Term Al-Qisth dalam Al-Qur’an
2 Al-H
ujur t 49
9 Md
3 Al-Jinn
72 14
Mk Al-Jinn
72 15
Mk
4 Al-Baqarah
2 282
Md Al-Ah
z b 33
5 Md
5 Al-
M idah 5
42 Md
Al-H ujur t
49 9
Md Al-Mumtahanah
60 8
Md
6 1
„ l
ī
„Imr n 3
18 Md
„ l
ī
„Imr n 3
21 Md
An- Nis
4 127
Md An-
Nis 4
135 Md
Al- M idah
5 8
Md
Al- M idah
5 42
Md
Al- An‟ m
6 152
Md Al-A
‟r f 7
29 Mk
Yūnus 10
4 Mk
Yūnus 10
47 Mk
Yūnus 10
54 Mk
Hūd 11
85 Mk
Al- Anbiy ‟
21 47
Mk
Ar-Rah m n
55 9
Md Al-Had
ī
d 57
25 Md
Kata al-qisth dalam bentuk mashdar disebutkan sebanyak 15 kali dengan kata
Seperti yang terdapat pada Q.S. Yunus [10]:04.
Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada
permulaannya kemudian mengulanginya menghidupkannya kembali sesudah berbangkit, agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang
yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih
disebabkan kekafiran mereka.
55
Pada ayat ini, hu ruf “ba” pada lafaz
kembali kepada lafaz yang menerangkan bahwasanya Allah akan memberikan balasan bagi orang yang
telah berbuat adil dan berbuat zalimkufur dengan adil. Orang yang semasa hidupnya berlaku adil tidak berbuat zalim dan suka mengerjakan amal-amal
sholeh, maka Allah balas mereka pada hari pembalasan dengan pahala yang besar. Berlaku adil yang dimaksud adalah berbuat adil dalam segala perkara karena
keadilan yang kuat bagaikan kemusyrikan yaitu sebuah kezaliman yang besar, dan
55
Lihat Al- Qur‟an Al-Hadi
adil adalah sikap untuk mengalahkan kezaliman. Sedangkan bagi orang yang berlaku kufur kepada Allah, maka akan dibalas dengan sebuah siksaan yang besar
pula yaitu diberikannya minuman berupa air yang sangat panas serta azab yang pedih. Oleh karena itu sangat beruntunglah bagi orang-orang yang berlaku adil
dan selalu menegakkannya selama hidupnya.
56
Balasan yang Allah berikan kepada makhluknya adalah sesuai dengan amalan mereka masing-masing. Allah tidak akan memberatkanmenzalimi
makhluknya, karena Allah adalah yang Maha Adil dan pasti akan menempatkan timbangannya dengan seadil-adilnya pada hari kiamat. Sebagaiman firman Allah
pada Q.S. Al- Anbiy ‟[21]:47
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika amalan itu
hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan pahalanya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.
57
Pada ayat ini Allah berfirman dengan menggunakan term al-qisth. Al- Baidhaw
ī berpendapat bahwa keadilan yang maksud dari ayat ini adalah Allah akan memberikan hukuman atau balasan sesuai dengan lembaran amalan-amalan
yang pernah dilakukan oleh seorang hamba. Allah akan menimbang semua amalan yang pernah diperbuatnya maupun yang baik atau yang buruk dengan adil
pada hari kiamat. Yakni setiap amalan yang ditimbang tidak akan dikurangi atau dilebihkan. Sehingga tidak ada seorang pun yang akan dizalimi. Setiap jiwa akan
56
Al- Baidhawī, Anw r At-Tanzīl wa Asr r At-Ta‟wīl, h. 546
57
Lihat Al- Qur‟an Al-Hadi
menerima hukumannya masing-masing sesuai amal perbuatannya semasa hidupnya.
58
Kemudian kata al-qisth dalam bentuk fi‟il mudh ri‟ mazīd yaitu tuqsithū
terdapat pada dua surat yaitu Q.S. Al- Nis [04]:03 dan Q.S. Al-
Mumtahanah [60]:08.
