Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
untuk mengambil akses sumber daya alam seperti minyak dan uranium, terutama di kota-kota strategis Darfur, Al-fashir, Nyala dan Geneina. Ini mengakibatkan
pemerintah Khartoum kehilangan legitimasi di mata masyarakat etnis Afrika Darfur. Collins 2006:33
Penduduk etnis Afrika Darfur akhirnya membentuk juga milisi-milisi bersenjata dengan menggunakan ciri etnis non-Arab sebagai tandingan, untuk
menghadapi Janjaweed
. Mereka
mendeklarasikan Sudan
Liberation MovementArmy
SLMA pada tanggal 12 Maret 2003. Milisi ini merupakan hasil peleburan dari dua kelompok pemberontak Darfur Liberation Front DLF dan
Sudan People Liberation Army SPLA dua organisasi subversif yang memiliki
jaringan nasional yang luas. SLMA kemudian melakukan berbagai penyerangan, diantaranya yang paling terkenal adalah serangan kota Gulu, yang dihuni
mayoritas suku Arab. Mereka terlibat baku tembak dengan polisi setempat sebelum kemudian melarikan diri. Dalam peristiwa tersebut, 195 tentara militer
Sudan terbunuh. Collins 2006:39 Serang-menyerang semakin intens setelah Bandara Al Fashir menjadi
target SLMA pada 25 April 2003. Serangan tersebut menghancurkan sejumlah helikopter milik pemerintah, pesawat pembom Antonov, menduduki kantor pusat
militer, dan menangkap Mayor Jendral Ibrahim Bushara, kepala Angkatan Udara Sudan. Kastfur 2005:196 Sepuluh hari kemudian, SLMA menangkap Kolonel
Mubarak Muhammad al-Saraj, Kepala Badan Intelejen Negara Sudan di Aynshiro, sebelah utara Jabal Marra. Dalam serangan ini, muncul kelompok pemberontak
Darfur baru yang bernama Justice and Equality Movement JEM dan bergabung dengan SLMA. Kastfur 2005:196
Pemerintah Sudan kerap merespons serangan kelompok pemberontak dengan cara-cara represif. Pemerintah juga memberikan kewenangan kepada
milisi Janjaweed untuk melakukan apapun demi mengamankan wilayah Darfur dari serangan pemberontak. Janjaweed ikut bertanggungjawab atas pembunuhan
terhadap warga Afrika Darfur, memperkosa para perempuan, dan menyiksa anak- anak kecil. Ini disertai dengan pembakaran perkampungan warga. Menurut
Pruiner, metode yang digunakan oleh Janjaweed menuju ke arah skema yang sistematis guna menghilangkan populasi Afrika di Darfur, atau genosida. Pruiner
2005:145 Sampai awal tahun Januari 2004, korban tewas yang kebanyakan etnis
Afrika ini sudah mencapai 10.000 jiwa. Pruiner 2005:148 Human Right Watch melaporkan bahwa sekitar 1,6 juta warga Darfur pada tahun 2003 kehilangan
tempat tinggal dan harus mengungsi. Sekitar 200.000 warga sipil mengungsi ke negara tetangga terdekat, seperti Chad dan Republik Afrika Tengah, dua negara
yang berbatasan langsung dengan Darfur. Di Chad, diperkirakan sekitar 70.000 pengungsi meninggal sejak tahun 2003 sampai 2005 akibat kekurangan gizi dan
wabah penyakit. Strauss 2005:30 Selain itu, pengungsi di negara-negara yang berbatasan langsung dengan Darfur ini juga rawan akan kekerasan karena milisi
Janjaweed kerap melintasi perbatasan Darfur dan menyerang kamp pengungsi. Angka kematian suku Afrika yang mencapai puluhan ribu orang hanya
dalam periode kurang dari satu tahun, mengindikasikan adanya praktik genosida. Hal ini mengundang perhatian internasional, khususnya Uni Afrika. Kecaman
dari masyarakat internasional bermunculan. Dewan Keamanan PBB bahkan mengeluarkan resolusi agar Sudan segera mengakhiri peperangan dengan
langkah-langkah kongkrit dan melucuti persenjataan Janjaweed. Uni Afrika pun tak ketinggalan meminta pemerintah Sudan agar mau terbuka dengan kehadiran
