Studi Penambatan Molekul Senyawa-Senyawa Amidasi Etil Para Metoksisinamat Pada Peroxisome Proliferator- Activated Receptor- Gamma (PPARγ)

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

STUDI PENAMBATAN MOLEKUL

SENYAWA-SENYAWA

AMIDASI ETIL PARA METOKISINAMAT

PADA PEROXISOME PROLIFERATOR-ACTIVATED

RECEPTOR-GAMMA (PPAR

γ

)

SKRIPSI

FITRIA APRIANI

1111102000071

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

STUDI PENAMBATAN MOLEKUL

SENYAWA-SENYAWA

AMIDASI ETIL PARA METOKISINAMAT

PADA PEROXISOME PROLIFERATOR-ACTIVATED

RECEPTOR-GAMMA (PPAR

γ

)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

FITRIA APRIANI

1111102000071

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Nama : Fitria Apriani Program Studi : Farmasi

Judul : Studi Penambatan Molekul Senyawa-Senyawa Amidasi

Etil Para Metoksisinamat Pada Peroxisome

Proliferator-Activated Receptor- Gamma (PPARγ)

Ikatan amida pada turunan asam sinamat terbukti menjadikan lebih tahan terhadap hidrolisis dan dapat menurunkan konsentrasi glukosa plasma pada tikus setelah diinduksi dengan streptozosin. Salah satu reseptor yang berperan dalam

pengobatan diabetes adalah Peroxisome Proliferator-Activated Receptor - Gamma

(PPARγ) yang bertanggung jawab terhadap sensitisasi insulin dalam jaringan adiposa. Penelitian ini bertujuan menganalisa interaksi senyawa amidasi etil p-metoksisinamat (EPMS) dengan PPARγ. Metode penelitian dengan penambatan molekul atau secara in silico dipilih karena waktu penelitian yang lebih singkat

dan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan metode in vitro maupun in vivo.

Perangkat lunak yang digunakan yaitu Autodock Vina yang merupakan suatu

program yang dapat menambatkan molekul ligan pada makromolekul reseptor.

Kemudian divisualisasikan menggunakan Autodock Tools, LigPlus dan PyMOL

serta dilakukan analisa Lipinski’s Rule of Five. Rosiglitazon sebagai antidiabetes

yang memiliki aktivitas terhadap PPARγ digunakan sebagai standar. Hasilnya menunjukkan bahwa afinitas senyawa-senyawa amidasi etil p-metoksisinamat semakin baik pada penambahan amina dengan alkil rantai panjang, siklik dan aril dengan rentang energi ikatan antara -6,2 kkal/mol sampai -9,3 kkal/mol. Sedangkan energi ikatan rosiglitazon sebesar -8,9 kkal/mol. Senyawa p-methoxycinnamoyil tryptamine memiliki afinitas terbaik dengan nilai energi ikatan -9,3 kkal/mol, sehingga berpotensi sebagai antidiabetes.


(8)

Name : Fitria Apriani Major : Pharmacy

Title : Molecular Docking Study Of Amidation Ethyl P-Methoxycinnamate Compounds to Peroxisome Proliferator-Activated Receptor-Gamma

(PPARγ)

Amide bond in cinnamic acid derivatives proved to make it more resistant to hydrolysis and can decrease the plasma glucose concentration in rats after induced by streptozosin. One receptor that plays a role in the treatment of diabetes

is Peroxisome Proliferator Activated Receptor-Gamma (PPARγ) which is

responsible for the sensitization of insulin in adipose tissue. This study aims to analyze the interaction of amidation compound ethyl p-methoxycinnamate (EPMS) with PPARγ. Methods of research with a molecular docking or in silico been shorter research time and costs cheaper than the method of in vitro and in vivo. The software used is Autodock Vina which is a program that allows docking of molecular ligand to receptor macromolecules. Then visualized using Autodock Tools, LigPlus and PyMOL, as well as analysis Lipinski's Rule of Five. Rosiglitazone as antidiabetic PPARγ activity to be used as a standard. The result showed that the affinity of the compounds amidation ethyl p-methoxycinnamate getting better on the addition of amines with a long chain alkyl, cyclic and aryl with the bond energy range between -6.2 kcal / mol to -9.3 kcal / mol. Whereas rosiglitazone bond energy of -8.9 kcal / mol. P-methoxycinnamoyil tryptamine compounds having the best affinity with the bond energy value -9.3 kcal / mol, potentially as an antidiabetic.


(9)

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT., atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Studi Penambatan Senyawa-Senyawa Amidasi Etil Para

Metoksisinamat Sebagai Antidiabetes”. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW., dan para sahabat serta pengikutnya.

Dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Drs. Arif Sumantri, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan

2. Bapak Yardi, Ph.D., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

3. Bapak Supandi, M.Si., Apt., dan Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt., sebagai

dosen pembimbing I dan II yang dengan kesabarannya telah memberikan waktu, ilmu, arahan dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan skripsi ini

4. Ibu Dr. Dra. H. Delina Hasan, M.Kes., Apt., selaku penasehat akademik

yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.

5. Ayahanda tercinta Nang Supriadi dan Ibunda Ida Rosidah yang senantiasa

selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan baik moral maupun materi kepada penulis selama ini

6. Kakak Nadzifah Yuliani senantiasa memberikan dukungan dan motivasi

kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan


(10)

8. Teman seperjuangan penulis Eko Wahyudi, Fathiyah atas kebersamaan, motivasi dan bantuan selama penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat Fio Noviany, Brasti Eka Pratiwi, Astri Dwi Zahrina,

Sry Wardiyah, Hurhafiza, Maharani Pratiwi, Rianisa Karunia Dewi, dan Wina Oktaviyani yang tak pernah bosan memberikan dukungan, masukan, dan semangat bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Teman-teman Farmasi Angkatan 2011 atas segala kebersamaanya,

semangat, dan bantuan selama dibangku perkuliahan hingga selesai pengerjaan skripsi ini.

11.Dan kepada semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan

penulisan skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengaharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Juli 2015 Penulis


(11)

(12)

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR ISTILAH ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Hipotesis ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Diabetes Mellitus ... 5

2.2. Antidiabetik Oral Golongan Tiazolidindion ... 6

2.3. Peroxisome Proliferator-Activated Receptor – Gamma (PPAR-γ) ... 7

2.4. Etil Para Metosksisinamat ... 9

2.5. Ester ... 10

2.6. Amida dan Sintesis Amida ... 11

2.7. Protein dan Asam Amino ... 12


(13)

2.8.3. IkatanVan der Waals ... 16

2.8.4. Ikatan Dipol-Dipol ... 16

2.8.5. Ikatan Kovalen ... 16

2.9. Penambatan Molekul (Molecular Docking) ... 17

2.10. Lipinski’s Rule of Five ... 19

2.11. MarvinSketch ... 20

2.12. Protein Data Bank... 20

2.13. PubChem ... 21

2.14. Discovery Studio 3.5 Visualizer... 21

2.15. Autodock ... 22

2.16. Autodock Vina... 22

2.17. Pymol ... 22

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 23

3.2. Alat ... 23

3.2.1 Perangkat Lunak ... 23

3.2.2 Perangkat Keras ... 23

3.3 Bahan ... 23

3.3.2. Struktur Tiga Dimensi PPAR-γ ... 23

3.3.2. Struktur Tiga Dimensi Ligan ... 24

3.4. Prosedur Kerja ... 24

3.4.1. Penyiapan Struktur PPAR-γ ... 24

3.4.2. Penyiapan Struktur Ligan ... 25

3.4. Penambatan Dengan Autodock Vina ... 25

3.4. Analisa Dan Visualisasi Penambatan Molekul ... 25

3.4. Analisa Lipinski’s Rule of Five ... 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Penyiapan Struktur PPAR-γ ... 27

4.2. Penyiapan Struktur Ligan ... 29

3.4. Penambatan Dengan Autodock Vina ... 32

3.4. Analisa Dan Visualisasi Penambatan Molekul ... 33


(14)

5.2. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN ... 56


(15)

Halaman

Tabel 4.1. Daftar ligan yang ditambatkan ... 30

Tabel 4.2. Nilai ΔGbind ligan ... 35

Tabel 4.3. Ikatan ligan dengan residu protein ... 44

Tabel 4.5. Interaksi ligan dengan protein ... 45

Tabel 4.6. Keterangan warna pada gambar Autodock Tools, LigPlus, dan PyMOL ... 47


(16)

Halaman

Gambar 2.1. Struktur obat-obat tiazolidindion ... 6

Gambar 2.2. Struktur dan cara regulasi gen PPAR Gamma ... 8

Gambar 2.3. Struktur umum senyawa etil parametoksisinamat ... 10

Gambar 2.4. Struktur umum senyawa ester ... 10

Gambar 2.5. Reaksi pembuatan amida ... 11

Gambar 2.6. Struktur CAPA dan CAPE ... 12

Gambar 2.7. Struktur caffamide ... 12

Gambar 2.8. Hidrofobik, asam amino alifatik ... 13

Gambar 2.9. Hidrofobik, asam amino aromatik ... 13

Gambar 2.10. Polar, asam amino bermuatan ... 14

Gambar 2.11. Polar, asam amino tidak bermuatan ... 14

Gambar 2.12. Konsep dasar penambatan molekul ... 18

Gambar 4.1. Struktur 2PRG ... 28

Gambar 4.2. Visualisasi interaksi rosiglitazon dengan molekul reseptor (PPARγ) ... 39

Gambar 4.3. Visualisasi interaksi p-methoxycinnamoyl tryptamine dengan molekul reseptor (PPARγ) ... 40


(17)

Halaman Lampiran 1. Alur Penelitian ... 57 Lampiran 2. Prosedur kerja penambatan molekul

dengan Autodock Vina ... 58 Lampiran 3. Data hasil dockingAutodock Vina ... 82 Lampiran 4. Visualisai ligan dan molekul reseptor (PPARγ) ... 87


(18)

AMP : Adenosin Mono Phosphat AMPK : AMP-activated protein kinase ATP : Adenosine Triphosphate CAPA : Caffeic Acid Phenethyl Amide CAPE : Caffeic Acid Phenethyl Ester DM : Diabetes Mellitus

EPMS : Etil parametoksisinamat/ Ethyl para Methoxycinnamate GLUT4 : Reseptor Glukosa Transporter 4

Grid Box : Kotak pencarian tempat ikatan ligan dengan reseptor Kkal/mol : Kilo kalori per mol

KATP : ATP-sensitive potassium

Molar Refractivity : Pengukuran total polarizabilitas satu mol senyawa tergantung temperatur, indeks refraksi, dan tekanan Molecular Docking : Penambatan Molekul

pdb : Protein Data Bank

PPAR-γ : Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma RMSD : Root Mean Square Deviation

TZD : Tiazolidindion

ΔGbind : Energi yang dibutuhkan ligan untuk berinteraksi (ikatan)


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia (kadar gula darah meningkat) karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (ADA, 2014). Keadaan Hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2014).

