pakar-pakar al-Qur’an hingga kini masih diingatnya. Dari masa-masa itu pula benih- benih kecintaan dan minat terhadap studi al-Qur’an mulai mengakar dalam jiwanya.
15
Dari kecintaannya terhadap studi al-Qur’an tersebut akhirnya Quraish Shihab berinisiatif melanjutkan studinya pada jurusan tafsir di Universitas Al-Azhar
Mesir, seperti yang telah dituturkannya : “Ketika belajat di Universitas Al-Azhar saya bersedia mengulang satu tahun
untuk mendapatkan kesempatan melanjutkan studi saya di jurusan tafsir, walaupun jurusan lainnya pada fakultas lain membukan pintu lebar-lebar untuk saya.”
16
B. Karier Intelektual Dan Karya-karya M. Quraish Shihab Karir Intelektual Quraish Shihab
Seperti layaknya anak–anak yang lain pendidikannya dimulai dari pendidikan dasar, begitu juga dengan Quraish Shihab, melalui pendidikan dasarnya di
Sekolah Dasar Negeri SDN di tempat kelahirannya yaitu di Ujung Pandang, sambil belajar ilmu keagamaan mengaji kepada ayahnya Abdurrahman Shihab sampai
tepat pada tahun 1956. Dan semenjak tahun tersebut beliau melanjutkan pendidikan menengahnya di kota Malang Jawa Tengah, serta mengikuti pengajian di pondok
Pesantren Darul Hadist Al-Fiqhiyyah Malang sejak tahun 1956-1958.
17
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di tanah air kemudian pada tahun 1958 tepatnya pada saat beliau mencapai usia 14 tahun, Quraish
Shihab berangkat ke Kairo Mesir, untuk melanjutkan studinya. Keberangkatannya itu
15
Ibid.,
16
Ibid., h. 14
17
http:media.isnet.orgislamQuraishQuraish
terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintah daerah Sulawesi yang pada masa itu belum dibagi menjadi Sulawesi Utara dan Selatan. Universitas al-Azhar di Kairo
Mesir, seperti telah kita ketahui, merupakan pusat gerakan pembaharu Islam yang juga disana adalah tempat yang cocok untuk pengkajian studi al-Qur’an. Seperti
diketahui pula sejumlah tokoh kenamaan pada Universitas tersebut dalam bidang studi al-Qur’an atau ketafsiran diantaranya adalah Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridho. Hingga tidak heran apabila banyak peminat studi keislaman tertarik untuk ikut serta mengenyam pendidikannya dilembaga tersebut. Begitupun dengan figur Quraish
Shihab yang memang mempunyai latar pendidikan yang kuat dalam bidang studi al- Qur’an, sangatlah relevan jika beliau ikut mengenyam pendidikan pada universitsas
al-Azhar tersebut karena hal ini merupakan kelanjutan dari pendidikan dan minatnya pada studi al-Qur’an. Kesungguh-sungguhan Muhammad Quraish Shihab pada studi
al-Qur’annya itu dibuktikan dengan kesediannya untuk mengulang satu tahun karena tidak di izinkan masuk fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadist di Universitas al-
Azhar, dikarenakan nilai Bahasa Arab yang dicapai ditingkat menengah kurang memenuhi syarat. Yang padahal jurusan lain di lingkungan Universitas al-Azhar pada
masa itu mau menerima Quraish Shihab. Bahkan beliau diterima di Universitas Kairo dan Daarul Ulum. Pada akhirnya Quraish Shihab menyadari bidang tersebut
merupakan minatnya, juga akhir-akhir ini dirasakan umat Islam pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya dirasakan besar kebutuhannya akan al-Qur’an,
serta penafsiran dan pemikiran-pemikiran tentang studi al-Quran itu sendiri.
18
18
Jurnal Kebudayaan Dan Peradapan, Ulumul Qur’an, Jakarta: PT Sumber Bahagia,
Seperti layaknya mahasiswa penerima beasiswa yang lain, Quraish Shihab berlaku hidup sederhana ketika sedang menjalani studinya di al-Azhar.
Sebagaimana yang dituturkannya: “inilah yang mengantarkan saya untuk tidak merokok hingga sekarang.” Dalam rutinitas kampus Quraish Shihab tidak banyak
melibatkan diri dalam aktivitas kemahasiswaan, walaupun demikian Quraish Shihab sangat aktif memperluas pergaulannya terutama dengan sejumlah mahasiswa yang
berasal dari negara-negara lain. Karena dengan demikian ada manfaat yang dapat di ambil oleh Quraish Shihab dan juga dapat memperluas wawasan, terutama mengenai
kebudayaan-kebudayaan bangsa lain. Dan juga dapat memperluas wawasan dan wacana keilmuwan Quraish Shihab. Sistem pendidikan di Mesir sangat menekankan
pada aspek hapalan, maka jika jawaban ujian tidak persis dengan catatan nilainya akan kurang. Oleh karena itu pula jumlah mahasiswa yang ikut belajar di Mesir setiap
waktu semakin berkurang terutama penurunan itu terlihat pada masa-masa ujian, banyak orang yang belajar sambil berjalan-jalan. Ini adalah suatu penomena yang
tidak akan ditemui dilembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, sebab selain harus menguasai dan memahami teks yang sedang dipelajari, mereka harus menghapalnya,
hal yang sama juga saya lakukan ketika saya belajar di Mesir.
19
Sementara rutuinitas Quraish Shihab dalam belajar menghafal teks adalah dilakukan setelah usai shalat shubuh yang selanjutnya sambil berjalan-jalan beliau
menghafal teks tersebut. Quraish Shihab tampaknya sangat mengagumi kuatnya
1993, h. 10
19
Ibid., h.11
hafalan orang-orang, terutama dosen-dosen di Universitas Al-Azhar. Bahkan menurut Quraish Shihab sistem belajar cara menghafal sangat bernilai positif apalagi jika
dibarengi dengan kemampuan analisis hal ini akan menambah point tersendiri dalam sistem belajar. Masalahnya bagaimana menggabungkan kedua hal ini, katanya.
20
Pada tahun 1967 akhirnya Quraish Shihab mampu menyelesaikan studinya dengan meraih gelar Lc, S-1 pada Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir Hadist
Universitas Al-Azhar. Quraish Shihab merasa belum puas dengan ilmu yang dimiliknya di S-1 dengan gelar Lc. Oleh karenanya beliau langsung melanjutkan
studinya melalui program pasca sarjana di Universitas yang sama.beliau menyelesaikan pasca sarjana dengan tidak ada halangan dan rintangan hingga beliau
dapat menyelesaikannya dalam waktu kurang lebih dua tahun.beliau kini mendapatkan gelar Master of Arts MA tepatnya pada tahun 1969 dengan tesis yang
berjudul al-I’jaz al-Tasyri’I Li al-Qur’an al-Karim. Setelah menyelesaikan program master pada tahun 1969, beliau kembali ke Indonesia pasa tahun 1970.Beliau aktif
mengajar di IAIN Ujung Pandang, selain itu juga beliau dipercaya untuk menjabat wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN yang sama.Selain itu
beliau diserahi jabatan–jabatan lain seperti: Koodinator Perguruan Tinggi Swasta pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia bagian Timur, dalam bidang pembinaan
mental. Sebagai seorang cendikiawan, Quraish Shihab juga aktif melakukan
20
http:media.isnet.orgislamQuraishQuraish.
penelitian, terutama yang menyangkut masalah-masalah keagamaan. Meskipun telah diduduki sejumlah jabatan di tanah air, Quraish Shihab kembali ke kairo untuk
melanjutkan pendidikannya untuk mencapai gelar Doktor pada tahun 1980 di Universitas Al-Azhar Kairo.Hingga tepat pada tahun 1982 beliau berhasil meraih
gelar doctor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an, dengan mendapatkan penghargaan tingkat I Mumtaz Ma’a Martabat Al-Asyaraf Al-Ula dengan yudicium Summa
Cumlaude, dengan disertasi doktornya yang berjudul Al-Durrar Li Al-Biqaiy: Tahqiq Wa Dirrasah.
21
Hal ini dengan sendirinya menobatkan ia menjadi orang pertama di Asia Tenggara yang mendapatkan gelar Doktor dalam bidang ilmu al-Qur’an dalam
bidang tafsir dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Setelah meraih gelar doktornya pada tahun 1982 beliau kembali ke Indonesia. Sekembalinya dari Mesir, sejak 1984
sampai sekarang, beliau mengajar di fakultas Ushuludin dan pasca sarjana di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sekarang bernama UIN Jakarta.sama halnya pada
kepulangan yang pertama, pada kepulangannya kali ini beliau dipercayakan untuk menduduki sejumlah jabatan, seperti: Ketua Majelis Ulama Indonesia MUI Pusat,
Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, Asisten Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ICMI selanjutnya sejak tahun 1992-1998 Quraish
Shihab mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan Rektor di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta jabatan Rektor IAIN yang memproklamirkan diri sebagai
“Kampus Pembaharu” ini, jelas merupakan posisi strategis untuk merealisasikan
21
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h. 6
gagasan-gagasanya. Disamping itu juga,pada tahun 1997 beliau mendapatkan jabatan sebagai anggota DPR RI dari fraksi FKP pada tahun 1997-2003. Dalam Pemerintahan
Quraish Shihab juga tercatatat juga pernah menduduki jabatan sebagai Menteri Agama RI dan menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Mesir.
22
Pengabdian utamanya sekarang adalah dosen, guru besar Pasca Sarjana UIN Jakarta, dan direktur Pusat
Penelitian Studi Al-Qur’an PSQ Jakarta, sosoknya juga sering tampil diberbagai media memberikan siraman rohani dan intelektual.
