atas engkau, dan jiwamu mempunyai hak atas engkau, dan istrimu mempunyai hak diatas engkau” HR.Bukhari.67:90
36
D. Pembagian Kerja dan Hubungan Timbal Balik antara Suami Isteri Pembagian kerja
Tugas suami dan istri amat berlainan, dan masing-masing disertai tugas dengan kodratnya. Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa Allah membuat pria dan wanita
mempunyai kelebihan masing-masing dalam suatu perkara. Kaum pria melebihi wanita dalam hal kekuatan fisik dan resam tubuh, yang sanggup memikul pekerjaan
yang sukar-sukar dan menghadapi mara bahaya yang besar. Sebaliknya wanita mempunyai kelebihan dari kaum pria dalam sifat kasih sayang. Untuk membantu
pertumbuhan makhluk, alam telah manganugrahkan kepada kaum hawa atau makhluk betina, tabiat cinta yang lebih besar daripada yang diberikan kepada Adam atau
makhluk jantan.
37
Oleh sebab itu secara alamiah telah tercipta pembagian kerja antar kaum pria dan wanita, yang masing-masing harus melaksanakan tugas pokok guna
kemajuan umat manusia secara keseluruhan. Karena kaum pria dianugerahi fisik yang kuat, maka tepat sekali jika mereka memikul tugas perjuangan hidup yang penuh
kesukaran, sedang kaum wanita yang dianugerahi tabi’at cinta kasih sayang yang berlebih-lebihan, tepat sekali dianugerahi tugas mengasuh anak-anak. Maka dari itu
XI, h. 84
36
M. Quraish Shihab, Wawasans Al-Qur’an, h. 295
37
Sa’id Abdul Azis, Wanita Dibawah Naungan Islam, Jakarta: CV Pirdaus, 1992, Cet-
tugas kaum pria adalah menanggung jawab pemeliharaan keluarga, sedang tugas kaum wanita adalah mengasuh anak-anak, dan masing –masing diberi kekuasaan
penuh untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.
38
Peradapan modern akhirnya berpendapat, bahwa kemajuan umat manusia menuntut adanya pembagian kerja, dan bahkan pada umumnya, tugas mencari nafkah
adalah tugas kaum pria, sedang tugas mengurus rumah tangga dan mengasuh anak- anak adalah tugas kaum wanita. Pembagian kerja tersebut di atas hanyalah suatu
kelaziman, dan itu sekali-kali berarti bahwa kaum wanita dikecualikan dari lain-lain kegiatan. Menilik bunyinya hadist terang sekali bahwa sekalipun tugas utamanya
ialah mengurus rumah tangga lainnya. Namun harus ikut serta dalam kegiatan nasional.Jangan sekali-kali pekerjaan pekerjaan mengasuh anak-anak menjadi
penghalangnya untuk ikut menjalankan shalat berjamah di masjid, HR. Bukhari 10: 162, 164, dan jangan pula pekerjaan mangasuh anak-anak dijadikan rintangan untuk
membantu pasukan digaris depan. Misalnya menyangkut bahan makanan HR. Bukhari, 56. 67, menyingkirkan diri dari medan pertempuran prajurit yang luka dan
gugur HR.Bukhari,56.68 atau di mana perlu, ikut bertempur sungguh-sungguh HR Bukhari, 56. 62, 63, dan 65. Bahkan Abu Jahal al-Fadl Syihabuddin Ahmad bin Ali
dalam kitab Fath al-baari mengatakan salah seorang istri Nabi Muhammad SAW, yaitu zainab menyamak kulit binatang, dan hasilnya dijual guna keperluan sedekah.
Wanita juga harus membantu suami di ladang, melayani tamu pria pada waktu mengadakan pesta dan berniaga, mereka boleh melakukan jual beli dengan
38
M. Quraish Shihab, Wawasans Al-Qur’an, h. 296
kaum pria. Seorang wanita ditunjuk oleh kahlifah’ Umar sebagai pengawas pasar Madinah. Tetapi itu adalah keadaan luar biasa. Adapun lingkungan wanita adalah
mengurus anah-anak dan rumah tangga.
39
Hubungan Timbal Balik Antara Suami Isteri
Hubunngan timbal balik antara suami dan isteri, itu digambarkan oleh al- Qur’an sebagai satu jiwa dalam dua tubuh., sebagaimana firman Allah SWT :
˚f¶ ˇ¬”ü”Gø´É©Ë
¯ d”B©¶ ˙NË3…ô‰ˇR¶ ¯ d”mB Ë3™9 ´,¢=}r
XßÁË3☯ô´F”n9 ☯dæ©¶¸u¶
N‰6©˚è´ ó}Ï}c©¶ }k¸ä™9“ í“U £f“ æ•} ¯ ü©ë©¶4 §£ä©ß£B
5Q˙ß™”n9 ;Mø´ÉY}
}7”9æ™å 21: ´f¶Áç¨3☯ˇ´G´É
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
QS. Ar-Rum:21
Mawaddah merupakan cinta plus’ yang mempunyai dampak pada perbuatan hati suami dan istri lapang dan kosong dari keburukan sehingga tidak ada
celah untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin. Adapun rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan. Hal ini
39
Ibid.,
membuat suami isteri berupaya dengan sungguh-sungguh dan susah payah untuk mendatangkan kebaikan pasangan dan mencegah segala yang mengganggunya.
40
Selain itu, hubungan suami dan isteri digambarkan sebagai libas di dalam al-Qur’an ”Mereka adalah pakaian bagi kamu, dan kamu adalah pakaian
merekaistri” sebagaimana firman Allah :
õd„k¨9 £´6”9 ˙ ˙NÎFR¶©¶NË3¨9 £´6”9 dÏh
Artinya: mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. QS. Al-Baqarah: 187
Kata libas digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan pakian lahir dan bathin. Hal ini menunjukkan bahwa suami istri saling membutuhkan pada pakaian.
Lebih dari itu, mereka juga dituntut menutupi kekurangan pasangannnya seprt i pakaian yang dapat menutupi ‘aurat’ kekurangan manusia.
41
Di dalam Kompilasi Hukum Islam KHI pasal 77, juga dijelaskan bagaimana hubungan timbal balik antara suami isteri : ”Suami isteri wajib saling
cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan bathin satu kepada yang lain.
42
Tak ada gambaran yang lebih tepat lagi untuk menggambarkan eratnya hubungan antara suami dan istri, namun sekalipun demikian. Islam adalah agama
40
Jurnal Kebudayaan Dan Keberadaban Ulumul Qur’an, 1997 h. 33
41
Ibid.,
42
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: tp, 1998, h. 42
yang praktis, yang tak menutup mata terhadap kenyataan hidup yang penuh kesukaran. Islam menggambarkan keluarga sebagai unit kecil dalam unit nasional
yang besar. Sebagaimana dalam organisasi nasioanal yang besar ada sebagai orang yang mengemudikan pemerintahan, demikian pula dalam organissasi keluarga yang
kecil, tak mungkin terpelihara dengan baik tanpa adanya peraturan semacam itu.Oleh sebab itu suami dikatakan lebih dahulu sebagai “peminpian keluarga,” kemudian istri
dikatakan sebagai ”pemimpin rumah tangga.” Jadi kelurga dan rumah tangga adalah kerajaan kecil yang diperintahkan oleh suami dan istri. Tetapi untuk menghindari
agar tak terjadi kekacauan dalam memerintah, perlu salah seorang diberi kekuasaan tertinggi.
