Analisa dan Visualisasi Hasil

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Semakin tinggi spesifikasinya, maka semakin cepat prosesnya berlangsung. Tetapi hal ini tidak terlalu mempengaruhi keakuratan hasil yang diperoleh. Proses penambatan molekul dengan Autodock Vina dapat meningkatkan akurasi dari prediksi mode ikatan bila dibandingkan dengan Autodock 4. Ditambah lagi, vina dapat mengambil keuntungan dari multiple CPU atau CPU core dalam sistem komputer untuk memperpendek waktu running secara signifikan Trott Olson, 2010. Untuk input dan output-nya, vina menggunakan format file struktur molekul yang sama dengan Autodock yaitu pdbqt. File pdbqt tersebut dapat diperoleh dan dilihat menggunakan MGLTools Autodocktools. File lain seperti parameter Autodock dan Autogrid GPF,DPF dan file grid map tidak dibutuhkan dalam vina, karena vina menghitung grid map-nya sendiri dengan cepat dan otomatis Trott Olson, 2010. Setelah proses docking selesai, maka akan muncul 2 file baru dalam folder vina, yaitu ‘log.txt’ dan ‘out.pdbqt’. ‘log.txt’ berisikan nilai afinitas ikatan dan root mean square deviation RMSD dari hasil docking. Sedangkan ‘out.pdbqt’ merupakan konformasi dari ligan-ligan yang di- docking- kan. Hasil ini dibuka dengan Autodocktools dan Pymol untuk melihat posisi dan orientasi dari ligan pada protein dan juga asam amino – asam amino yang terikat pada ligan.

4.4 Analisa dan Visualisasi Hasil

Analisa hasil penambatan molekul pada penelitian ini meliputi nilai ΔG bind dan Root Mean Square Deviation RMSD, serta interaksi ligan dengan residu protein. Konformasi masing-masing ligan hasil docking diperingkatkan berdasarkan nilai ΔG bind dari yang terkecil sampai yang terbesar. Nilai ΔG bind yang kecil menunjukkan bahwa konformasi yang terbentuk adalah stabil, sedangkan nilai ΔG bind yang besar menunjukkan kurang stabilnya kompleks yang terbentuk. Dari 6 ligan yang ditambatkan pada makromolekul protein, masing- masingnya akan menghasilkan 9 konformasi ligan yang diperingkatkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan nilai ΔG bind terbaik terendah Lampiran 3. Dari ke – 9 konformasi tersebut, maka dipilihlah peringkat teratas yang memiliki nilai ΔG bind dan RMSD terendah. Maka didapatlah hasilnya dari masing-masing ligan seperti pada Tabel 4.2. Dari data hasil docking diperoleh nilai ikatan energi flavonoid dengan rentang -8,1 kkalmol sampai -8,5 kkalmol. Rutin menghasilkan nilai terbaik dari flavonoid lainnya. Namun bila dibandingkan dengan rosiglitazon, nilai ikatan energi flavonoid masih lebih kecil, tetapi mendekati rosiglitazon. Ini menunjukkan bahwa senyawa flavonoid memiliki potensi sebagai antidiabetik. RMSD merupakan nilai yang digunakan untuk menentukan apakah prediksi modus ikatan tersebut berhasil dan penting untuk validasi program docking. Nilai RMSD dikatakan baik jika 2 Å. Dengan penyimpangan yang semakin besar, semakin besar kesalahan pada prediksi interaksi ligan dengan protein Brooijmans, 2009. RMSD merupakan nilai penyimpangan antara satu konformasi ligan dengan pembandingnya. Nilai RMSD yang diperoleh dari penambatan masing-masing ligan pada konformasi terbaik adalah 0. Hal ini dikarenakan vina membandingkan nilai masing-masing konformasi dengan nilai konformasi terbaiknya. Sehingga konformasi pertama pada masing-masing ligan membandingkan nilai konformasi dengan dirinya sendiri sebagai konformasi terbaik. Selain melihat nilai ΔG bind , dilihat juga interaksi yang terjadi antara ligan dengan residu – residu makromolekul protein. Identifikasi interaksi ini menggunakan program Autodocktools untuk melihat interaksi ligan dengan residu protein dan Pymol untuk melihat kecocokan bentuk dan volume antara ligan dan makromolekul protein. Visualisasi interaksi ligan dengan residu dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pada Gambar 4.1 bagian kiri mengilustrasikan interaksi yang terjadi antara ligan dengan asam amino – asam amino pada makromolekul protein. Gambar tersebut menunjukkan bahwa rosiglitazon memiliki interaksi dengan 9 residu protein yaitu LEU330, TYR327, ILE326, HIS449, ALA292, ARG288, SER289, CYS285, dan GLN286. Sementara flavonoid berinteraksi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan lebih banyak residu protein kecuali quersetin dan kaempferol yang jumlah interaksi residunya lebih sedikit dari rosiglitazon. Interaksi senyawa – senyawa flavonoid dengan residu dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 N ilai ΔG bind dan Interaksi ligan dengan residu protein autodocktools Ligan ΔG bind kkalmol Jenis Residu Ionik Polar Aromatik Hidrofobik Rosiglitazon -8,9 Arg288, His449, Gln286, Ser289 Tyr327 Cys285, Ala292, Ile326, Leu330 Rutin -8,5 Arg288, Glu291, Glu343, Ser289, Ser342 Phe363 Cys285, Leu330, Leu333, Nikotiflorin -8,4 Arg288, Glu295, Glu343 Ser342 Phe226 Cys285, Ala292, Ile326 Leu330, Leu333 Narkisin flavonol -8,3 Arg280, Arg288 Ser289, Ser342 Tyr327, Phe363 Cys285, Ile326, Leu330, Leu333, Val339, Ile341, Met345, Met364 Quersetin -8,1 Arg288 - - Ile326, Leu333, Ile341 Kaempferol -8,1 Arg288 - - Cys285, Ala292, Ile326, Met329, Leu330, Leu333 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keterangan : visualisasi interaksi ligan dengan residu kiri dan kesesuaian bentukComplementarity shape ligan dengan situs tambat kanan a Rosiglitazon b Rutin a b UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keterangan : visualisasi interaksi ligan dengan residu kiri dan kesesuaian bentukComplementarity shape ligan dengan situs tambat kanan. c Nicotiflorin d Narcissin Flavonol c d UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keterangan : visualisasi interaksi ligan dengan residu kiri dan kesesuaian bentukshape Complementarity ligan dengan situs tambat kanan e Quercetin f Kaempferol Gambar 4.1 Visualisasi interaksi ligan dengan residu Sumber : Olahan penulis dengan Autodocktools kiri dan Pymolkanan e f UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Tabel 4.2 menunjukkan residu – residu protein yang berinteraksi dengan ligan. Pada tabel tersebut, residu protein dikelompokkan ke dalam 5 jenis berdasarkan struktur asam aminonya, yaitu ionik, polar, aromatik, dan hidrofobik. Residu ionik memberikan kontribusi terbesar dalam penentuan nilai ΔG bind , kemudian residu polar, aromatik, hidrofobik, secara berurutan Schneider, Baringhaus, Kubinyi, 2008. Interaksi ionik merupakan interaksi intermolekular yang memiliki ikatan yang lebih kuat dari ikatan hidrogen polar. Dan ikatan hidrogen lebih kuat dari interaksi van der waals aromatik dan hidrofobik Patrick, 2001. Dari interaksi terhadap residu tersebut dapat dihubungkan dengan nilai ΔG bind yang diperoleh. Pada rutin dan nikotiflorin yang berinteraksi dengan 3 residu ionik memiliki nilai ΔG bind terbaik dari flavonoid yang lainnya, yaitu -8,5 dan -8,4 kkalmol. Sementara 3 flavonoid lainnya, narkisin flavonol yang berinteraksi dengan 2 residu ionik, serta quersetin dan kaempferol yang berinteraksi dengan 1 residu ionik. Begitupun dengan jenis residu lainnya, mempengaruhi nilai ΔG bind yang dihasilkan. Pada Gambar 4.1 bagian kanan memvisualisasikan kecocokan bentuk dan volume antara ligan dengan situs tambatnya pada makromolekul reseptor. Dalam hal ini, permukaan molekul reseptor digambarkan dengan permukaan pelarut dan permukaan molekul ligan dideskripsi sebagai pencocokan permukaannya. Kesesuaian antara dua permukaan sama dengan deskripsi pencocokan bentuk dan volume yang dapat membantu menemukan pose komplementer docking target dan molekul ligan Mukesh Rakesh, 2011. Setiap warna pada gambar, baik itu pada ligan maupun residu protein, mewakili atom - atom tertentu. Warna – warna tersebut dapat diatur sesuai keinginan penggunanya. Pada gambar 4.1 yang diolah dengan Autodocktools dan Pymol, penulis mengaturnya seperti pada Tabel 4.3. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.3 Makna warna pada gambar Autodocktools dan Pymol Nama Atom Warna Autodocktools Pymol Karbon Abu - abu alifatik Hijau Hijau aromatik Hidrogen Putih Putih Nitrogen Biru Biru Oksigen Merah Merah Sulfur Kuning Oranye Dari Gambar 4.1 bagian kanan dapat diperhatikan warna – warna pada ligan dan makromolekul protein yang menunjukkan bahwa mereka cenderung untuk berada berhadapan dengan warna yang sama. Warna merah pada ligan berhadapan berada di daerah warna merah pada makromolekul protein, warna hijau berada pada daerah hijau, biru pada biru, dan seterusnya. Sedangkan ukuran diameter