Data dari WHO pada tahun 2013 menunjukkan bahwa 347 juta

orang di seluruh dunia menderita diabetes. Indonesia merupakan Negara ke-7 dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia. Sekitar ke-7,6 juta penduduk Indonesia menderita diabetes, sementara 12,6 juta orang lainnya dalam kondisi prediabetes. Pada tahun 2030, diperkirakan populasi penderita diabetes di Indonesia mencapai angka 11,8 juta, dengan persentase pertumbuhan 6 % per tahun yang jauh melebihi pertumbuhan penduduk Indonesia secara keseluruhan (Novo Nordisk, 2013).

Pengobatan farmakoterapi untuk diabetes terdiri dari obat antidiabetik oral dan/atau insulin. Obat-obat antidiabetik oral ini terdiri dari beberapa golongan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu sulfonilurea (meningkatkan sekresi insulin), biguanid (mengurangi glukoneogenesis hepatik, meningkatkan sensitifitas insulin), tiazolidindion (meningkatkan

sensitivitas insulin), penghambat α-glukosidase, dan penghambat

glucagon-like peptide-1 (GLP-1). Namun, penggunaan antidiabetes oral terbatas karena efek samping yang merugikan termasuk reaksi hematologikal, kutan dan gastrointestinal, koma, hipoglikemik, gangguan fungsi hati dan ginjal (Alarcon, et al., 2000). Untuk mengatasi permasalahan itu, diperlukan adanya penelitian untuk menemukan senyawa obat baru yang memiliki efek antidiabetes dengan efek samping yang lebih ringan dan efektivitas yang jauh lebih baik.


(20)

Salah satu kondisi yang terjadi pada diabetes mellitus yaitu sensitivitas insulin yang terganggu. Hal ini terjadi pada diabetes mellitus tipe 2. Reseptor yang berperan terhadap sensitisasi insulin ini yaitu PPAR .

Antidiabetes dengan mekanisme kerja berikatan pada Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR ) diantarnyada adalah tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon). Tiazolidindion bekerja pada reseptor tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan perangsangan insulin oleh reseptor glukosa transporter 4 (GLUT4) dan sintesis glikogen yang menyebabkan peningkatan sinyal insulin dan sensitifitas insulin (Coman & Socaciu, 2012).

Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan salah satu senyawa

yang diperoleh dari rimpang kencur (Kaemferia galanga L.), dan telah

dilaporkan memiliki beberapa manfaat diantaranya yaitu sebagai antiinflamasi, antimikroba, antituberkulosis, antikanker, dan antidibaetes.

Chowdhury et al (2014) melaporkan bahwa ekstrak kencur dengan dosis

200 mg/kg BB yang diduga mengandung senyawa etil p-metoksisinamat

dapat menghambat peningkatan kadar glukosa pada tikus setelah diinduksi dengan streptozosin.

Beberapa senyawa turunan asam sinamat yaitu caffeic acid

phenethyl amide (CAPA) yang berasal dari caffeic acid phenethyl ester

(CAPE), serta caffeamide memiliki ikatan amida dengan aktivitas sebagai

antidiabetes. CAPA dapat menurunkan kadar glukosa plasma pada dosis oral 0,5 mg/kg dan caffeamide pada dosis 40 mg/kg untuk tikus. Adanya ikatan amida pada CAPA menjadikan lebih tahan terhadap hidrolisis, menurunkan konsentrasi glukosa plasma dan efek terhadap dilatasi pada tikus normal dan diabetes, selain itu ditemukan lebih stabil dalam plasma dibandingkan CAPE secara in vivo (Yang, 2012). CAPA dilaporkan

memiliki aktivitas menghambat KATP channels dan meningkatkan GLUT4

(glucose trasporter 4), sementara Caffeamide dilaporkan memiliki aktivitas

dalam forforilasi AMPK (AMP-activated protein kinase) dan

mneningkatkan GLUT4 (glucose trasporter 4) di hati dan otot (Kuo, 2014).


(21)

berperan dan GLUT4 berkaitan dengan PPAR dalam sensitisasi insulin. Selain itu telah dilaporkan pula bahwa asam sinamat dan Klorogenat dapat meningkatkan ekspresi PPAR (Prabhakar, 2011). Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas antidiabetes etil p-metoksisisnamat yang dimodifikasi secara amidasi dengan target PPAR . Pada penelitian ini menggunakan senyawa pembanding yaitu Rosiglitazon yang merupakan antidiabetes golongan tiazolidindion yang memiliki aktivitas terhadap PPAR . Selain itu, Rosiglitazon juga memiliki kemiripan struktur karena adanya kemiripan struktur dengan senyawa amidasi etil p-metoksisinamat.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui interaksi antara PPAR

dan senyawa amidasi etil p-metoksisinamat yang dapat ditentukan dengan

metode penambatan molekul (molecular docking) atau secara in silico.

Metode ini dipilih karena membutuhkan waktu penelitian yang lebih singkat

dan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan metode in vitro maupun in

vivo. Sintesis tradisional dari senyawa obat baru mengunakan kombinasi

kimiawi dan screening merupakan proses yang membutuhkan biaya besar

dan waktu yang lama, sedangkan screening database molekul dari senyawa

model dapat dijadikan metode alternatif dalam desain obat baru (Ekins et al.,

2007).

1.2Rumusan Masalah

Apakah senyawa-senyawa amidasi etil p-metoksisinamat memiliki interaksi

yang baik terhadap Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma

(PPAR- ) ?

1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian

Menganalisa interaksi penambatan molekul senyawa-senyawa amidasi etil

p-metoksisinamat pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor


(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Memberikan data perbandingan interaksi senyawa amidasi etil p

-metoksisinamat terhadap Peroxisome Proliferator Activated Receptor

Gamma (PPAR- ) untuk membantu dalam perancangan obat antidiabetes baru.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia (kadar gula darah meningkat) karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (ADA, 2014). Fungsi insulin adalah untuk mengatur kadar normal glukosa darah (Wilcox, 2005). Keadaan Hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2014).

Keadaan ini juga dapat menyebabkan komplikasi kronik mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropatik (Schwinghammer,2009). Kadar glukosa puasa pada pasien diabetes adalah > 126 mg/dl atau postprandial > 200 mg/dl atau glukosa sewaktu > 200 mg/dl (Suherman, 2009).

Menurut American Diabetes Association (ADA,2014), klasifikasi diabetes meliputi empat kelas klinis :

a. Diabetes Mellitus tipe 1

Hasil dari kehancuran sel pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi

insulin yang absolut.

b. Diabetes Mellitus tipe 2

Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin.

c. Diabetes tipe spesifik lain

Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel , gangguan genetik pada

kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).


(24)

d. Gestational Diabetes

Diabetes melitus gestasional (gestational diabetes melitus [GDM]),

adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes (Corwin, 2009).

2.2 Antidiabetik Oral Golongan Tiazolidindion

Tiazolidindion (TZD) adalah golongan obat yang mensensitisasi

insulin yang merupakan agonis untuk reseptor nuklir Peroxisome

Proliferator-Activated Receptor – Gamma (PPAR- ). TZD yang pertama,

troglitazon (Rezulin©), telah disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat

pada tahun 1997, segera diikuti oleh pioglitazon (Actos©) dan rosiglitazon

(Avandia©). Mekanisme yang tepat dimana TZD bertindak belum jelas

digambarkan, namun data menunjukkan bahwa TZD meningkatkan sensitivitas insulin oleh efek langsung dan tidak langsung pada jaringan adiposa dan otot. Troglitazon telah dihapus dari pasar pada tahun 2000 karena hepatotoksisitas, tetapi pioglitazon dan rosiglitazon tetap dipasarkan (DiStefano J.K & Watanabe R. M, 2010).

TZD bekerja dengan mengikat PPAR- , yang terutama terletak

pada sel-sel lemak dan sel-sel pembuluh darah. TZD meningkatkan ekspresi (DiStefano J.K & Watanabe R. M, 2010)


(25)

dari gen yang memetabolisme glukosa, menghasilkan sensitivitas insulin pada otot, hati, dan jaringan lemak secara tidak langsung. TZD menyebabkan preadiposit untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel lemak matang pada penyimpanan lemak subkutan. Sel-sel lemak kecil lebih sensitif terhad ap insulin dan lebih mampu menyimpan asam - asam lemak bebas. Hasilnya adalah fluks asam-asam lemak bebas keluar dari plasma, lemak viseral, dan hati menjadi lemak subkutan, jaringan penyimpanan yang kurang resistensi terhadap insulin. Lemak yang dihasilkan dari otot intraseluler yang berkontribusi terhadap resistensi insulin juga menurun. TZD juga mempengaruhi adipokin, (misalnya, angiotensinogen, jaringan necrosis factor - α, interleukin - 6, penghambat aktifator plasminogen-1), yang secara positif dapat mempengaruhi sensitivitas insulin, fungsi endotel, dan peradangan. Dari catatan khusus, adiponektin berkurang pada obesitas dan / atau diabetes tetapi meningkat dengan terapi TZD, yang meningkatkan fungsi endotel, sensitivitas insulin, dan memiliki efek antiinflamasi yang kuat (DiPiro et al, 2008).

2.3 Peroxisome Proliferator-Activated Receptor Gamma (PPAR-γ)

Peroxisome proliferator – activated receptors (PPARs) termasuk

ke dalam kelompok reseptor inti (nuclear receptor), yang didefinisikan

sebagai faktor transkripsi yang diaktifkan oleh ligan (beberapa asam lemak dan/atau metabolit lipidnya). PPAR memiliki peran dalam mengontrol metabolisme lipid dan lipoprotein, homeostasis glukosa, serta diferensiasi sel. Akhir-akhir ini ditemukan bahwa PPAR juga mengganggu perkembangan proses tumor, mengontrol respon inflamasi, dan penyakit-penyakit terkait (Habor, 2010).

Reseptor inti dari kelompok Peroxisome Proliferator-Activated

Receptors (PPARs) merupakan salah satu yang berperan dalam pengaturan diferensiasi adiposit, pada lipid dan homeostasis glukosa. PPAR berperan dalam proses sensitisasi insulin, dan digunakan sebagai target terapi diabetes mellitus tipe 2. Tiazolidindion bekerja pada reseptor tersebut


(26)

menyebabkan terjadinya peningkatan perangsangan insulin oleh reseptor Glukosa transporter 4 (GLUT4) dan sintesis glikogen yang menyebabkan peningkatan sinyal insulin dan sensitifitas insulin (Coman & Socaciu, 2012). Ada tiga tipe PPAR, yaitu alfa (α), beta ( ), gamma ( ), yang dikodekan pada berbagai jenis gen dan mempunya jaringan distribusi yang berbeda-beda. Diaktifkan oleh ligan yang berkonsolidasi dengan PPARs membentuk heterodimer dengan bantuan reseptor 9-cis RXR asam retinoat dan memperbaiki elemen respon spesifik pada tingkat promotor gen target. Elemen respon ini pada umumnya dibentuk melalui pengulangan langsung heksametrik yang muncul (dikenal sebagai reseptor inti, yang dibedakan oleh nukleotida) (Habor, 2010).

