Sistematika Penulisan Pembentukan Sikap

e. Cita-cita masa depan yang diharapkan. 5. Prosedur dan Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpulkan melalui empat instrumen tersebut akan dianalisis dengan dua pendekatan, yaitu dengan pendekatan normatif kualitatif dan pendekatan empiris kuantitatif.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, yaitu meliputi latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian

BAB II Kerangka Teoritis, yang meliputi pengertian peran, pengertian

aktivitas, bentuk aktivitas, proses pembentukan sikap, pengertian toleransi beragama, upaya menumbuhkan toleransi beragama dan pengertian tentang anak.

BAB III Membahas Tentang Gambaran Umum RSA Puspita, meliputi

profil, visi dan misi, struktur organisasi, dan pola pembinaan. Bab IV Analisis Tentang Peran Aktifitas Rumah Sahabat Anak Puspita Dalam Pembentukan Sikap Toleransi Beragama Pada Anak Binaan meliputi, analisis bentuk-bentuk aktivitas, analisis masalah anak bianaan, analisis hasil aktivitas dan analisis tentang respon anak terhadap pola pembinaan.

BAB V Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.

BAB II KERANGKA TEORITIS

A. Peran dan Aktivitas 1. Pengertian Peran

Dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah beberapa tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat dan harus dilaksanakan. 1 Peran tidak dapat dipisahkan dari status kedudukan walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya, peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali seseorang dikatakan berperan. Karena dia mempunyai status orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun kedudukan itu berbeda antara satu dengan yang lain, akan tetapi masing-masing dirinya berperan dengan statusnya. Sedangkan Gross, Mason dan A.W. Mc Eachern sebagaimana dikutip oleh David Barry mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998, h. 667 yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu, 2 harapan tersebut masih menurut David Barry, merupakan hubungan-hubungan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu dapat ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya. Sarlito Wiraman Sarwono juga mengemukakan hal yang sama bahwa harapan tentang peran adalah harapan-harapan yang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditentukan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu. 3 Dari penjelasan tersebut di atas terlihat suatu gambaran bahwa yang dimaksud dengan peran merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya. Di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan di mana dia berada.

2. Pengertian Aktifitas

Kata aktivitas menganut pengertian tentang kegiatan, salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan di tiap bagian perusahaan. 3 2 David Barry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, cet. Ke 3. h 99 3 Sarlito Wiranwono Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial Jakarta: Rajawali, 1984, cet ke- 1,h. 235 3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, edisi ke-3, 2002. hal. 23 Sedangkan dalam kehidupan harian aktivitas berarti menjalankan kegiatan rutinitas sehari-hari, misalnya saja seorang ibu yang setiap harinya tidak pernah lepas dari pekerjaan membersihkan rumah, mengurus anak- anaknya, atau seorang pelajar yang selalu menjalankan aktivitasnya rutinnya ke sekolah, untuk belajar dan berkreasi. Itulah aktivitas yang tidak pernah bisa lepas dari kehidupan manusia yang masih bernafas, berbeda dengan manusia yang sudah tidak bernafas lagi. Dari beberapa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan di atas, bisa juga berdampak positif atau negatif bagi pelakunya, karena menurut Samuel Soeltoe sebenarnya aktivitas bukan hanya sekedar kegiatan, beliau memandang bahwa aktivitas dipandang sebagai usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan. Salah satu kebutuhan manusia adalah menuntut ilmu untuk menjadi pintar dan pandai, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka manusia harus belajar dengan tekun melalui sekolah, majlis-majlis tempatnya ilmu atau juga bisa dengan membaca buku. Ternyata untuk memenuhi satu kebutuhannya saja manusia harus melakukan berbagai kegiatan atau melakukan berbagai aktivitas. 4

B. Pembentukan Sikap

Kita pasti sering mendengar kata sikap, atau bahkan telah kerap menggunakannya dalam percakapan keseharian. Mungkin kita sudah biasa ditanya sikap kita terhadap sesuatu. Misalnya bagaimana sikap Anda dengan kekerasan 4 Samuel Soeitoe, Psikologi Pendidikan II Jakarta: FEUI, 1982 h. 52 aparat polisi pada aksi demonstrasi di kampus UNAS Universitas Nasional Pasar Minggu? Apa sikap Anda dengan pelacuran? Apa sikap Anda dengan korupsi para pejabat kita? Bagaimana sikap Anda tentang masalah kemiskinan? kita mungkin akan menjawabnya dengan pendapat berbeda untuk masing-masing kasus. Saat ini kita mungkin menjadi pendukung partai tertentu, penggemar tokoh tertentu, anggota klub penggemar tanaman hias, pecinta lingkungan, pecinta demokrasi, atau yang lain. Kita bisa menjadi hal-hal tersebut karena adanya sikap yang kita miliki. Apa sebenarnya sikap? Sikap bisa kita artikan sebagai kecenderungan reaksi penilaian terhadap segala sesuatu di dunia ini. Bisa saja sesuatu itu orang lain, peristiwa atau masalah, ide-ide maupun suatu keadaan fisik. Di dalam sikap terkandung aspek afeksi emosi atau perasaan, aspek kognisi keyakinan, dan aspek perilaku perilaku dalam bentuk nyata ataupun kecenderungan berperilaku. Sebagai ilustrasi, ambil contoh sikap tentang minuman keras. Mula-mula kita harus memiliki keyakinan tertentu tentang minuman keras, misalnya minuman keras itu enak, merusak tubuh, mahal, teman saat stres, kadar alkohol tinggi bisa memabukkan, diharamkan agama, atau lainnya aspek kognisi. Lalu kita bisa memiliki perasaan positif atau negatif terhadap minuman keras. Kita bisa menyukai minuman keras atau tidak suka aspek afektif. Kemudian, kita juga memiliki kecenderungan perilaku tertentu terhadap minuman keras. Jika kita menyukainya maka kita meminumnya, mengatakan bahwa minum-minuman keras itu baik, bersedia mengeluarkan uang untuk membelinya, atau yang lain. Jika kita tidak menyukainya maka kita tidak meminumnya, ikut operasi minuman keras, melarang teman kita meminumnya, mengeluarkan artikel tentang bahaya minuman keras, tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya dan sebagainya aspek perilaku. Jadi, belum sikap namanya jika kita hanya memiliki pendapat terhadap sesuatu misalnya miras itu haram. Namun jika kita memiliki perasaan tertentu terhadap miras misalnya tidak suka, dan bertindak tertentu terhadap miras misalnya tidak mau meminumnya, barulah pendapat itu merupakan sikap. Proses Pembentukan Sikap Bagaimana kita bisa memiliki sikap tertentu terhadap suatu hal? Bagaimana anda menjadi pendukung partai, fans klub sepakbola Persebaya, fans klub AC Milan, fans artis, pecinta binatang, penggemar tanaman hias, atau semacamnya? Kita memperolehnya karena anda belajar untuk memilikinya. Ada banyak jalur yang membuat kita bisa memiliki sikap tertentu. Bisa karena pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, pengaruh media massa, pengaruh lembaga pendidikanlembaga agama, dan pengaruh emosional. Adapun proses pembentukan sikap adalah melalui pembelajaran. Kita belajar untuk memiliki sikap tertentu. Bagaimana caranya? Secara garis besar, orang belajar melalui pengkondisian klasik, pengkondisian instrumental, pemodelan dan pengalaman langsung. Pengkondisian klasik classical conditioning. Inilah belajar berdasarkan asosiasi. Jika sesuatu stimulus muncul maka kita berharap adanya sesuatu yang lain stimulus kedua mengikutinya. Artinya, sesuatu diasosiasikan dengan yang lain. Misalnya kita mula-mula bersikap netral terhadap anjing. Kita tidak menyukainya, juga tidak membencinya. Namun kemudian kita tahu bahwa penggemar anjing dikenal sebagai orang-orang yang memiliki kelas sosial tinggi. Maka kemudian kita jadi bersikap positif karena kita juga memandang positif kelas sosial tinggi. Sikap bisa muncul sejak kecil. Seorang anak pada awalnya bersikap netral terhadap semua orang. Mereka memiliki sikap negatif atau positif karena mempelajari sikap orang lain. Misalkan orangtuanya selalu menggerutu jika bertemu dengan rombongan suporter sepakbola. Ia sering mengatai-ngatai negatif suporter sepakbola. Nah, sang anak akan belajar untuk bersikap negatif juga terhadap suporter sepakbola, karena suporter sepakbola diasosiasikan dengan hal- hal negatif. Pendek kata, mengasosiasikan sesuatu dengan hal-hal negatif akan membentuk sikap negatif dan mengasosiasikan sesuatu dengan ha-hal positif akan membentuk sikap positif. Pengkondisian instrumental instrumental conditioning. Ini adalah prinsip di mana sikap tertentu muncul karena adanya imbalan atas perilaku yang diharapkan, dan adanya hukuman jika berperilaku tidak seperti yang diharapkan. Misalnya di dalam rumah, kita diharapkan untuk bertindak tanpa kekerasan dalam kondisi apapun. Maka, ketika kita melakukan kekerasan, kita akan dimarahi. Jika kita tidak melakukan kekerasan, kita akan dipuji bahkan diberi hadiah. Pemodelan modeling. Inilah belajar melalui peniruan atau observasi. Kita memiliki sikap tertentu karena mengamati dan meniru orang lain. Jika orang lain bersikap positif terhadap minuman keras meminumnya sering-sering, kita juga bersikap positif meminumnya juga. Boleh jadi kita meniru dari yang Anda ketahui secara langsung, maupun secara tidak langsung melalui media massa atau orang lain. Lagipula umumnya orang lebih banyak menerima pendapat, gagasan, dan sikap orang lain daripada menghindarinya. Pengalaman. kita menyukai bakso atau tidak dengan cara bagaimana? Sudah tentu dengan cara mencicipi bakso. Kita menyukai kuliah yang diberikan dosen tertentu dengan cara apa? Sudah pasti dengan cara mengikuti kuliahnya. Banyak sikap muncul dari pengalaman yang dialami secara langsung. Namun demikian, kadang orang hanya berasumsi belaka. Misalnya kita berasumsi bahwa jika Anda pergi ke diskotik pasti akan tidak menyenangkan bagi kita. Oleh sebab itu kita bersikap negatif terhadap diskotik. Padahal, jelas kita belum sekalipun masuk diskotik.

C. Toleransi Beragama 1. Pengertian Toleransi