lingkaran masing - masing atom pada ligan merupakan radius van der waals-nya. Interaksi van der waals menggambarkan tolakan atau tarik antara atom yang tidak secara langsung terikat. Interaksi van der waals dapat diartikan sebagai bagian non-polar dari interaksi yang tidak berhubungan dengan energi elektrostatik yang disebabkan muatan atom Jensen, 2007. Masing – masing atom memiliki radius berbeda beda yang dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Radius Van der waals Batsanov, 2001 Atom Radius Å Karbon 1,7 Hidrogen 1,2 Nitrogen 1,5 Oksigen 1,4 Sulfur 1,85 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dari gambar ini dapat dilihat bagaimana ligan berinteraksi dengan situs ikatnya, dan kemudian dapat diteliti apakah ada ruang kosong yang belum terisi oleh ligan. Ketika sudah dapat diidentifikasi ruang kosong tersebut, memungkinkan untuk merancang analog ligan dengan penambahan subtituen atau gugus fungsi yang memungkinkannya untuk mengisi ruang kosong tersebut, sehingga ligan menyocokkan dirinya dengan situs ikat dengan lebih sesuai. Selain itu, dengan mengidentifikasi residu - residu asam amino yang terdapat pada ruang kosong tersebut, dapat ditentukan subtituen apa yang dapat ditambahkan pada ligan agar dihasilkan interaksi yang lebih baik. Contohnya, jika ruang kosong tersebut terdapat asam amino hidrofobik, maka dapat ditambahkan subtituen alkil pada ligan Patrick, 2001. Perancangan molekul obat bertujuan untuk menemukan ligan yang dapat berinteraksi secara efektif terhadap reseptor target. Tetapi belum berarti bahwa senyawa tersebut akan aktif jika diberikan secara oral. Dalam perjalanannya menuju target, obat akan mengalami beberapa peristiwa yang disebut farmakokinetik, yang meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi ADME. Perlu dipertimbangkan farmakokinetiknya dalam perancangan obat baru. Karena pada dasarnya interaksi obat dengan reseptor tidak akan terjadi jika obat tidak mencapai targetnya. Maka dari itu, untuk mer ancang obat yang aktif secara oral harus memenuhi ‘Lipinski’s Rule of Five ’ yaitu :  Berat molekul kurang dari 500,  Memiliki tidak lebih dari 5 gugus hidrogen donor,  Memiliki tidak lebih dari 10 gugus hidrogen akseptor,  Nilai logP tidak lebih dari 5 Patrick, 2001. Berdasarkan aturan tersebut, maka lima senyawa flavonoid dan rosiglitazon yang telah didocking diteliti menggunakan perangkat lunak Marvinsketch untuk mengetahui apakah senyawa-senyawa tersebut memenuhi Rule of Five, sehingga didapatkan hasil seperti pada Tabel 4.5. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa dari lima senyawa flavonoid, hanya quersetin dan kaempferol saja yang memenuhi empat kriteria Rule of Five, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedangkan tiga yang lainnya tidak. Ini berarti bahwa hanya kuersetin dan kaemperol yang mungkin aktif secara klinis bila diberikan secara oral. Tabel 4.5 Lipinski’s Rule of Five dari ligan yang didocking Ligan Berat molekul Log P H-Donor H-Akseptor Rosiglitazon 357.427 2,15 1 5 Rutin 610.5175 -0,87 10 16 Nikotiflorin 594.5181 -0,57 9 15 Narkissin Flavonol 624.5441 -0,72 9 16 Quersetin 302.2357 2,16 5 7 Kaempferol 286.2363 2,46 4 6 Docking digunakan untuk memprediksi ikatan ligan terhadap target proteinnya untuk memprediksi afinitas dan aktivitasnya. Data yang diperoleh dari docking berupa nilai afinitas kompleks reseptor dengan ligan. Nilai afinitas ini belum tentu merepresentasikan aktivitas yang akan terjadi. Sehingga perlu dilakukan validasi lebih lanjut secara eksperimental, baik itu dengan uji in vitro dan in vivo. Meskipun demikian, docking memiliki peran penting sebagai langkah awal dalam pengembangan dan perancangan obat baru, terutama dalam skrining dan pemodelan senyawa bioaktif. Sehingga mengurangi waktu dan biaya dalam penelitiannya. Hal ini juga mendorong peningkatan teknologi untuk mengidentifikasi kecocokan antara senyawa dan target yang memiliki dampak farmakologis. Dengan meningkatnya sumber daya komputasi dan perkembangan ilmu pengetahuan tentang afinitas dan efikasi obat, peran docking akan semakin meningkat dalam pengembangan dan penemuan obat baru secara rasional Brooijmans, 2009. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN