mengenal sejarah Jakarta yang kita cintai.

D. Organisasi Yang Mewadahi Pemikiran Politik Masyarakat Betawi.