BAB III DISKRIPSI BETAWI
A. Sejarah Singkat Lahirnya Komunitas Betawi
Setelah kota Sunda kalapa diduduki Jenderal Pieter zoon Coen dan berubah nama menjadi Batavia 30 Mei 1619, bersamaan hal itu Jenderal juga membawa para
tahanan perang keBatavia untuk dijadikan pekerja paksa. Tujuan Jenderal setelah menaklukkan kalapa adalah untuk menjadikan Batavia sebagai sentral kegiatan para
kompeni atau VOC, selain itu ia juga dijadikan Batavia sebagai tandingan kota Malaka.
55
Orang-orang Cina abad ke-17-18 dan Eropa merupakan penduduk utama yang dibiarkan oleh Jenderal menjadi penduduk kota Batavia, kedatangan orang asing
ketanah air tidak beserta para harim-harim
56
mereka -kecuali para imigran Cina- oleh karenanya mereka membutuhkan para pekerja budak termasuk juga orang-orang
Cina untuk dijadikan harim mereka atau gundik.
57
Imigran pertama di kota Batavia selain bekas para pasukan Jayakarta yang berasal dari tanah air adalah orang Banda Maluku Selatan pada tahun 1612 yang
merupakan tawanan kompeni, orang-orang Banda ini diangkut keBatavia lantaran mereka melawan kompeni ketika ambisi perniagaan cengkeh yang mereka miliki
dimonopoli oleh kompeni. Setelah orang-orang Banda barulah disusul orang-orang Melayu, Bali, Bugis, Ambon, yang diantaranya mereka ada juga sebagai tawanan
55
Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, Jakarta: REPUBLIKA 2002, cet ke-II, h. 24
56
Dalam bahasa Betawi Tanah Abang, khsusnya orang keturunan Arab, harim menurut mereka artinya adalah seorang istri. Adapun bagi kalangan muda mereka disebut sebagai pacar,
contohnya, “ini harim ane”, artinya ini istri saya atau pacar saya.
57
Alwi Shahab. Ibid., h. 74
Kompeni yang dibawa keBatavia. Selain imigran pribumi ada juga imigran asing dari India selatan orang Moors yang beragama Islam yang hendak melakukan aktifitas
perniagaan mereka di kota Batavia. Seperti yang terdata dalam table 1 sensus tahun 1673, 1815 dan 1893 dibawah.
Disamping mereka orang Cina, Banda dan yang lainnya, Jenderal Pieter zoon dengan pasukan kompeninya juga mendatangkan para pekerja
58
dari sebelah Timur Indonesia, Bali, dan dari luar Indonesia, di antaranya dari pantai Koromandel,
dan diantara para pekerja tersebut ada yang merupakan tawanan perang Jenderal yang terdiri dari orang-orang Portugis orang Betawi menyebut mereka sebagai orang
Peringgi setelah ia Jenderal memenangkan kekuasaan orang-orang Portugis 1641
59
, selain itu juga ada yang berasal dari tanah air seperti orang-orang Banda tadi.
Para tawanan yang dibawa oleh kompeni tidak ditempatkan sembarang tempat, artinya kompeni tidak membiarkan mereka untuk membaur dengn pnduduk
setempat, melainkan mereka terisolasi disudut-sudut kota Batavia. Seperti budak yang berasal dari Portugis yang ditempatkan di Desa Tugu, Cilincing Jakarta Utara,
Jalan Merdeka, kota Depok sampai Kreo,
60
dan dari sekian para tawanan kompeni tersebut mayoritas dari mereka adalah non-muslim, dengan kata lain dan melihat
58
Persepsi kata “pekerja” dalam sejarah merupakan kata yang dapat diinterpretsikan secara bebas, ia dapat diartikan sebagai budak paksaan atau pekerja profesional tergandung seberapa besar
data dalam kajian sejarah yang dimiliki. Meneurut Dr. Yasmin Zaki Shahab, “Ketika seseorang melakukan penelitian kasus sejarah, maka orang tersebut membuatnya sesuai dengan back round
keilmuan yang dimiliki, dan selinitu pula ia mempunyai maksud dan tujuan tertentu”.
59
Alwi Shahab. Ibid., h. 21
60
Ridwan Saidi, op. cit., h. 16
sejarah pangeran Jayakarta Fatahilah yang muslim dan para pasukannya yang juga muslim itu nampakanya terjadi kesenjangan pergaulan diantara mereka dengan para
kaum batawiyin. Setelah penaklukan kalapa 22 Juni 1527 oleh Fatahilah dan para kaum
Jayakarta dan tentara gabungan Banten serta Cerbon bawaannya ini mereka menetap di Jayakarta, sampai VOC merebutnya kembali 30 mei 1619,
61
sehingga mereka mempunyai ‘political disengagment’ yang dapat melatarbelakangi mereka untuk
tidak mempunyai rasa memiliki, dan pada kenyataannya mereka hanya sebagai para penonton ‘watcher’ yang tidak ikut andil dalam permainan terhadap segala kejadian
yang disebabkan oleh pihak manapun di kota Jayakarta, hal ini yang melandasi sikap egaliter mereka, dan orang-orang inilah yang disebut dengan orang Betawi
62
. Sampai dengan awal abad ke-19, unsur terpenting penduduk Jakarta adalah
golongan pekerja dan golongan Cina. Tetapi pada akhir abad ke-19 golongan pekerja itu bercampur menjadi satu kepada kelompok penduduk yang dikenal sebagai orang
Betawi tadi, atau penduduk asli kota Jakarta pembauran tersebut hanya sebatas muslim dengan muslim dan serani dengan serani
63
. Jumlah keseluruhan mereka orang Betawi dan para pekerja setelah mengalami pembauran adalah merupakan
jumlah penduduk terbesar di antara golongan lain yang ada di kota Betawi yakni Arab, Cina, dan Eropa lihat FS-UI, 197677:3.
61
Keterangan Amrullah Asbah pada penulis Selasa 28-12-20004
62
Ridwan Saidi. Ibid., h. 71-72
63
Orang-orang Tugu yang non muslim menyebut agama Nasrani dengan sebutan Serani.
Tabel 1 Sensus penduduk Jakarta pada tahun 1673, 1815 dan 1893
Sumber Lance Castles, 1969:15
1673 1815
1893 1 2
3 4
1. Eropa 2750
2028 9017
2. Cina 2747
11584 26569
3. Mardjikers 5362
- -
4. Arab -
318 -
5. Moors -
119 2842
6. Jawa termasuk Sunda
6339 3331
- 7.
Kelompok Sulawesi Selatan -
4139 -
8. Bali 981
7720 -
9. Sumbawa -
232 72.241
10 Ambon dan Banda -
82 -
11 Melayu 611 3155
- 12 Budak 13278
14249 -
Selanjutnya juga disebutkan bahwa, kawasan kepulauan jawa merupakan pemasok sumber migrasi manusia paling besar ke kota Jakarta, dan menurut sensus
tahun 1930, kurang lebih 64.3 penduduk Jakarta adalah kelahiran kota Jakarta, dan 36.7 lagi kelahiran luar kota Jakarta yang unsur terbesarnya dari para imigran
tersebut adalah para kelahiran Jawa dan Sunda. Seperti hasil olahan Dr. Yasmin Zaki Shahab dalam tebel ke-2 yang bersumber dari Lance Castles, diatas. Dan dalam tabel
berikut beliau menyebutkan jumlah besarnya para imigran Jawa dan Sunda yang dimulai sejak tahun 1930 telah menetap ditanah Betawi dan sekitarnya dan menjadi
penduduk Betawi dalam perspektif nasionalisme, dan olahan tersebut menjadi sebagai berikut:
Tabel 2 Pesebaran penduduk Batavia tahun 1930
1 2 SENSUS
1930 3
4 ESTIMASI
5
6
1. Suku Bangsa
Jumlah Jumlah
2. Betawi
419.800 64.3
655.400 22.9
3. Sunda
150.300 24.5
952.500 32.8
4. Jawa
60.000 9.2
737.700 25.4
5. Aceh
- -
5.200 0.2
6. Batak
1.300 0.2
28.900 1.0
7. Minangkabau
3.202 0.5
60.100 2.1
8. Sumatra
Selatan 800
0.1 34.900
1.2 9.
Banjar -
- 4.800
0.2 10.
Sulawesi Selatan
- -
17.200 0.6
11. Sulawesi Utara 3.800
0.6 21.000
0.7 12.
Maluku dan
Irian 2.000
0.3 11.800
0.4 13.
NTT -
- 4.800
0.2 14.
NTB -
- 1.300
0.0 15.
Bali -
- 1.900
0.1 16.
Melayu 5.300
0.8 19.800
0.3 17.
TOTAL 653.400
100.0 2.906.500
100.0
Tabel ini menunjukkan bahwa penduduk Jakarta pada tahun 1930 telah tersebar menjadi beberapa bagian suku, yang mereka semua menempati Jakarta,
selain dari suku asli Jakarta suku Betawi. Suku-suku yang tercantum dalam sensus ini hanya menggambarkan empat belas suku saja, namun dapat dijadikan sebagai
gambaran sensus yang akan dilakukan pada tahun-tahun berikutnya. Dalam urutan jumlah pada sensus tersebut suku Betawi menempati uturan
ketiga setelah suku Jawa dan Sunda, dan pada sensus tahun 2000 jumlah orang
Betawi meningkat 4.8 jika pendekatan yang digunakan oleh Castles mendekati kebenaran untuk tahun 1961 berjumlah 22.9, seperti pada pada tebel 3 dibawah ini:
Tabel 3 Pesebaran penduduk Jakarta Menurut Suku Bangsa Pada Tahun 1930
PENDUDUK ASLI ANGKA
PERSENTASE
Betawi Asli Jakarta 655.400
22.9 Sunda 952.500
32.8 Jawa dan Madura
737.700 25.4
Aceh 5.200
0.2 Batak 28.900
1 Minangkabau
60.100 2.1
Sumatra Selatan 34.900
1.2 Banjar 4.800
0.2 Sulawesi Selatan
17.200 0.6
Sulawesi Utara 21.000
0.7 Maluku dan Irian
11.800 0.4
NTT 4.800 0.2
NTB 1.300 Bali
1.900 0.1
Melayu dan kepulauan lainnya 19.800
0.7 Lainnya 38.600
1.3
PENDATANG
Teonghoa 294.000 10.1
Cina Asing 102.200
Lainnya 16.500 0.6
Orang Asing, arab India dan Eropa 10.200 Total orang Asing
112.400 Total
2.906.500 100
Sumber: Castles, L 1967, Table VI hal. 185
B. Sejarah Singkat kota Jakarta