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang Berlaku adil.
59
Ayat ini menjelaskan tentang sikap orang-orang mukmin kepada orang- orang kafir. Asbab an-nuzul
ayat ini menceritakan tentang Asm ‟ binti Abī Bakr. Kejadian ini terjadi pada masa Jahiliyah. Ketika itu ibunya yang bernama Qatīlah
Ibnah ‟Abdul ‟Uzzá ia adalah seorang wanita musrik datang dan membawa hadiah untuk Asm ‟ sebuah keju dan minyak samin. Namun Asm ‟ menolaknya sambil
berkata : ” Aku tidak mau menerima hadiah dari mu, dan janganlah kamu memasuki rumahku sampai rasulullah mengizinkannya”. Kemudian ‟ isyah
melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi Saw. hingga turunlah ayat ini.
60
Allah
58
Al- Baidhawī, Anwar At-Tanzīl wa Asr r At-Ta‟wīl, h. 89
59
Q.S. Al-Mumtahanah [60]:08 lihat Al- Qur‟an Al-Hadi
60
Dari riwayat Az-Zubair
عص ث : ق ، س ا ش ث : ق ،ف ع ه ث : ق ، ط أا ها إ ح ث ح
ف أ ك ، أ ء سأ ف ز : ق ،ه أ ع ، ز ا ها ع ع ه ع ع ، ث ع ا ق ق ه ج ا
ع خ ا ، ه ك قا ا : قف ، س طقأ ص ا أف ، زع ا ا ها ز أف ، َس ه ع ها َص ها س شئ ع ك ك ف َس ه ع ها َص ها س أ ح
ك ك ق َا ع هَ ا
طسق ا :ه ق إ ... ِ ا ف
lihat At- Thabarī, J mi‟ Al-Bay n fī Ta‟wīl
Al- Qur‟an, Jilid 15, h. 68
memerintahkan untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada orang-orang diluar agama Islam yang tidak memerangi orang-orang mukmin dalam hal agama dan
juga tidak mengusirnya dari kampung-kampungnya. Di dalam agama Islam adanya kebebasan untuk memeluk agama lain dan
tidak memaksa penganut lain untuk memeluk agama Islam. Islam juga menganjurkan untuk saling tenggang rasa dan saling menghormati kepada
penganut lainnya. Selama penganut lain tidak melakukan kezaliman pada umat muslim, maka tidak diizinkan bagi umat muslim untuk berbuat zalim kepada
mereka. Bahkan Allah menganjurkan untuk saling berbuat baik dan adil. Kata al-qisth dalam bentuk
fi‟il al-amr mazīd yaitu aqsithū Kata
ini hanya disebut satu kali, yaitu pada Q.S. Al- Hujur t [49]:09.
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya tapi kalau yang satu
melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang Berlaku adil.
61
Pada ayat ini, Allah menyuruh kepada kaum mukmin untuk berlaku adil dalam menyelesaikan dan mendamaikan dua orang beriman yang sedang
61
Lihat Al- Qur‟an Al-Hadi
berperang. Adil yang dimaksud dalam ayat ini adalah dalam menegakkan hukum kepada dua kaum dengan tidak condong kepada salah satu dari keduanya.
62
Kata al-qisth dalam bentuk isi m f ‟il tsulatsī mujarrad yaitu al-q sithūn
terdapat pada dua ayat dalam Q.S al-Jin [72]:14-15 yang bermakna menyimpang bengkok
=ج ج عا.
Dan Sesungguhnya di antara Kami ada orang-orang yang taat dan ada pula orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang
yang taat, Maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus.
Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, Maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahannam.
63
Menurut imam as- Syaukanī kata al-muslimūn bermakna orang-orang yang
beriman kepada Nabi Muhammad Saw. Sedangkan kata al- qasithūn bermakna
orang-orang yang menyimpang lagi berbuat zalim yang menjauhkan dirinya dari jalan kebenaran dan lebih condong mendekati jalan kebatilan. Bagi orang-orang
yang beriman maka mereka telah memilih jalan yang benar artinya mereka telah menyengaja dirinya untuk selalu mendapatkan petunjuk. Sedangkan bagi orang-
orang yang telah menyimpang dari kebenaran maka mereka menjadi bahan bakar bagi api neraka.
64
Kata al-qisth dalam bentuk isim tafdhīl disebutkan sebanyak 2 kali dengan
kata aqsathu
.
Seperti dalam Q.S. Al-Ahzab [33]:05.
62
Abū Ja‟far Muhammad bin Jarīr At-Thabarī, J mi‟ Al-Bay n fī Ta‟wīl Al-Qur‟an, Bairūr: D rul Fikr, 1978, h. 82
63
Lihat Al- Qur‟an Al-Hadi
64
Muh ammad bin „Alī bin Muhammad as-Syaukanī, Fathul Qadīr Al-J mi‟ baina
Fannai Ar- Riw yah wa Ad-Dir yah min ‟Ilm Al-Tafsīr, Bairūt: D rul Ma‟rifah, 1997, h. 377
Panggilah mereka dengan memakai nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-
bapak mereka, Maka panggilah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa
yang kamu khilaf padanya, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
65
Ayat ini menerangkan tentang penisbatan nama wali dari seorang anak angkat.
66
Dalam kitab Al-Muntakhab dijelaskan bahwa dengan menisbatkan nama seorang anak angkat kepada nama ayah kandungnya menunjukkan sikap adil.
Bahkan lebih adil dari pada menisbatkannya kepada nama ayah angkatnya. Dapat dikatakan bahwa adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Penisbatan
ini dapat menunjukkan bahwa panggilan anak anggkat sesuai dengan nama ayahnya dan bukan kepada yang lainnya. Jika ayah kandungnya tidak diketahui
65
Lihat Al- Qur‟an Al-Hadi
66
Asb b an-nuzūl ayat ini menceritakan tentang Zaid bin H ritsah. Suatu hari pamannya bertemu dengannya di kota Mekkah dalam keadaan sibuk. Kemudian ia bertanya tentang namanya,
ayahnya, ibunya. Kemudian Zaid menjawab pertanyaan tersebut bahwa nama ayahnya adalah Haritsah bin Syarahil al-Ka
lbi dan ibunya bernama sa‟adi dari bani thayyi. Lalu pamannya merangkulnya dan mengantarnya ke saudara laki-lakinya serta kaumnya. Kemudian mereka
mengajak Zaid dan bertanya: “milik siapakah engkau?,” Zaid menjawab: “milik Muhammad bin „Abdullah,” kemudian kaum tersebut mendatangi Rasulullah, dan berkata: “Zaid adalah anak
kami, maka kembalikanlah ia kepada kami”, nabi menjawab: “serahkan kepada Zaid, jika ia memilih kalian maka bawalah”. Lalu nabi berjalan menuju Zaid dan bertanya: “apakah kamu
mengenal me reka ?,” Zaid menjawab: “ya, ini adalah ayahku, saudaraku, dan pamanku.” Lalu nabi
bertanya: “milik siapakah engkau selama ini?” Zaid menjawab sambil menangis: “mengapa engkau bertanya seperti itu kepada ku?”, nabi menjawab: “karena lebih baik bagimu jika engkau
mencintai mereka maka kembalilah kepada mereka, namun jika engkau ingin tetap bersama ku, maka engkau tahu bagaimana diriku.” Zaid menjawab: “Aku tidak dapat memilih siapapun
diantara kalian”, kemudian pamannya menariknya sambil berkata: “Zaid pilihlah ayah dan pamanmu berdasarkan kepatuhan”, Zaid menjawab: “Wallahi jika berdasarkan kepatuhan, maka
aku lebih mencintai nabi Muhammad dibandingkan aku bersama kalian”. Maka mulai saat itu Zaid tetap dipanggil dengan nama Zaid bin Muhammad. Lihat Syamsudd
ī
n al- Qurthūbī, Al-J mi‟ li
Ah k m Al-Qur‟an, Riy dh: D r ‟ lim al-Kutub, 2003, h. 295-296
maka boleh penisbatan itu kepada orang tua angkatnya dan tidak ada dosa baginya. Apabila telah diketahui, namun orang tua angkat menyengaja tetap
menisbatkan namanya kepada anak angkatnya maka ia berdosa. Dengan melakukan hal tersebut sungguh ia telah berbuat zalim tidak adil.
67
Kata al-qisth dalam bentuk isim f ‟il mazid disebutkan sebanyak 3 kali
yaitu terdapat di dalam Q.S. Al- M idah [05]:42, Q.S. Al-Hujur t [49]:09, dan
Q.S. Al-Mumtahanah [60]:08 dengan kata al-muqsith
ī
n .
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka orang Yahudi datang
kepadamu untuk meminta putusan, maka putuskanlah perkara itu diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka, jika kamu berpaling dari
mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah perkara
itu diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang adil.
68
Ayat ini menerangkan tentang sikap Nabi Muhammad Saw. dalam menegakkan hukum kepada kaum Yahudi. Menurut al-
lūsī makna dari kata samm ‟ūna lilkadzib adalah orang-orang yang suka mengajak kepada sesuatu
yang batil dan suka mengada-adakan berita. Sehingga dapat dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang suka berbohong. Kata
akk lūna lissuht adalah orang- orang yang suka memakan sesuatu yang haram yaitu mereka memperoleh harta
67
Muhammad Ahmad ī Abū an-Nūr, Al-Muntakhab fī Tafsīr Al-Qur‟an Al-Karīm, Mesir:
Lajnah Al- Qur‟an wa Al-Sunnah, 1986, h. 623
68
Q.S. Al- M idah [05]:42 lihat Al-Qur‟an Al-Hadi
mereka dengan cara yang haram. Pada ayat ini makna haram menggunakan kata suht karena yang dimaksud ayat ini adalah suap.
69
Khitab ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. Jika orang-orang tersebut kaum Yahudi datang kepada Nabi dan memintanya untuk menegakkan
hukum di dalam perselisihan yang terjadi di antara mereka, maka tetapkanlah hukum atau tinggalkanlah tidak perduli. Ini adalah pilihan bagi Nabi dalam
menghadapi perselisihan kaum Yahudi. Jika Nabi mengabaikannya-tidak menuruti kamauan mereka-maka hal itu tidak akan memudaratkan Nabi walaupun
mereka melakukannya, karena Allah akan selalu menjaganya. Namun jika Nabi tidak mengabaikannya, maka Allah menyuruhnya untuk menegakkan hukum
dengan adil-dengan tidak menerima suap-karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil dan Allah akan selalu menjaga diri mereka dari hal-hal yang
bersifat haram.
70
69
Dalam kitab Sunan Al-Kubra l ī Al-Baihaqī
70
Dalam kitab Ma‟ lim At-Tanzīl diterangkan bahwa ayat ini menjelaskan tentang hukum
yang ditegakkan oleh kaum Yahudi yaitu oleh Ka‟ab bin Asyr f dan koalisinya, mereka selalu menerima suap dan menetapkan hukum untuk orang yang telah menyuapnya. Artinya mereka
memenangkan orang yang telah menyuap mereka. Dalam hal ini mereka adalah orang-orang suka mendengarkan perkataan dusta dan memakan sesuatu yang haram yaitu suap. Pandangan mereka
pura-pura buta terhadap kebenaran sehingga mereka meninggalkan perselisihan yang sebenarnya terjadi. Lihat Al-
Maraghī, Tafsīr Al-Mar ghī, h. 120