KOMITMEN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK KRISIS KEMANUSIAAN DI DARFUR PERAN UNI AFRIKA DALAM PENYELASAIAN KONFLIK DARFUR 2004 KESIMPULAN

xiii DAFTAR TABEL Tabel I.I. Pasal 3 Piagam Uni Afrika 28 Tabel I.II. Pasal 4 Piagam Uni Afrika 35 Tabel I.III. Isu-isu Perundingan Darfur 86 xiv DAFTAR SINGKATAN AMIS : African Union Mission in Sudan APF : African Peace Facility APP : African Action Plan ASF : African Standby Force AU : African Union DK PBB : Dewan Kemanan Perserikatan Bangsa-bangsa DLF : Darfur Liberation Front DPKO : Departement of Peace-Keeping Operation EDF : European Development Fund HRW : Human Right Watch ICISS : The International Commission on Intervention and State Sovereignty JEM : Justice and Equality Movement OAU : Organization of African Unity OPA : Organisasi Persatuan Afrika R2P : Responsibility to Protect SLMA : Sudan Liberation MovementArmy SPLA : Sudan People Liberation Army UNAMID : United Nations-African Union peacekeeping operation in Darfur xv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Wawancara Dengan Duta Besar Sudan untuk Indonesia xxii Lampiran II Agreement on Humanitarian ceasefire on the conflict in Darfur Lampiran III Gambar PETA DARFUR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Uni Afrika African Union merupakan sebuah organisasi internasional di Afrika yang secara resmi berdiri pada tanggal 9 Juli 2002 di Durban, Afrika Selatan. Organisasi ini berambisi untuk menyatukan seluruh negara di kawasan Afrika serta berusaha untuk berperan lebih aktif dalam perekonomian global, disamping juga berusaha menyelesaikan berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik negara-negara anggotanya. Sejak awal pembentukannya Uni Afrika sudah memiliki 53 negara anggota. 1 Kota Addis Ababa di Ethiopia dipilih sebagai kantor pusat aktifitas organisasi Uni Afrika. Sonu 2003:32 Pada dasarnya, Uni Afrika merupakan kelanjutan dari Organisasi Persatuan Afrika Organization of African Unity, --selanjutnya disingkat OPA yang didirikan pada tanggal 25 Mei 1963 di Addis Ababa, Ethiopia. Pada tahun 2002 OPA merevitalisasi diri dan berubah menjadi African Union Uni Afrika. Terdapat perbedaan signifikan antara OPA dan Uni Afrika. OPA tidak memiliki instrumen intervensi politik dan militer. Sementara Uni Afrika memilikinya dan dapat digunakan jika terlibat dalam atau untuk melakukan resolusi konflik di negara anggota, apabila terdapat kejahatan berat kejahatan berat meliputi genosida, kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan. Selain itu, beberapa 1 Afrika Selatan, Republik Afrika Tengah, Aljazair, Angola, Republik Arab Sahrawi, Benin, Bostwana, Burkina Faso, Burundi, Chad, Djibouti, Eriteria, Ethiopia, Gabon, Gambia, Ghana, Guinea, Guinea Bissau, Guinea Khatulistiwa, Kamerun, Kenya, Komoro, Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo, Lesotho, Liberia, Libya, Malawi, Mali, Mauritania, Mauritius, Mesir, Mozambik, Namibia, Niger, Nigeria, Pantai Gading, Rwanda, Sao Tome dan Principe, Senegal, Seychelles, Sierra Leone, Somalia, Sudan, Swaziland, Tanjung Verde, Tanzania, Togo, Tunisia, Uganda, Zambia, Zimbabwe prinsip Uni Afrika juga menyatakan bahwa negara anggota berhak meminta organisasi ini melakukan intervensi, dalam upaya memulihkan keamanan dan meciptakan perdamaian. AU 2012. Mekanisme intervensi Uni Afrika tersebut diatur melalui Peace and Security Council , sebuah badan di bawah naungan organisasi. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 3 Protocol Relating to the Establishment of the Peace and Security Council of the African Union yang ditandatangani oleh negara anggota Uni Afrika pada tanggal 9 Juli 2002. Dokumen tersebut diantaranya mempromosikan: 1 perdamaian, keamanan dan stabilitas di Afrika; 2 memberikan peringatan dini dan diplomasi pencegahan, 3 peace-making termasuk usaha-usaha mediasi, rekonsiliasi dan penyelidikan, 4 operasi perdamaian dan intervensi serta peace-building dan rekonstruksi pasca konflik. AU, 2012 Salah satu konflik internal yang telah ditangani melaui intervensi Uni Afrika adalah konflik internal negara Sudan di Darfur. Selain merupakan konflik separatisme, konflik ini memiliki nuansa konflik etnis. Dalam hal ini, etnis Arab yang didukung pemerintahan Omar Al Bashir berseteru dengan etnis Afrika yang merupakan identitas kelompok pemberontak. Powell, 2005:80. Darfur adalah daerah di bagian barat Sudan yang dihuni oleh lebih dari 30 kelompok etnis, dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 6 juta jiwa. Secara garis besar, penduduk Darfur terbagi dalam dua golongan utama, suku Afrika dan suku Arab. Masyarakat suku Afrika Darfur, merupakan penduduk lokal Darfur yang menetap. Mereka telah tinggal di daerah ini sejak Darfur masih menjadi sebuah kesultanan Islam independen pada tahun 1650. Suku-suku tersebut diantaranya meliputi suku asli Fur, Masalit, Zaghwa, Daju dan Berti. Sedangkan, suku Arab Darfur merupakan suku pendatang menempati wilayah Darfur bagian utara dan selatan. Meskipun bukan penduduk asli, Arab merupakan etnis yang dominan di daerah tersebut dan mereka beragama Islam. Mayoritas orang Arab Darfur berkulit hitam yang merupakan hasil dari perkawinan campuran Arab- Afrika. Collins 2006:29 Konflik etnis berakar setidaknya sejak Pemerintahan Sadiq al Mahdi 1986-1989, ketika Darfur dibagi menjadi tiga wilayah: Utara, Selatan, dan Barat. Pemerintah masa itu membentuk milisi sipil yang dipersenjatai dari suku Messiriya dan Rezeiget, yang merupakan dua suku besar keturunan Arab di Darfur dan cikal-bakal dari Janjaweed, untuk mengamankan tiga wilayah tersebut dari kelompok pemberontak. Kelompok pemberontak ini adalah kaum Afrika terpelajar Darfur yang menggalakkan pergerakan politik sejak tahun 1960-an, karena Darfur secara politik dan ekonomi termajinalkan oleh pemerintah pusat. Tuntutan mereka adalah kesetaraan pembangunan untuk Darfur dan yang paling ektrem, menuntut kemerdekaan bangsa Afrika Darfur. Collins 2006:30 Pemerintahan selanjutnya yang masih berkuasa hingga saat skripsi ini ditulis, tidak melikuidasi milisi Janjaweed dan justru memperkuatnya. Bahkan, Presiden Omar al Bashir berusaha menerapkan hukum Islam sebagai hukum nasional dan merendahkan kepercayaan lain yang dianut suku-suku Afrika pribumi. Pemerintah pusat Sudan di Khartoum pun lebih mementingkan orang- orang Arab untuk menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan dan pembangunan daerah Darfur yang dihuni mayoritas Afrika semakin dikesampingkan begitu saja. Keadaan diperparah akibat ulah Janjaweed yang mulai mengusir warga sipil lokal untuk mengambil akses sumber daya alam seperti minyak dan uranium, terutama di kota-kota strategis Darfur, Al-fashir, Nyala dan Geneina. Ini mengakibatkan pemerintah Khartoum kehilangan legitimasi di mata masyarakat etnis Afrika Darfur. Collins 2006:33 Penduduk etnis Afrika Darfur akhirnya membentuk juga milisi-milisi bersenjata dengan menggunakan ciri etnis non-Arab sebagai tandingan, untuk menghadapi Janjaweed . Mereka mendeklarasikan Sudan Liberation MovementArmy SLMA pada tanggal 12 Maret 2003. Milisi ini merupakan hasil peleburan dari dua kelompok pemberontak Darfur Liberation Front DLF dan Sudan People Liberation Army SPLA dua organisasi subversif yang memiliki jaringan nasional yang luas. SLMA kemudian melakukan berbagai penyerangan, diantaranya yang paling terkenal adalah serangan kota Gulu, yang dihuni mayoritas suku Arab. Mereka terlibat baku tembak dengan polisi setempat sebelum kemudian melarikan diri. Dalam peristiwa tersebut, 195 tentara militer Sudan terbunuh. Collins 2006:39 Serang-menyerang semakin intens setelah Bandara Al Fashir menjadi target SLMA pada 25 April 2003. Serangan tersebut menghancurkan sejumlah helikopter milik pemerintah, pesawat pembom Antonov, menduduki kantor pusat militer, dan menangkap Mayor Jendral Ibrahim Bushara, kepala Angkatan Udara Sudan. Kastfur 2005:196 Sepuluh hari kemudian, SLMA menangkap Kolonel Mubarak Muhammad al-Saraj, Kepala Badan Intelejen Negara Sudan di Aynshiro, sebelah utara Jabal Marra. Dalam serangan ini, muncul kelompok pemberontak Darfur baru yang bernama Justice and Equality Movement JEM dan bergabung dengan SLMA. Kastfur 2005:196