Hubungan persepsi anak asuh terhadap program bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu di Rumah Sahabat Anak Puspita Jakarta Timur

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI ANAK ASUH TERHADAP PROGRAM BIMBINGAN AGAMA DENGAN PELAKSANAAN SHALAT LIMA WAKTU DI RUMAH SAHABAT ANAK PUSPITA JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

HERA SA’DIATI NIM: 105052001746

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H / 2010 M


(2)

WAKTU DI RUMAH SAHABAT ANAK PUSPITA JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

HERA SA’DIATI NIM: 105052001746

Pembimbing,

Drs. Muhammad Lutfi, MA NIP: 196710061994031006

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H./ 2010 M.


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Hubungan Persepsi anak Asuh Terhadap Program Bimbingan Agama Dengan Pelaksanaan Shalat Lima Waktu di Rumah Sahabat Anak Puspita Jakarta Timur” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI).

Jakarta, 4 Juni 2010 Sidang Munaqasyah

Ketua sidang, Sekretaris Sidang,

Drs. M. Lutfi, MA Dra. Nasichah, MA NIP: 1967 10061 994031 1006 NIP: 1967 11261 99603 2001

Penguji I, Penguji II,

Dra. Nasichah, MA Dra. Musfirah Nurlaily, MA NIP: 1967 11261 99603 2001 NIP: 197104 12200 0032

Pembimbing,

Drs. M. Lutfi, MA NIP: 1967 10061 994031 1006


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 20 Mei 2010


(5)

ABSTRAK Hera Sa’diati ;

HUBUNGAN PERSEPSI ANAK ASUH TERHADAP PROGRAM BIMBINGAN AGAMA DENGAN PELAKSANAAN SHALAT LIMA WAKTU DI RUMAH SAHABAT ANAK PUSPITA JAKARTA TIMUR

Kegiatan bimbingan agama terhadap anak-anak asuh (dhuafa dan anak jalanan), bertujuan untuk meningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individu atau kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan untuk mengoptimalisasi berbagai potensi manusia sebagai cermin harkat dan martabat sebagai makhluk Tuhan. Sementara itu menurut keterangan dari pembina bimbingan agama Yayasan RSAP, bahwa dalam kegiatan program bimbingan agama terhadap anak-anak asuh di yayasan tersebut, menerangkan bahwa program bimbingan agama dipersepsi oleh anak dengan tanggapan yang berbeda-beda, ada yang positif, dan ada pula yang menanggapi negatif.

Dari permasalahan di atas, dirumuskan permasalahan penelitian ini dalam tiga rumusan masalah; (1) Bagaimana persepsi anak asuh terhadap program bimbingan agama di Rumah Sahabat Anak Puspita? (2) Bagaimana pelaksanaan shalat lima waktu anak asuh di Rumah Sahabat Anak Puspita? (3) Bagaimanakah hubungan persepsi anak asuh terhadap program bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu di Rumah Sahabat Anak Puspita?

Untuk menjawab permasalahan di atas, penulis menyampaikan hipotesa Ha:: terdapat hubungan antara persepsi positif anak asuh dalam program bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu di Yayasan RSAP dan Ho: tidak terdapat hubungan antara persepsi positif anak asuh terhadap program bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu di Yayasan RSAP. Dalam karya ilmiah ini menggunakan bentuk korelasi dengan pendekatan data kuantitatif. Penelitian ini menggunakan variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel), yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi anak asuh terhadap kegiatan bimbingan agama sedangkan variabel terikat adalah pelaksanaan shalat lima waktu.

Teknik pengambilan data, penulis mengunakan random sampling dengan mengambil sampel terkecil 10% dari jumlah populasi 200 anak asuh, hingga sampel pada penelitian ini didapatkan 20 anak asuh yang telah memenuhi syarat sampel; yaitu telah mengikuti program bimbingan agama minimal selama 2 tahun. Untuk menganalisis data penulis menggunakan rumus Korelasi Product Moment dengan mendapatkan hasil 0,386 yaitu yang lebih besar dari - 1, atau disimpulkan bahwa telah terjadi hubungan positif antara persepsi anak asuh terhadap program bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu di Yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita. Dari data di atas maka secara jelas hipotesa a (Ha) dapat diterima.


(6)

Alhamdulillahi rabbil a’alamiin, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat yang sangat melimpah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana (S-1). Tidak lupa, puja dan puji juga dihaturkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa ummatnya kepada jalan yang terang benderang akan semua ilmu pengetahuan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan, baik secara materil maupun moril selama pembuatan dan penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Dr. Arief Subhan, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Muhammad Lutfi, MA, selaku Ketua Jurusan dan sekaligus Dosen Pembimbing atas motivasi, petunjuk, informasi, serta nasehat, yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Nasichah, MA., selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, atas kebijaksanaan dan kelembutan hati kepada seluruh mahasiswanya. 4. Drs. Azwar Chatib, selaku Dosen Penasehat Akademik.

5. Drs. H. Tarmi, MM., selaku kepala Laboratorium Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

6. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan inspirasi kepada penulis selama melakukan proses pembelajaran di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.


(7)

7. Segenap karyawan Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan pelayanan kepada penulis dalam pencarian referensi yang penulis butuhkan.

8. Bapak Ali Qohar, selaku ketua Yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita beserta seluruh pengurus terutama Bang Abdul Majid, yang senantiasa memebantu penulis dalam penelitian skripsi ini.

9. Ayahanda H. Udin Syafrudin dan Ibunda Hj. Ubed Sudandriyah, yang selalu bekerja keras demi mewujudkan anak yang berilmu tinggi, bersikap ’arif, dan taat beribadah serta tak henti-hentinya memberikan doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis.

10. Adik-adik penulis tercinta, Herti Maulani dan Abdullah (Abi), Delis Fatimatul Zahra, yang menjadi motivator penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Specially, Kaka Hanifa (Hank), yang senantiasa menemani penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini sampai selesai, juga keluarga besar Bapak H. Masruh Haeruman (Alm) dan Mamah Hj. Siti Hasyaroh, atas dorongan doa dan kebesaran hatinya. Ang Lutfi dan Teh I’an, Aa Kamil dan Teh Nawa, Aa Inu dan Teh Helmy, Milky, Yelia, Aah Tibhimah, Bicky, Iklil, Azaz, yang menjadi motifator penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Keluarga Besar Pondok Pesantren Al-Bidayah, atas pendidikan dan pembinaannya terhadap penulis.


(8)

iv

Tiara, Wafa, Sofyan, serta seluruh rekan-rekan BPI angkatan 2005.

14. Untuk kakak-kakak penulis, ka Samsuluddin atas arahannya, ka Diah, ka Abel, ka Fina, ka Endah, ka Hamdi, ka Lukman. Juga adik-adik di Jurusan BPI, Nourish, Ayu, Khairunnisa, Nawal, Sirly, Wiwin, dan lain-lain.

Ahkirnya, penulis sangat menyadari bahwa karya ilmiah ini sangatlah sederhana, sehingga membutuhkan kesempurnaan yang lebih jauh. Masukan dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan, demi menambah kualitas karya ilmiah ini.

Ciputat, 20 Mei 2010


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metodologi Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Persepsi ... 17

1. Pengertian... 17

2. Proses Terjadinya Persepsi... 18

3. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi... 19

B. Bimbingan Agama untuk Anak... 21

1. Pengertian... 21

2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Agama ... 25

3. Metode Bimbingan Agama ... 27

C. Pelaksanaan Shalat ... 34

1. Pengertian... 34

2. Macam-macam Shalat... 35

3. Tujuan dan Manfaat Shalat ... 39

4. Tahapan Pengajaran Ibadah Shalat untuk Anak... 44


(10)

B. Visi, Misi dan Tujuan... 50

C. Struktur Organisasi ... 51

D. Sarana dan Prasarana... 52

E. Kegiatan Pembinaan ... 52

F. Program Bimbingan Agama... 55

BAB IV ANALISA HUBUNGAN PERSEPSI ANAK ASUH TERHADAP PROGRAM BIMBINGAN AGAMA DENGAN PELAKSANAAN SHALAT LIMA WAKTU A. Deskripsi Data... 58

B. Analisa Data ... 60

1. Analisa Persepsi Responden Terhadap Program Bimbingan Agama ... 60

2. Pelaksanaan Shalat Lima Waktu Responden ... 66

C. Hubungan Persepsi Responden Terhadap Program Bimbingan Agama dengan Pelaksanaan Shalat Lima Waktu di Rumah Sahabat Anak Puspita..…. ... 70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA... 77 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Operasional Variabel... 11

2. Tabel 2 Interpretasi Product Moment ... 15

3. Tabel 3 Data Responden ... 58

4. Tabel 4 Data Usia Responden ... 59

5. Tabel 5 Data Pendidikan Responden ... 59

6. Tabel 6 Data Frekuensi Mengikuti Program ... 60

7. Tabel 7 Data Latar Belakang Responden ... 60

8. Tabel 8 Data Pernyataan Satu Pemahaman Responden Terhadap Tujuan Program Bimbingan Agama ... 61

9. Tabel 9 Data Pernyataan Dua Pemahaman Responden Terhadap Tujuan Program Bimbingan Agama ... 61

10. Tabel 10 Data Pernyataan Satu Tanggapan Responden Terhadap Program Bimbingan Agama ... 62

11. Tabel 11 Data Pernyataan Dua Tanggapan Responden Terhadap Program Bimbingan Agama ... 62

12. Tabel 12 Data Pernyataan Satu Sikap Responden Menyukai Terhadap Program Bimbingan Agama ... 63

13. Tabel 13 Data Pernyataan Dua Sikap Responden Menyukai Terhadap Program Bimbingan Agama ... 63

14. Tabel 14 Data Pernyataan Satu Perilaku Responden Mengerjakan Tugas Program Bimbingan Agama ... 64


(12)

viii

16. Tabel 16 Data Pernyataan Satu Pemahaman Responden Terhadap

Kegunaan Program Bimbingan Agama ... 65

17. Tabel 17 Data Pernyataan Dua Pemahaman Responden Terhadap Kegunaan Program Bimbingan Agama ... 65

18. Tabel 18 Responden Melaksanakan Shalat Dzuhur ... 66

19. Tabel 19 Responden Melaksanakan Shalat Dzuhur Berjama’ah ... 66

20. Tabel 20 Responden Melaksanakan Shalat Ashar ... 67

21. Tabel 21 Responden Melaksanakan Shalat Ashar Berjama’ah ... 67

22. Tabel 22 Responden Melaksanakan Shalat Maghrib ... 68

23. Tabel 23 Responden Melaksanakan Shalat Maghrib Berjama’ah ... 68

24. Tabel 24 Responden Melaksanakan Shalat Isya ... 69

25. Tabel 25 Responden Melaksanakan Shalat Isya Berjama’ah ... 69

26.Tabel 26 Responden Melaksanakan Shalat Subuh ... 70

27.Tabel 27 Responden Melakukan Shalat Subuh Berjama’ah ... 70

28.Tabel 28 Variabel X Persepsi Responden Terhadap Program Bimbingan Agama ... 71

29.Tabel 29 Variabel Y Pelaksanaan Shalat Lima Waktu Responden ... 72

30.Tabel 30 Data Komulatif Variabel X dan Variabel Y ... 73


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Agama memiliki peran amat penting dalam kehidupan manusia baik berhubungan dengan fungsi ilahiyah maupun fungsi kehidupan bermasyarakat, agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan formal ataupun informal di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara terus-menerus agar individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga, sekolah dan masyarakat.1

Bimbingan agama sebaiknya ditanamkan semenjak usia dini, dengan bentuk bimbingan yang cukup bervariasi yang mencakup kebutuhan dasar anak, tidak hanya bisa belajar membaca, menulis, dan menghitung juga bimbingan keagamaan dan keterampilan si anak pun diperhatikan. Agar kedepan anak-anak tersebut mampu menjawab tantangan zaman di era pasar bebas ini.

1

Ruslan A Gani, Bimbingan Karir, (Bandung: Angkasa, 1987), h. 1. 1


(14)

Dalam Konvensi PBB tentang hak anak 1990 disebutkan, Anak adalah amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam diri anak melekat harkat dan martabat sebagai mana seutuhnya manusia. Dalam masa pertumbuhan, secara fisik dan mental anak membutuhkan perawatan, perlindungan khusus, serta perlindungan hukum baik sebelum maupun sesudah di lahirkan. Proses perkembangan anak untuk mengubah dirinya memerlukan bentuk kegiatan tertentu serta latihan yang diarahkan sesuai dengan keberadaan dirinya, sehingga terpenuhi kebutuhan psikologis seperti perasaan dicintai dan dapat diterima oleh orang-orang disekitarnya.2

Anak-anak dari kaum miskin atau dhu’afa yang ada di Indonesia merupakan bagian dari komponen masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban sama dengan komponen masyarakat yang lainnya. Seharusnya mereka yang masih mendapatkan hak masa kanak-kanak mereka dan mendapatkan bekal cukup dalam pendidikan guna meneruskan pendidikan hingga jenjang yang tinggi.

Banyak anak–anak tidak sempat menikmati masa kanak-kanaknya karena terpaksa atau dipaksa untuk mencari nafkah, baik dengan cara mengamen, menjual koran, pedagang asongan, pengelap mobil, ojek payung, dan lain-lain termasuk pemulung. Semua itu mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Bimbingan terhadap anak asuh merupakan bentuk konkrit atas jawaban terhadap persolan kemiskinan bangsa. Sejak negara Indonesia di landa krisis ekonomi pada penghujung tahun 1997 anak jalanan tumbuh subur ibarat jamur

2

Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT Refika


(15)

3

di musim hujan. Di tambah lagi dengan tingginya biaya pendidikan, untuk kalangan ekonomi bawah menyekolahkan anak sampai setinggi-tingginya adalah bagaikan mimpi.

Beruntunglah mereka yang mempunyai keterampilan dan dapat membuka usaha, tapi bagi mereka yang tidak memiliki keterampilan apa-apa mereka harus mau bekerja apa saja untuk meneruskan kembali perekonomian. Tak jarang pula mereka menyuruh anak mereka untuk bekerja sehingga mau tak mau anak-anak tersebut harus meninggalkan bangku sekolahnya padahal anak-anak tersebut masih harus meneruskan pendidikannya.

Dari fenomena di atas, dapat digambarkan bahwa pentingnya bimbingan agama terhadap anak asuh untuk meningkatkan kekuatan spiritual, baik menumbuhkan keimanan, responsibilitas terhadap ritual keagamaan, dan menanamkan akhlakul karimah semenjak kecil sehingga anak asuh diharapkan memiliki motivasi yang tinggi untuk berubah dari kondisi yang buruk pada kondisi yang lebih baik.

Gejala di atas banyak menyadarkan sebagian masyarakat Indonesia yang bergerak di lembaga-lembaga sewadaya masyarakat (LSM) atau individu-individu yang mempunyai kepedulian untuk membantu hasrat dan keinginan anak yang membutuhkan pendampingan khusus serta anak-anak yang orang tuanya kurang mampu dengan melakukan bimbingan atau pendampingan di berbagai rumah singgah.

Kegiatan bimbingan agama terhadap anak-anak asuh (dhuafa dan anak jalanan) telah dilakukan seperti di Yayasan Sosial Rumah Sahabat Anak Puspita (RSAP) di daerah Jakarta Timur, yang merupakan salah satu dari


(16)

sekian banyak rumah singgah di Jakarta memberikan bimbingan kepada anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus untuk dapat mengenyam pendidikan formal maupun non formal.

RSAP adalah yayasan sosial, yang konsentrasinya mendampingi anak-anak yang memerlukan perhatian khusus. Termasuk perlindungan dari segala sesuatu yang dapat membuat mereka mencari kehidupan di jalanan, dan juga perlindungan dari hal-hal yang dapat menjadikan anak kehilangan hak-hak dasarnya. Karena anak-anak, sangat rawan kehilangan hak mereka, anak-anak seringkali kurang mendapatkan kebebasan, kebebasan dari berbagai hal termasuk kebebasan berekspresi, menentukan sikap, bermain, apalagi untuk kebutuhan pendidikannya, bagi anak-anak yang memerlukan perhatian khusus terutama yang hidup dijalan, sering diperlakukan secara sangat tidak wajar, mereka dipekerjakan, dilacurkan atau dieksploitasi oleh lingkungan bahkan keluarganya sendiri.3

Di antara pendidikan non formal yang di ajarkan oleh Yayasan Sosial RSAP adalah bimbingan keagamaan bagi anak-anak asuh. Untuk yang beragama Muslim, di yayasan tersebut diajarkan bagaimana tata cara beribadah yang benar terutama shalat yang lima waktu, belajar membaca kitab suci al-Qur’an, dan lain sebagainya.