Karya-Karya M.Quraish Shihab
Meskipun Quraish Shihab mempunyai banyak kesibukan atas jabatan yang beliau emban, tetapi ia tidak meninggalkan kegiatan dalam dunia ilmiahnya baik
di dalam maupun diluar negeri. Dan yang tidak kalah pentingnya Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis menulis. Tercatat dalam beberapa surat kabar beliau
mengisi rubrik khusus dan beberapa majalah. Di surat kabar Pelita, pada setiap hari Rabu dia menulis dalam kolom rubrik Pelita hati, beliau juga mengasuh rubrik tafsir
pada majalah yang terbit dua mingguan, Amanah yang kemudian dikenal dengan tafsir Al-Amanah
di Jakarta. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai anggota dewan redaksi pada majalah Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama.
Selain kontribusi dalam berbagai suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah hingga kini telah banyak buku-buku yang telah di tulisnya. Dari buku-bukunya itu
Howard. M. Federspiel, seorang professor dari institut studi Islam Universitas Mc
22
http:ichwanzt.blogspot.com200806biografi-quraish-shihab.html
Gill di Kanada, melakukan penelitian tentang kajian-kajian al-Qur’an di Indonesia, ia berpendapat bahwa, Quraish Shihab dengan karya-karyanya telah meletakan standar
baru bagi studi-studi al-Qur’an yang digunakan oleh penduduk muslim awam.
23
Walaupun karya-karyanya mulai ditulis dalam bentuk buku setelah beliau meraih gelar doktor, namun terdapat banyak karya yang telah ia tulis seperti tesis dan
disertasinya karena dari situlah ia memulai analisis-analisis terhadap studi-studi al- Qur’an. Oleh karenanya di bawah ini akan dibahas tentang karya-karya Quraish
Shihab. a. Al-I’jaz At-Tasyri’Li Al-Qur’an Al-Karim
Karya ilmiah ini merupakan tesis yang ditulis oleh Muhammad Quraish Shihab untuk meraih gelar MA. Di Universitas Al-Azhar Kairo, pilihan untuk
memilih tesis mengenai mukjizat ini bukan sesuatu yang kebetulan. Tetapi memang didasarkan kepada hasil penelitian Quraish Shihab terhadap masyarakat muslim yang
diamatinya. Menurut beliau gagasan tentang kemukjizatan al-Qur’an dikalangan masyarakat muslim telah berkembang sedemikian rupa hingga sudah tidak jelas lagi,
mana yang mukjizat dan mana yang hanya merupakan keistimewaan. Mukjizat dan keistimewaan al-Qur’an, menurut Quraish Shihab, merupakan dua hal yang berbeda.
Akan tetapi, keduanya masih sering dicampur adukan bahkan oleh kalangan ahli tafsir sekalipun.
24
Cet. 1, h. 295
23
Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indonesia, Bandung: Mizan, 1996,
24
Jurnal dan kebudayaan Ulumul Qur’an, 1993 h. 12
Dengan tesisnya tersebut Quraish Shihab menganalisa buku-buku yang berbicara tentang kemukjizatan al-Qur’an. Hasilnya ia menjumpai kenyataan dan
sampai pada suatu kesimpulan, bahwa terlalu banyak isi al-Qur’an yang dianggap sebagai mukjizat oleh kaum muslimin, yang sebenarnya tidak bisa dikategorikan
sebagai mukjizat. Sebab, apa yang dianggap sebagai mukjizat itu sebenarnya lahir dari subjektifitas kaum muslimin dan mufasir semata.hal inilah yang ingin diluruskan
oleh Quraish Shihab. Quraish Shihab menunjuk sejumlah contoh, pertama, dalam karangan Manjahjul’Irfan, karangan seorang ulama besar Mesir, Imam Al-Jarqoni,
dikatakan bahwa al-Qur’an itu mukjizat dari sisi pemenuhan kebutuhan umat manusia. Pernyataan Al-Jarqoni ini merupakan hasil subjektifitasnya sebagai seorang
muslim. Sebab, pernyataan seperti ini pasti akan ditolak oleh kalangan non-muslim. Kedua, dalam beberapa kitab tafsir dikatakan bahwa Al-Qur’an itu mukjizat, karena
mampuh menyentuh hati pembacanya. Pernyataan ini juga patut dipersoalkan, karena banyak pembaca al-Qur’an bahkan dari kaum muslimin sendiri, ternyata tidak
tersentuh hatinya. Selanjutnya ditemukanlah pernyataan bahwa al-Qur’an itu mukjizat dari segi bahasa.hal ini dapat dimengerti karena memang al-Qur’an memiliki nilai
sastra yang tinggi, tetapi ini hanya berlaku bagi bangsa Arab yang memang memahaminya, sedangkan bagi bangsa yang tidak memahami bahasa Arab, seperti
bangsa Indonesia, jelas tidak akan dapat menyelami kandungan sastra al-Qur’an Ketiga, sementara ini masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang beranggapan
bahwa, karena al-Qur’an itu mukjizat ia mampu melakukan segala sesuatu di luar hukum kausalitas seperti dijadikan azimat, dipakai mengusir anjing dan lain
sebagainya. Sebagai seorang muslim pernyataan-pernyataan seperti itu memang tidak bisa di pungkiri tetapi harus segera dikatakan bahwa hal-hal semacam itu bukanlah
mukjizat, melainkan merupakan keistimewaan al-Qur’an. Hal itu didasarkan kepada pengertian mukjizat itu sendiri. Menurut Quraish Shihab, mukjizat itu tidak ditujukan
pada masa sekarang ini apakah mampu membungkam lawan dan atau mampu membuatnya percaya?ujarnya.
25
Mukjizat al-Qur’an yang sekarang menurut Quraish Shihab ialah jika para pakar al-Qur’an mampu menggali al-Qur’an petunjuk yang dapat menjadi jalan
alternatif guna memecahkan problem masyarakat, hal ini sebenarnya sekaligus merupakan tantangan bagi kaum muslimin, terutama tertuju kepada kalangan
cendikiawan. Jadi mereka harus mampu merespon problematika masyarakat modern sekaligus memberikan solusinya berdasarkan petunjuk-petunjuk al-Qur’an. Dan
disinilah juga penting ilmu-ilmu al-Qur’an itu. Dengan demikian mukjizat al-Qur’an akan mampu membungkam lawan dan membuat mereka percaya. Dari pendapatnya
ini dapat disimpulkan bahwa bagi Quraish Shihab konsep mukjizat merupakan sesuatu yang berkembang. Sesuatu yang dulu merupakan mukjizat, sekarang dalam
waktu dan konteks yang berbeda hanya akan menjadi keistimewaan al-Qur’an. Quraish Shihab menunjuk bahasa al-Qur’an sebagai salah satu contohnya. Gagasan
semacam ini menurut Quraish Shihab, sejalan dengan klaim Universalitas al-Qur’an. Demikian sekelumit persoalan yang diangkat oleh Quraish Shihab dalam tesisnya.
Kemudian pembahasan lebih rinci dalam mukjizat ini diuraikan dalam sebuah buku
25
Ibid.,
yang ditulisnya di Indonesia sekitar tahun 1995 dengan judul “Mukjizat al-Qur’an ditinjau dari Aspek Kebahasaan,Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib.”
b.Al-Durrar al-Biqa’I, Tahqiq Wa dirasah Judul ini merupakan disertasi Quraish Shihab ketika meraih gelar doktoral
di Universitas Al-Azhar Kairo. Dalam disertasinya tersebut Quraish Shihab mencoba mengkaji korelasi Munasabah ayat-ayat dan surat-surat Al- Ayat Wa Al Suwar
karangan seorang mufassir kenamaan yang tergolong kontroversial, yaitu Ibrahim bin Umar Al-Biqa’i. Beliau tertarik dengan tokoh itu karena ia mampir terbunuh karena
kitab tafsirnya tersebut. Selain itu al-Biqa’I juga dinilai oleh banyak pakar sebagai ahli tafsir yang berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah
perurutan, atau korelasi antara ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an. Sementara ahli menilai bahwa kitab tafsir tersebut merupakan ensiklopedi dalam bidang keserasian
ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an. Quraish Shihab menjelaskan, ulama-ulama terdahulu pada umumnya
menempuh satu dari tiga cara dalam menjelaskan hubungan antara ayat. Ketiga cara tersebut yaitu: Pertama, mengelompokan sekian banyak ayat dalam satu kelompok
tema-tema, kemudian menjelaskan korelasi dengan kelompok ayat-ayat berikutnya misalnya, tafsir Al-Manar dan tafsir Al-Maraghi. Kedua, menemukan tema inti dari
suatu surat kemudian mengembalikan uraian kelompok ayat-ayat kepada tema sentral tersebut. Sebagai contoh Quraish Shihab menunjuk tafsir Muhammad Saltut. Ketiga,
menghubungkan ayat dengan ayat sebelumnya dengan menjelaskan keserasiannya.
Dalam hal ini al-Biqa’I menempuh pola cara yang Ketiga, tetapi beliau mengungkapkan dengan cara yang sangat menarik serta dengan jangkauan
pembahasan yang sangat menarik pula. Ia tidak sekedar menggabungkan ayat dengan ayat tetapi menjelaskan pula hubungan kata demi kata dalam suatu ayat. Misalnya
kata Ar-Rahim mengikuti kata Ar-Rahman, dan mengapa kata ini datang sesudah lafadz Allah dan Basmallah. Dalam penelitiannya, Quraish Shihab menemukan
paling sedikit tujuh macam keserasian yang diungkapkan Al-Biqa’I, yaitu: 1 Keserasian antara kata demi kata dalam suatu ayat 2 Keserasian antara kandungan
satu ayat dengan pashihat penutup ayat tersebut 3 Keserasian antara ayat dengan ayat sebelumnya 4 Keserasian antara awalan uraian awal surat dengan akhir
uraiannya 5 Keserasian antara akhir dari uraian suatu surat dengan nama surat tersebut 7 Keserasian anatara tema sentral setiap surat dengan nama surat tersebut
7 Kserasian surat dengan surat sebelumnya.
26
Berdasarkan penemuan itu, Quraish Shihab mengomentari al-Biqa’I sebagai pakar tafsir yang telah berhasil melakukan sebuah pekerjaan besar yang
belum pernah dilakukan oleh ulama sebelumnya, bahkan oleh ulama-ulama sesusadahnya. Quraish Shihab berpendapat, masalah korelasi antara ayat-ayat al-
Qur’an ini layak mendapat perhatian serius setidaknya dilatarbelakangi oleh dua hal: pertama, tentang al-Qur’an yang sering terdengar sumbang seperti dikemukakan
orientalis adalah sistematika perurutan ayat-ayat dan surat-suratnya sangat kacau. Uraian ayat-ayat al-Qur’an, dipandang berpindah dari satu uraian yang lain meskipun
26
Ibid., h. 13
uraian pertama belum selesai. Sedangkan uraian sebelumnya sering tidak mempunyai hubungan dengan uraian terdahulu. Kedua, terjadinya penafsiran al-Qur’an yang
bersifat parsial. Implikasinya dari model penafsiran ini, seperti terlihat dalam sejarah
Islam telah melahirkan pertentangan teologis yang tidak berkesudahan. Sebagai contoh Quraish Shihab menunjuk pertentangan teologis yang terjadi antara golongan
sunni dan Mu’tazillah. Kedua golongan secara diameteral padahal mereka sama-sama mendasarkan diri kepada al-Qur’an bahkan pada satu ayat yang sama. Jadi, melalui
pembahasan korelasi ayat-ayat ini akan didapatkan suatu pemahaman terhadap al- Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh yang saling terkait.
c. Membumikan Al-Qur’an Membumikan al-Qur’an merupakan sebuah judul dari sebuah kumpulan
esai Quraish Shihab. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Mizan dan meraih penghargaan sebagai buku terlaris Best Seller. Judul tersebut merupakan penisbatan
terhadap keinginan Quraish Shihab untuk membumikan al-Qur’an, yang telah terpendam sekian lama. Sebab menurut Quraish Shihab selama ini menunjukan
bahwa al-Qur’an meskipun dibaca dan dipelajari oleh kaum muslimin tetapi tidak bisa diungkiri bahwa umat masih mempunyai jarak terhadap al-Qur’an selain itu
dengan kata membumikan al-Qur’an bisa juga dipahami sebagai suatu usaha menafsirkan al-Qur’an dengan mempersatukan konteksnya
27
27
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h.15
Buku ini ditulis selama kurang lebih dua puluh tahun. Menurut Federspiel ia sangat tepat memberikan latar belakang terhadap pentingnya studi al-Qur’an,
dimana karya-karya yang memperkenalkan al-Qur’an dan pentingnya karya-karya tersebut dikemukakan dan dipaparkan dalam buku ini. Buku ini juga banyak merujuk
pada referensi-referensi berbahasa Arab. Setelah disusun dan ditulis dengan baik. Buku ini digunakan oleh kaum muslim awam guna memberikan ikhtisar-ikhtisar
nilai-nilai agama yang baru. Seperti telah diulas di atas kata membumikan al-Qur’an bisa juga dipahami sebagai usaha menafsirkan al-Qur’an dengan memperhatikan dan
menyatukan, konteksnya. Menurut Quraish Shihab terbentangnya jarak antara al-Qur’an dan umat
dapat ditelusuri dari dua sebab. Pertama, adanya sejumlah syarat yang menurut dia begitu banyak yang ditetapkan oleh para ulama mengenai orang-orang yang
diperbolehkan memahami al-Qur’an. Kedua, timbulnya kesan yang sangat kuat dikalangan umat mengenai kesucian dan keagungan al-Qur’an. Akibatnya muncul
anggapan-anggapan karena al-Qur’an itu firman Allah dan agung maka jika salah dalam memahaminya meskipun sedikit, akan berdosa. Menurut Quraish Shihab ide
yang melahirkan jarak ini memang berasal dari ulama-ulama terdahulu bahkan Muhammmad Abduh pun yang dikenal sebagai salah seorang tokoh pembaharu di
Mesir, pernah
mengatakan:”sebelum menjama
al-Qur’an rasakan
dulu keagungannya.”
Quraish Shihab sangat mendabakan agar al-Qur’an bisa lebih dekat dengan kaum muslimin sebab Allah sendiri ketika berbicara dengan al-Qur’an selalu
menggunakan kata ganti “hadzah” sesuatu yang memberi kesan kedekatan. Karena
terbentangnya jarak ini seakan-akan al-Qur’an itu berada di atas yang tidak terjangkau oleh kaum muslimin. Padahal, al-Qur’an adalah petunjuk yang harus
diikuti oleh seluruh kaum muslimin dalam praktek kehidupannya sehari-hari. Ketika dibandingkan karya-karya Quraish Shihab lainnya, buku ini
menjelaskan sikap-sikap yang lebih kontemporer mengenai pentingnya agama dalam kehidupan kaum muslimin Indonesia. Ia memusatkan pada isu-isu khusus yang
relefan bagi masyarakat modern seperti permasalahan tentang Islam, gizi, kesehatan umum dan penduduk serta lingkungan.
28
d.Wawasan Al-Qur’an Buku ini merupakan sebuah karya penafsiran al-Qur’an yang dibuat oleh
Quraish Shihab, dengan menggunakan metode tematik maudhu’i, yang di dalamnya terkandung berbagai persoalan-persoalan dalam seputar kehidupan umat yang cukup
aktual dewasa ini. Pada awalnya buku ini merupakan hasil kumpulan dari makalah- makalah Quraish Shihab yang disajikan jamaah pengajian kaum executive di masjid
Istiqlal, pengajian yang diadakan sebulan sekali, dirancang oleh para pejabat baik dari kalangan pemerintah maupun swasta, namun walaupun demikian pengajian ini juga
terbuka bagi umum, ini terbukti dengan banyaknya peserta yang hadir dari kalangan umum tidak hanya dari kalangan executive saja.
29
Seperti juga buku-buku sebelumnya, banyak di antara rujukannya mempergunakan sumber-sumber Arab. Suatu rancangan yang baik dan juga mudah
28
Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indonesia, h. 297
29
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung:Mizan, 2003, h. 11
untuk dipahami serta memiliki sistem penulisan yang lebih canggih dari kebanyakan entri lainnya. Seperti buku ini dibuat untuk dipergurnakan oleh kaum muslimin awam
tetapi juga buku ini ditujukan kepada pembaca yang cukup memiliki wawasan. Ia dapat diklasifikasikan sebagai karya yang sangat kuat dan merupakan batu uji
pemahaman yang lebih baik tentang Islam. Di antara hal penting yang perlu dianalisis pada buku ini adalah
penekanan Quraish Shihab tentang konsep tauhid, yang bergerak sepanjang teks dan secara khusus di kerangkakan dalam bab aktivitas manusia. Di sini ia menggunakan
tujuh urusan manusia yang akan tertangani dengan baik jika di lihat dan dipahami melalui prinsip keesaan, keesaan ilmu, keesaan kepercayaan, keesaan rasionalitas,
keesaan personalitas manusia dan keesaan individu dan masyarakat. Dengan melihat semua faktor ini, terkait dengan Tuhan dan kekuasaan-Nya sebagai pencipta,
seseorang memperoleh yang tepat tentang bagaimana mengatasi seluruh rentang kehidupan manusia.
Pada bab terakhir Quraish Shihab mencoba menjernihkan beberapa persoalan khusus yang menarik minat kaum muslimin kontemporer dan menyajikan
bahasan tentang musyawarah antara penguasa dan rakyat, persaudaraan dan kerjasama antara kaum muslimin,beragam cara berjuang di jalan Allah, malam
kekuatan Qadar, dan makna waktu.Dalam membahas jihad, beliau mengakui peran penting membela agama dari komunitas muslim secara fisik, tetapi beliau menggaris
bawahi bahwa perjuangan keras non fisik juga diwajibkan dalam membela agama khususnya dalam dalam mengendalikan nafsu dan keimanannya.dengan demikian
beliau membahas makna yang lazim dari istilah itu, namun juga memberikan wawasan tambahan yang berkaitan langsung dengan kehidupan kontemporer di
Indonesia.
30
e. Mukjizat Al-Qur’an buku ini disusun dari sekian banyak saran rekan Quraish Shihab untuk
membuat sebuah buku yang mudah dicerna menyangkut mukjizat dan keistimewaan al-Qur’an. Saran itu kemudian ditanggapi oleh Quraish Shihab dengan sangat
antusias dikarenakan menurut Quraish Shihab, kaum muslimin sekarang ini hanya mendengarkan keistimewaan al-Qur’an dan tidak mempungsikannya sebagai hudan
atau petunjuk serta pembeda antara yang haq dan yang bathil. Sebagaimana Qurasih Shihab tuturkan dalam sekapur sirih bukunya :
“selama ini banyak diantara kita yang hanya mempungsikan al-Qur’an sebagai mukjizat, padahal al-Qur’an buat kaum muslimin tidak dimaksudkan sebagai
mukjizat namun sebagai hudan atau petunjuk?, bukankah selama ini ada ayat-ayat yang digunakan tidak sesuai dengan pungsinya?, ambilah sebagai contoh ayat:
Tsummu bukmun’Umyun fahum laa Yarji’untuli, bisu dan buta, maka mereka tidak akan kembali Al-Baqarah:18, yang dibaca untuk mengusir anjing dan
menghentikan gonggongannya.”
31
Tampaknya buku ini merupakan pengungkapan kembali ide tentang kemukjizatan al-Qur’an yang dituliskan dalam sebuah tesis untuk meraih gelar MA,
di Universitas Al-Azhar dulu. Dengan motivasi seperti di atas, maka Quraish Shihab menganggap penting penyusunan buku ini untuk kepentingan umat di Indonesia.
Bahasa pertama buku ini membahas sekitar tinjauan mukjizat menurut agama Islam,
30
Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indoensia., h. 299
31
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, h. 8
yaitu sekitar unsur-unsur yang menyertai mukjizat, hal atau peristiwa yang luar biasa, apakah mukjizat dapat terjadi, perlukah bukti untuk suatu mukjizat dan macam-
macam mukjizat, serta tentang makna mukjizat al-Qur’an. Kemudian bahasan selanjutnya adalah masuk kepada bahasan mukjizat al-
Qur’an yang berbicara sekitar susunan kata dalam kalimat al-Qur’an baik dari segi akta dan antonimnya, kata yang menunjukan kepada akibatnya, keseimbangan antara
bilangan kata yang menunjuk kepada akibatnya, keseimbangan antara bilangan kata dengan penyebabnya. Kemudian bahasan selanjutnya dia membahas isyarat-isyarat
ilmiah al-Qur’an yang berbicara ikhwal reproduksi manusia, kejadian alam semesta, pemisahan dua laut, alam, gunung, pohon serta kalender syamsiyah dan qomariyyah.
Dalam hal estetika ia juga berbicara tentang hal-hal gaib yang diuraikan dan diutarakan dalam al-Qur’an. Berita-berita itu seputar berita-berita tentang masa
lampau seperti cerita tentang Ashabul Kahfi, juga berbicara seputar berita gaib tentang masa depan yang ternyata terjadi seperti kemenangan Romawi setelah
kekalahannya, kasus Al-Wahid bin Mughirah dan Kasus Abu Jahal. Dalam babak terakhir ia memaparkan tentang bukti-bukti lain mukjizat al-Qur’an yaitu petunjuk al-
Qur’an sebagai mukjizat serta pengaruh al-Qur’an terhadap jiwa manusia. Dari uraian tersebut diatas maka terlihat bahwa Quraish Shihab ingin
mengemukankan hal-hal baru tentang pandangan masyarakat terhadap kemukjizatan al-Qur’an. Ia meletakan konteks mukjizat dalam arti yang sebenarnya tidak seperti
yang dipahami oleh kaum muslimin pada umumnya, ia meletakan mukjizat yang terkandung dalam al-Qur’an menurut yang di inginkan oleh ajaran Islam.
f. Tafsir Al-Amanah Kuatnya orientasi fiqih yang beragam menurut Quraish Shihab telah
banyak menyebabkan orang hanya menggunakan pendekatan ushul fiqih dalam hal memahami al-Qur’an. Padahal kaidah ushul fiqih hanya berlaku dalam bidang fiqih
belaka bukan untuk bidang yang lain, walaupun mereka membawa pemahaman- pemahaman yang baru tetapi kebanyakan tanpa dibarengi dengan metodelogi yang
jelas bahkan menurut Quraish Shihab mereka juga masih memahami al-Qur’an secara parsial tidak utuh. Sebagai contoh dalam surat al-Baqarah :156 menerangkan bahwa
ada denda sepuluh hari bagi yang mengambil haji tamatu yang tiga hari dilaksanakan dalam masa ibadah haji dan tujuh hari dikerjakan di rumah.
32
Menurut Quraish Shihab ini adalah suatu kepastian. Tapi dalam kasus penyebutan angka juga seperti
ayat menjelaskan bahwa Allah menciptakan “tujuh”langit, kata”pasti” tidak bisa diterapkan. Disinilah para ulama tafsir tidak bersedia menggunakan kaidah ushul
fiqih Tafsir al-Amanah menggunakan metode maudhu’I dikarenakan metode
maudhu’I bisa mendapatkan pemahaman yang lengkap. Metode maudhu’I ini
memang baru muncul sekitar tahun 609-nan tetapi benihnya sudah ada jauh sebelum ulama al-Azhar menegaskan bahwa orang yang pertama menemukan metode ini
adalah Dr.Ahmad Al-Quni ketua Jurusan Tafsir yang mendapat gelar julukan ustadz al-Jail
guru besar generasi karena dia mengajar tiga generasi ulama,namun dalam waktu yang hampir bersamaan Baqir Al-Sadr mencetuskan gagasan yang kurang
32
Jurnal Dan Kebudayaan, Ulumul Qur’an, h. 22
lebih sama,yaitu metode Al-Tafsir Al-Tauhidi tafsir kesatuan alasannya metode ini menghampiri ayat-ayat.
