pendukung yang ditempatkan di Sudan dan kantor pusat Uni Afrika. Melalui keputusan baru ini, AMIS akan beroperasi di Darfur selama satu tahun dan
memungkinkan untuk diperpanjang. Adapun mandat baru yang diberikan kepada AMIS adalah : 1 memantau kesepakatan HCFA 8 April 2004, dan semua
perjanjian yang dibuat di masa mendatang; 2 membantu proses confidence- building; 3 mengamankan sampainya bantuan kemanusiaan, memulangkan
pengungsi serta menjamin situasi keamanan di Darfur. . AU 2004 Dalam rangka mencapai tujuan mandat yang diberikan, AMIS
ditugaskan untuk menjalankan tugas-tugas berikut : 1 mengamati dan memeriksa situasi keamanan Darfur untuk memulangkan pengungsi; 2 mengamati dan
memeriksa gencatan senjata; 3 mengamati dan memeriksa aktivitas milisi sipil; 4 mengawasi dan memeriksa pemerintah Sudan dalam melucuti senjata milisi
sipil; 5 Menyelidiki dan melaporkan pelanggaran HFCA; 6 melindungi penduduk sipil yang berbeda dalam bahaya dan membutuhkan pertolongan segera,
hal ini dipahami bahwa perlindungan terhadap penduduk sipil adalah tanggung jawab pemerintah Sudan; 7 melindungi pengamat militer Uni Afrika; 8
menyediakan bantuan militer dalam bentuk patrol dan pembentukan pos-pos militer untuk mencegah serangan milisi sipil kepada penduduk; 9 membantu
proses confidence-building; 10 melakukan komunikasi dengan pejabat pemerintah Sudan; 11 melakukan komunikasi dengan pemimpin masyarakat
untuk mendapatkan masukan dan nasehat; 12 mengawasi dan melaporkan efektivitas polisi Darfur; 13 menyelidiki dan melaporkan segala pelanggaran
polisi Darfur terhadap kesepakatan HCFA. AU 2004
Perubahan juga terjadi dalam struktur misi Uni Afrika di Sudan. Baba Gana Kingibei ditunjuk sebagai ketua misi serta perwakilan resmi Uni Afrika di
Sudan. Kingibe memiliki wewenang untuk mengarahkan dan mengkoordinir aktivitas AMIS serta sebagai pihak yang melakukan hubungan langsung dengan
pemerintah Sudan, kelompok pemberontak dan semua aktor yang berada di Darfur. Adapun Mayor Jenderal Festus Okunwo selain menjabat sebagai ketua
CFC juga ditunjuk menjadi Force Commander dalam struktur misi Uni Afrika di Darfur, sedangkan wakilnya diserahkan kepada Brigadir Jenderal Jean Bosco dari
Rwanda. Komponen polisi sipil diketuai oleh Afrika Selatan dan Wakilnya dari Ghana. Boshoff, 2004: 230
Meskipun AMIS memiliki mandat dan tugas yang jelas, operasi AMIS seringkali menemui banyak kendala sehingga pelanggaran-pelanggaran HCFA
masih kerap terjadi. Kendala tersebut diantaranya berasal dari pasukan Uni Afrika sendiri yang tidak memiliki cukup keahlian serta lemahnya perencanaan dan
hambatan logistik lainnya. Selain itu, pasukan Uni Afrika tidak memiliki wewenang untuk berperang rules of engagement kecuali dalam keadaan terdesak
dan menjaga diri sehingga tak ada kekuatan memaksa. Boshoff, 2004: 234 Hambatan-hambatan ini pada akhirnya nanti dapat menggambarkan
kondisi AMIS yang sesungguhnya di Darfur. Efektifitas serta keberhasilan misi Uni Afrika tersebut juga dapat menjadi bahan perdebatan seputar pelaksanaan
operasi militer di suatu negara.
E. Kendala dan Hambatan AMIS
E.1. Keterbatasan Mandat
Dalam melaksanakan operasi militer, para ahli militer biasanya memberikan tiga konsep yang saling berhubungan satu sama lain, mandat, tugas
misi task mission, dan aturan perang rules of engagement kepada komandan beserta pasukannya di lapangan. Mandat merupakan tujuan utama misi. Tugas
misi didefinisikan sebagai aktifitas militer dalam usaha mencapai tujuan yang termuat dalam mandat, sedangkan aturan perang merupakan arahan bagi
komandan pasukan untuk menggunakan senjata kontak senjata selama operasi.