PPARs membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid X (RXR) yang meningkatkan ikatan DNA dan kemudian mengatur transkripsi DNA dengan mengikat urutan nukleotida yang ditentukan (unsur respon proliferator Peroksisom, PPRE) di daerah promotor gen target. Beberapa kofaktor (koaktifator atau korepresor) memediasi kemampuan reseptor inti untuk merangsang atau menekan proses transkripsi. Ketika jenis mutan dari PPAR terikat dengan RXR, korepresor membentuk kompleks yang menempel pada heterodimer tersebut. Kemudian, faktor transkripsi basal (BTF) tidak terikat. Ketika jenis normal PPAR terikat dengan RXR, koaktifator membentuk kompleks yang menempel pada heterodimer tersebut. Setelah itu, BTF tersebut terikat dan banyak fungsi yang dijalankan (Sohn et al, 2010).

Gambar 2.2. Struktur dan cara regulasi gen PPAR Gamma (Savage, 2005)


(27)

Beberapa asam lemak mampu mengikat dan mengaktifasi PPARs. Asam linoleat merupakan salah satu diantara banyaknya aktifator dan dapat mengaktifasi 3 tipe PPARs. Hal ini telah dibuktikan bahwa eikosanoid dan prostaglandin (PG) tertentu dari seri A, D, J merupakan aktivator PPARs (Habor, 2010).

Golongan tiazolidindion (TZD) merupakan ligan bagi PPAR-yang menyebabkan aktifitas transkripsi dapat terstimulasi, sehingga dapat

disimpulkan bahwa PPAR- terlibat dalam mekanisme resistensi insulin.

Hasil riset secara jelas menunjukkan bahwa molekul golongan turunan TZD (troglitazon, pioglitazon, rosiglitazon), mampu memperbaiki resistensi

insulin in vivo secara signifikan. Ada hipotesis yang mengatakan bahwa

aktifasi PPAR- melibatkan diferensiasi adiposit dan penyimpanan asam

lemak dalam jaringan adiposa (mengurangi sirkulan lipid, yang menyebabkan otot lebih sensitif terhadap insulin) (Habor, 2010).

PPAR- yang aktif yang bekerja pada jaringan adiposa dan

makrofag memicu diferensiasi sel lemak dan mengatur penyimpanan asam lemak dan metabolisme glukosa dengan mempengaruhi gen terkait. Oleh

karena itu, PPAR- merupakan target obat utama untuk pengobatan diabetes

mellitus tipe 2. Meskipun beberapa molekul alami seperti eikosanoids dan asam lemak tak jenuh ganda yang mampu mengaktifkan reseptor ini, ligan

buatan memiliki lebih banyak potensi sebagai agonis dari PPAR (Sohn et al,

2010).

2.4 Etil Para Metoksisinamat

Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan salah satu senyawa

yang diperoleh dari rimpang kencur (Kaemferia galanga L.), termasuk

dalam golongan senyawa ester yang mengandung senyawa benzena dan senyawa metoksi yang bersifat non polar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar (Firdausi, 2009). EPMS telah dilaporkan mempunyai anti-tuberkolosis, nematisidal, penolak nyamuk, larvasidal, antineoplastic dan potensi anti microbial (Umar et al, 2014).


(28)

Chowdhury et al (2014) melaporkan bahwa ekstrak kencur dosis 200 mg/kg BB yang diduga mengandung EPMS diberikan pada tikus dapat menghambat peningkatan kadar glukosa setelah diinduksi dengan streptozosin.

Gambar 2.3. Struktur umum senyawa etil parametoksisinamat

2.5 Ester

Ester adalah suatu senyawa organik yang terbentuk melalui pergantian satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus karboksil dengan suatu gugus organik. Kebanyakan ester tersebar luas pada semua senyawa alam. Sebagai contoh, metil butanoat ditemukan pada minyak nanas dan isopentil asetat merupakan senyawa pokok minyak pisang (McMurry, 2008). Penamaan ester terdiri dari dua kata, kata pertama adalah nama gugus alkil yang terikat pada oksigen ester sedangkan kata kedua berasal

dari nama asam karboksilatnya, dengan membuang kata asam (Inggris: -ic

acid menjadi –ate).

IUPAC : Asam propanoat

Trivial : Asam propionat


(29)

O 2.6 Amida dan Sintesis Amida

Suatu amida ialah suatu senyawa yang mempunyai nitrogen trivalent yang terikat pada suatu gugus karbonil. Suatu amida diberi nama

dari asam karboksilat induknya, dengan mengubah imbuhan asam -oat

(atau –at) menjadi –amida.

Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan amonia atau amina yang sesuai. Reaksi pembentukan sebagai berikut:

Gambar 2.5. Reaksi pembuatan amida (Fessenden & Fessenden, 1999)

Senyawa sinamida telah banyak disintesa, dan kemudian dilakukan

uji kanker, yaitu 2-metil sinamida yang diisolasi dari Streptomyces

griseoliteus, menunjukkan efek anti-invasif atau antimetastatik yag

signifikan (Welch, 1993). Hubungan struktur hasil mofidikasi etil

p-metoksisinamat terhadap antiinflamasi menujukkan pergantian gugus fungsi ester menjadi amida dapat meningkatkan aktivitas antiinflamasi (Hardiansyah, 2014). Beberapa senyawa turunan asam sinamat lain yaitu caffeic acid phenethyl amide (CAPA) yang berasal dari caffeic acid phenethyl ester (CAPE), serta caffeamide memiliki ikatan amida yang dengan aktivitas sebagai antidiabetes. Adanya ikatan amida pada CAPA

R’2NH R’2NH R’2NH

RCNR’2 Asil Klorida

Anhidrida asam


(30)

menjadikan lebih tahan terhadap hidrolisis, menurunkan konsentrasi glukosa plasma dan efek terhadap dilatasi pada tikus normal dan diabetes, selain itu ditemukan lebih stabil dalam plasma dibandingkan CAPE secara in vivo (Yang, 2012). Caffeamide dilaporkan memiliki aktivitas dalam

meningkatkan GLUT4 (glucose trasporter 4) di hati dan otot (Kuo, 2014).

Gambar 2.6. Struktur CAPA dan CAPE (Yi-Jin Ho et al, 2013)

Gambar 2.7. Struktur caffeamide (Kuo, 2014)

2.7 Protein dan Asam Amino

Asam amino merupakan suatu susunan protein. Protein dari semua spesies, dari bakteri sampai manusia, terdiri dari kumpulan dari 20 asam amino standar yang sama. Sembilan belas di antaranya adalah asam α-amino

dengan gugus amino primer (-NH3+) dan asam karboksilat (karboksil; -COOH) yang terikat pada atom karbon pusat, yang disebut atom α-karbon

(Cα) karena berdekatan dengan gugus karboksil dan juga terikat pada atom Cα yaitu atom hidrogen dan variabel rantai samping atau gugus 'R'. Nama -nama asam amino sering disingkat menjadi tiga huruf atau satu huruf. Contoh: prolin disingkat Pro atau P (Hames & Hooper, 2005).


(31)

Ada 20 asam amino standar yang hanya berbeda dalam struktur rantai samping atau gugus 'R'. Asam amino tersebut dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil berdasarkan kesamaan dalam sifat-sifat rantai sampingnya.

Gambar 2.8. Hidrofobik, asam amino alifatik (Hammes & Hopper, 2005)


(32)

Gambar 2.10. Polar, asam amino bermuatan (Hammes & Hopper, 2005)

Gambar 2.11. Polar, asam amino tak bermuatan (Hammes & Hopper, 2005)


(33)

Urutan linear asam amino yang bergabung melalui ikatan peptida disebut struktur primer protein. Posisi ikatan kovalen disulfida antara residu sistein juga termasuk dalam struktur primer. Gabungan antara dua struktur primer membentuk struktur protein sekunder. Struktur sekunder protein ini mengacu pada lipatan teratur daerah dari rantai polipeptida. Dua jenis struktur sekunder adalah α-helix dan β-pleated sheet. α-helix berbentuk silinder, rangkaian heliks asam amino seperti batang dalam rantai polipeptida yang ditahan oleh ikatan hidrogen yang sejajar dengan sumbu

helix. Dalam β-pleated sheet, ikatan hidrogen terbentuk antara bagian yang

berdekatan dari polipeptida yang baik berjalan di arah yang sama (β-pleated

sheet paralel) atau dalam arah yang berlawanan (β-pleated sheet antiparalel). - membalikkan arah rantai polipeptida dan seringkali ditemukan terhubung

dengan ujung β-pleated sheet antiparalel (Hames & Hooper, 2005).

Struktur tersier protein mengacu pada susunan tiga dimensi dari semua asam amino dalam rantai polipeptida. Struktur ini aktif secara biologis, konformasi asli ini diikat oleh beberapa ikatan nonkovalen. Jika protein terdiri dari lebih dari satu rantai polipeptida dikatakan memiliki struktur kuaterner. Hal ini mengacu pada tata ruang dari subunit polipeptida dan sifat interaksi di antara mereka (Hames & Hooper, 2005).

2.8 Interaksi Ikatan

Ada beberapa bentuk ikatan yang berperan. Biasanya dalam bentuk interaksi ikatan intermolekular seperti ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan van der waals, dan ikatan dipol-dipol. Beberapa obat juga membentuk ikatan kovalen terhadap targetnya (Patrick, 2001).

2.8.1 Ikatan Ion

Ikatan ion terbentuk antara gugus – gugus yang memiliki muatan yang berlawanan dan sangat penting untuk beberapa interaksi ikatan obat-target. Beberapa pengantar pesan kimia alami tubuh berinteraksi melalui ikatan ion (Patrick, 2001).


(34)

2.8.2 Ikatan Hidrogen

Ikatan ini terlibat dalam interaksi antara dua molekul, yang salah satunya bertindak sebagai donor dan yang lainnya sebagai akseptor. Hidrogen donor mengandung gugus fungsi yang mempunyai proton yang terikat pada atom elektronegatif. Atom elektronegatif memiliki bagian yang lebih besar dari elektron dalam ikatan hidrogen, sehingga membuat hidrogen sedikit bermuatan positif dan elektrofilik. Hidrogen akseptor mengandung elektronegatif atom seperti oksigen atau nitrogen. Ikatan hidrogen lebih lemah dari ikatan ion. (Patrick, 2001).

2.8.3 Interaksi Van Der Waals

Interaksi van der waals adalah interaksi lemah yang muncul

diantara gugus – gugus hidrofobik seperti cincin aromatik dan gugus alkil.

Interaksi ini muncul disebabkan adanya fluktuasi acak dalam densitas elektron sehingga membentuk daerah sementara yang kaya elektron atau sedikit elektron. Daerah kaya elektron pada satu molekul akan menarik daerah yang elektronnya sedikit pada molekul lain. Interaksi ini lebih lemah dari ikatan ion dan ikatan hidrogen dan melibatkan molekul hidrogen netral (Patrick, 2001).

2.8.4 Interaksi Dipol-Dipol

Momen dipol penting dalam orientasi molekul ketika berinteraksi dengan situs ikatan. Obat mempunyai momen dipol yang kemungkinan untuk menyelaraskan dengan momen dipol lokal pada situs ikatan sehingga momen dipol sejajar dan dalam arah yang berlawanan. Momen dipol yang salah berorientasi bisa juga mengakibatkan penurunan aktivitas (Patrick, 2001).


(35)

2.8.5 Ikatan Kovalen

Kebanyakan obat berinteraksi dengan targetnya menggunakan ikatan intermolekular. Namun, beberapa obat membentuk ikatan kovalen terhadap targetnya. Obat-obat yang mengandung gugus alkil halida dapat bertindak sebagai elektrofilik dan bereaksi dengan residu asam amino nukleofilik, seperti serin dan sistein, pada situs ikatan target, yang menyebabkan hubungan ireversibel antara obat dan target. Beberapa penghambat enzim dirancang untuk bekerja sebagai substrat dan untuk menjalani reaksi katalis enzim. Hal ini menyebabkan pembentukan hubungan kovalen antara obat dan enzim (Patrick, 2001).

2.9 Penambatan Molekul (Molecular Docking)

Dalam bidang pemodelan molekul, docking adalah metode untuk

memprediksi orientasi yang lebih diutamakan dari suatu molekul ketika terikat satu sama lain untuk membentuk kompleks yang stabil. Informasi tentang oreintasi ini dapat digunakan untuk memprediksi kekuatan hubungan atau afinitas ikatan antara dua molekul yang digunakan misalnya fungsi penilaian. Hubungan antara molekul biologis yang relevan seperti protein, asam nukleat, karbohidrat, dan lipid memainkan peran sentral dalam transduksi sinyal. Selanjutnya, orientasi relatif dari dua pasangan yang berinteraksi dapat mempengaruhi jenis sinyal yang

dihasilkan. Oleh karena itu docking berguna untuk memprediksi baik

kekuatan dan jenis sinyal yang dihasilkan. Docking sering digunakan

untuk memprediksi orientasi ikatan kandidat obat bermolekul kecil terhadap target proteinnya untuk memprediksi afinitas dan aktivitas

molekul kecil. Maka docking memainkan peran penting dalam desain obat


(36)

Gambar 2.12. Konsep dasar penambatan molekul (Mukesh, 2011)

Fokus Penambatan molekul untuk mensimulasikan secara komputasi proses pengenalan molekul. Tujuan dari Penambatan molekul adalah untuk mencapai konformasi yang optimal untuk kedua protein dan ligan serta orientasi relatif antara protein dan ligan sehingga energi bebas dari sistem secara keseluruhan diminimalkan. Proses komputasi mencari ligan yang cocok baik secara geometris dan energi ke situs pengikatan protein ini disebut penambatan molekul. Penambatan molekul membantu dalam mempelajari obat / ligan atau interaksi reseptor / protein dengan mengidentifikasi situs aktif yang cocok pada protein, mendapatkan geometri terbaik dari ligan - kompleks reseptor, dan menghitung energi interaksi dari ligan yang berbeda untuk merancang ligan yang lebih efektif

(Mukesh, 2011).

Untuk melakukan skrining penambatan, syarat pertama adalah struktur protein yang dikehendaki. Biasanya struktur telah ditentukan dengan menggunakan teknik biofisik seperti kristalografi sinar-x, atau spektroskopi NMR. Struktur protein dan basis data ligan yang potensial ini


(37)

docking tergantung pada dua komponen: pencarian algoritma dan fungsi scoring (Mukesh, 2011).

Fungsi scoring untuk menghitung afinitas kompleks ligan-protein

reseptor yang terbentuk dan untuk mengurutkan peringkat senyawa (Reddy et al, 2007). Identifikasi ini didasarkan pada beberapa teori seperti teori energi bebas Gibbs. Nilai energi bebas Gibbs yang kecil menunjukkan bahwa konformasi yang terbentuk adalah stabil, sedangkan nilai energi bebas Gibbs yang besar menunjukkan tidak stabilnya kompleks yang terbentuk. Sedangkan penggunaan algoritma berperan dalam penentuan

konformasi (docking pose) yang paling stabil dari pembentukan kompleks

(Funkhouser, 2007). Gugus – gugus fungsional ligan akan berinteraksi

dengan residu – residu asam amino protein reseptor sehingga membentuk

ikatan intermolekular. Kekuatan ikatan inilah yang dihitung dan

diperingkatkan (ranking) dengan Scoring function.

Berdasarkan interaksi yang terjadi, terdapat beberapa jenis molecular docking, yaitu:

1. Docking protein / ligan kecil 2. Docking protein / peptida 3. Docking protein / protein

4. Docking protein / nukleotida (Mukesh, 2011).

2.10 Lipinski’s Rule of Five

Lipinski’s Rule of Five juga dikenal sebagai Pfizer's Rule of five atau Rule of five (RO5) adalah aturan praktis untuk mengevaluasi obat atau menentukan apakah senyawa kimia dengan aktivitas farmakologi atau biologi tertentu memiliki sifat yang akan membuatnya menjadi obat yang aktif diberikan secara oral pada manusia. Aturan ini menjelaskan sifat molekul penting bagi farmakokinetik obat dalam tubuh manusia, termasuk penyerapan, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (Lipinski, 2001 &

Lipinski et al, 2004). Maka dari itu, apabila diinginkan dalam merancang


(38)

- Berat molekul kurang dari 500,

- Memiliki tidak lebih dari 5 gugus hidrogen donor,

- Memiliki tidak lebih dari 10 gugus hidrogen akseptor,

- Nilai logP tidak lebih dari 5.

- Molar refractivity sebaiknya diantara 40-130 (Lipinski, 2001 & Lipinski et al, 2004).

2.11 MarvinSketch

MarvinSketch adalah komponen editing query, struktur, dan reaksi

dari Java teknologi perangkat lunak ChemAxon.Pengguna MarvinSketch

dapat dengan cepat digunakan untuk membuat dan mengedit struktur, reaksi atau pertanyaan dan menghitung struktur terkait data (chemaxon.com).

MarvinSketch tersedia sebagai standalone aplication untuk

pengguna akhir, Java Applet untuk aplikasi berbasis web dan JawaBean

untuk pengembang alat kimia. Seperti semua perangkat lunak ChemAxon, MarvinSketch portabel dan dapat dijalankan dalam semua sistem operasi

utama dan termasuk Java dan .NET integration(chemaxon.com).

MarvinSketch memiliki sistem pengerjaan intuitif dan banyak

pilihan pengeditan. Struktur file dari berbagai format file yang didukung dan template memungkinkan pengguna untuk menambahkan struktur sendiri, atau menggunakan perpustakaan template yang disediakan untuk menyederhanakan struktur, reaksi dan permintaan menggambar (chemaxon.com).

2.12 Protein Data Bank

Protein Data Bank (PDB; http://www.rcsb.org/pdb/) adalah sebuah dokumen atau kumpulan data eksperimental struktur tiga dimensi dari makromolekul biologis, yang sekarang berjumlah lebih dari 32.500


(39)

molekul tersebut adalah molekul yang ditemukan di semua organisme termasuk bakteri, ragi, tanaman, lalat, hewan lain, dan manusia. Informasi ini dapat digunakan untuk membantu menyimpulkan peran struktur dalam kesehatan manusia dan penyakit, dan dalam pengembangan obat. Struktur yang terdapat dalam arsip ini mulai dari protein kecil dan potongan-potongan DNA sampai molekul kompleks seperti ribosom (RCSB, 2014).

2.13 PubChem

PubChem (http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov) adalah gudang informasi molekuler untuk umum, sebuah karya ilmiah dari Institut

Kesehatan Nasional Amerika (US National Institutes of Health / NIH).

Basis data PubChem memiliki lebih dari 27 juta catatan struktur kimia khusus dari senyawa yang berasal dari hampir 70 juta senyawa endapan, dan berisi lebih dari 449.000 catatan bioassay dengan lebih dari ribuan

biokimia in vitro dan skrining berbasis sel, dengan menargetkan lebih dari

7000 protein dan gen yang terhubung dengan lebih dari 1,8 juta senyawa (Xie, 2010). Pada situs PubChem ini dapat diunduh struktur kimia dari suatu senyawa secara gratis yang dibutuhkan dalam studi penambatan molekul.

2.14 Discovery Studio 3.5 Visualizer

Discovery Studio Visualizer adalah penampil gratis yang dapat digunakan untuk membuka, mengedit data serta alat untuk melakukan analisis data yang dihasilkan oleh perangkat lunak lain. Perangkat ini dirancang untuk memberikan gambaran yang interaktif untuk melihat dan mengedit struktur molekul, urutan, data refleksi X-ray, script, dan data lainnya. Aplikasi ini dapat digunakan pada Windows dan Linux dan terintegrasi dengan desktop yang menyediakan akses ke fitur sistem

operasi standar seperti sistem berkas, clipboard, dan percetakan (Accelrys


(40)

2.15 Autodock

Autodock merupakan program penambatan molekuler yang efektif yang secara cepat dan akurat dapat memprediksi konformasi dan energi dari suatu ikatan antara ligan dan target makromolekul. Autodock

terdiri dari dua program utama, yaitu Autodock dan Autodock grid.

Autodock untuk melakukan penambatan molekuler ligan dan protein target dengan set grid yang telah terdeskripsi. Pendeskripsian ini dilakukan

sebelumnya dengan Autogrid. Untuk memungkinkan pencarian

konformasi, Autodock membutuhkan ruang pencarian dalam sistem

koordinat dimana posisi ligan dianggap akan terikat (Morris, et al., 2009).

2.16 Autodock Vina

AutoDock Vina adalah salah satu perangkat lunak yang tepat dan dapat diandalkan yang tersedia untuk penemuan obat, penambatan molekul dan skrining virtual yang dirancang dan diterapkan oleh Dr. Oleg Trott. Vina menawarkan fungsi yang beragam, tingkat kinerja tinggi dan meningkatkan akurasi untuk mempermudah penggunaan. Perangkat lunak ini dapat dioperasikan dengan bantuan AutoDockTools (ADT) atau instruksi command line (Sandeep et al, 2011).

2.17 PyMOL

PyMOL merupakan salah satu program visualisasi yang digunakan untuk memahami suatu struktur biologi dan dapat menampilkan gambar tiga dimensi yang berkualitas dan mampu menyajikan tampilan struktur dalam beberapa warna dari suatu molekul kecil maupun makromolekul seperti protein. Visualisasi sangatlah penting untuk lebih memahami dan mendalami struktur suatu molekul. Perangkat lunak ini dikomersilkan oleh DeLano Scientific LLC (DeLano & Bromberg, 2004).


(41)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah bulan April sampai Juni 2015.

3.2 Alat

3.2.1 Perangkat Keras

Notebook Sony VAIO (E series E Series SVE11125CVP) dengan

spesifikasi Processors AMD E2 1800 APU with Radeon™ HD Graphic

@1,7 Ghz ( 2 CPU ), dan RAM (Random Access Memory) 2 gigabyte. Notebook, AC Adapter VGP-AC19V57 dan terkoneksi internet.

3.2.2 Perangkat Lunak

Sistem Operasi Windows 8.1 Enterprise 64 bit, Paket Autodock

Tools yang terdiri dari Python 2.5.2 dan MGLTools 1.5.6 (Scripps Research Institute), Discovery Studio 3.5 Visualizer (Accelrys Enterprise Platform), Autodock Vina, PyMOL (DeLano Scientific LLC.), Protein Data Bank (http://www.rcsb.org/pdb/), Marvin Sketch 5.5.1.0

(http://www.chemaxon.com), Advanced Chemistry Development

(ACD/Labs) dan LigPlus.

3.3 Bahan

3.3.1 Struktur Tiga Dimensi PPAR-γ

Struktur tiga dimensi PPAR- diunduh dari Bank Data Protein


(42)

adalah PPAR- pada manusia yang didapat dari metode kristalografi X-ray dengan resolusi 2,30 Å yang tertambat dengan rosiglitazon. Identitas makromolekul tersebut adalah 2PRG berformat .pdb, data makromolekul diunduh dalam format format text (gz).

3.3.2 Struktur Tiga Dimensi Ligan

Struktur tiga dimensi ligan yang digunakan adalah rosiglitazon

diunduh dari http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov dengan format .sdf dan

senyawa-senyawa modifikasi secara amidasi dari etil p-metoksisinamat

yang dibuat dengan Marvin Sketch 5.5.1.0 (http://www.chemaxon.com) dengan format .pdb.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Penyiapan Struktur Molekul Reseptor (PPAR-γ)

1. Pengunduhan makromolekul

Pengunduhan makromolekul PPAR- dari Bank Data Protein dengan

situs http://www.rcsb.org/pdb/. Identitas molekul tersebut yaitu 2PRG. Data makromolekul diunduh dalam format text (gz).

2. Pemisahan Makromolekul Air dan Ligan

Makromolekul protein dipisahkan dari pelarut dan ligan atau residu non standar. Pemisahan makromolekul dari molekul yang tidak

diperlukan dilakukan dengan menggunakan program Discovery Studio

3.5 Visualizer. Hasil pemisahan tersebut akan digunakan untuk penambatan. Hasil pemisahan disimpan dalam format .pdb.

3. Optimasi Molekul

Optimasi makromolekul dilakukan dengan menggunakan Autodock Tool dan buka makromolekul yang disimpan dalam format .pdb (file read molecule → .pdb). Optimasi tersebut meliputi : penambahan

atom hidrogen dan pengaturan grid box parameter. Pengaturan grid


(43)

(center x, y, z) dan, besarnya ukuran (amstrong) dan simpan (file → close saving current). Hasil ini disimpan dalam format .pdbqt.

3.4.2 Penyiapan Struktur Ligan

1. Pengunduhan dan pembuatan ligan

Ligan yang digunakan adalah rosiglitazon sebagai pembanding dan

ligan uji dibuat dengan Marvin Sketch 5.5.1.0

(http://www.chemaxon.com) dengan format .pdb, dan ligan

Rosiglitazon diunduh dari situs http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov

sebagai pembanding senyawa amidasi dengan format .sdf. Format

ligan rosiglitazon tersebut diubah menjadi .pdb menggunakan Marvin

Sketch 5.5.1.0 (http://www.chemaxon.com).

2. Optimasi Ligan

Struktur ligan yang telah dibuat, kemudian dioptimasi dengan

menggunakan Autodock Tools. Kemudian, buka ligan yang telah dibuat

(ligand → input → open), setelah itu simpan dalam bentuk .pdbqt (ligand → output → save as pdbqt →save.

3.4.3 Penambatan Molekul dengan Autodock Vina

Ligan dan protein yang telah tersimpan dalam format .pdbqt dicopy

ke dalam folder Vina. Kemudian konfigurasi file vina diketik pada

notepad, disimpan dengan nama ‘conf.txt’. Vina dijalankan melalui Command prompt.

3.4.4 Analisa dan Visualisasi Penambatan Molekul 1. Hasil docking

Hasil kalkulasi docking dilihat pada output dalam format notepad.

Hasil docking dilakukan dengan memilih ligan yang memiliki energi


(44)

2. Visualisasi interaksi makromolekul dan ligan dengan menggunakan: a. Ligplus

Makromolekul dan output dalam bentuk .pdbqt dibuka dengan menggunakan wordpad. Kopi isi dalam output.pdbqt dan tambahkan ke dalam makromolekul dan simpan dalam format

.pdbqt. masukan file tersebut (output makromolekul dan ligan)

kemudian dibuka menggunakan ligplus. Visualisi interaksi

makromolekul dan ligan dengan menggunakan LigPlus untuk

melihat interaksi dan ikatan ligan pada asam amino dalam bentuk dua dimensi.

b. Autodock Tools

Hasil docking ligan berupa out.pdbqt dan makromolekul dibuka

menggunakan Autodock Tools, kemudian dilihat interaksi

makromolekul dengan ligan secara tiga dimensi. c. PyMOL

Makromolekul dan output dalam bentuk .pdbqt dibuka secera

bersamaan menggunakan PyMOL. PyMOL digunakan untuk

melihat kecocokan bentuk dan volume antara ligan dan situs tambatnya.

3.4.5 Analisa Lipinski’s Rule of Five

Lipinski’s Rule of Five ditentukan dalam merancang obat yang

aktif secara oral. Kriteria Lipinski’s Rule of Five terdiri dari berat molekul (kurang dari 500), log P (tidak lebih dari 5 gugus hidrogen donor (tidak lebih dari 5 gugus hidrogen donor), jumlah hidrogen donor (tidak lebih dari 5 gugus hidrogen donor), jumlah akseptor donor, berat molekul, dan molar refarctivity (sebaiknya diantara 40-130). Aturan tersebut dilihat

pada ligan dengan menggunakan MarvinSketch dan Advanced Chemistry


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyiapan Struktur Molekul Reseptor (PPAR-γ)

Pada tahap ini, struktur makromolekul yang digunakan diunduh

dari Protein Data Bank dengan situs http://www.rcsb.org/. Identitas protein

yang dipilih adalah 2PRG yang merupakan struktur Peroxisome

Proliferator-Activeted Receptor-Gamma (PPAR- ) pada manusia (Homo sapiens) yang diperoleh dari difraksi sinar-X dengan resolusi 2,3 Å. Struktur ini diunduh dengan memilih tipe file yaitu PDB File (text) dengan format .pdb.

Struktur makromolekul PPAR- yang diperoleh tersebut telah

terikat dengan ligan Rosiglitazon dan molekul air. Bentuk ini merupakan sisa hasil pengkristalan sebelumnya. Ligan dan molekul air dapat mengganggu proses penambatan. Pada dasarnya dengan adanya molekul air

akan memediasi interaksi ligan dengan reseptor, sehingga hasil docking

yang didapat semakin baik. Tetapi proses penambatan akan berlangsung

lebih kompleks karena variabel persamaan-persamaan matematika docking

yang perlu diselesaikan menjadi lebih banyak yang menyebabkan waktu penambatan semakin lama (Cole, Nissink, & Taylor, 2005). Selain itu, ligan yang terikat pada sisi aktif dapat menghalangi ligan lain untuk berikatan, sedangkan adanya molekul air dapat mengganggu ikatan proses penambatan yaitu kemungkinan terikatnya ligan dengan molekul air melalui ikatan hidrogen (Aditya, 2012). Struktur ini kemudian dipisahkan dari residu non standar tersebut dengan cara menghilangkannya dengan menggunakan

perangkat lunak Discovery Studio, sehingga dihasilkan struktur molekul

yang siap melalui tahap selanjutnya. Struktur hasil pemisahan ini disimpan dengan format .pdb.

Tahap optimasi pada Autodock Tools dilakukan untuk


(46)

makromolekul tersebut dapat menyesuaikan dengan lingkungan komputasi

sehingga dapat di-docking. Pengoptimasian yang dilakukan yaitu

penambahan atom hidrogen (protonasi) yang bertujuan untuk menyesuaikan

suasana docking agar mendekati suasana pada pH sitoplasma sel (pH~7)

(Drie, 2005), karena PPAR- termasuk reseptor inti (nuclear receptor)

(Habor, 2010). Penambahan atom hidrogen yang dimaksud adalah memunculkan atom hidrogen yang ada pada struktur sehingga terlihat secara tiga dimensi yang berperan dalam interaksi dengan ligan. Atom hidrogen yang diperhitungkan adalah yang bersifat polar, karena atom ini terlibat dalam ikatan hidrogen (Yanuar, 2012). Atom hidrogen non polar tidak disertakan dalam perhitungan interaksi ligan reseptor pada penambatan molekuler sehingga perlu digabung dengan atom pengikatnya (Yanuar, β01β). Oleh karena itu dipilih pengaturan ‘Merge Non-Polar’. Pada makromolekul juga dilakukan perbaikan muatan dengan menambahankan

muatan gasteiger untuk menyesuaikan dengan lingkungan docking sehingga

dapat dilakukan perhitungan dengan benar (Huey, Morris, & Forli, 2012).

Selain itu diperlukan pengaturan grid box untuk menentukan ruang tambat

ligan yang akan di-docking. Ruang tambat ligan ditentukan dengan merujuk

kepada penelitian terdahulu berdasarkan ligan yang sudah tertambat dengan makromolekul protein pada saat diunduh, yaitu dalam hal ini rosiglitazon.

Pengaturan pada grid box yang digunakan meliputi center_x = 52.734,

center_y = -3.774, center_z = 34.258, size_x = 28, size_y = 28, size_z = 28, dan spacing (angstrom) = 1 (Lampiran 2) (Fikry, 2014). File makromolekul maka disimpan dalam format .pdbqt.

Gambar 4.1. Struktur 2PRG (www.rcsb.org)


(47)

4.2 Penyiapan Struktur Ligan

Ligan Rosiglitazon yang digunakan diunduh dari Pubchem dengan

situs http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov dengan format .sdf dan dipilih

struktur 3D dan diubah menjadi .pdb menggunakan Marvin Sketch 5.5.1.0

(http://www.chemaxon.com), sementara itu ligan uji yaitu ligan etil p

metoksisinamat, caffeamide dan ligan amidasi etil p-metoksisinamat, dibuat

dengan Marvin Sketch 5.5.1.0 (http://www.chemaxon.com) dengan format

.pdb dalam bentuk 3D dengan tipe fine with hydrogenize. Daftar ligan yang

ditambatkan terdapat pada Tabel 4.1.

Ligan yang digunakan untuk penambatan molekul pada PPAR

terdiri dari beberapa bagian. Rosiglitazon digunakan sebagai senyawa

pembanding. Caffeamide merupakan senyawa turunan asam sinamat

dengan ikatan amida yang yang telah dilakukan uji antidiabetes sebelumnya

secara in vivo. Senyawa uji yang digunakan adalah senyawa amidasi etil

p-metoksisinamat dan etil p-p-metoksisinamat. Selain itu, digunakan senyawa

uji berupa modifikasi pada cincin aromatik dari ligan amidasi etil p-metoksisinamat yang memiliki afinitas terbaik.

Pada pengoimasian ligan dilakukan penambahan muatan gasteiger

dengan menggunakan Autodock Tools. Muatan gasteiger ini secara otomatis

akan ditambahkan pada ligan ketika dibuka dengan Autodock Tools. Selain

itu pada ligan juga secara otomatis dilakukan merge non polar sehingga hanya atom hidrogen polar yang muncul. Semua file ligan maka disimpan dalam format .pdbqt.


(48)

Tabel 4.1. Daftar ligan yang ditambatkan

Ligan Nama Ligan

Senyawa pembanding

Rosiglitazon

Senyawa turunan asam sinamat lain

Caffeamide

Senyawa etil p-metoksisinamat dan senyawa amidasi etil p-metoksisinamat Ethyl p-methoxycinnamate

P-methoxycinnamoylamine

P-methoxycinnamoyl methylamine

P-methoxycinnamoyl ethylamine

P-methoxycinnamoyl diaminomethanal


(49)

P-methoxycinnamoyl N-ethanolamine

P-methoxycinnamoyl N,N-ethanolamine

P-methoxycinnamoyl piperidine

P-methoxycinnamoyl cyclohexylamine

P-methoxycinnamoyl phenylamine

P-methoxycinnamoyl dopamine

P-methoxycinnamoyl phenylethylamine

P-methoxycinnamoyl Tryptamine


(50)

Senyawa modifikasi pada cincin aromatik p-methoxycinnamoyl triptamine Cinnamoyl tryptamine

P-hydroxycinnamoyl Tryptamine

4.3 Penambatan Molekul dengan Autodock Vina

Setelah penyiapan protein dan ligan yang akan di-docking selesai,

maka dapat dilakukan penambatan molekul dengan Autodock Vina. Hal

pertama kali dilakukan pada tahap ini adalah menyalin file protein dan ligan

berformat .pdbqt ke dalam folder vina pada Local Disk (C:). Kemudian

dibuat konfigurasi vina yang diketik pada notepad (Lampiran 2) dan

disimpan dengan nama ‘conf.txt’ dalam folder vina. Konfigurasi vina terdiri

dari penulisan nama reseptor dan ligan, output, dan gribox. Penulisn nama

reseptor dan ligan pada notepad harus sama dengan nama file pada folder vina. Output ‘out’ merupakan hasil dari proses docking tersebut dibuat dengan nama ‘out.pdbqt.’ Sedangkan center_x, center_y, center_z, size_x,

size_y, dan size_z adalah grid box parameter yang sudah diatur sebelumnya

pada protein reseptor. Setelah pengaturan file konfigurasi notepad selesai,

maka proses docking dengan vina dapat dijalankan. Vina dijalankan melalui

perintah Command prompt. Dalam Command prompt, masuk ke dalam

Local Disk (C:) dengan perintah ‘cd..’ , dilanjutkan dengan perintah ‘cd vina’ untuk masuk ke dalam folder vina. Kemudiann proses docking dapat dijalankan perintah sebagai berikut:


(51)

Waktu yang digunakan selama proses docking ini dipengaruhi oleh spesifikasi komputer yang digunakan dan juga ligan yang ditambatkan. Tetapi hal ini tidak terlalu mempengaruhi keakuratan hasil yang diperoleh.

Proses penambatan molekul dengan Autodock Vina dapat meningkatkan

akurasi dari prediksi mode ikatan bila dibandingkan dengan Autodock 4.

Selain itu, vina dapat mengambil keuntungan dari multiple CPU atau CPU

core dalam sistem komputer untuk memperpendek waktu running secara signifikan (Trott & Olson, 2010).

Untuk input dan output-nya, vina menggunakan format file struktur

molekul yang sama dengan Autodock yaitu pdbqt. File pdbqt. Setelah proses

docking selesai, maka muncul 2 file baru dalam folder vina, yaitu ‘log.txt’ dan ‘out.pdbqt’. ‘log.txt’ berisikan nilai afinitas ikatan dan root mean square deviation (RMSD) dari hasil docking. Sedangkan ‘out.pdbqt’

merupakan konformasi dari ligan-ligan yang di-docking-kan. Hasil ini

dibuka dengan Autodocktools, LigPlus dan Pymoluntuk melihat posisi dan

orientasi dari ligan pada protein dan juga asam amino-asam amino yang terikat pada ligan serta jarak ikatan ligan dengan asam amino.

4.4 Analisa dan Visualisai Hasil

Hasil penambatan molekul pada penelitian ini meliputi nilai energi

bebas (ΔGbind) dan Root Mean Square Deviation (RMSD), serta interaksi

ligan dengan residu pada makromolekul protein. Konformasi

masing-masing ligan hasil docking diperingkatkan berdasarkan nilai ΔGbind dari

yang terkecil sampai yang terbesar. ΔGbind merupakan energi yang

dibutuhkan ligan untuk berinteraksi (ikatan) dengan reseptor pada binding

site. Semakin kecil harga ΔGbind maka semakin stabil ikatan ligan dengan

reseptor. Setiap ligan yang ditambatkan pada makromolekul protein, maka

menghasilkan konformasi ligan berdasarkan peringkat nilai ΔGbind dari

terendah dengan hasil yang paling baik.

Dasar yang digunakan untuk memberikan penilaian adalah nilai RMSD. Dari ke-9 peringkat konformasi yang dihasilkan, maka dipilihlah


(52)

peringkat teratas yang memiliki nilai ΔGbind dengan RMSD 0, karena merupakan konformasi terbaik dari penambatan masing-masing ligan.

Selain itu, nilai RMSD dikatakan baik jika < 2 Å. Dengan penyimpangan

yang semakin besar, semakin besar kesalahan pada prediksi interaksi ligan dengan protein (Brooijmans, 2009). RMSD merupakan nilai penyimpangan

antara satu konformasi ligan tambat dengan ligan x-ray. RMSD digunakan

untuk menentukan apakah prediksi modus ikatan tersebut berhasil dan penting untuk validasi program docking. Batas atas RMSD (u.b.) menyatakan kecocokan antara suatu atom pada salah satu konformasi dengan dengan atom yang sama pada konformasi lainnya dan batas bawah RMSD (i.b.) menyatakan kecocokan antara suatu atom pada salah satu konformasi dengan atom dari unsur sejenis pada konformasi lainnya (Nauli,

2014). ΔGbind dengan RMSD terendah masing-masing ligan dikumpulkan

dalam Tabel 4.2. Dari data hasil docking diperoleh nilai ΔGbind amidasi etil p-metoksisinamat dengan rentang -6,2 kkal/mol sampai -9,3 kkal/mol.

Sedangkan rosiglitazon sebagai pembanding menunjukkan nilai ΔGbind

-8,9 kkal/mol. P-methoxycinnamoyil tryptamine menghasilkan nilai terbaik

dari senyawa amidasi etil p-metoksisinamat lainnya dan rosiglitazon. Hal ini

menunjukkan bahwa P-methoxycinnamoyil tryptamine dengan ΔGbind -9,3

kkal/mol lebih potensial sebagai antidiabetes dibandingkan Rosiglitazon. Dari hasil senyawa etil p-metoksisinamat sebagai antidiabetes

terhadap PPAR- memiliki ΔGbind sebesar -6,2 kkal/mol. Hal ini berarti

nilai energi ikatan pada PPAR- kurang baik dibandingkan senyawa

pembanding Rosiglitazon dengan ΔGbind sebesar -8,9 kkal/mol, sehingga

modifikasi dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa adanya gugus amida dibandingkan dengan ester, dapat menunjukkan nilai ΔGbind lebih kecil dan lebih baik sebagai

antidabetes pada PPAR- . Sehingga senyawa amidasi etil p-metoksisinamat


(53)

Tabel 4.2. Nilai ΔGbind ligan

Rumus molekul Ligan Nama Ligan ΔGbind

(kkal/mol) Senyawa pembanding

Rosiglitazon -8.9

Senyawa turunan asam sinamat lain

Caffeamide -7,7

Senyawa EPMS dan senyawa amidasi EPMS

Ethyl p-methoxycinnamate -6.2

P-methoxycinnamoylamine -6.2

P-methoxycinnamoyl methylamine

-6.5

P-methoxycinnamoyl ethylamine


(54)

P-methoxycinnamoyl N,N-ethanolamine

-6.6

P-methoxycinnamoyl Ethanolamine

-6.9

P-methoxycinnamoyl diaminomethanal

-7.5

P-methoxycinnamoyl piperidine

-7.7

P-methoxycinnamoyl cyclohexylamine

-8.0

P-methoxycinnamoyl phenylamine

-8.3

P-methoxycinnamoyl phenylethylamine


(55)

P-methoxycinnamoyl dopamine

-8.7

P-methoxycinnamoyl Tryptamine

-9.3

Senyawa modifikasi pada cincin aromatik p-methoxycinnamoyl tryptamine Cinnamoyl tryptamine -9.1

P-hydroxycinnamoyl Tryptamine

-9.2

Dari hasil docking pada ligan amidasi etil p-metoksisinamat menunjukkan bahwa modifikasi struktur yang dilakukan pada gugus etil p-metoksisinamat menjadi turunan amida dapat meningkatkan afinitas ikatan dengan reseptor PPAR sebagai antidiabetes. Ketika gugus ester OC2H5

pada ethyl p-methoxycinnamate digantikan dengan NH2 seperti pada

p-methoxycinnamoylamine, ΔGbind yang dihasilkan adalah sama yaitu . Sementara itu, pada hasil yang lain diperoleh bahwa semakin panjang rantai

alkil pada amina yang ditambahkan, maka semakin kecil nilai ΔGbind yang

berarti ligan semakin stabil ketika ditambatkan dengan PPAR . Begitupun ketika gugus alkil digantikan dengan siklik dan aril, nilai ΔGbind yang dihasilkan semakin kecil.

Caffeamide dibandingkan dengan senyawa amidasi EPMS yang


(56)

menunjukkan ΔGbindyang sama pula. Hal ini menandakan bahwa adanya 2 gugus OH pada benzen dari caffeamide memiliki pengaruh yang sama

dengan gugus OCH3 pada gugus benzen dari p-methoxycinnamoyl

piperidine.

Setelah diperoleh afinitas ligan yang paling baik yaitu

p-methoxycinnamoyl triptamine, selanjutnya dilakukan penghilangan gugus CH3 dan OCH3 pada cincin aromatiknya. Hasil yang diperoleh bahwa dengan penghilangan gugus metil dan metoksi pada cincin aromatik dapat

meningkatkan nilai ΔGbind. Walaupun nilai ΔGbind tidak terjadi perubahan

yang signifikan, tetapi kestabilan afinitas ligan menjadi berkurang. Hal ini menandakan bahwa keberadaan O dan CH3 pada cincin aromatik mempengaruhi afinitas ligan amidasi etil p-metoksisinamat sebagai antidiabetes. Sehingga apabila gugus tersebut hilang, maka dapat menurunkan energi ikatannya.

Selain itu, diperhatikan juga interaksi yang terjadi antara ligan dengan residu-residu makromolekul reseptor. Identifikasi interaksi tersbut

dilihat menggunakan program Autodock Tools (3D) dan LigPlus (2D).

Interaksi yang terjadi berupa ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, dan interaksi elektrostatik (Arwansyah, 2014). Tetapi pada software yang digunakan hanya dapat mendeteksi ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik.

Sementara PyMOL (3D) digunakan untuk melihat kecocokan bentuk dan

volume antara ligan dan makromolekul protein. Visualisasi tersebut


(57)

Gambar 4.2 .Visualisasi interaksi rosiglitazon dengan molekul protein (PPAR ) Autodock Tools (Kiri), LigPlus(Kanan), dan PyMOL Bawah)


(58)

Gambar 4.3 Visualisasi interaksi p-methoxycinnamoyl triptamine dengan molekul protein (PPAR )


(59)

Pada Tabel 4.3 tercantum ikatan hidrogen yang terjadi pada ligan dengan residu makroolekul reseptor. Ikatan hidrogen pada

P-methoxycinnamoylamine, methoxycinnamoyl methylamine,

methoxycinnamoyl ethylamine, methoxycinnamoyl ethanolamine, methoxycinnamoyl phenylamine , methoxycinnamoyl dopamine, methoxycinnamoyl diaminomethanal, p-methoxycinnamoyl tryptamine, dan hydroxycinnamoyl tryptamine terhadap reseptor PPAR terjadi pada terjadi pada residu Ser289. Ligan-ligan tersebut memiliki ikatan hidrogen yang sama dengan senyawa pembanding yaitu Rosiglitazon pada Ser289. Pada caffeamide, ethyl p-methoxycinnamate, p-methoxycinnamoyl diethanolamine, dan p-methoxycinnamoyl piperidine memiliki ikatan hidrogen dengan Arg288. Beberpa ligan juga memiliki lebih dari satu ikatan hidrogen. Selain ikatan yang telah disebutkan sebelumnya, ikatan lain yang

terjadi yaitu pada caffeamide dengan Ser342, p-methoxycinnamoyl

ethanolamin dengan Tyr327, Tyr473, His449; p-methoxycinnamoyl diethanolamine dengan Ile326; p-methoxycinnamoyl phenylamine dengan

Cys285; dan p-methoxycinnamoyl dopamine Tyr473, His323. Selain itu,

terdapat ligan yang tidak memiliki ikatan hidrogen yaitu methoxycinnamoyl

cyclohexylamine, p-methoxycinnamoyl phenylethylamine, dan p-cinnamoyl tryptamine

Pada ligan yang memiliki ikatan hidrogen lebih dari satu, tidak menjamin memiliki kestabilan yang lebih besar. Hal ini dikarenakan pada

ligan yang memiliki ikatan hidrogen lebih dari satu, hanya

p-methoxycinnamoyl phenylamine dan p-methoxycinnamoyl dopamine yang

memiliki ΔGbind yang mendekati nilai Rosiglitazon. Sementara itu pada

liga yang berikatan hidrogen dengan serin, ΔGbind yang dihasilkan

berbeda-beda, dan yang memiliki nilai paling baik yaitu p-methoxycinnamoyl

tryptamine dengan ΔGbind paling kecil dari semua ligan uji dan pembanding. Hal ini kemungkinan dikarenakan ikatan hidrogen yang terjadi

adalah sama seperti pada Rosiglitazon yaitu Ser289. Selain itu


(60)

yang hampir sama dengan Rosiglitazon. Residu asam amino yang berada disekitar ligan.

Selain adanya hubungan antara ikatan hidrogen dengan nilai ΔGbind,

masih banyak faktor yang mempengaruhinya. Adanya ligan yang tidak

memiliki ikatan hidrogen yaitu methoxycinnamoyl cyclohexylamine,

p-methoxycinnamoyl phenylethylamine, dan p-hydroxycinnamoyl tryptamine kemungkinan lebih memiliki interaksi lain yang lebih dominan yang mencakup interaksi elektrostatik, interaksi hidrofobik yang juga berkontribusi pada harga energi ikatan (ΔG) dari ligan-reseptor selain ikatan hidrogen.

Residu ionik memberikan kontribusi terbesar dalam penentuan nilai ΔGbind, kemudian residu polar, aromatik, hidrofobik, secara berurutan (Schneider, Baringhaus, & Kubinyi, 2008). Arginin merupakan asam amino ionik yang memiliki sifat hidrofilik tinggi jika dibandingkan dengan residu

polar, aromatik dan hidrofobik. Sifat hidrofilik pada residu tersebut

menyebabkan tingkat kestabilan interaksi antara ligan dan reseptor lebih baik. Tetapi pada hasil percobaan ligan dengan ikatan hidrogen pada

arginin, memiliki ΔGbind yang lebih besar dibandingkan dengan

Rosigltazon sebagai pembanding. Hal ini kemungkinan dikarenakan pengaruh adanya jenis interaksi dengan residu lain yang lebih sedikit pada caffeamide, ethyl p-methoxycinnamate, p-methoxycinnamoyl diethanolamine, dan p-methoxycinnamoyl piperidine. Keberadaan dan interaksinya dengan residu ionik yang lebih banyak yaitu 2-3 dan jenis

residu lain pada p-methoxycinnamoyl phenylamine, p-methoxycinnamoyl

phenylethylamine, p-methoxycinnamoyl dopamine, p-methoxycinnamoyl tryptamine, hydroxycinnamoyl tryptamine, cinnamoyl tryptamine dapat

berpengaruhterhadap nilai afinitas yang lebih baik dibandingkan ligan yang

lain.

Dari Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 bagian PyMOL dapat dilihat

bagaimana ligan berinteraksi dengan situs ikatnya, dan penempatan ligan pada ruang ruang kosong makromolekul reseptor dan dilihat bagaimana perbedaan pada setiap ligan (Lampiran 4). Semakin panjang rantai alkil


(61)

pada amina yang ditambahkan pada ligan uji, maka semakin kecil nilai ΔGbind yang berarti ligan semakin stabil ketika ditambatkan dengan PPAR . Begitupun ketika gugus alkil digantikan dengan siklik dan aril,

nilai ΔGbind yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini dipengaruhi

penambahan subtituen atau gugus fungsi memungkinkannya untuk mengisi ruang kosong tersebut, sehingga ligan menyocokkan dirinya dengan situs ikat dengan lebih sesuai. Dapat diketahui bahwa ligan dengan ukuran molekul (sterik) yang sesuai dan dapat mengisi banyak bagian situs aktif makromolekul protein dan berinteraksi dengan lebih baik. Seperti pada penambahan gugus alkil, ligan menempati ruang kosong dengan asam amino hidrofobik (Patrick, 2001). Hal ini terlihat dengan lebih banyaknya

residu asam amino hdirofobik contohnya pada p-methoxycinnamoyl

phenylethylamine dibandingkan pada p-methoxycinnamoyl Phenylamine.

Hal ini yang membuat penambatan p-methoxycinnamoyl Phenylethylamin

lebih stabil dibandingkan dengan p-methoxycinnamoyl Phenylamine. Hasil

yang serupa juga telihat pada p-methoxycinnamoyl cyclohexylamine dengan

p-methoxycinnamoyl Piperidine, p-methoxycinnamoylamine dengan p-methoxycinnamoyl methylamine dan p-methoxycinnamoyl methylamine

dengan p-methoxycinnamoyl ethylamine. Begitupun pada ligan dengan sifat

yang lebih polar atau lainnya akan menempati ruang kosong dengan asam amino yang bersifat sama.

Banyak faktor yang mempengaruhi afinitas yang terjadi antara ligan uji dengan makromolekul reseptor (PPAR ). Nilai akhir scoring function ΔGbind dari sistem Autodock Vina berupa energi ikatan yang didapat

merupakan kontribusi sifat sterik berupa ΔGgauss (istilah dispersi yang

berhubungan dengan geometri dan formasi) dan ΔGrepulsion (berhubungan

dengan pose pada kontak internal yang buruk), ΔGHbond (berhubungan

dengan ikatan hidrogen), ΔGhydrophobic (berhubungan dengan interaksi

hidrofobik), dan ΔGtors (berhubungan dengan kemampuan memutar dari

ligan) (Trott and Olson, 2010). Dengan demikian penentuan afinitas berdasarkan nilai terendah energi bebas ikatan (ΔG) lebih diutamakan


(62)

karena tidak hanya berkaitan dengan jumlah ikatan hidrogen, atau jenis residu yang berinteraksi dengan ligan.

Tabel 4.3. Ikatan ligan dengan residu protein

Ligan Jumlah

ikatan hidrogen Jarak ikatan (Ǻ ) Asam amino yang berikatan

Gugus senyawa yang berikatan (ligan- asam amino)

Rosiglitazon 1 3.11 Ser289 N-O

Caffeamide 2 2.93

3.01 Arg288 Ser342 O-N O-N

Ethyl

p-methoxycinnamate

1 2.89 Arg288 O-N

P-methoxycinnamoyl amine

1 3.05 Met329 N-O

P-methoxycinnamoyl methylamine

1 2.84 Ser289 N-O

P-methoxycinnamoyl ethylamine

1 2.84 Ser289 N-O

P-methoxycinnamoyl ethanolamin

4 2.85

3.00 3.01 3.12 Ser289 Tyr327 Tyr473 His449 N-O O-O O-O O-N P-methoxycinnamoyl diethanolamine

4 2.92

2.96 3.05 3.13 Arg288 Arg288 Ile326 Arg288 O-N O-N O-O O-N P-methoxycinnamoyl diaminomethanal

1 2.91 Ser289 N-O

P-methoxycinnamoyl piperidine

1 3.21 Arg288 O-N

P-methoxycinnamoyl cyclohexylamine

- - - -

P-methoxycinnamoyl phenylamine

2 2.84

3.24 Ser289 Cys285 N-O N-O P-methoxycinnamoyl phenylethylamine - - - - P-methoxycinnamoyl dopamine

3 3.03

3.06 3.09 Tyr473 Ser289 His323 O-O O-O O-N P-methoxycinnamoyl tryptamine

1 2.94 Ser289 N-O

P-ydroxycinnamoyl tryptamine

1 2.93 Ser289 N-O


(63)

Tabel 4.4. Interaksi ligan dengan protein

Ligan Residu asam amino < 5Ǻ

Ionik Polar Hidrofobik

Aromatik Hidrofobik Alifatik

Rosiglitazon Arg288,

His449 Gln286 Ser289 Tyr327, Tyr473 Phe226, Phe363 Ala292, Cys285, Ile326, Leu228, Leu330, Leu333, Met329

Caffeamide Arg288 Gln295, Gln343 Ser342

- Ala292, Ile326,

Ile341, Leu330, Leu333, Met329 Ethyl

p-methoxycinnamate

Arg288, Glu295

Ser289 Phe226 Ala292, Cys285,

Ile326, Leu228, Leu330, Met329 P-methoxycinnamoyl

amine

Arg288 Ser289 Ala292, Cys285,

Ile326, Leu228, Leu330, Leu333, Met329

P-methoxycinnamoyl methylamine

Arg288,

Glu295 Ser289 - Ala292, Cys285, Ile326, Leu330,

Leu333, Met329 P-methoxycinnamoyl ethylamine Arg288, Glu295 Ser289, Gln286

Ala292, Cys285, Ile326, Leu228, Leu330, Leu333 P-methoxycinnamoyl ethanolamine Arg288, His449 Ser289, Gln286

Tyr327, Tyr473 Ala292, Cys285, Ile326, Leu228, Leu330 P-methoxycinnamoyl diethanolamine Arg288, Glu295, Glu343

- - Ala292, Cys285,

Ile326, Leu330, Leu333, Leu340, Met329

P-methoxycinnamoyl diaminomethanal

Arg288 Ser289,

Gln286 - Ala292, Cys285, Ile326, Leu330

P-methoxycinnamoyl piperidine

Arg288 Ser289 Phe226 Cys285, Ile326,

Leu228, Leu330, Leu333, Met329, Prolin227

P-methoxycinnamoyl cyclohexylamine

Arg288 Ser289 Tyr327, Phe226,

Phe363,

Ala292, Cys285, Ile326, Leu228, Leu330, Leu333, Met329, Pro227 P-methoxycinnamoyl phenylamine Arg288, His449 Ser289, Gln286

Tyr327, Tyr473, Phe282

Cys285, Leu330, Ala292, Ile326 P-methoxycinnamoyl phenylethylamine Arg288, Glu295, His449 Gln286, Ser289

Tyr327, Tyr473, Phe226, Phe282, Phe363

Ala292, Cys285, Ile326, Leu330, Leu333, Met329 P-methoxycinnamoyl Arg288, Ser289, Tyr327, Tyr473, Ala292, Cys285,


(64)

dopamine Glu295, His323, His449

Gln286 Phe226, Phe363 Ile326, Leu330,

Leu469, Met329 Met364 P-methoxycinnamoyl triptamine Arg288, Glu295, His449 Ser289, Gln286

Tyr327, Tyr473, Phe226, Phe363

Ala292, Cys285, Ile326, Leu330, Leu333, Met329 P-hydroxycinnamoyl tryptamine Arg288, His449 Ser289, Gln286

Tyr327, Tyr473, Phe226, Phe282

Ala292, Cys285, Ile326, Leu330, Leu333, Met329 Cinnamoyl tryptamine Arg288, Glu295, His449, Lys367

Ser289 Tyr327, Phe226,

Phe363

Ala292, Ile326, Leu330, Leu333, Met329, Met364

Pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 bagian kiri (Autodock Tools)

terlihat interaksi ligan dengan residu makromolekul protein. Pada bagian

bawah (LigPlus) memperlihatkan interaksi beserta jarak ikatan dengan residu

makromolekul yang dijelaskan pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Bagian kanan

(PyMOL) memvisualisasikan kecocokan bentuk dan volume antara ligan dengan situs tambatnya pada makromolekul reseptor. Kesesuaian antara dua permukaan sama dengan deskripsi pencocokan bentuk dan volume yang dapat

membantu menemukan pose komplementer docking target dan molekul ligan

(Mukesh & Rakesh, 2011). Kecocokan bentuk dan volume ligan dengan makromolekul pada pymol dapat dilihat dari warna – warna pada ligan dan makromolekul protein yang menunjukkan bahwa kecenderung untuk berada

atau berhadapan dengan warna yang sama.

Atom pada ligan dan reseptor pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3

yang diolah dengan Autodock Tools, LigPlus dan PyMOL dibedakan

berdasarkan warna yang dimiliki masing-masing. Pengaturan warna dibuat sesuai keinginan penggunanya. Keterangan warna tersebut dijelaskan pada Tabel 4.5.


(65)

Tabel 4.5. Keterangan warna pada gambar Autodocktools, LigPlus, dan Pymol

Nama Atom Autodocktools LigPlus Pymol

Karbon Abu - abu (alifatik) Hitam Biru muda

Hijau (aromatik)

Hidrogen Putih - Putih

Nitrogen Biru Biru Biru

Oksigen Merah Merah Merah

Sulfur Kuning Kuning Oranye

4.5Analisa Lipinski’s Rule of Five

Penelitian penambatan molekul ini bertujuan sebagai perancangan suatu molekul obat untuk menemukan senyawa obat baru yang dapat berinteraksi secara efektif terhadap reseptor target agar dapat menimbulkan aktivitas biologi.Lipinski’s Ruleof Five juga dikenal sebagai Pfizer's Rule of five atau Rule of five (RO5) adalah aturan praktis untuk mengevaluasi obat atau menentukan apakah senyawa kimia dengan aktivitas farmakologi atau biologi tertentu memiliki sifat yang akan membuatnya menjadi obat yang aktif diberikan secara oral pada manusia. Aturan ini menjelaskan sifat molekul penting bagi farmakokinetik obat dalam tubuh manusia, termasuk penyerapan mereka, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (Lipinski, 2001 &

Lipinski et al, 2004). Maka dari itu, apabila diinginkan dalam merancang obat

yang aktif secara oral harus memenuhi ‘Lipinski’s Rule of Five’ yaitu :

1. Berat molekul kurang dari 500,

2. Memiliki tidak lebih dari 5 gugus hidrogen donor,

3. Memiliki tidak lebih dari 10 gugus hidrogen akseptor,

4. Nilai logP tidak lebih dari 5,

5. Molar refractivity sebaiknya diantara 40-130 (Lipinski, 2001 & Lipinski et al, 2004).


(66)

Berdasarkan aturan tersebut, maka etil p-metoksisinamat dan 10

senyawa amidasi etil p-metoksisinamat yang di docking tersebut diteliti untuk

mengetahui memenuhi syarat atau tidaknya sesuai dengan Rule of Five

menggunakan perangkat lunak Marvinsketch dan Advanced Chemistry

Development (ACD/Labs). Dari hasil skrining Lipinski’s rule of five Ligan etil-p-metoksisinamat dan ligan amidasi etil p-metoksisinamat sebagai

senyawa uji tersebut pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa semua senyawa

amidasi etil p-metoksisinamat memenuhi lima kriteria Rule of Five, sehingga

kemungkinan aktif secara klinik bila diberikan secara oral karena absorbsinya yang baik.

Tabel 4.6. Data Lipinski’s Rule of Five ligan

Ligan Berat

molekul

Log P

H-Donor

H-Akseptor

Molar Refractivity

(cm3)

Rosiglitazon 357.427 3.08 1 5 98.06 ± 0.3

Ethyl p-methoxycinnamate 206.23776 2.71 - 2 59.86 ± 0.3

Caffeamide 247.28968 2.02 2 3 70.42 ± 0.3

P-methoxycinnamoylamine 177.19984 1.17 1 2 52.38 ± 0.3

P-methoxycinnamoyl methylamine

191.22642 1.40 1 2 57.07 ± 0.3

P-methoxycinnamoyl Ethylamine

205.253 1.75 1 2 61.71 ± 0.3

P-methoxycinnamoyl ethanolamine

221.2524 0.71 2 3 63.24 ± 0.3

P-methoxycinnamoyl N,N-diethanolamine

265.30496 0.24 2 4 74.17 ± 0.3

P-methoxycinnamoyl diaminomethanal


(1)

98


(2)

(3)

100


(4)

(5)

102


(6)

q) Cinnamoyl tryptamine


Dokumen yang terkait

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Reaksi Langsung dengan Iradiasi Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

4 31 104

Studi Penambatan Molekul Senyawa – Senyawa Flavonoid Dari Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L) Pada Peroxisome Proliferator-Activated Receptor - Gamma (PPARγ)

11 62 79

Studi Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas Anti-tuberkulosis Senyawa Amidasi Etil p-metoksisinamat dengan Pendekatan Hansch dan Penambatan Molekuler pada Enzim Inh A

6 36 101

Amidasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui reaksi langsung dengan iradiasi microwave serta uji aktivitas sebagai antiinflamasi

2 16 104

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro

1 18 82

Studi hubungan kuantitatif strukturaktivitas anti-tuberkulosis senyawa amidasi etil p-metoksisinamat dengan pendekatan hansch dan penambatan molekuler pada enzim inh a

0 6 101

Studi Hubungan Kuantitatif Struktur Aktivitas Dari Amidasi Senyawa Etil-P-Metoksisinamat Sebagai Antiinflamasi Dengan Pendekatan Hansch dan Komputasi

38 208 108

Optimasi Daya dan Waktu Reaksi Amidasi Etil P-Metoksisinamat dengan Dimetil Formamida Menggunakan Irradiasi Microwave

1 14 78

Hubungan gen Peroxisome Proliferator-activated Receptor Alpha (PPARα) dengan daya tahan otot (Muscular Endurance) pada siswa sekolah sepak bola di kota Medan

2 3 13

Peroxisome Proliferator – Activated Receptors and The Metabolic Syndrome

0 0 28