Sementara menurut Abdul Hay Al-Farmawi benih tafsir maudhu’I sudah ada semenjak zaman Nabi Muhammad Saw. Buku susunan al-Farmawi sendiri yaitu
al-Biyah Tafsir Maudhu’I belum diikuti oleh perkembangan yang berarti, baru
belakangan ini metode ini populer dikalangan ahli tafsir dan peminat ilmu-ilmu al- Qur’an. Di sisi lain al-Sathibi juga menerapkan semacam metode ini, tetapi korelasi
munasabah ayat hanya dicari dalam satu surat saja, sebab menurut dia, sebuah surat pasti mempunyai satu tema sentral, di mana ayat mengacu ke sana. Namun sampai
sejauh ini, memang baru berkembang pada tingkat permulaan. Berdasarkan realitas itu dalam tafsir al-Amanah yang secara serial ditulis
dalam majalah Amanah, Quraish Shihab menempuh cara yang tergolong baru.Pertama, selain menggunakan metode maudhu’I juga menggunakan metode
tahlili , dengan berusaha memahami makna kosakata Al-Qur’an sesuai dengan
penggunaannya oleh Al-Qur’an itu sendiri. Dalam tafsir al-Amanah juga menggunakan semacam penggabungan antara kedua metode di atas Mauhu’Idan
Tahlili ditambah dengan metode yang lain. Pada proses awal dalam pencarian makna
kata dipergumakan metode Maudhu’I, sedangkan pada pemecahan masalahnya memanfaatkan metode Tahlili, sedangkan dalam penarikan maknanya juga
diusahakan dengan melihat munasabah dengan yang lain. Cara yang ditempuh oleh Quraish Shihab ini menurut penjelasannya
merupakan suatu yang belum banyak dipergunakan oleh para mufasir, paling tidak
para mufasir di Indonesia, karena secara umum dikalangan para mufasir pun cara ini baru dipakai oleh Bintu Al-Sathi’seorang mufasir berasal dari Mesir.Kedua al-
Amanah ditulis sedapat mungkin sesuai dengan kronologis turunnya ayat.Gagasan Quraish Shihab ini, boleh dikatakan gagasan yang tergolong moderat karena menurut
Quraish Shihab ”kalau kita tidak bisa menerapkan al-Qur’an seperti pesan yang tertulis, maka kita tidak bisa melaksanakan “jiwa”suatu nash dalam hal-hal selain
ibadah.”
33
g. Tafsir al-Qur’an al-karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu
Karya yang satu ini sangat berbeda dengan karya-karya Quraish Shihab yang lainnya seperti Wawasan al-Qur’an atau Lentera Hati, kerana metode antara
yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. karya seperti Wawasan al-Qur’an dibuat oleh Quraish Shihab dalam kerangka metode Maudhu’I sedangkan dalam
karyanya beliau menggunakan metode tahlili. Hal ini mengherankan kita, mengingat Quraish Shihab sangat menekankan penafsiran al-Qur’an dengan cara menggunakan
metode maudhu’I dikarenakan menurutnya metode ini sangat relevan dengan tantangan zaman yang sedang di hadapi. Karya ini seperti tercantum dalam judulnya
adalah menafsirkan saurat-surat pendek berdasarkan urutan turunnya wahyu. Dalam karyanya ini Quraish Shihab amat memprihatikan arti kosa kata atau ungkapan al-
Qur’an dengan merujuk kapada pandangan pakar-pakar bahasa, kemudian
33
Ibid., h.16
memperhatikan bagaimana kosakata atau ungkapan itu digunakan al-Qur’an, lalu memahami arti surat atas dasar penggunaan kata tersebut oleh al-Qur’an.
34
h. Karya-karya lainnya Selain karya-karya di atas banyak karya-karya yang lainnya yang
semuanya berkaitan dan memang membahas sekitar penafsiran al-Qur’an seperti Lentera Hati
1994, Manusia Menurut al-Qur’an, Mahkota Tuntunan Ilahi 1998, dan lain sebagainya. Untuk lentera hati, Howard M. Federspiel mempunyai
pandangan khusus tentangnya, seperti yang dikatakan dalam kutipannya berikut ini : “ lentera Hati
adalah sebuah antologi esay tentang makna dan ungkapan Islam sebagai sistem religius bagi individu mukmin dan bagi komunitas muslim
Indonesia. Terungkap di dalamnya pendekatan sebagaimana yang di ambil dalam kebanyakan leterature inspirasional mutakhir yang ditulis oleh para penulis Indonesia,
yang banyak sekali mengacu kepada tulisan muslim Timur Tengah yang berbahasa Arab. Lentera Hati merupakan buku penting dan bermanfaat bagi kaum muslim
awam dalam meletakkan dasar bagi kepercayaan dan praktek Islam yang benar. Sementera beberapa esay pertamanya membahas al-Qur’an dan seringnya kutipan
dari al-Qur’an dilakukan sepanjang kajian”
C. Kedudukan Wanita sebagai Isteri