Struktur Organisasi Rumah Sahabat Anak Puspita Analisis Bentuk-Bentuk Aktifitas

f. Mencari dan mengupayakan sumber-sumber baik yang berupa materi atau non materi.

C. Struktur Organisasi Rumah Sahabat Anak Puspita

Struktur Organisasi Rumah Sahabat Anak Puspita Dewan Pembina : F. Welirang dan Prof. DR. KH. Said Agil Siroj. MA Dewan Pengawas : P. Soegiono. D. MBA, Anton Juardi Ketua : Ali Qohar Sekertaris : Syahrozi Bendahara : Edy Saptaji Divisi RSA : Syahrudin Divisi Pendidikan : Ngatia Divisi Seni dan Ketrampilan : Daniel Divisi Buletin Sirumput : Muzakir Divisi Puspita Printing : Riadin Divisi Puspita Prodoction : Remo Yulianto Divisi Wedding Organizer : Sarmada D. POLA PEMBINAAN Di dalam Rumah Sahabat Anak Pusita terdapat beberapa program yang telah dijalankan oleh anak binaan, mereka dididik mandiri, agar kelak setelah keluar dari Rumah Sahabat Anak Puspita mempunyai kemampuan untuk membuka usaha sendiri, karena di dalam program Rumah Sahabat Anak Puspita ini terdapat beberapa program yang bertujuan agar anak binaan mampu mengembangkan kemampuannya untuk hidup lebih baik. Di bawah ini terdapat program yang telah dijalani oleh anak binaan: 1. Pendidikan keagamaan 2. Biaya pendidikan gratis 3. Kesehatan 4. Keterampilan 5. KUBE BAB IV ANALISIS TENTANG PERAN AKTIVITAS RUMAH SAHABAT ANAK PUSPITA DALAM PEMBENTUKAN SIKAP TOLERANSI BERAGAMA PADA ANAK BINAAN

A. Analisis Bentuk-Bentuk Aktifitas

Rumah Sahabat Anak Puspita melakukan beberapa proses aktifitas, tentunya melalui program-program yang dicanangkan setiap pertiga tahunan. Adapun dalam pelaksanaan aktifitas Rumah Sahabat Anak Puspita, dalam memberikan pembinaan kemandirian serta solusi terhadap masalah anak binaan, dalam hal ini masalah keberlangsungan pendidikan formal bagi anak binaan. Dan setelah melakukan perencanaan, kemudian para relawan Rumah Sahabat Anak Puspita melaksanaan program tersebut melalui: 1. Pendidikan Agama Program pendidikan agama sangat perlu ditanamkan sejak usia dini, dalam hal ini Rumah Sahabat Anak Puspita tidak mengajarkan materi tentang keislaman semata, akan tetapi para relawan mengajarkan tentang hubungan antaragama, hubungan manusia satu dengan lainnya dan mengajarkan tentang toleransi beragama, hal ini menjadi penting karena tidak ada masa depan pluralisme jika anak-anak kita tidak diajarkan semangat toleransi dan solidaritas. Pluralisme adalah tantangan bagi agama-agama, yang harus direspon dengan arif dan bijak. Toleransi tidak hanya dibangun di antara kelompok yang sama, melainkan di seluruh kelompok masyarakat, dalam kedudukan apapun, dalam identitas apapun, dan di manapun. Pada semua manusia, terutama anak-anak, harus ditanamkan sikap toleransi antar umat beragama, sekaligus hidup beragama secara sungguh-sungguh. Masa kritis bagi pengembangan kognitif, mental, dan moral anak- anak, terjadi pada usia sekitar 6 sampai 15 tahun. Pada masa itu terjadi transisi kognitif, wawasan anak kian luas, anak mulai memahami persoalan yang lebih komplek. Anak seharusnya mulai belajar memahami apa yang dilihatnya dengan logika, rasio, dan tidak lagi dengan fantasi, ilusi, apalagi mistik. Sayangnya, televisi di Tanah Air bukanlah lingkungan dan tontonan yang sehat untuk anak-anak masa kini. Anak seharusnya mulai mampu melihat dan menilai sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, tidak hanya terpusat pada diri sendiri egosentris. Oleh karenanya, masa ini sungguh momentum yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai moral universal, seperti cinta kasih, perasaan kasihan, kejujuran, empati, toleransi, keharmonisan, persaudaraan, kedamaian, pluralisme, demokrasi, serta nilai-nilai moral agama yang ditanamkan orang tua. Oleh karena itu, perlu penanaman nilai moral terhadap anak-anak sedini mungkin. Nilai-nilai universal itu harus dimiliki oleh anak-anak Indonesia yang hidup di dalam pluralisme keragaman lokal Indonesia maupun global keragaman dunia. Akan tetapi, proses penanaman nilai bukanlah perkara mudah. Banyak faktor yang turut berperan dalam proses pembentukan nilai dalam diri seorang anak, mulai dari faktor pendidikan di keluarga hingga pendidikan formal di sekolah. Pendidikan agama lebih ditekankan kepada moral improvement. Bila dalam paradigma lama, metode pengembangan misi agama lebih bersifat emosional dan sering kurang jujur melihat agama-agama lain, dalam paradigma baru yang perlu dikembangkan adalah metode kebijaksanaan hikmah, keteladanan mauizhah hasanah, dan dialog jadal bil ahsan. Karena itu, pemaksaan, indoktrinasi, dan debat tidak mendapat tempat dalam paradigma baru ini Asumsi kita selama ini, penanaman dasar-dasar pendidikan agama sebagai kerangka pembentukan watak dan sikap kepribadian, telah dilaksanakan dengan intensif pada tingkat dasar, yang mungkin diteruskan pada tingkat menengah dan perguruan tinggi. Namun, di tingkat manapun, sebaiknya pendidikan agama harus lebih berorientasi untuk menumbuhkan wawasan keagamaan dalam kaitan dengan religious intellectual building. Oleh karenanya, selain mungkin lebih cocok disajikan dalam kelas- kelas seminar dan evaluasi melalui karya tulis, materi kuliah agama itu hendaknya bersifat perspektif. Misalnya, Islam dalam perspektif kebudayaan, dalam perspektif sejarah, dalam perspektif perkembangan sains, dan lain sebagainya. Aspek lain dan yang paling penting dalam pendidikan agama, selain kognitif , adalah psikomotoris dan afektif. Persoalannya, untuk perkembangan jiwa anak, cara apa yang bisa menghidupkan dua hal itu. Di sinilah, mungkin justru pentingnya mengembangkan bentuk-bentuk permainan psikologis yang dapat merangsang pertumbuhan religiusitas anak dalam proses belajar- mengajar agama. Dalam menumbuhkan religiositas anak tersebut, bentuk-bentuk kunjungan sosial, seperti ke rumah jompo, lokasi bencana alam, permukiman kumuh, pusat-pusat pengembangan teknologi kontemporer, tentunya juga bermanfaat. Ini adalah cara visual untuk “memberi pelajaran agama”, yang sekaligus dapat menghidupkan rasa kepekaan sosial, rasa mencintai sains, dan seterusnya. Masalah pendidikan agama berkaitan dengan menanamkan nilai-nilai dan penanaman adab bagi generasi penerus, maka sudah waktunya sistem pendidikan guru agama juga harus mengandung aspek pandangan budaya. Kalaupun hal itu sudah ada, porsinya harus ditambah. Dengan demikian, pendidikan agama tidak sekadar proses belajar-mengajar agama, apalagi dalam konsep schooling, tetapi lebih merupakan proses inkulturasi dan akulturasi , yaitu proses memperadabkan generasi. Islam adalah rahmatan lil alamin rahmat bagi seluruh alam. Ajaran Islam tidak diarahkan kepada eksklusivisme, seperti membenci agama lain, merendahkan nonmuslim, atau memusuhi. Sikap pluralis jauh dari itu semua, bahkan sebaliknya, mempromosikan toleransi dan kerja sama. Perbedaan agama tidak menjadi penghalang bagi interaksi dan aksi. Sejak awal periode Rasul SAW, Islam senantiasa menganjurkan untuk merangkul umat non muslim, bekerja sama membangun masyarakat. Maka dengan sendirinya Islam mempromosikan perdamaian, bukan kekerasan. Selain itu, solidaritas merupakan jalan pencerahan bagi setiap ajaran agama. Agama selayaknya berfungsi sebagai etika kehidupan sosial yang menaungi segenap misi kemanusiaan sepanjang zaman. Dalam sejarah Islam, pada suatu riwayat, pernah diceritakan tatkala Hari Raya Idul Fitri, Nabi Muhammad SAW melihat anak kecil yatim piatu berdiri sendirian. Raut mukanya sedih berusaha untuk menahan air mata dari kegundahan. Anak itu melihat teman-teman seusianya sedang berhari raya, bergembira, memakai baju baru pemberian orang tua, serta menikmati hidangan hari raya dari ibunya. Pada saat hari baik itu, anak itu merasakan alangkah sedih hatinya ketika melihat orang lain bergembira dan serba kecukupan. Lalu, anak itu melantunkan lagu kesedihan, “Teringat pada nasib diri sendiri, di mana Bapak tempat meminta, di mana tempat Ibu mengadu, di mana tempat rumah untuk pulang, tak ada jawab bagi semua itu.” Ketika melihat anak itu, Nabi Muhammad menghampiri dan bertanya, “Kenapa kamu berdiri sendirian di sini dan di mana rumahmu, Nak?” tanya Muhammad. “Tidak ada, aku yatim piatu,” jawab anak kecil itu. Anak itu lalu diam merasakan beban yang sangat mendalam. Hanya air matanya bercucuran. Nabi Muhammad SAW meletakkan telapak tangan kanannya di atas kepala anak yatim piatu itu. Dengan penuh cinta kasih, beliau bertanya, “Bersediakah bila Aisyah menjadi Ibumu, Muhammad menjadi bapakmu, dan tempat tinggalku jadi rumahmu?” Anak itu merasakan kebahagiaan yang besar ketika mendengar tawaran Nabi Muhammad SAW yang diucapkan spontan dan ikhlas. Akhirnya, anak kecil itu merasa bukan yatim piatu lagi. Dia kembali mempunyai ibu dan bapak. Anak itu menerima sesuatu yang tak ternilai harganya. Kemudian Nabi Muhammad SAW pun tersenyum. Anak kecil itu segera menghapus air matanya dan mengucap syukur dengan wajah gembira dan senyum yang berseri-seri. Cerita di atas merupakan sekadar contoh bagaimana membangun solidaritas. Toleransi dan solidaritas kemanusiaan bukan sekadar mengakui kemajemukan. Kemajemukan memang sebuah realitas. Namun, pengakuan bahwa ada realitas agama yang majemuk, belum tentu mencirikan penghormatan dan sikap saling menghargai. Oleh sebab itu, semangat pluralisme adalah pertalian kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Sikap saling menghargai dan saling memahami diwujudkan pula dalam kerja sama mengusung agenda- agenda kemanusiaan. Kehidupan beragama yang sangat rutin, bila tanpa keprihatinan yang melahirkan tanggung jawab, toleransi, dan solidaritas sosial, akan terasa hambar. Marilah kita kaum agama menjadi guru yang cerdas dan arif bagi anak-anak generasi masa kini, menjadikan anak yakin dengan agamanya dan orang lain juga yakin terhadap agama mereka. Seperti yang diungkapkan Willy: 13 “Saya sangat berterima kasih kepada teman-teman yang ada di Rumah Sahabat Anak Puspita, yang telah menerima saya dengan baik dan layaknya satu keluarga. Padahal awalnya saya merasa minder dan sangat sedih karena disekeliling saya semuanya muslim, akan tetapi setelah saya tinggal, saya mendapatkan keluarga baru yang sangat baik. Saya selalu aktif dalam melakukan kegiatan keagamaan saya tanpa ada yang mengejek atau mencela walaupun saya satu-satunya anak non muslim yang hidup dalam komunitas anak-anak muslim. Terima kasih Tuhan yang telah memberikan kedamaian bagi saya dan teman-teman saya di Puspita” 2. Pemberian Biaya Pendidikan Gratis Pada program pemberian biaya pendidikan secara gratis buat anak binaan ini sudah sudah sejak tahun 2000-an dilakukan oleh Rumah Sahabat Anak Puspita, perjalanan Rumah Sahabat Anak Puspita selama ini sudah 13 . Hasil wawancara dengan Willy salah satu anak binaan Rumah Sahabat Anak Puspita membina dan menamatkan anak binaannya tidak kurang dari 120-an anak, hal ini sesuai dengan program dari Rumah Sahabat Anak tersebut. Ada beberapa catatan bagi Rumah Sahabat Anak Puspita untuk anak binaan yang mendapatkan biaya pendidikan gratis, dari mulai seragam, alat kebutuhan menulis dan biaya sekolah, mereka anak binaan harus mengikuti beberapa kegiatan di Rumah Sahabat Anak Puspita. Seperti mengaji, berdiskusi, pelatihan dan belajar bersama. Nah, dari proses kegiatan yang dilakukan oleh Rumah Sahabat Anak Puspita penulis melihat bahwa semuanya akan menjadi faktor pendukung bagi kemanjuan sumber daya manusia dan perkembangan otak para anak binaan. Inilah data anak binaan Rumah Sahabat Anak Puspita Tahun 2007: Tabel. Data sekolah anak yang dibiayai oleh Rumah Sahabat Anak Puspita yang No Nama Pendidikan 1 Wahyuni SMEA BPSK I Kelas X-AP-2 2 Taci Astiningsih SMEA BPSK I Kelas X-AK-2 3 Fitriya SMAN 36 Kelas X 4 Nurjanah SMP PGRI 20 Jakarta 5 I Irma Wati SMEA Pusaka Kelas X-AK I 6 Putri Aspriyati SMA PR3 Kelas XI-IPA 7 Dian Alpiyani SMP PGRI 20 Kelas IX 8 Masitoh SMPN 96 Kelas VIII 9 Mirza Izzatu Rachmat SMPN 96 Kelas VIII 10 Ahmad Nur SMPN 6 Kelas IX 11 Muhammad Rohali SMPN 165 Jakarta, Kelas VIII 12 Tio Hara SMK Teratai Putih Kelas X 13 Muhamad Zaenal SMK Teratai Putih I Kelas X 14 William I Rettob Bonaventura Kelas XI IPA 15 Haman Prima Smp Budaya Kelas VII 16 Duryono STM Teratai Putih I 17 Dani Rianto SMP PGRI 20 Kelas IX 18 Abdul Ghafur Madrasah HD Kelas IV 19 Joko Saputro SMEA BPSK Jakarta Kelas X Ak I 20 Usman Nur Ali SMP Perguruan Rakyat 3 Kelas XI 21 Slamet Hendi Prastio SMK Teratai Putih Jakarta Kelas X 22 Tommy Mts Hasanatu Daratain Kelas VIII 23 Fauzi SMK Budi Murni Kelas XI Yuni adalah salah satu anak binaan yang dibiayai sekolahnya sekarang dia sedang menempuh di sekolah menengah atas. Menurut Yuni “Saya pastinya senang banget, karena saya bisa melanjutkan sekolah saya yang hampir putus karena tidak adanya biaya untuk melanjutkan sekolah, saya sangat berterimakasih pada Rumah Sahabat Anak Puspita karena telah membimbing saya dan membiayai sekolah saya ” 14 Lain hal menurut Fitri: “Saya mendapatkan biaya pendidikan gratis dari Puspita sejak kelas 2 SMP sekarang sudah kelas 2 SMA, alhamdulilah setelah saya diajarin dan selalu belajar dengan teman-teman saya mendapatkan rengking bagus terus, di SMA-nya pun saya masuk SMA Negeri dan sekarang selalu dapat ranking 1 .” 15 Pada program pemberian biaya pendidikan gratis ini memang Rumah Sahabat Anak Puspita mempunyai maksud yang baik, yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan seperti visinya yaitu membebaskan dari kebodohan dan keterbelakangan. Dimulai dari pendidikanlah generasi bangsa ini akan lebih memperhatikan nasib bangsanya, mereka punya cita-cita dan mimpi besar untuk membangun menjadi negeri yang besar dan berprestasi. 14 Wawancara pribadi penulis dengan Yuni yang mendapat biaya pendidikan gratis September 2007 15 Wawancara pribadi penulis dengan Fitri salah satu anak binaan yang mendapatkan biaya pendidikan gratis September 2007 3. Program Kemandirian Pada program kemandirian ini, Rumah Sahabat Anak Puspita melalui usaha produktifnya yaitu seperti Puspita Printing, Cuci steam motor dan jagung bakar. Pada program ini dilakukan atau dikerjakan oleh para alumni Rumah Sahabat Anak Puspita. Kebanyakan dari mereka tidak mau bekerja di perusahaan orang lain, meraka memilih bekerja sendiri atau bekerja pada usaha Rumah Sahabat Anak Puspita itu sendiri. Karena mereka berpikir hal ini akan membangun dan menjaga keberlangsungan usaha lembaga. Seperti wawancara dengan beberapa anak yang memilih usaha di lingkungan Rumah Sahabat Anak Puspita. “Saya senang dengan percetakan, karena selama ini saya selalu dididik oleh kakak-kakak pendamping untuk bisa mendesain berbagai macam gambar, saya bisa merasakan manfaatnya ketika ada orang yang membutuhkan jasa saya untuk membuat model sertifikat. ” 4 “Setiap sore menjelang sekitar jam lima sore setelah pulang sekolah, saya sudah harus menyiapkan peralatan untuk jualan jagung bakar di samping Rumah Sahabat Anak Puspita, alhamdulillah walau tidak banyak yang kami jual hasilnya lumayan buat ongkos sekolah .” 5 4 Wawancara pribadi penulis dengan Eko salah satu anak binaan Rumah Sahabat Anak Puspita Desember 2007. 5 Wawancara pribadi penulis dengan Joko salah satu anak binaan Rumah Sahabat Anak Puspita Desember 2007. “Saya tidak malu untuk bekerja di lingkungan Rumah Sahabat Anak Puspita, kami disediakan oleh Dinas Sosial DKI Jakarta mesin cucu steam motor, oleh karena itu saya merawatnya dan saya jadikan usaha di lingkungan Rumah Sahabat Anak Puspita, supaya bisa saling membantu ” 6 4. Program Ketrampilan Sebagai rumah sahabat anak yang memiliki visi “kemandirian untuk masa depan yang lebih baik” setidaknya visi Rumah Sahabat Anak Puspita tersebut dibuat untuk menjadi motivasi tersendiri untuk Rumah Sahabat Anak Puspita terhadap anak kurang mampu yang mereka bina, kelak setelah diberikan program keterampilan yang diajarkan di dalam Rumah Sahabat Anak Puspita, anak binaan akan dapat memiliki kemampuan atau keterampilan untuk dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri anak menuju arah yang positif. Inilah beberapa keterampilan yang diajarkan oleh Rumah Sahabat Anak Puspita pada anak binaan. a. Pelatihan teknisi komputer Pada pelatihan komputer ini dipandu oleh kakak-kakak relawan dari Universitas Atmajaya. Ada 5 anak yang sangat berminat dan serius dalam belajar teknisi komputer, mereka selalu asyik dalam latihan 6 Wawancara pribadi penulis dengan Jamaludin salah satu anak binaan Rumah Sahabat Anak Puspita Desember 2007. membongkar pasang beberapa perangkat komputer yang telah disediakan oleh Rumah Sahabat Anak Puspita untuk praktek. “Awalnya saya tidak mau pusing dengan banyaknya barang-barang rongsokan di Puspita, lebih baik saya kiloin barang-barang itu, ternyata barang-barang rongsokan itu milik mahasiswa Universitas Atmajaya yang sedang praktek kerja lapangan di Rumah Sahabat Anak Puspita. Setalah mereka datang dan berkenalan dengan kami, mereka mengutarakan maksud dan tujuan mereka datang ke Rumah Sahabat Anak Puspita, mereka mau mengajarkan bagai mana cara merakit komputer atau merakit komputer, saya terus dibimbing dan diarahkan untuk bisa merakit, tapi awalnya saya diberi pengetahuan materi dulu, saya dikasih tahu yang namanya memory, hardisk dan perangkat-perangkat yang lainnya. Alhamdulillah setelah saya serius dan tekun belajar akhirnya sedikit demi sedikit saya sudah lumayan bisa merakit komputer. Dari hasil belajar saya di Puspita saya sekarang bekerja di tempat penjualan komputer di daerah Rawamangun Jakarta Timur” 7 b. Menjahit Pada keterampilan Rumah Sahabat Anak Puspita membuaka bordir untuk umum, agar kelak anak binaan yang sudah mahir dapat bekerja di kompeksi tersebut dan dapat mencari order sendiri kemudian dikerjakan 7 Wawancara pribadi penulis dengan Daniel salah satu anak binaan Puspita 25 September 2007 sendiri. yang ikut keterampilan ini ada 2 anak laki-laki dan 9 anak perempuan pada keterampilan menjahit ini walaupun banyak perempuannya tapi bagi dua anak laki-laki ini tidak menyurutkan semangatnya untuk belajar. Seperti yang dikatakan Saprol. “Saya dari dua anak laki-laki yang ikut pelatihan menjahit, saya tidak merasa kecil hati ketika banyak dari peserta pelatihan menjahit itu semuanya anak perempuan, karena rasa ingin belajar dan terus belajar, maka saya selalu rajin dan giat dalam setiap latihan, cita-cita saya menjadi desainer terkenal.” 8 c. Membuat susu kacang ijo dan ice cream Pada keterampilan ini para anak binaan dibimbing dan dilatih oleh ibu yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita untuk membuat susu kacang ijo dan ice cream kemudian mereka memasarkannya. Pola pemasaran yang mereka rintis adalah melalui warung-warung terdekat, kemudian yang kedua mereka memasarkan hasil olahan yang mereka buat ke rumah- rumah orang tua mereka tinggal, dan pada sore harinya mereka mengecek sudah berapa yang ke jual. Dan ternyata pada keterampilan ini hasilnya lumayan baik, karena dari semua yang mereka pasarkan 70 itu laku terjual. 