BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membicarakan perempuan memang menarik, hangat, aktual, dan tak henti-hentinya menjadi agenda dari zaman ke zaman hingga saat ini. Perempuan
pernah disanjung dan pernah pula di hina dan direndahkan sampai pernah dipersoalkan apakah ia manusia atau tidak. Pada masa pra Islam pernah terjadi suatu
era yang dikenal dengan zaman jahiliyah. Pada masa itu berbagai agama dan peradaban yang ada tidak memberikan tempat yang terhormat dan mulia pada
perempuan dan bisa dikatakan hak perempuan hampir tidak ada.
1
Perempuan mendapatkan sikap yang rendah dalam realitas kehidupan. Disamping realitas kehidupan juga muncul sikap dan perlakuan yang merendahkan
bahkan melecehkan kaum perempuan. Kasus eksploitasi perempuan dalam berbagai bentuknya pembatasan perkembangan potensi perempuan dan pemerkosaan adalah
berbagai contoh sikap realitas yang merendahkan martabat perempuan.
2
Pemikiran dan realitas tersebut jelas tidak sesuai dengan fitrah manusia dan bertentangan dengan rasa keadilan, sebab hak kemerdekaan dan martabat
perempuan tidak ditempatkan secara proporsional.
1999, h. 65
1
Ali Yafie, kodrat, Kedudukan Dan Kepemimpinan Perempuan, Bandung: Mizan,
2
Jalaludin rahmat, Islam Actual, Bandung: Mizan, 1991, h. 195
Menurut Tasman Hamami dan Siti Bariratun perempuan mengalami ketidakadilan bukan hanya diskriminasi disektor publik, tapi juga melalui cara
pendistribusian pekerjaan dalam rumah tangga. Pola kehidupan keluarga saat ini menuntut perempuan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak.
Pekerjaan rumah tangga kadang jarang dibagi secara sepadan atau setara bahkan kadang perempuan mencari nafkah dalam upaya membantu kebutuhan keluarga.
3
Nikah merupakan sunnah yang dicontohkan Rasulullah SAW, dijalankan oleh para sahabat serta dijunjung tinggi oleh orang sholeh yang berbudi luhur. Nikah
disyariatkan agar manusia memiliki keluarga dan keturunan yang sah untuk menuju kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat di bawah naungan kasih sayang yang di
ridhoi Allah SWT. Pernikahan juga merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan
bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing berpasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam
mewujudkan tujuan pernikahan.
4
Dengan berlangsungnya pernikahan tersebut, maka masing-masing dari kedua orang yang melakukan pernikahan mempunyai hak dan kewajiban masing-
masing menempati posisi yang sesuai. Bagi laki-laki bertanggung jawab penuh terhadap eksistensi keluarga, baik secara jasmani maupun rohani. Sedangkan isteri
3
Tasman Hammami Dan Siti Barirotun, Kedudukan Wanita Dalam Syariat Islam, t.t. : al-jami’ah, 1994, h. 44
4
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1991, h. 9
bertanggung jawab atas urusan rumah tangga dan anak-anak serta suami dan hartanya.
Menurut Hendar Riyadi Islam mengatur sejarah kitab suci al-Qur’an adalah sejarah penyelamat dan pembebasan kemanusiaan. Al-Qur’an diturunkan
untuk menyelamatkan dan membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan secara moral, sosial, kultural, dan struktural, baik dalam bentuk ide atau pemikiran,
maupun dalam wujud praksisnya.
5
Keberadaan wanita muslim yang memperihatinkan masih berlangsung hingga zaman modern ini. Pada dasarnya permasalahan ini erat hubungannya dengan
milliu selama beberapa abad. Milliu tersebut telah mempengaruhi ragam penafsiran tradisonal. Sementara itu ajaran-ajaran al-Qur’an mengenai wanita pada umumnya
meningkatkan posisi dan memperkuat kondisi wanita, sebagaimana al-Qur’an berusaha mengangkat posisi kelompok masyarakat lemah lainnya, misalnya anak
yatim, fakir miskin dan budak. Sistem masyarakat Arab dengan tradisi patriarchal, sistem kesukuan, sistem perbudakan, merupakan latar belakang solusi al-Qur’an
mengenai persamaan kedudukan jenis kelamin dan persamaan ras manusia. Melalui ajaran persamaan al-Qur’an, Islam menghapuskan setiap perbedaan antara sesama
manusia kecuali perbedaan yang timbul karena kebajikan dan taqwa. Untuk menghilangkan sumber-sumber deskriminasi sesama manusia Nabi
berkali-kali mengingatkan bahwa semua manusia adalah keturunan Adam, sedangkan Adam diciptakan dari debu. Persamaan equality haruslah dipahami sebagai moral
5
Hendar Riyadi, Tafsir Emansipatoris Arah Baru Studi Kasus Al-Qur’an,tp: 2005, h.23
yang hendak dicapai oleh al-Qur’an melalui seperangkat aturan hukum yang berkaitan dengan latar belakang sosial masyarakat arabiah pada masa turun wahyu
dan sebelumnya, seperti aturan poligami, perceraian, waris, hukum perbudakan dan lain-lain.
6
Islam pada dasarnya,adalah agama yang menekankan spirit keadilan dan keseimbangan tawazun dalam berbagai aspek kehidupan.Relasi gender perbedaan
laki-laki dan perempuan yang non kodrati dalam masyarakat yang cenderung kurang adil merupakan kenyataan yang menyimpang dari spirit Islam yang menekankan pada
keadilan.
7
Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam kontemporer berkebangsaan mesir, menulis :“kalau kita mengembalikan pandangan ke masa
sebelum seribu tahun, maka kita akan menikmati keistimewaan dalam bidang materi, sosial, yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan
mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam pergaulan tidak dijadikan bahan
perbandingan.”
8
Dalam konteks kekinian, manusia modern condong dihadapkan pada arus globalisasi yang mau tidak mau harus mampu bersaing dalam upaya memenuhi
6
Fazhur Rahman, Metodelogi Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, h. 172-173
7
Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Dalam Muktamar, Munas, dan Konbes NU
Surabaya, Diantama, 2005, Cet. Kedua, h. 649
8
Muhammad Al-Ghazali, Al-Islam Wa At-Thaqat Al-Mu’aththalat, Kairo: Daar al- Kutub, 1964, Juz. Pertama h.138
kebutuhan dan menumbuhkan kesehjahteraan keluarga agar terbentuk jalinan hubungan yang sakinah, mawaddah, warahmah sebagaimana harapan masyarakat
muslim. Globalisasi telah membuka sekat hijab yang membatasi gerak hidup manusia. Manusia tidak lagi dikekang oleh batas-batas Negara. Globalisasi adalah
peluang bagi menusia yang memiliki ‘sesuatu’ sebagai nilai jual, tetapi bagi manusia yang tidak memiliki ‘sesuatu’ tersebut globalisasi adalah sebuah ancaman.
9
Pada saat ini banyak wanita yang menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah. Hal itu karena dipicu oleh derasnya paham kesetaraan gender
yang menjadi kedudukan laki-laki dan perempuan itu sama dalam keluarga. Idealnya yang dipahami masyarakat muslim laki-lakilah yang mempunyai tanggung jawab
penuh terhadap kebutuhan keluarga, namun tuntutan zaman berbeda, sehingga tidak asing lagi kehidupan sekarang banyak didominasi oleh kaum hawa dalam masalah
pendapatan material keluarga. Pergeseran budaya dan kemajuan zaman menuntut peran ulama atau cendikiawan untuk menegaskan hukum-hukum yang menyangkut
hak dan kewajiban perempuan dalam ruang lingkup keluarga.
10
M.Quraish Shihab sebagai salah satu tokoh cendikiawan muslim di Indonesia banyak sekali memberikan pandangannya mengenai wanita dalam ruang
keluarga. Menurut beliau perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktekan oleh masyarakat banyak. Ajaran Islam pada
9
Syahrin harahap, Islam Dinamis: Menegakan Nilai-Nilai Ajaran al-Qur’an Dalam Kehidupan Modern di Indonesia,
Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1997, Cet. Ke-I, h. 149
10
Ibid., h. 151
hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat kepada perempuan.
Sehubungan dengan latar belakang masalah tersebut, maka penulis berusaha mengangkat judul yang berhubungan dengan wanita pekerja dan
implikasinya terhadap hukum perkawinan dengan judul :
PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP WANITA PEKERJA B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Pembatasan Masalah
Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis perlu memberikan pembatasan masalah dan perumusan masalah yang berkaitan dengan latar belakang
masalah tersebut sebagai berikut : 1. Penelitian ini berfokus pada wanita pekerja menurut M. Quraish Shihab
2. Kedudukan Wanita pekerja dalam hukum Islam 3. Peran wanita dalam rumah tangga menurut M. Quraish Shihab
Perumusan Masalah
Pada umumnya ulama cenderung membatasi peran wanita diruang publik. Namun dalam hal ini M. Quraish Shihab menunjukkan sikap yang berbeda, hal ini
dapat dilihat dari latar belakang kehidupan keluarganya maupun gagasannya terkait tentang peran wanita, oleh karena itu fenomena atau masalah ini akan di rumuskan
dalam beberapa pertanyaan pemikiran sebagai berikut : 1. Bagaimana pendapat M. Quraish Shihab tentang kedudukan wanita pekerja
dalam keluarga?
2. Apa yang menjadi dasar pemikiran M. Quraish Shihab tersebut? 3. Bagaimana dampak hukum dari pendapat M. Quraish Shihab tentang
kedudukan wanita pekerja dalam hukum perkawinan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian