Rumusan Masalah Tujuan PENDAHULUAN
sampai seberapa jauh mereka dapat mempengaruhi orang yang melakukan sosialisasi atau menuntun sosialisasi diri mereka sendiri. Sosialisasi dapat
dilaksanakan demi kepentingan orang yang disosialisasikan atau orang yang melakukan sosialisasi, dan kedua kepentingan tersebut dapat sepadan
atau bertentangan. Sosialisasi sering berlangsung secara lancar dengan sedikit saja kesadaran bahwa seseorang sedang membentuk atau dibentuk,
sedang mengendalikan atau dikendalikan. Tetapi sosialisasi dapat pula bersifat kasar, dan bahkan kejam, dengan kesadaran bersama mengenai
adanya paksaan dan konflik. Dikala individu melangkah dari suatu tahap ke tahap berikutnya di
dalam siklus kehidupan, cara belajar dan agen sosialisasi yang berbeda- beda saling mengikuti secara sedikit banyak teratur. Dalam masyarakat
yang homogen, tempat berbagai kelompok yang mensosialisasi individu cenderung untuk menganut nilai-nilai yang sama, sosialisasi dapat
memberikan kepada individu suatu perasaan menjalani suatu karier kehidupan yang tidak terputus-putus, yang didalamnya setiap tahap
menimbulkan tahap berikutnya, dan seluruh pengalaman berjalan serasi menurut suatu pola yang bermakna.
17
Apabila mengacu pada cara-cara yang dipakai dalam sosialisasi terdapat dua pola, Menurut Jaeger pola sosialisasi tersebut adalah sebagai
berikut: a. Sosialisasi Represif Repressive Socialization yaitu menekankan pada
penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain seperti penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan, penekanan pada
kepatuhan anak pada orang tua, penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan titik berat
sosialisasi pada orang tua dan pada keinginan orang tua dan peran keluarga sebagai significant other.
17
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi: Suatu Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, 1985 h 169 - 170
b. Sosialisasi Partisipatoris Participatory Socialization merupakan pola di dalamnya anak diberi imbalan manakala berprilaku baik , hukuman
dan imbalan bersifat simbolik, anak diberi kebebasan, penekaan diletakkan pada interaksi, komunikasi bersifat lisan, anak menjadi
pusat sosialisasi, keperluan anak dianggap penting dan keluarga menjadi generalized other.
18
Pada prinsipnya, participatory socialization memberikan kepada anak kebebasan untuk mencoba-coba segala sesuatu sendiri dan untuk
menjelajahi dunia menurut keinginan sendiri. Ini tidaklah berarti bahwa sang anak dibiarkan sendiri saja. Bahkan sebaliknya, pengawasan orang
tua banyak diperlukan, tetapi pengawasan tersebut lebih bersifat umum, dan bukan terperinci dan mencampuri. Repressive socialization
memerlukan pengawasan pula bahkan pengawasan yang terperinci sehingga dalam praktek sosialisasi tersebut mengalami banyak perubahan.
Sebagai akibatnya, dari sudut pandangan sang anak hukuman tersebut dilaksanakan secara sekehendak hati, tergantung pada apakah ia kedapatan
sedang berperilaku keliru dan apakah orang tua berhasrat untuk melaksanakan hukuman
Pada dasarnya repressive socialization menitikberatkan ketaatan, hormat kepada atasan dan pengendalian dari luar. Orang tua mungkin
menuruti kehendak anak, tetapi mungkin juga mempergunakan hukuman badan, rasa malu, dan cemoohan. Percakapan dua arah antara orang tua
dengan anak tidak dianjurkan. Komunikasi cenderung untuk mengarah ke bawah, dari orang tua ke anak, serta berbentuk perintah. Penggunaan gerak
tangan dan komunikasi nonverbal bersifat menyolok. Sang anak harus belajar untuk memperhatikan kesungguhan dari perintah orang tua untuk
tutup mulut atau turun dengan jalan memperhatikan nada suara, ekspresi muka, dan sikap tubuh.
Dalam participatory socialization komunikasi berbentuk dialog yang memberikan kemungkinan kepada anak-anak untuk mengungkapkan
18
Sunarto, op. cit. h 31.