Bimbingan agama dimaksudkan untuk meningkatkan potensi spiritual dan membentuk anak asuh agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti dan moral sebagai wujud dari pendidikan agama. serta

3

“Profil Rumah Sahabat Anak Puspita”, Artikel ini diakses 2 Januari 2010 pada http://sahabatanakpuspita.co.cc/.


(17)

5

bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disipilin, harmonis, baik personal maupun sosial.

Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individu atau kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan untuk mengoptimalisasi berbagai potensi manusia sebagai cermin harkat dan martabat sebagai makhluk Tuhan.

Sementara itu menurut keterangan dari pembina bimbingan agama Yayasan RSAP, bahwa dalam kegiatan program bimbingan agama terhadap anak-anak asuh di yayasan tersebut, menerangkan bahwa program bimbingan agama dipersepsi oleh anak dengan tanggapan yang berbeda-beda, ada yang positif, dan adapula yang menanggapi negatif.4 Hal ini dapat dimaklumi dengan kondisi karakteristik anak kaum miskin dan anak jalanan yang unik.

Bagi anak asuh yang memiliki persepsi positif terhadap bimbingan agama, dengan identifikasi bahwa mereka senantiasa memperhatikan dan menyelesaikan tugas-tugas dengan baik dan tepat waktu dan berperan aktif untuk mengikuti instruksi pembelajaran. Dan ada pula siswa yang memiliki persepsi negatif terhadap program bimbingan agama, mereka kurang memperhatikan dan nampaknya kurang senang dengan tugas-tugas tersebut. Hal ini tercermin dari masih banyaknya hasil pekerjaan siswa yang kurang memuaskan atau tidak sesuai dengan harapan.

Selanjutnya dapat diidentifikasi dari adanya anak asuh yang kurang konsentrasi, kecenderungan yang nampak adalah tidak bergairah dan tidak

4

Wawancara Pribadi dengan Abdul Majid (Pembimbing RSAP). Jakarta, 30 Januari 2010.


(18)

bersemangat, tidak mau mengajukan atau menjawab pertanyaan yang diberikan pembimbing agama, kurang memperhatikan dan menyimak penjelasan, bahkan ada yang tidak menyalin atau mencatat materi pelajaran dengan baik.

Dalam ajaran Islam, menanamkan nilai-nilai keimanan, keislaman dan akhlak diperintahkan semenjak usia dini. Dan Shalat adalah salah satu ritual religi yang penting diajarkan semenjak kecil, sehingga rasulullah SAW menjelaskan dalam hadisnya yang berbunyi:

ْوأ

اْوﺮ

د

و

ة ﱠﺼ ﺎ

ْ آ

ﻦْﻴﻨﺳ

ْﺳ

ءﺂﻨْأ

ْ ه

.

ْ هو

ﺎﻬْﻴ

ْ هْﻮ ﺮْﺿاو

ﺮْﺸ

ءﺂﻨْأ

.

Artinya: “Perintahlah anak-anakmu mengerjakan shalat di waktu usia mereka meningkat tujuh tahun, dan pukullah (kalau enggan melakukan shalat) di waktu mereka meningkat usia sepuluh tahun.”(H.R. Abu Dawud)5

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan betapa pentingnya posisi shalat dalam pembinaan karakter semenjak dini. Dengan demikian, dalam penelitian ini penulis mengangkat pengamalan shalat lima waktu pada anak asuh di Yayasan RSAP dengan indikator pengamalan shalat dan menjalankan dari sisi waktu pelaksanaan sebagai variabel keberhasilan bimbingan agama pada yayasan tersebut.

Dari kenyataan ini tentu timbul masalah yang perlu dijawab, yakni apakah ada hubungannya persepsi anak asuh terhadap kegiatan bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu yang dilakukan anak di rumah Sahabat Anak Puspita. Mencermati masalah tersebut di atas, peneliti tertarik

5


(19)

7

untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat sebuah judul : “Hubungan Persepsi Anak Asuh Terhadap Program Bimbingan Agama Dengan Pelaksanaan Shalat Lima Waktu Di Rumah Sahabat Anak Puspita Jakarta Timur”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar penelitian ini dapat lebih terarah dan sistematis, maka penulis membatasi permasalahan mengenai hubungan persepsi anak asuh terhadap program bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu di yayasan sosial Rumah Sahabat Anak Puspita.

Adapun rumusan masalah yang akan diteliti yaitu:

1. Bagaimana persepsi anak asuh terhadap program bimbingan agama di Rumah Sahabat Anak Puspita?

2. Bagaimana pelaksanaan shalat lima waktu anak asuh di Rumah Sahabat Anak Puspita?

3. Bagaimanakah hubungan persepsi anak asuh terhadap program bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu di Rumah Sahabat Anak Puspita?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan persepsi anak asuh terhadap kegiatan bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu yang dilakukan anak di Rumah Sahabat Anak Puspita.


(20)

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Secara Akademis

Dengan hasil penelitian ini penulis sebagai kandidat sarjana strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat menyumbangkan pemikiran melalui karya ilmiah yang tertuang dalam skripsi ini yakni memberikan pembuktian terhadap efektifitas bimbingan agama dalam kehidupan. Hal ini sesuai dengan visi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yakni menjadi lembaga pendidikan terkemuka dalam mengintegrasikan asfek keilmuan, ke-Islaman, dan ke-Indonesiaan menuju Universitas Research Internasional.

b. Manfaat Secara Praktis

1. Dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian, rujukan bagi para praktisi yang mempunyai kepentingan dalam bidang bimbingan dan konseling seperti para konselor, psikolog, pekerja sosial serta para dai pada umumnya. Sehingga dapat dijadikan perimbangan pentingnya pembinaan bimbingan agama pada anak asuh (anak duafa dan anak jalanan) dapat memperbaiki kinerjanya sebagai tenaga profesional yang memiliki pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan sikap yang lebih mantap dan memadai serta mampu mengelola program bimbingan agama mengajar yang efektif khususnya bagi anak asuh.

2. Dengan hasil penelitian ini pula dapat diajadikan sebagai sumber motivasi terhadap para pembina anak asuh (dhuafa dan jalanan) dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM), khususnya di


(21)

9

yayasan RSAP bahwa pembinaan bimbingan agama dapat mempengaruhi keberagamaan anak asuh dalam melaksankan shalat.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Januari sampai 30 Mei Tahun 2010, di Yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita yang berlokasi di Jl. Tegal Amba No.7 Duren Sawit Jakarta Timur, tlp. (021) 862 8551.

E. Tinjauan Pustaka

Sebelum menentukan judul ini, penulis melakukan tinjauan di Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan dalam peninjauan itu penulis menemukan skripsi yang berjudul “Hubungan Bimbingan Agama Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf Dalam Pembinaan Akhlak Remaja Di Majlis Ta’lim Nurul Musthofa Ciganjur Jakarta Selatan”, hasil penelitian Abdullah (104052001996) Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi yang meneliti tentang bimbingan agama dalam meningkatkan pemahaman keagamaan remaja yang dalam hal ini bisa terlihat dari akhlak yang dilakukan oleh para remaja.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi kasus dengan metode deskripsi analisis dalam bentuk korelasi dengan pendekatan data kuantitatif.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di atas, membuktikan bahwa telah terjadi hubungan lemah antara Bimbingan Agama Habib Hasan Bin Ja’far


(22)

Assegaf Dalam Pembinaan Akhlak Remaja Di Majlis Ta’lim Nurul Musthofa Ciganjur Jakarta Selatan.

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek penelitian, dimana penelitian ini membahas tentang persepsi anak asuh terhadap program bimbingan agama dengan melaksankan shalat yang dilakukan anak asuh.

Selain skripsi di atas, dalam peninjauan tersebut peneliti menemukan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Bimbingan Agama Dalam Pembentukan Kepribadian Muslim Anak Yatim Piatu di Yayasan Baitul Ma’mur Desa Karingin Jaya Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor” hasil penelitian Mahmud Dalaji (101052022643), Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang meneliti pelaksanaan bimbingan agama dalam membentuk pribadi muslim anak yatim piatu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke lokasi penelitian, dengan pendekatan kualitatif.

Hasil dari penelitian Mahmud Dalaji adalah, bahwasannya pelaksanaan bimbingan agama di Yayasan Baitul Ma’mur dilakukan dengan seringnya diadakan pelatihan ibadah, melaksanakan shalat berjama’ah dan memberikan bimbingan berperilaku baik.

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Mahmud Dalaji adalah terdapat pada metode penelitian dan objek penelitiannya.


(23)

11

F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Dalam karya ilmiah ini menggunakan desain studi kasus dengan metode deskripsi analisis dalam bentuk korelasi dengan pendekatan data kuantitatif. Penelitian ini menggunakan variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel), yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi anak asuh terhadap kegiatan bimbingan agama sedangkan variabel terikat adalah pelaksanaan ibadah shalat lima waktu. Adapun dua variabel di atas mempunyai berbagai indikator. Untuk menjelaskan kedua varibel tersebut dapat diamati dalam bagan dibawah ini:

Tabel 1

Operasional Variabel

Indikator Variabel

1. Anak asuh memahami tujuan dari program bimbingan agama di Yayasan RSAP.

2. Tanggapan anak asuh terhadap program bimbingan agama di Yayasan RSAP.

3. Anak asuh menyukai program bimbingan agama di Yayasan RSAP.

4. Anak asuh mengerjakan tugas program bimbingan agama di Yayasan RSAP.

5. Anak asuh merasakan kegunaan dari program bimbingan agama di Yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita.

Persepsi Anak asuh Yayasan RSAP Terhadap Program


(24)

1. Anak asuh melaksanakan shalat dzuhur.

2. Anak asuh melaksanakan salat dzuhur berjama’ah

3. Anak asuh melaksanakan shalat Ashar.

4. Anak asuh melaksanakan shalat Ashar

berjama’ah

5. Anak asuh melaksanakan shalat Magrib.

6. Anak asuh melaksanakan shalat maghrib berjama’ah

7. Anak asuh melaksanakan shalat Isya.

8. Anak asuh melaksanakan salat Isya berjama’ah 9. Anak asuh melaksanakan shalat subuh.

10. Anak asuh melaksanakan salat subuh

berjama’ah

Pelaksanaan Shalat Lima Waktu

2. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah anak asuh yang berada di Rumah Sahabat Anak Puspita yang berjumlah 200 orang yang berlokasi di Jl. Tegal Amba No.7 Duren Sawit Jakarta Timur, tlp. (021) 862 8551.

3. Sampel

Pada penentuan sampel ini peneliti mengambil populasi yang ada karena keseluruhan objek penelitian dapat dijangkau oleh peneliti dengan mengambil sampel terkecil 10% dari jumlah populasi 200 anak asuh.6 Hingga sampel pada penelitian ini didapatkan 20 anak asuh yang telah memenuhi sayarat sampel; yaitu telah mengikuti program bimbingan agama minimal selama 2 tahun.

6

M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), cet. 3, h. 101.


(25)

13

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, digunakan teknik pengumpulan data dengan mengambil langkah sebagai berikut

a. Menggunakan kuisioner tertutup dalam bentuk multiple choice item sebagai data primer.

b. Wawancara terbuka, untuk memperoleh data dari pimpinan, dan pendamping yayasan sosial RSAP sebagai data sekunder.

c. Observasi, yaitu pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian secara informal.

d. Dokumentasi.

5. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan skala likert dengan ketentuan untuk jawaban pernyataan positif dari skor lima kebawah dan penilaian sebaliknya untuk pernyataan negatif. Adapun nilai positif diberikan skor sebagaimana berikut :

a. Sangat Setuju (SS) diberi skor 5 b. Setuju (S) diberi skor 4

c. Ragu-ragu (R) diberi skor 3 d. Tidak setuju (TS) diberi skor 2

e. Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1

Untuk menghubungkan antara dua variabel peneliti menggunakan rumus Korelasi Product Moment dengan rumus sebagai berikut:

∑ ∑

− = ] ) ( )][ ( [ ) )( ( 2 2 2 y y N x x N y x xy N rxy


(26)

Keterangan:

rxy = Angka indeks korelasi ”r” product moment

N = Number of cases ∑x = Jumlah skor X ∑y = Jumlah skor Y

∑xy = Jumlah hasil perkalian antara skor x dan skor y

Untuk menetukan kesimpulan dari angka indeks korelasi “r”, dilakukan interpretasi sederhana, jika nilai “r’ lebih dari -1 maka dinyatakan telah terjadi hubungan dan apabila nilai “r” kurang dari -1 maka dinyatakan tidak ada hubungan. Dengan demikian dirumuskan dalam hipotesa sebagai berikut :

Ha : Terdapat hubungan antara persepsi positif anak asuh dalam program bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu di Yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita (RSAP).

Ho : Tidak terdapat hubungan antara persepsi positif anak asuh terhadap program bimbingan agama dengan pelaksanaan shalat lima waktu di Yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita (RSAP).

Selanjutnya untuk memberikan interpretasi terhadap besar kecilnya nilai “r” hubungan antara variabel x dan variabel y digunakan interpretasi secara sederhana atau kasar dengan acuan tabel dibawah ini


(27)

15

Tabel 2

Interpretasi Besarnya Product Moment Besarnya “r”

Product Woment Interpretasi

0,00 – 0,20 Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat korelasi, akan tetapi sangat rendah. Maka dianggap tidak ada korelasi

0,20 – 0,40 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi lemah atau rendah 0,40 – 0,70 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi sedang

0,70 – 0,90 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi kuat atau tinggi 0,90 – 1,00 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi sangat kuat atau sangat

tinggi

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggunakan teknik penulisan yang di dasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan, maka penulis membagi pembahasan skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori terdiri dari: Persepsi; Pengertian, Proses Terjadinya Persepsi, Faktor yang Mempengaruhi Persepsi. Bimbingan Agama untuk Anak; Pengertian, Tujuan dan Fungsi Bimbingan Agama, Metode Bimbingan Agama, Pelaksanaan Shalat; Pengertian,


(28)

Macam-macam Shalat, Tujuan dan Manfaat Shalat, Tahapan Pembelajaran Shalat untuk Anak.

BAB III Gambaran Umum Rumah Sahabat Anak Puspita terdiri dari: Sejarah Berdirinya, Visi, Misi, dan Tujuan, Struktur Organisasi,Sarana dan Prasarana, Kegiatan Pembinaan, dan Program Bimbingan Agama. BAB IV Analisa Hubungan Persepsi Anak Asuh Terhadap Program

Bimbingan Agama Dengan Pelaksanaan Shalat Lima Waktu di Yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita. terdiri dari: Deskripsi data, Analisa Data meliputi: Analisa Persepsi Responden Terhadap Program Bimbingan Agama, Pelaksanaan Shalat Lima Waktu Responden, Hubungan Persepsi Responden Terhadap Program Bimbingan Agama dengan Pelaksanaan Shalat Lima Waktu di Rumah Sahabat Anak Puspita.


(29)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Persepsi

1. Pengertian

Kata persepsi berasal dari kata “perception” yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami atau menanggapi sesuatu.1

Sedangkan menurut definisi para ahli banyak mengemukakan pendapat masing-masing berbeda satu sama lain mengenai persepsi.

Persepsi menurut Sarlito Wirawan adalah:

“Kemampuan seseorang dalam memberikan tanggapan terhadap suatu objek, kejadian, atau situasi tertentu yang pernah dialami dan dirasakannya sering disebut kemampuan mempersepsi. Kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokan, memfokuskan atau kemampuan mengorganisasikan pengamatan disebut persepsi.”2

Sedangkan Bimo Walgito mengemukakan bahwa: “Persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterprestasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas yang integrated dalam diri individu.”3 Dari dua pengertian persepsi tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa persepsi adalah proses individu dalam mengenali, memilih, mengorganisasi serta menginterpretasikan stimulus, sehingga individu memperoleh kesadaran dan pengertian tentang objek yang diamatinya.

1

John M. Echol dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), h. 242.

2

Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), h. 33.

3

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakrta: Andi Offset 1991), h. 53.


(30)

Alisuf Sabri menyatakan bahwa persepsi adalah proses “dimana individu dapat mengenali objek-objek dan fakta obyektif dengan menggunakan ala-alat individu”.4 Berarti persepsi ini didahului oleh

proses penginderaan. Proses individu mengenali objek-objek dengan alat penginderanya sehingga individu tersebut menyadari apa yang ia lihat dan yang ia dengar. Kemudian individu tersebut mengalami persepsi.

Sedangkan menurut Jalaludin Rahmat, persepsi merupakan “pengalaman tentang objek, peristiwa, pengalaman atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”.5

Berdasarkan definisi-definisi di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa persepsi adalah proses penerimaan, penyeleksian pengorganisasian dan penafsiran dari stimulus yang diterima individu melalui alat-alat inderanya.

2. Proses Terjadinya Persepsi

Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi terhadap individu dan mengadakan persepsi yaitu objek yang dipersepsikan, alat indera untuk menerima stimulus dan adanya perhatian per individu itu sendiri, karena tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.

Dalam pengertian tersebut tercakup beberapa proses, diantaranya: 1. Proses menerima rangsangan; proses pertama dalam persepsi adalah

menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber kebanyakan data yang diterima melalui panca indera.

4

Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu, 1993) h. 45.

5

Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya, 2000), h. 51.


(31)

19

2. Proses menyeleksi rangsangan; setelah diterima rangsangan atau data diseleksi demi menghemat perhatian yang digunakan, rangsangan-rangsangan itu disaring dan diseleksi untuk proses lebih lanjut.

3. Proses pengorganisasian; data atau rangsangan yang telah diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk.

4. Proses penafsiran; setelah data atau rangsangan yang telah diterima diatur, si penerima lalu menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Dikatakan telah terjadi persepsi pada pokoknya memberikan arti kepada berbagai data dan informasi yang diterima.

5. Proses pengecekkan; setelah data diterima dan ditafsirkan, si penerima mengambil beberapa tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau salah. Pengecekan ini dapat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi dibenarkan oleh data baru.

6. Proses reaksi; tahap terakhir dari proses perceptual ialah bertindak sehubungan dengan apa yang telah diserap.6

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi seseorang terhadap sesuatu atau objek tidak berdiri sendiri, akan tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Menurut Singgih Gunarsa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya:

1. Motif. Merupakan faktor internal yang dapat merangsang perhatian, adanya motif menyebabkan munculnya keinginan individu melakukan sesuatu dan sebaliknya.

6


(32)

2. Kesediaan dan harapan. Hal ini akan menentukan pesan mana yang akan dipilih untuk diterima selanjutnya sebagaimana pesan yang dipilih itu akan ditata dan diinterpretasi.

3. Intensitas rangsangan. Kuat lemah rangsangan yang diterima akan sangat berpengaruh bagi individu.

4. Pengulangan suatu rangsangan. Pengulangan suatu rangsangan yang muncul atau terjadi secara berulang ulang akan menarik perhatian sebelum mencapai titik jenuh.7

Kemudian menurut Sarlito Wirawan, beberapa hal yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut:

1. Perhatian. Biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsang yang ada disekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja. Perbedaan fokus perhatian antara satu orang dengan yang lainnya, menyebabkan perbedaan persepsi antara mereka. 2. Set. Set adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul,

perbedaan set akan menyebabkan perbedaan persepsi. Hal ini akan menentukan pesan mana yang akan dipilih untuk diterima selanjutnya sebagaimana pesan dipilih itu akan ditata dan diinterpretasi.

3. Kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Dengan demikian, kebutuhan- kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan pula perbedaan persepsi.8

7

Singgih Dirga Gunarsa, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Sumber Widya, 1992), cet. ke-4, h. 107.

8


(33)

21

B. Bimbingan Agama Untuk Anak 1. Pengertian

Pengertian bimbingan agama dapat melahirkan bermacam-macam definisi atau arti, tergantung sudut pandang masing-masing memaknainya. Untuk membuat definisi tentang masing-masing komponen antara bimbingan dan agama kiranya tidak mudah, khususnya untuk definisi agama sangat ditentukan sudut pandang dari masing-masing agama, maka tidak mengherankan kalau dapat menimbulkan bermacam-macam rumusan atau pengertian.

Secara etimilogis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata

“guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukan, membimbing, menuntun, ataupun membantu.” Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan. Namun meskipun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntutan adalah bimbingan.9

Istilah bimbingan adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu ”guidance” yang berasal dari kata guide yang artinya dengan menunjukan jalan (showing the way), memimpin (leading), menuntun (conducting), memberi petunjuk (giving instruction), mengatur (regulating), mengarahkan (governing), dan memberi nasihat (giving advice).

Pengertian bimbingan secara terminologi sudah banyak dikemukakan oleh para ahli, berikut pengertian bimbingan menurut para

9


(34)

ahli yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti: 10

1. Menurut Frank Parson, bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangaku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu.

2. Menurut Crow & Crow, bimbingan dapat diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh seorang laki-laki maupun perempuan, yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang memadai, kepada seorang individu dari setiap usia dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri dan memikul bebannya sendiri.

3. Menurut Year’s Book of Education 1955, yang menyatakan: bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan manfaat sosial.

Menurut Stopps, bimbingan adalah suatu proses yang terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun masyarakat.11

Menurut Rachman Natawidjaja, bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya

10

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), h. 93.

11

I Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV Ilmu, 1975), h. 25.


(35)

23

sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan tingkat sekolah, keluarga dan masyarakat, serta kehidupan umumnya.12

Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa bimbingan adalah menemukan dan mengembangkan kemampuan seseorang agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.

Sedangkan, kata “agama” dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan kata din dalam bahasa Arab, atau dalam bahasa-bahasa Eropa sama dengan bahasa Religion (Inggris), Ia Religion (Prancis), De Religie

(Belanda), De Religion (Jerman). Secara bahasa perkataan “agama” berasal dari Bahasa Sansekerta; tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun. Adapun kata ”din” mengandung arti ”menguasai, menunduk patuh, utang balasan, atau kebiasaan”.13

Dalam bahasa sansekerta istilah “agama” berasal dari: “a” adalah ke sini, “gam” adalah gaan, go, gehen = berjalan-jalan. Sehingga dapat berarti peraturan-peraturan tradisional, ajaran, kumpulan hukum-hukum, pendeknya apa saja yang turun temurun dan ditentukan oleh kebiasaan.

Dalam Upadeca tertulis sebagai berikut:

“Agama itu sebenarnya berasal dari kata sansekerta a dan gam. A artinya tidak dan gam artinya pergi. Jadi kata tersebut berarti ‘tidak pergi’ yang berarti tetap ditempat, ‘langgeng’ diwariskan secara turun-temurun.”14

12

Hallen A, Bimbingan., h. 5.

13

Ensiklopedi Islam Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Horve, 1997), Cet. ke 4, h. 102.

14

Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 2.


(36)

Tetapi arti dalam Jawa kerohaniannya, agama itu ialah dharma atau kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia. Agama adalah kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widi, yang kekal abadi.

Definisi lain mengatakan agama adalah sistem kepercayaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut. Dapat juga diartikan, Agama ialah peraturan tentang cara hidup, lahir-batin. Ada juga yang mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya.

Sedangkan pengertian agama sebagai satu istilah yang biasa dipakai sehari-hari sebenarnya bisa dilihat dari 2 aspek yaitu:

a. Aspek subjektif (pribadi manusia). Agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia, yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, berupa getaran batin, yang dapat mengatur, dan mengarahkan tingkah laku tersebut, kepada pola hubungan dengan masyarakat, serta alam sekitarnya.

b. Aspek objektif (doktrinair). Agama dalam pengertian ini mengandung nilai-nilai ajaran Tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah tujuan yang sesuai dengan kehendak ajaran tersebut.15

Dengan demikian, maka bimbingan agama dapat diartikan sebagai “usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik lahiriyah maupun batiniyah, yang menyangkut kehidupan, di masa kini dan masa mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang

15

H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1998), Cet. ke-6, h. 1-2.


(37)

25

mental spiritual. Dengan maksud agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi kesulitannya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri, melalui dorongan dari kekuatan iman, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu, sasaran bimbingan agama adalah membangkitkan daya rohaniah manusia melalui iman, dan ketakwaan kepada Allah SWT.

2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Agama a. Tujuan Bimbingan Agama

Tujuan bimbingan secara umum yaitu, supaya orang perorang atau kelompok orang yang dilayani menjadi mampu menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas, mewujudkan kesadaran dan kebebasan itu dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana, serta mengambil beraneka tindakan penyesuaian diri secara memadai. Bantuan itu tidak hanya berfungsi bila seseorang sudah menghadapi suatu masalah aktual yang harus segera diselesaikannya dengan membuat pilihan atau mengambil tindakan penyesuaian diri, tetapi sudah dapat berfungsi jauh sebelumnya, bila orang menyadari bahwa aneka tugas hidup menantang dia untuk mengembangkan segala potensinya.