43
Dalam al-Qur’an diuraikan kekuasaan tertinggi kepada pihak suami dan diberikan pula alasannya.Sebagaimana firman-Nya:
í¢☯´Á xgßÁBæ°ß™ ÁA}d–lç9 óñ÷™˝
} “ ”Ësô”m]9
4í¢☯´Á ☯
O„kó÷˚Ï´ ߉☯ˇR¶ } “©¶ ›˚Ï´
4 ˙N“k”9æ©ß¸B¶
¯ d”B ☯
Mø´G”ø™ ‰Mø}™“=øö 9™˝
} “ Õ=¸ã´☯˝=”n9 ☯Mø™‰”ˇø}ü ÕLø¨9©¶ 4
☯”ˇ}ü † Ïh}u߉¥ÏS
õdÏh¶Áç‰j˚h©¶ ☯
…có÷} ¸9 ´fßÏ˝™É¶B
† Ïhß·‰”Ï™˝ í“U
˚f“™˝ õdÏhßÎ“é¯ ☯©¶
ßË☯˙7™☯ ó☯™˝
˙N‰6©˚Ï™☯¶ £f“
3 º☯ã“6}w
õd☯o˙é¢=´Á éç“6ó2 ®ä“=´Á xg☯. ¨
34 :
43
Budi Munawar-Rahman dkk, Rekontruksi Fiqih Perempuan Dalam Peradaban Masyarakat Modern
, Yogyakarta: Ababil, 1996, Cet-I. h. 6
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah
Telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan Karena mereka laki-laki Telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri, ketika suaminya tidak ada,
oleh Karena Allah Telah memelihara mereka. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
QS. An-Nisa: 34
Para lelaki , yakni jenis kelamin atau suami adalah qowwamun, pemimpin
dan penanggung jawab atas para wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka, yakni laki-laki secara umum atau
suami telah menafkahkan sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk istri dan anak-anaknya. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah
yang taat kepada Allah dan suaminya, Kepemimpinan untuk setiap unit merupakan suatu yang mutlak lebih-lebih bagi setiap keluarga, karena mereka selalu bersama dan
merasa memiliki pasangan dan keluarganya. Persoalan yang dihadapi suami istri, sering kali muncul dari sikap jiwa yang tercermin dalam keceriaan wajah atau
cemberutnya, sehingga persesuaian dan perselisihan dapat muncul seketika, tapi boleh jadi juga sirna seketika. Kondisi seperti ini membutuhkan adanya seorang
pemimpin, melebihi kebutuhan satu perusahaan yang bergelut dengan angka-angka, bukan dengan perasaan, serta diikat oleh perjanjian rinci yang dapat diselesaikan
melalui pengadilan Nah, siapakah yang harus memimpin? Allah swt. menetapkan lelaki sebagai pemimpin dengan dua pertimbangan pokok, yaitu :
Pertama, Bima Fadhala –llahu ba’dhahum ‘ala
ba’dhkarena Allah melebihkan mereka atas sebagian yang lain, yakni masing-masing memiliki keistimewaan-keistimewaan. Tetapi keistimewaan yang dimiliki lelaki,
lebih menunjang tugas kepemimpinan daripada keistimewaan yang dimiliki perempuan. Disisi lain keistimewaan yang dimiliki lebih menunjang tugasnya sebagai
pemberi rasa damai dan tenang kepada lelaki serta lebih mendukung fungsinya dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya
44
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa fungsi menciptakan bentuk atau bentuk disesuaikan dengan fungsi. Mengapa pisau diciptakan lancip dan tajam
mengapa bibir gelas tebal dan halus, mengapa tidak sebaliknya? Jawabaannya adalah ungkapan di atas. Yakni pisau diciptakan demikian, karena ia berfungsi untuk
memotong, sedang gelas untuk meminum. Kalau bentuk gelas sama dengan pisau, maka ia berbahaya dan gagal dalam fungsinya. Kalau pisau dibentuk seperti gelas,
maka sia-sialah kehadirannya dan gagal pula ia dalam fungsinya. Sejak dahulu, orang menyadari adanya perbedaan, bahkan kini, para pakar
pun mengakuinya. Cendikiawan Rusia pun saat komunisme berkuasa di sana mengakuinya. Anton Nemiliov dalam bukunya yang diterjamahkan ke bahasa Inggris
dengan judul The Biologi Tragedy of Women menguraikan secara lebar perbedaan-
44
M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta :Lentera Hati,2005, Vol. Ke-2, h. 425
perbedaan tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah dan kenyatan- kenyataan yang ada.
45
Murthadha Muthhari seorang ulama terkemuka Iran dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Abu az-Zagra’an-Najafi ke dalam bahasa Arab dengan judul
Nizham Huquq al-Mar’ah menulis lebih kurang sebagai berikut “lelaki secara umum
lebih besar dan tinggi dari perempuan suara lelaki dan telapak tangan kasar, berbeda dengan suara dan telapak tangan perempuan, pertumbuhan perempuan lebih cepat
dari lelaki, tetapi perempuan lebih mampu membentengi diri dari penyakit dibanding lelaki, dan lebih cepat berbicara,bahkan dewasa dari lelaki. Rata-rata bentuk kepala
lelaki lebih besar dari perempuan, tetapi dibandingkan dari segi bentuk tubuhnya, maka sebenarnya perempuan lebih besar. Kemampuan paru-paru lelaki menghirup
udara lebih besar banyak dari perempuan, dan denyut jantung perempuan lebih cepat dari denyut lelaki”
Kedua, bima anfaqu min amwalihimdisebabkan
karena mereka telah menfkahkan sebagian harta mereka. Bentuk kata kerja past
tensemasa lampau yang digunakan ayat ini “ telah menafkahkan” menunjukkan bahwa memberi nafkah kepada wanita telah menjadi suatu kelaziman bagi lelaki,
serta kenyataan umum dalam masyarakat umat manusia sejak dulu.Penyebutan konsideren itu oleh ayat ini menunjukkan bahwa kebiasaan lama itu masih berlaku
hingga kini.