pihak luar untuk mengakhiri konflik. Human Rights Watch 2003 Mediasi pertama yang melibatkan pihak luar antara pemerintah Sudan dan
kelompok pemberontak dilakukan pada tanggal 3 September 2003, di kota Abache, Sudan, yang berbatasan dengan Chad. Mediasi ini terselenggara atas
inisiatif Presiden Chad, Idriss Deby, yang secara tidak langsung merasa dilibatkan dalam pusaran konflik karena pengungsi Darfur banyak yang mendatangi wilayah
negaranya. Deby berkepentingan agar stabilitas keamanan di wilahnya tetap terjaga. Kesepakatan yang dihasilkan kedua belah pihak adalah melakukan
gencatan senjata selama 45 hari. Mediasi ini juga dihadiri utusan Uni Afrika. AU 2004
Uni Afrika sebagai wadah perhimpunan negara-negara di Afrika merasa perlu untuk menyelesaikan konflik Darfur. Negara-negara anggota menganggap,
masalah ini bisa mempengaruhi keamanan kawasan dan membuat permasalahan antar bangsa Afrika menjadi lebih rumit dan pada akhirnya menghambat
pembangunan di Afrika. Chad, sebagai negara yang langsung terkena imbasnya juga terus menyuarakan agar Uni Afrika turun tangan. AU 2004
Uni Afrika berhasil membuat perjanjian kesepakatan damai antara pemerintah Sudan dan kelompok pemberontak pada tanggal 8 April 2004 di
N’djamena, ibukota Chad. Perjanjian ini didukung dengan kehadiran kelompok pemantau dan penjaga perdamaian African Union Mission in Sudan AMIS mulai
Mei 2004 dengan penempatan 7000 personil militer. Adnan 2007:129 AMIS merupakan badan khusus penjaga perdamaian bentukan Uni Afrika, sebagai
langkah menindaklajuti Resolusi PBB No. 1564, yang menunjuk dan memberikan Uni Afrika mandat untuk melakukan resolusi konflik dan menjalan misi
kemanusiaan di Darfur. Resolusi 1564, juga meminta kepada seluruh anggota PBB untuk membantu Uni Afrika dengan memberikan bantuan perlengkapan
logistik, keuangan, bahan-bahan pokok, dan kebutuhan-kebutuhan lain. Di Darfur, AMIS melakukan misi perdamaian untuk menjaga stabilitas keamanan di daerah
yang dilanda konflik tersebut. Adnan 2007:130 Misi Uni Afrika dimungkinkan diterima di Darfur karena pemerintah
Sudan menolak PBB dan negara-negara barat campur tangan langsung dalam masalah internalnya. Pemerintah Sudan hanya bersedia menerima campur tangan
dari Uni Afrika. Maka Resolusi DK PBB 1564 yang memberikan mandat kepada Uni Afrika diterima oleh Sudan. Pelaksanaan mandat ini berlangsung sampai
tahun 2007. Dalam perjalanannya, misi ini menemui berbagai kesulitan karena perang dan tindak kekerasan ternyata tidak sepenuhnya dapat dihentikan. Pada
Juli 2007, DK PBB menetapkan resolusi 1769, yang mengakhiri mandat tunggal Uni Afrika. Resolusi 1976 memberi mandat gabungan untuk PBB dan Uni Afrika.
Untuk melakukan misi perdamaian dibentuklah United Nations-African Union peacekeeping operation in Darfur
UNAMID hingga 2013. AU 20012 Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini akan membahas peran
Uni Afrika dalam resolusi konflik di Darfur pada periode 2004-2007, ketika organisasi tersebut mulai mulai mengirimkan pasukan dengan misi perdamaian
dan melakukan berbagai upaya untuk menghentikan konflik berkepanjangan. Tema ini penting diteliti untuk memahami kontribusi organisasi regional ini dalam
mewujudkan perdamaian di wilayah negara anggotanya. Keterlibatan Uni Afrika
untuk melakukan resolusi konflik di Darfur adalah keterlibatan pihak luar pertama di wilayah ini. Sebelumnya, Sudan selalu berusaha mencegah terjadinya
internasionalisasi konflik dalam negerinya. AMIS adalah pasukan yang pertama kali boleh masuk untuk menjalankan misi penghentian kekerasan dan
perlindungan warga sipil di Darfur.