Tujuan bimbingan menurut Aunurrahim Faqih dalam bukunya ”Bimbingan dan Konseling Dalam Islam” dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan khusus, sebagai berikut:

1) Tujuan Umum

Membantu individu guna mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.


(38)

2) Tujuan Khusus

a. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah, maksudnya pembimbing berusaha membantu mencegah jangan sampai individu menghadapi atau menemui masalah. Dengan kata lain membantu individu mencegah timbulnya masalah bagi dirinya sendiri.

b. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi.

c. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik.16

b. Fungsi Bimbingan Agama

Secara teoritikal fungsi bimbingan secara umum adalah sebagai fasilitator dan motivator client dalam upaya mengatasi dan memecahkan problema kehidupan client dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Fungsi ini dapat dijabarkan dalam kegiatan bersifat:

1. Pemahaman, yaitu membantu anak agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).

2. Preventif, yaitu upaya konselor/pembimbing untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak dialami oleh anak / klien.

16

Aunurrahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 36.


(39)

27

3. Pengembangan, yaitu konselor/pembimbing berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan anak.

4. Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif, berkaitan erat dengan upaya diberikan bantuan kepada anak/klien yang telah mengalami masalah, baik yang menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

5. Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan keterampilan, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.

6. Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan khususnya konselor, guru atau dosen untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan individu (anak).

7. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan-peraturan, dan norma agama.17

3. Metode-Metode Bimbingan Agama

Metode ditinjau dari segi bahasa berasal dari dua kata yaitu “meta” dan “hodos”. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Maka metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan yang harus

17

Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling,


(40)

dilalui untuk mencapai suatu tujuan.18 Sedangkan menurut H. M. Arifin

hakekat “metode” adalah :

”Metode adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik sarana tersebut bersifat seperti alat peraga, alat administrasi dan pergedungan dimana proses kegiatan bimbingan berlangsung, bahkan pelaksana metode seperti pembimbing sendiri adalah termasuk metode juga dan sarana non fisik seperti kurikulum, contoh tauladan, sikap, dan pandangan pelaksana metode, lingkungan yang menunjang suksesnya bimbingan dan cara- cara pendekatan dan pemahaman terhadap sasaran metode seperti wawancara, angket, tes psikologi, sosiometri dan lain sebagainya.”19

Pada proses bimbingan metode apapun mempunyai kedudukan yang penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia merupakan saran yang bermakna akan kesuksesan bimbingan keagamaan yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami atau diserap oleh anak didik menjadi pengertian-pengertian yang diaktualisasikan dalam lingkungan sekolah maupun rumah sehingga tujuan dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan.

Pentingnya metode ini didasarkan pada firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 35 :

اﻮﻐ ْاو

ﻪْﻴ إ

ﺔ ﻴﺳﻮْا

اوﺪهﺎﺟو

ﻪ ﻴ ﺳ

ْ ﻜﱠ

نﻮ ْ

Artinya: ”…..dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”.20

Dari firman Allah SWT di atas mengandung isyarat bahwa untuk mendekatkan diri kepada Allah memerlukan metode (jalan). Maka dalam

18

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 91

19

Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, h. 43.

20


(41)

29

proses bimbingan metode adalah mutlak. Di sinilah perlu dibedakan bahwa pada intinya bimbingan sering juga disebut pendidikan.

Bimbingan merupakan bagian dari pendidikan. Perbedaan antara pendidikan dan bimbingan terletak pada dasar penekanannya, yaitu bahwa bimbingan menekankan pada dua orientasi, yaitu orientasi masalah dan orientasi perorangan. Usaha bimbingan lebih terorientasi pada tercegahnya masalah yang mungkin dialami dan teratasinya masalah yang sedang diderita oleh seseorang. Di samping itu, upaya bimbingan sangat memperhatikan keadaan orang yang dibimbing sebagai pribadi yang berdiri sendiri yang seharusnya mampu mandiri.21

Walaupun bimbingan dan pendidikan ada perbedaan tetapi memiliki tujuan dan metode yang sama. Yang menjadi masalah di sini adalah bagaimana mendapatkan metode yang efektif dalam mempersiapkan anak didik secara mental, moral, spiritual dan sosial sehingga anak didik dapat mencapai kematangan yang sempurna.

Karena pembahasan dalam skripsi ini adalah bimbingan untuk meningkatkan anak didik sehingga pembimbing atau guru agama Islam harus bisa memberi contoh keteladanan dan itu merupakan metode yang sangat penting disamping metode wawancara, metode direktif dan metode secara berkelompok.

1. Metode Keteladanan

Keteladan merupakan salah satu dari sejumlah metode yang paling efektif dalam mepersiapkan dan membentuk anak secara moral,

21

Abdullah Nashih Ulwan, Pendididkan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Jilid ke-2, h. 2.


(42)

spiritual, dan sosial. Sebab seorang pembimbing dan juga pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru baik disadari atau tidak. Bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaan anak didik, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, spiritual.22

Prinsip yang mendasari metode ini adalah :

ﺔﻨ

ةﻮْﺳأ

ﻪﱠ ا

لﻮﺳر

ْ ﻜ

نﺎآ

ْﺪ

Artinya :”Sungguh dalam diri Rasulullah SAW terdapat suri tauladan yang baik.” (QS. al-ahzab : 21).

Berdasarkan firman di atas, bahwa kepribadian Rasulullah SAW dinyatakan sebagai tolak ukur akhlakul karimah bagi siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Dan keteladanan yang ada pada diri Rasulullah SAW ini dapat meliputi segala macam aspek kehidupan dan pola berfikir.

Kaitannya dengan metode ini Nashih Ulwan mengatakan bahwa Allah menempatkan personalitas Muhammad dalam gambaran sempurna sebagai metode Islami, agar menjadi gambaran yang hidup dan abadi bagi generasi-generasi untuk umat selanjutnya dalam kesempurnaan akhlak universalitas dan keagungannya. Keteladanan Rasulullah SAW dalam ibadah dan akhlak yang universal sebagai contoh yang paripurna dan pelita yang menerangi di sepanjang masa.23

22

Ulwan, Pendididkan Anak Dalam Islam, h. 2.

23


(43)

31

Dengan demikian bahwa keteladanan adalah metode bimbingan yang paling efektif. Seorang anak harus memperoleh teladan dari gurunya selaku orang tua kedua dan pendidik yang menanamkan norma-norma teladan yang diambil dari Rasulullah sehingga terciptalah suatu generasi Islam yang merealisasikan ajaran-ajaran Islam yang kaitannya dengan ibadah.

2. Metode wawancara

Wawancara adalah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan anak bimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan.Wawancara baru dapat berjalan dengan baik bilamana memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Pembimbing harus bersikap komunikatif kepada anak bimbing. 2) Pembimbing harus dapat dipercaya oleh anak bimbing sebagai

pelindung.

3) Pembimbing harus dapat menciptakan situasi dan kondisi yang memberikan perasaan damai dan aman serta santai kepada anak bimbing.

4) Pembimbing harus dapat menunjukkan etika baiknya menolong anak bimbing mengatasi segala kesulitan yang sedang dihadapi. 5) Pembimbing harus menghormati harkat dan martabat anak

bimbing sebagai manusia yang berhak memperoleh bantuan untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya sampai pada titik optimalnya.24

24


(44)

Menurut Aunurrahim Faqih metode wawancara atau komunikasi langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan teknik: 1) Percakapan pribadi, pembimbing melakukan dialog langsung tatap

muka dengan pihak yang dibimbing.

2) Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah klien sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien dan lingkungannya.25

3. Metode Direktif

Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada anak bimbing untuk berusaha mengatasi kesulitan yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan anak bimbing adalah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadapi atau dialami anak bimbing.26

Metode pengarahan ini bisa juga disebut nasehat. Pemberian nasehat dapat membentuk keamanan, mempersipakan moral, spiritual, dan sosial anak. Nasihat yang tulus, berbekas dan penuh, jika memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang bijak dan berfikir.27

Dengan demikian, para guru agama Islam sebagai pendidik dan pembimbing hendaknya mengunakan metode-metode al-Qur’an dalam upaya memberikan nasehat, peringatan dan bimbingannya untuk mempersiapkan anak-anak didik baik mengenai iman, moral maupun membentuknya dalam segi ritual dan sosial.

25

Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, h. 54.

26

Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan, h. 49.

27


(45)

33

4. Metode Kelompok

Metode kelompok yaitu cara pengungkapan jiwa atau batin serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti ceramah, diskusi, seminar, simposium, dinamika kelompok (group dinamic) dan sebagainya.28

Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. Hal ini dilakukan dengan teknik-teknik:

1) Diskusi kelompok yakni pembimbing melaksanakan bimbingan dengan cara mengadakan diskusi dengan atau bersama kelompok klien yang mempunyai masalah yang sama.

2) Sosiodrama yakni bimbingan/konseling yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan /mencegah timbulnya masalah (psikologis).

3) Group teaching yakni pemberian bimbingan/konseling dengan memberikan materi bimbingan tertentu (ceramah) kepada kelompok yang telah disiapkan.29

Metode ini baru dapat berjalan dengan lancar jika berlangsung di tempat yang cukup tenang, jauh dari gangguan apapun serta tempat tersebut cukup sehat karena cukup ventilasi udara, cahaya sinar matahari dan lampu. Dan hendaknya program bimbingan kelompok ini mengikut sertakan dengan keluarga.

28

Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan, h. 49.

29


(46)

C. Pelaksanaan Shalat 1. Pengertian

Shalat menurut bahasa memiliki arti ”do'a”. Sedangkan menurut istilah shalat bermakna suatu perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, dan sesuai dengan syarat-syarat tertentu.30 Praktik shalat harus sesuai dengan segala petunjuk

tata cara Rasulullah SAW sebagai figur pengejawantah perintah Allah SWT.

Hukum shalat fardhu lima kali sehari adalah wajib bagi semua orang muslim yang telah dewasa atau akil baligh serta normal atau tidak gila. Seperti dalam surat al-Baqarah: 43:

اﻮ ﻴ أو

ة ﱠﺼ ا

اﻮ و

ةﺎآﱠﺰ ا

اﻮ آْراو

ﻦﻴ آاﱠﺮ ا

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, dan keluarkanlah zakat dan tunduklah / rukuk bersama-sama orang-orang yang rukuk.” (QS. al-Baqarah:43)

Dari surat di atas jelas sekali bahwa Allah memerintahkan kepada umatnya untuk melaksanakan shalat serta tunduk kepada perintah-perintah Allah bersama orang-orang yang tunduk. Selain itu Allah pun memerintahkan kepada kita sebagai makhluknya agar senantiasa menghindari perbuatan keji dan munkar, salah satu cara mencegahnya adalah dengan melakukan shalat. Seperti yang tertera dalam Surat al-Ankabut: 45 sebagai berikut:

ﺮﻜْﻨ ْاو

ءﺎﺸْ ْا

ﻰﻬْﻨ

ة ﱠﺼ ا

ﱠنإ

ة ﱠﺼ ا

أو

...

Artinya: “Kerjakanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan yang jahat (keji) dan yang mungkar….”

2. Macam-macam Shalat

30


(47)

35

Pada dasarnya shalat menurut kewajibannya dapat terbagi menjadi dua macam; yaitu shalat wajib dan shalat sunat. Shalat fardhu adalah shalat dengan status hukum fardhu, yakni wajib dilaksanakan. Shalat fardhu sendiri menurut hukumnya terdiri atas dua golongan yakni :

1. Fardhu ‘ain yakni yang diwajibkan kepada individu. Termasuk dalam shalat ini adalah shalat lima waktu dan shalat Jumat untuk pria. Shalat lima waktu adalah shalat fardhu (shalat wajib) yang dilaksanakan lima kali sehari. Hukum shalat ini adalah fardhu 'ain, yakni wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah menginjak usia dewasa (pubertas), kecuali berhalangan karena sebab tertentu. Shalat lima waktu merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Allah menurunkan perintah shalat ketika peristiwa Isra' Mi'raj.

2. Fardhu kifayah yakni yang diwajibkan atas seluruh muslim namun akan gugur dan menjadi sunnat bila telah dilaksanakan oleh sebagian muslim yang lain. Yang termasuk dalam kategori ini adalah shalat jenazah.31

Adapun shalat sunat, merupakan shalat yang apabila dilaksanakan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak mendapatkan dosa/siksa. Shalat Sunnat atau shalat nawafil (jamak nafilah) adalah shalat yang dianjurkan untuk dilaksanakan namun tidak diwajibkan sehingga tidak berdosa bila ditinggalkan dengan kata lain apabila dilakukan dengan baik dan benar serta penuh ke ikhlasan akan tampak hikmah dan rahmat dari

31


(48)

Allah taala yang begitu indah. Shalat sunnat menurut hukumnya terdiri atas dua golongan yakni:

1. Muakkad, adalah shalat sunnat yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti shalat dua hari raya, shalat sunnat witir dan shalat sunnat thawaf.

2. Ghairu Muakkad, adalah shalat sunnat yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti shalat sunnat rawatib dan shalat sunnat yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti shalat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).32

Banyak sekali macam-macam shalat sunat dan dapat dijelaskan dibawah ini;

a. Shalat Awwabin adalah satu jenis shalat sunnat. Awwabin sendiri berasal dari bahasa arab yang berarti (orang yang sering bertaubat). b. Shalat Dhuha adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim

ketika waktu dhuha. Waktu dhuha adalah waktu ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu dzuhur. Jumlah raka'at shalat dhuha bisa dengan 2, 4, 8 atau 12 raka'at. Dan dilakukan dalam satuan 2 raka'at sekali salam. c. Shalat Gerhana atau shalat kusufain sesuai dengan namanya dilakukan

saat terjadi gerhana baik bulan maupun matahari. Shalat yang dilakukan saat gerhana bulan disebut dengan shalat khusuf sedangkan saat gerhana matahari disebut dengan shalat kusuf.

32


(49)

37

d. Shalat Hajat adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim saat memiliki hajat tertentu dan ingin dikabulkan Allah. Shalat hajat dilakukan antara 2 hingga 12 raka'at dengan salam di setiap 2 rakaat. Shalat ini dapat dilakukan kapan saja kecuali pada waktu-waktu yang dilarang untuk melakukan shalat.

e. Shalat Ied adalah ibadah shalat sunnat yang dilakukan setiap hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Shalat Ied termasuk dalam shalat sunnat muakkad, artinya shalat ini walaupun bersifat sunnat namun sangat penting sehingga sangat dianjurkan untuk tidak meninggalkannya. f. Shalat Istikharah adalah shalat sunnat yang dikerjakan untuk meminta

petunjuk Allah oleh mereka yang berada diantara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih.

g. Shalat Istisqa' adalah shalat sunnat yang dilakukan untuk meminta diturunkannya hujan. Shalat ini dilakukan bila terjadi kemarau yang panjang atau karena dibutuhkannya hujan untuk keperluan/hajat tertentu. Shalat istisqa' dilakukan secara berjama'ah dipimpin oleh seorang imam.

h. Shalat Sunnat Mutlaq adalah shalat sunnat yang dapat dilakukan tanpa memerlukan sebab tertentu dan kapan saja kecuali waktu-waktu yang diharamkan untuk mengerjakan shalat.

i. Shalat Rawatib adalah shalat sunnat yang dilakukan sebelum atau sesudah shalat lima waktu. Shalat yang dilakukan sebelumnya disebut shalat qabliyah, sedangkan yang dilakukan sesudahnya disebut shalat ba'diyah.


(50)

j. Shalat Sunnah Musafir adalah shalat sunnah yang didirikan sebelum keluar untuk bermusafir, memohon agar selamat pergi dan balik serta tercapai tujuan yang diinginkan ketika bermusafir.

k. Shalat Sunnah Tawaf adalah shalat sunnah dua rakaat yang dikerjakan setelah selesai mengerjakan tawaf. Shalat sunnah tawaf dilakukan di maqam Ibrahim.

l. Shalat tahajjud adalah shalat sunnat yang dikerjakan di malam hari setelah terjaga dari tidur. Shalat tahajjud termasuk shalat sunnat mu'akad (shalat yang dikuatkan oleh syara'). Shalat tahajjud dikerjakan sedikitnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas.

m. Shalat Tahiyyatul Masjid adalah shalat sunnat dua raka'at yang dilakukan ketika seorang muslim memasuki masjid.

n. Shalat Sunnat Wudhu adalah shalat sunnat yang dilakukan seusai berwudhu. Jumlah raka'at shalat wudhu adalah dua raka'at.

o. Shalat Tarawi adalah shalat sunnat yang dilakukan khusus hanya pada bulan ramadhan. Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari

ْﺮ

ﺔ ْو yang diartikan sebagai "waktu sesaat untuk istirahat".

p. Shalat Tasbih merupakan shalat sunnat yang di dalamnya pelaku shalat akan membaca kalimat tasbih (kalimat “Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar”) sebanyak 300 kali (4 raka'at masing-masing 75 kali tasbih).

q. Shalat Taubat adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim saat ingin bertobat terhadap kesalahan yang pernah ia lakukan. Shalat taubat dilaksanakan dua raka'at dengan waktu yang bebas kecuali pada waktu yang diharamkan untuk melakukan shalat.