8 Wawancara pribadi penulis dengan Saprol salah satu anak binaan Puspita 25 September 2007 “Membuat susu kacang kedelai awalnya tidak semudah yang kita bayangkan, saya dan teman-teman terus belajar dan mencoba beberapa racikan, yang pertama memang gagal, kami tidak putus asa sampai di situ, kami terus mencoba untuk meracik kembali dan belajar dari kekurangan yang pertama, setelah proses yang kedua hasilnya kurang bagus karena terlalu banyak kedelai yang kami masukan sehingga terlalu kental dan masih ada ampas kedelai yang kami olah. Kami terus belajar dan belajar dan sampai akhirnya kami bisa membuat susu kacang kedelai yang siap dipasarkan di lingkungan sekitar. Sebenarnya ide pembuatan susu kacang kedelai yang kami olah adalah untuk mengisi liburan panjang sekolah pada semesteran kemarin, daripada tidak ada kegiatan, lebih baik kami berkreasi membuat susu kacang kedelai. Alhamdulillah setelah susu kacang kedelai kami kemas, oh ia kami membuat susu kacang kedelai itu mengolahnya jam 3 pagi loh. Kami bangun pagi mengolah dan mengemasnya, setelah shalat subuh kami berlima berpencar berjualan di pasar-pasar sekitar Kecamatan Duren Sawit, dan hasilnya cukup memuaskan bagi kami sebagai pemula, sekitar 70 susu kacang kedelai yang kami buat itu terjual, bahkan ibu tetangga penjual gorengan juga ikut berjualan susu kacang kedelai yang kami buat.” 9 9 Wawancara pribadi penulis dengan Chify salah satu anak binaan Puspita. Jakarta, September 2007 Sebenarnya masih banyak keterampilan yang bukan berbasis usaha yang dilakukan oleh Rumah Sahabat Anak Puspita ini, seperti pelatihan photografer, pelatihan jurnalistik, pelatihan penyiar dan pelatihan motivator. Dari berbagai macam program keterampilan yang diterapkan oleh Rumah Sahabat Anak Puspita, semuanya didirikan memang bertujuan untuk membina kemandirian anak binaan, kelak mereka dapat hidup lebih baik dan di kemudian hari mereka mampu untuk hidup mandiri dengan bermodalkan keterampilan yang diajarkan oleh Rumah Sahabat Anak Puspita. Visi dari Rumah Sahabat Anak Puspita adalah “membebaskan dari kebodohan dan keterbelakangan dan menciptakan kemandirian untuk masa depan yang lebih baik” Untuk itu agar terciptanya misi dari Rumah Sahabat Anak Puspita tidak pernah membedakan anak binaan yang satu dengan yang lainnya. Hal ini supaya terciptanya hubungan sosial yang harmonis dan dengan tujuan itu pula didirikanlah KUBE Kelompok Usaha Bersama yaitu program pemberdayaan perekonomian anak-anak binaan yang mengembangkan pola usaha kolektif, di mana sesama anak binaan mereka mengembangkan keterampilan yang mereka miliki, kemudian bekerja sama untuk mengembangkannya. Dengan terciptanya program keterampilan, para anak binaan memiliki motivasi untuk dapat berusaha menjadi lebih maju, dan mendirikan usaha bersama anak jalanan yang lain. Setelah melewati beberapa keterampilan di atas, Rumah Sahabat Anak Puspita mengadakan bimbingan kewirausahaan, yang dilakukan dengan tujuan: 1 Meningkatkan sikap mental hidup mandiri 2 Meningkatkan semangat kewirausahaan 3 Meningkatkan optimisme dan kepercayaan anak binaan Secara lebih spesifik, bimbingan kewirausahaan yang diberikan kepada anak bianaan dilakukan agar mereka dapat hidup mandiri, tidak lagi menggantungkan hidup pada orang lain di jalanan, serta mempunyai skill , bermental produktif, serta memiliki kesadaran, kesabaran, dan semangat juang untuk maju dan memperbaiki keadaan.

B. Analisis Tentang Masalah Anak Binaan