D. PERSAHABATAN PADA REMAJA PENDERITA LEUKEMIA

bersahabat atau rasa tidak nyaman saat berhubungan dengan penderita. Selain itu dapat terjadi jika penderita tidak dapat lagi melakukan pekerjaan yang sederhana seperti dulu. Keadaan-keadaan ini dapat menjadi sumber meningkatnya penilaian negative terhadap diri sendiri. d. Merasa menjadi beban bagi orang lain becoming a burden on others. Hal ini terjadi bila seseorang menderita sakit yang berat sehingga tidak dapat lagi menjalankan tugasnya seperti dulu. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak berguna baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

II. D. PERSAHABATAN PADA REMAJA PENDERITA LEUKEMIA

Usia remaja merupakan masa dimana seseorang berkembang menjadi dewasa dan masa yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian seseorang Dunkel-Schetter, Feinstein, Taylor, Falke, dalam Suzuki Kato. Untuk itu, remaja perlu terlibat dalam aktivitas yang akan membantu mereka dalam transisi ke peran dewasa, yaitu hidup mandiri. Studi kualitatif longitudinal pada remaja yang mengalami penyakit kronis melaporkan adanya kesadaran remaja yang tinggi akan keterbatasan tubuh mereka yang baru, yang memerlukan bantuan dalam aktivitas sehari-hari Law, 2002; Law et al., 1998; Passmore, 2003, dalam Berg, Neufeld, Harvey, Downes Hayashi, 2008. Ketika didiagnosa dengan leukemia, remaja akan bertanya-tanya, mengapa hal itu terjadi pada mereka, dan mungkin akan mengembangkan perasaan bersalah bahwa penyakit tersebut muncul sebagai hasil dari apa yang telah mereka lakukan atau seharusnya hindari untuk dilakukan Mughal, Goldman, Mughal, 2006. Universitas Sumatera Utara Diagnosa leukemia pada remaja membawa berbagai perubahan dalam kehidupannya. Penyakit leukemia akan mempengaruhi semua aktivitas dan kepribadiannya. Mereka secara tiba-tiba ditempatkan pada posisi yang mengharuskan mereka coping dengan berbagai situasi, seperti rasa sakit dan ketakutan yang mereka alami, dan juga perubahan dalam hubungan sosial Dunkel-Schetter, Feinstein, Taylor, Falke, dalam Suzuki Kato. Leukemia adalah kanker pada jaringan pembentuk darah sum-sum tulang. Penyakit tersebut menyebabkan tubuh dilimpahi oleh sel darah putih dengan jumlah yang tidak normal, dan produksi sel darah merah, yang berfungsi sebagai pembawa oksigen, dan platelet, yang mencegah pendarahan, mengalami penurunan Keene, 2002. Ketidaknormalan sel darah tersebut menyebabkan penderita leukemia mengalami berbagai simptom, termasuk di dalamnya kelelahan, infeksi, mudah memar, pendarahan, dan sakit kepala. Semakin berkembangnya penyakit ini, penderita akan mengalami: berkeringat di malam hari, sulit bernafas, dan berkurangnya berat badan Bozzone, 2009. Leukemia merupakan penyakit yang tidak dapat diprediksi. Pada beberapa individu kondisi leukemia berkembang dengan lambat, sehingga penderita dapat hidup untuk beberapa dekade. Namun pada kondisi yang berbeda, penderita memerlukan berbagai bentuk terapi, dan dapat menyebabkan kematian dalam beberapa tahun Rai Chiorazzi, dalam Falvo, 2005. Penderita leukemia diharuskan untuk menerima treatment yang biasanya diberikan segera setelah remaja didiagnosa dengan leukemia. Treatment diberikan untuk memberikan remisi jangka panjang, bahkan kesembuhan bagi penderita. Universitas Sumatera Utara Namun, hal itu memiliki konsekuensi bagi diri remaja itu sendiri, yang biasanya menimbulkan pertanyaan akan kualitas hidup mereka setelah treatment tersebut diberikan. Selain itu diagnosa leukemia juga biasanya diasosiasikan dengan perasaan hopelessness, rasa takut dan premature death pada penderitanya, termasuk remaja Mughal, Goldman, Mughal, 2006. Treatment leukemia, seperti kemoterapi ataupun radioterapi memiliki berbagai efek samping seperti nausea, kehilangan nafsu makan, cepat merasa lelah, yang kemudian akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari penderita selama ataupun setelah treatment tersebut diberikan Falvo, 2005. Leukemia dapat mempengaruhi remaja secara emosional, mental, dan fisik. Hal yang paling umum dari kondisi fisik penderita leukemia adalah lemah, lelah, dan cenderung mengembangkan berbagai infeksi Mughal, Goldman, Mughal, 2006, dan hampir sama seperti penderita penyakit kronis lainnya, penderita leukemia memiliki level yang tinggi dalam kemarahan, ketakutan, dan kesedihan Fernandez, et al, dalam Sarafino, 2006, serta kecemasan, depresi, juga emosi negative lainnya Ridder, et al, 2008. Leukemia merupakan salah satu penyakit kronis. Penyakit kronis merupakan gangguan yang muncul untuk jangka waktu yang lama dan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berfungsi secara normal. Seperti juga penyakit kronis lainnya, leukemia berpotensi untuk membuat suatu perubahan yang sangat besar dalam kehidupan seseorang, yang berdampak negatif pada kualitas hidup dan kesejahteraannya. Begitu juga yang terjadi pada remaja, ketika didiagnosa leukemia, remaja mengalami berbagai perubahan yang Universitas Sumatera Utara mengharuskannya coping dengan perubahan-perubahan tersebut. Untuk mampu melakukan itu, sangat penting bagi remaja untuk menemukan dukungan sosial dan dukungan emosional Jay, dkk, dalam Suzuki Kato. Black dalam Nancy, 1997 mendukung pernyataan ini dengan menyatakan bahwa peran dukungan sosial sama pentingnya dengan peran pengobatan medis. Salah satu sumber dimana remaja dapat memperoleh dukungan tersebut adalah sahabat. Dengan sahabat, remaja dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan pribadi mereka. Remaja juga memperoleh tempat yang memungkinkan mereka untuk menyampaikan kelemahan dan memperoleh bantuan ketika berada dalam masalah Buhrmester, dalam Papalia, 2007. Sahabat merupakan sumber dukungan emosional utama bagi remaja La Greca, et al; Thomas Hauser, dalam Helgeson, Reynolds, Shestak, dan Wei, 2005. Persahabatan yang diberikan kepada penderita leukemia akan membantu mereka untuk coping dengan permasalahan-permasalahan yang muncul disebabkan penyakitnya, dimana sahabat akan menghabiskan waktu bersama, sahabat memberikan informasi, kegembiraan, dan hiburan, sahabat juga dapat bertindak sebagai sumber bantuan, sumber dukungan, dan sumber semangat, dan lain-lain Gottman Parker, dalam Santrock, 2002. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN