Ketujuh uraian di atas merupakan nilai-nilai toleransi Beragama yang cukup relevan untuk dikembangkan melalui lembaga pendidikan baik formal
maupun informal. Upaya untuk mensosialisasikan dan merealisasikannya menjadi prioritas baik dalam proses belajar mengajar maupun pola interaksi
sehari-hari demi terciptanya hubungan yang sehat, harmonis.
4. Upaya Menumbuhkan Toleransi Beragama
Ada beberapa upaya untuk menumbuhkan toleransi beragama sejak dini, yaitu dengan cara membimbing anak sedini mungkin untuk dikenalkan
dengan berbagai agama atau kepercayaan yang ada disekitarnya, anak-anak diajarkan sejarah agama, karena di sekolah tidak cukup untuk menjelaskan
bagaimana proses keberagaman agama di Indonesia. Nah, hal ini yang menjadi perhatian penuh para orang tua untuk mendidik, membina dan
mengarahkan sang anak supaya bisa menyikapi secara bijak terhadap perbedaan-perbedaan yang ada.
D. Anak
Berbicara mengenai pengertian anak selalu dikaitkan dengan batasan umur anak itu sendiri. Dalam hal ini para ahli berbeda pendapat dalam menentukan
batasan umur seorang anak yang dihubungkan dengan kecakapannya. Berikut ini beberapa pendapat tentang anak:
Agus Sujanto menyatakan bahwa, masa kanak-kanak, yaitu sejak lahir sampai 5 tahun, masa anak, yaitu umur 6 tahun sampai 12 tahun.
13
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia anak merupakan “turunan kedua” turunan yang
dilahirkan dari dari sepasang pria dan wanita dalam sebuah ikatan perkawinan.
14
Sehubungan dengan adanya berbagai pendapat tentang batasan umur seorang anak, penulis setuju pada pendapat yang mengatakan batasan usia anak
adalah nol sampai 12 tahun. Masa anak sekolah umur 6 – 12 tahun Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang, atau masa laten,
di mana apa yang terjadi dan dipupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya.
15
Dengan memasuki SD salah satu hal penting yang perlu dimiliki anak adalah kematangan sekolah, tidak saja
meliputi kecerdasan dan keterampilan motorik, bahasa, tetapi juga hal lain, seperti dapat menerima otoritas tokoh lain di luar orang tuanya, kesadaran akan tugas,
patuh pada peraturan dan dapat mengendalikan emosi-emosinya. Pada masa anak sekolah ini, anak-anak membandingkan dirinya dengan
teman-temannya dimana ia mudah sekali dihinggapi ketakutan akan kegagalan dan ejekan teman. Bila pada masa ini ia sering gagal dan merasa cemas, akan
tumbuh rasa rendah diri, sebaliknya bila ia tahu tentang bagaimana dan apa yang
13
Agus Sujanto Psikologi Perkembangan.Jakarta: Aksara Baru, 1982 cet. Ke.3. h.1
14
W.J.s. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1985, cet ke-8, h. 38
15
Singgih D. Gunarsa, Yulia Singih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2003 cet ke-10, h. 13
perlu dikerjakan dalam menghadapi tuntutan masyarakatnya dan berhasil mengatasi masalah didalam hubungan dengan teman dan prestasi sekolahnya,
akan timbul motivasi yang tinggi terhadap karya. Dengan memasuki dunia sekolah dan mayarakat, anak-anak dihadapkan
pada tuntutan sosial yang baru, yang menyebabkan timbulnya harapan-harapan atas diri sendiri self-expectation dan aspirasi-aspirasi baru, dengan lain
perkataan akan muncul lebih banyak tuntunan dari lingkungan maupun dari dalam anak sendiri yang kesemuanya ingin dipenuhi. Beberapa keterampilan yang perlu
dimiliki anak pada tahap ini meliputi: 1.
Keterampilan menolong diri sendiri self-help skills 2.
Keterampilan bantuan sosial social-help skills 3.
Keterampilan sekolah school skills 4.
Ketrampilan bermain play skills.
16
Di dalam segi emosinya, nampak pada usia ini anak mulai belajar mengendalikan reaksi emosinya dengan berbagai cara atau tindakan yang dapat
diterima lingkungannya. Pada akhir masa sekolah, karena tujuan utama masa ini adalah diakui
sebagai anggota dari suatu kelompok, maka biasanya anak-anak cenderung lebih senang memilih aturan-aturan yang ditetapkan kelompoknya daripada apa-apa
yang diatur oleh orang tuanya.
16
Ibid
Melalui pengasuhan di rumah dan pergaulan sosial sehari-hari anak belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain, bagaimana ia menentukan identitas diri
dan peran jenis kelaminnya, bagaimana ia melatih otonomi sikap mandiri dan berinisiatif, bagaimana belajar mengatasi kecemasan dan konflik secara tepat,
bagaimana mengembangkan moral dan kata hati yang benar dan serasi. Sedangkan dalam Islam memandang bahwa masa kanak-kana adalah masa
penentuan masa depan, dan di antara kewajiban generasi sekarang adalah menanamkan berbagai kemungkinan tanggung jawab dalam mengemban
kepemimpinan secara sukses.
17
Satu-satunya jalan untuk memperbaiki, mendidik dan membangkitkan semangat generasi mendatang adalah kepedulian atau sikap
peduli terhadap anak sekarang, mendidik dengan pendidikan yang baik dan memberikan bekal ilmu pengetahuan untuk mengarungi kehidupan nanti.
Betapa tinggi kepedulian Islam terhadap pendidikan anak, hal ini dapat dibuktikan melalui sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Jabir bin
Samroh:
“Pendidikan atau bimbingan yang diberikan orang tua kepada anaknya lebih baik dari bersedekah sejumlah satu sha’” HR. Turmudzi.
18
17
Muhammmad Athiyah al-Abrasy, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996 h. 81
18
Muhammad Abdul Ar Rahman bin Abd Al Rahim Al Mubarakafuri, Tukhfah al Akhwazi bin Syarh Jami Al Turmudzi
, juz 6, Beirut: Dar Al kutub al Ilmiyah, 1990 cet ke-1, h. 70
BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH SAHABAT ANAK PUSPITA
A. Profil Rumah Sahabat Anak Puspita