AU 2005
Pada saat AMIS dituntut untuk memulihkan situasi keamanan di Darfur, pemerintah Sudan dan kelompok pemberontak Darfur justru seringkali membuat
kondisi keamanan di Darfur semakin memburuk. Keduanya terus berperang satu
sama lain dan sekali lagi penduduk sipil Darfur yang menjadi korban. Pemerintah
Sudan dinyatakan bersalah ketika menyerang desa Saiyah pada 3 Januari 2005 dengan menggunakan dua helicopter Mi-24 dan satu pesawat pembom Antonov
yang menyebabkan empat orang penduduk sipil meninggal dan dua orang terluka dan 13 keluarga kehilangan rumah. Pemerintah Sudan juga melakukan pemboman
di desa Askanita dan sekitarnya yang dianggap sebagai basis kelompok pemberontak Darfur. Milisi Janjaweed dengan bantuan yang diberikan
sepenuhnya dari pemerintah Sudan menyerang desa Solokoya pada 10 Januari 2005 dan pada 1 Januari 2005 menyerang desa Hamada menyebabkan 30
penduduk sipil tewas. AU 2005
Sementara itu pada periode yang sama, kelompok pemberontak Darfur menyerang dan menghancurkan desa Um Dasho dan Um Rdimp pada 21 Januari
2005. Kelompok SLMAmenyerang desa El-Malam dan membakar 8 rumah, membunuh 20 orang serta mencederai 26 orang lainnya. Tindakan kelompok
pemberontak tersebut dimaksudkan dalam rangka membalas serangan Janjaweed ke desa Hamada. Mensah, 2005: 8
Mengenai berbagai kegagagalan AMIS dalam misinya, sebagian pengamat internasional berpendapat bahwa mandat yang diberikan kepada AMIS sangatlah
terbatas dan tidak mendukung upaya menyeluruh bagi pemulihan situasi kemanan di Darfur. Cdr Seth Appiah-Mensah, misalnya, menyatakan bahwa keputusan
Dewan Keamanan Uni Afrika pada 20 Oktober 2004 untuk memperluas mandat AMIS dibuat berdasarkan asumsi bahwa pemerintah Sudan akan memikul
tanggung jawab utama dalam memberikan perlindungan dan keamanan kepada penduduk sipil Darfur serta memimpin pelaksanaan perjanjian HCFA. Mensah,
2005: 8 Namun sayangnya, menurut Mensah, pemerintah Sudan tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut sehingga kekerasan terhadap penduduk
sipil mesaih sering terjadi. Keterbatasan mandat AMIS tersebut sangat dirasakan oleh pasukan Uni
Afrika yang berada di lapangan. Mandat yang diberikan terbatas pada misi pengamatan gencatan senjata dan perlindungan keselamatan pengamat militer Uni
Afrika di Darfur. AMIS tidak diberi mandat untuk memaksa perdamaian enforcing peace di Darfur, sehingga peran pasukan Afrika dan kehadiran AMIS
di Darfur seringkali dipertanyakan. Salah-satu perwakilan Human Rights Watch menyatakan,
“there is actually a lot of confusion among not only the Sudanese civilians but even humanitarian aid organizations about exactly
what the role of the African Union Mission is supposed to be ”.
Human Rights Watch 2005 Para personel AMIS sebenarnya sangat ingin melindungi penduduk sipil,
akan tetapi dengan mandat terbatas yang diberikan, mereka mustahil melakukannya. Salah seorang personel AMIS menyatakan “I need a stronger
mandate, like a peace enforcement mandate ”. Human Rights Watch 2005
Dengan mandat yang diberikan Dewan Keamanan Uni Afrika pada 20 Oktober 2004, AMIS bukanlah pasukan penjaga perdamaiaan peace-keeping force, oleh
sebab itu harapan masyarakat internasional bahwa AMIS akan menjalankan peran penjaga perdamaiaan tidak akan pernah terwujud. AMIS seharusnya memiliki dan
melaksanakan mandat-mandat sebagai berikut : 1 membantu pemerintah Sudan dalam menegakkan hukum di Darfur; 2 melindungi penduduk sipil Darfur ketika
pemerintah Sudan tidak mampu melaksanakan kewajiban perlindungan tersebut; 3 menentukan wilayah-wilayah bagi Janjaweed dan kelompok pemberontak; 4
melucuti senjata dan membubarkan kelompok-kelompok milisi serta mengintegrasikannya ke dalam masyarakat. Mensah, 2005: 8
E.2. Rules Of Engagement
Disamping keterbatasan mandat, AMIS tidak memiliki aturan perang yang jelas. Personel AMIS ditekankan untuk lebih mengutamakan penggunaan non-
deadly force daripada deadly face ketika berhadapan dengan kelompok
pemberontak Darfur maupun milisi Janjaweed. Penggunaan deadly force hanya diperbolehkan untuk mempertahankan diri. Pasukan AMIS juga hanya
bertanggung jawab untuk melindungi pengamat militer Uni Afrika dalam
melaksanakan tugas beserta peralatan-peralatan Uni Afrika di Darfur. Sedangkan perlindungan terhadap penduduk sipil tidak dimandatkan secara spesifik.
Kendala tersebut di atas akhirnya tidak dapat mencegah berbagai pelanggaran terhadap kesepakatan HCFA yang semestinya berjalan di bawah
pengawasan CFC dan AMIS. Sejak CFC beroperasi di Darfur, terdapat sebanyak 179 pelanggaran HCFA, 700 penduduk sipil meninggal yang 512 diantaranya
disebabkan oleh Janjaweed. Kelompok pemberontak Darfur beserta masyarakat Darfur bahkan kemudian menginginkan agar pasukan Uni Afrika diganti dengan
pasukan baret biru pasukan penjaga perdamaiaan PBB. Dalam beberapa kesempatan, kelompok pemberontak Darfur menolak kehadiran pengamat militer
Uni Afrika dari Mesir karena dianggap bekerjasama dengah pemerintah Sudan.
E.3. Logistik dan Penempatan Personel AMIS
Operasi Uni Afrika di Darfur semakin menemui kendala karena tidak didukung dengan peralatan dan logistik yang memadai. Hal ini tentunya tidak
lepas dari terbatasnya dana operasional Uni Afrika di Darfur. Jumlah peralatan- peralatan yang mendukung operasi militer seperti telepon satelit, kendaraan
maupun perlengkapan kantor yang dimiliki AMIS sangatlah terbatas. Sampai akhir November 2004 setiap sektor komando CFC hanya diberikan empat
kendaraan oprasional dan dua telepon satelit. Jumlah tersebut tentunya tidak cukup untuk menjangkau seluruh wilayah Darfur yang sangat luas. Untuk
mengatasi kendala logistik, Uni Afrika akhirya meminta bantuan masyarakat internasional terutama kepada negara-negara donor seperti Amerika Serikat, Uni
Eropa, Inggris dan Kanada. Mensah, 2005: 12