45
Ibid., h. 426
Dalam konteks kepemimpinan dalam keluarga, alasan kedua agaknya cukup logis. Bukankah dibalik setiap kewajiban ada hak? Bukankah yang membayar
memperoleh fasilitas? Tetapi pada hakikatnya ketetapan ini bukan hanya di atas pertimbangan materi.
Wanita secara psikologi enggan diketahui membelanjai suami, bahkan kakasihnya, disisi lain pria malu jika ada yang mengetahui bahwa kebutuhan
hidupnya di tanggung oleh istrinya. karena itu, agama Islam yang tuntunan- tuntunannya sesuai dengan fitrah manusia, kewajiban suami untuk menanggung biaya
hidup istri dan anak-anaknya. Kewajiban itu diterima dan menjadi kebanggaan suami, sekaligus menjadi kebanggaan istri yang dipenuhi kebutuhan dan permintaannya oleh
suami, sebagai tanda cinta kepadanya. Dalam kontek pemenuhan kebutuhan istri secara esktrim dan berlebihan,
pakar Islam Ibn Hazm, berpendapat bahwa wanita pada dasarnya tidak berkewajiban melayani suaminya dalam hal meyediakan makanan, menjahit, dan sebagainya. Justru
sang suamilah yang berkewajiban menyiapkan untuk istri dan anak-anaknya pakaian jadi, dan makanan yang siap dimakan. Nah, dari kedua factor yang disebutkan di atas
keistimewaan fisik dan psikis, serta kewajiban memenuhi kebutuhan dan anak-anak lahir hak-hak suami yang harus pula dipenuhi oleh istri. Suami wajib ditaati oleh
istrinya dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, serta tidak bertentangan dengan hak pribadi sang istri. Bukan kewajiban taat secara mutlak.
Janganlah terhadap suami, terhadap ibu-bapak pun kebaktian kepada mereka tidak boleh mencabut hak-hak seorang anak. Pakar tafsir Rasyid Ridho menulis makna
bakti kepada orang tua bahwa ”tidak termasuk sedikitpun dalam kewajiban berbuat baikberbakti kepada keduanya sesuatu yang mencabut kemerdekaan dan kebebasan
pribadi atau rumah tangga atau jenis-jenis pekerjaan yang bersangkut paut dengan pribadi anak,agama atau Negaranya.”
46
Perlu digaris bawahi bahwa kepemimpinan yang dianugerahkan Allah kepada suami tidak boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan. Bukankah
“Musyawarah” merupakan anjuran al-Qur’an dalam menyelesaikan setiap persoalan,termasuk persoalan yang dihadapi keluarga?
Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan dan “derajattingkat yang lebih tinggi” dari perempuan bahkan ada ayat yang
menegaskan”derajat” tersebut, yaitu firman-Nya “Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami
mempunyai satu derajat, atas mereka para istri. QS.al-Baqarah 2:228
Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri, karena itu Guru besar para pakar tafsir, yaitu
Imam ath-Thabari mengatakan ”Walaupun ayat ini disusun dalam redaksi berita, tetapi maksudnya adalah perintah kepada para suami untuk memperlakukan istri
secara terpuji, agar suami dapat memperoleh derajat itu.” Imam Al-Ghazali menulis ”Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan
perlakuan baik terhadap istri, bukanlah tidak mengganggunya, tetapi bersabar dalam
46
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 427
gangguankesalahan serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf, saat ia menumpahkan emosi dan kemarahan” Keberhasilan pernikahan tidak tercapai kecuali
jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak, antara lain adalah bahwa suami bagaikan pemerintahpengembala dan dalam
kedudukannya seperti itu, dia berkewajiban untuk memperhatikan hak dan kepentingan rakyatnya istrinya. Istri pun berkewajiban untuk mendengar dan
mengikutinya.
47
47
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 429
BAB III WANITA PEKERJA DAN IMPLIKASINYA DALAM HUKUM