(51)

39

r. Shalat Witir adalah shalat sunnat dengan raka'at ganjil yang dilakukan setelah melakukan shalat lainnya di waktu malam (misal: tarawih dan tahajjud).33

3. Tujuan dan Manfaat Shalat a. Tujuan Shalat

Tujuan Shalat Yang Tertulis Dalam Al-Qur'an, surat Thoha ayat 14 menyebutkan:

يﺮْآﺬ

ة ﱠﺼ ا

أو

ْﺪ ْ ﺎ

ﺎ أ

إ

ﻪ إ

ﻪﱠ ا

ﺎ أ

ﻨﱠإ

Artinya: “Sesungguhnya Aku ini Allah tidak ada illah melainkan Aku, maka berbaktilah kepada-Ku dan dirikanlah Shalat untuk mengingat Allah. (QS. Thoha 14).

Ayat di atas menjelaskan bahwa tujuan Allah memerintahkan shalat dalam rangka untuk mengingat Allah. Para ilmuwan berbeda pendapat dalam menafsirkan kalimat mengingat Allah, mereka ada yang menafsirkan mengingat zat-Nya, mengingat sifat-sifat-Nya, mengingat kenikmatan-kenikmatan dan ancaman/siksa Allah Mengingat sunnatullah yang diberlakukan-Nya. Pada Surat al-Ankabut ayat 45 disebutkan:

أو

ة ﱠﺼ ا

ﱠنإ

ة ﱠﺼ ا

ﻰﻬْﻨ

ءﺎﺸْ ْا

ْاو

ﺮﻜْﻨ

ﺮْآﺬ و

ﻪﱠ ا

ﺮ ْآأ

ﻪﱠ او

ْ

نﻮ ﻨْﺼ

Artinya: “dan dirikanlah Shalat. Sesungguhnya Shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar dan sesungguhnya mengingat Allah lebih besar lagi (dalam mencegah perbuatan keji dan mungkar). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Pada ayat itu disebutkan bahwa aktivitas shalat memiliki

33

“Macam-macam Shalat Sunat”, artikel ini diaskses 5 April 2010 pada http://id.wikipedia.org/wiki/macam-macam+shalat+sunat.


(52)

potensi mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar, tapi yang harus diperhatikan zikir kepada Allah jauh lebih utama dalam menanggulangi perbuatan keji dan mungkar. Pada ayat sebelumnya dikatakan bahwa tujuan shalat untuk mengingat hukum Allah, berfungsi sebagai pemecahan masalah, diantaranya masalah dari perbuatan keji dan mungkar, tapi mengingat hukum Allah secara khusus, jauh lebih efektif, karena waktu yang digunakan lebih panjang.

Kebebasan yang digunakan untuk mempelajari permasalahan dan pemecahan lebih bebas, misalnya orang Islam yang memiliki kebiasaan mencela saudaranya sendiri, bahkan seperti ada kebanggaan dan kesenangan dapat menyudutkan atau mempermalukan saudaranya, untuk memperbaiki kekejian ini diperlukan evaluasi yang berhubungan dengan beberapa variabel (data) yang memungkinkan menjadi sebab mereka melakukan kekejian, hal itu tentu lebih sedikit sekali dilakukan pada waktu shalat.

Biasanya sifat pemecahan masalah pada shalat berlaku umum hanya sebagai sarana membuka kesadaran saja, misalnya pada waktu kita menjalankan Shalat mengucapkan Ihdinash-Shirothol Mustaqim, Shirothol-Ladzinaa An 'Amta Alaihim Ghoiril Maghdhuubi Alaihim Waladh-Dhol-Liin, artinya: “Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, sebagaimana jalan orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, bukan jalan orang-orang yang dholim.”34

Permohonan dan ikrar ini apabila terus diucapkan dan

34


(53)

41

diucapkan secara hikmat dan penuh kekhusukan akan membuka kesadaran dan mengevaluasi diri akan segala perbuatan-perbuatan keji yang telah dilakukan selama ini, kalau ia benar-benar taubat dan mau meninggalkan jalan orang-orang dholim dan ingin memasuki jalannya orang-orang shalih, niscaya ia akan berzikir lebih banyak di luar shalat dengan zikir khusus yaitu mendalami hukum-hukum sunnatullah yang berhubungan dengan masalah kerusakan moral yang dihadapi. Misalkan dalam menanggulangi sifat kebanggaan pada diri ketika menganiaya saudaranya. Insya Allah akan berhasil.

Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar menjalankan Shalat dengan khusuk dan membaca ayat-ayat al-Qur'an sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi, tentunya mereka harus memahami apa yang dibaca. Tahap mengerti maknanya, Shalat tidak dapat berfungsi sebagai pencegahan perbuatan keji dan mungkar. Apabila shalat lima waktu belum mencukupi, Allah memerintahkan shalat sunnah, khususnya shalat malam sebagai langkah tambahan pemecahan masalah.

Pada sebagian malam hari tegakkanlah shalat tahajud sebagai tambahan bagimu mudah-mudahan penguasamu akan mengangkat kami ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah :

ْ و

ءﺎﺟ

ْا

هزو

ﺎ ْا

ﱠنإ

ﺎ ْا

نﺎآ

ﺎ ﻮهز

Artinya: “Ya Tuhanku masukkanlah aku ke jalan masuk yang benar dan keluarkanlah aku ke jalan keluar yang benar dan berikanlah kepada-Ku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” Dan katakanlah : “Yang benar telah datang dan yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isra': 81).

Pada ayat sebelumnya, jelasnya pada ayat 76-78 dikisahkan bahwa orang-orang kafir telah membuat kegelisahan dan mereka akan


(54)

mengusirmu, lalu Allah memerintahkan Shalat wajib dan Shalat tahajud di malam hari, untuk menghadapi masalah tersebut. Apabila Shalat itu dilakukan dengan kesungguhan dan kekhusukan, akan dapat mengangkat umat Islam pada tempat yang terpuji, mereka akan dapat menemukan jalan keluar dari kemelut itu yaitu jalan kemenangan, mengalahkan orang kafir atau mati dalam mempertahankan keimanan.

b. Manfaat Shalat

Pertama, shalat adalah pencegah dari perbuatan buruk. Perbuatan keji adalah semua perkataan dan perbuatan yang buruk, sementara yang mungkar adalah apa saja yang dilarang oleh agama.

أو

ة ﱠﺼ ا

ﱠنإ

ة ﱠﺼ ا

ﻰﻬْﻨ

ءﺎﺸْ ْا

ﺮﻜْﻨ ْاو

…..

Artinya: “Sesungguhnya shalat (yang benar) mencegah dari perbuatan keji dan mungkar…” (QS. al-Ankabut : 45).

Kedua, shalat adalah sumber petunjuksumber cahaya.” Barang siapa yang menjaganya, maka kelak di hari kiamat ia akan mendapatkan cahaya dan petunjuk. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya, maka tiada cahaya atau petunjuk baginya.

Ketiga, shalat adalah sarana kita meminta pertolongan dari Allah Swt.

ﻦﻴ ﺎﺨْا

إ

ةﺮﻴ ﻜ

ﺎﻬﱠإو

ة ﱠﺼ او

ﺮْﱠﺼ ﺎ

اﻮﻨﻴ ْﺳاو

Artinya: “Mintalah pertolongan dengan sabar (dalam sebagian tafsir, sabar diartikan sebagai puasa dan shalat. Sesungguhnya keduanya itu sulit kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (QS. al-Baqarah: 45).

Keempat, shalat adalah pelipur jiwa. Allah Swt berfirman:

يﺮْآﺬ

ة ﺼ ا

أو


(55)

43

Artinya: “…dirikanlah shalat untuk mengingatku” (QS. Thaahaa: 14).

أ

ﺮْآﺬ

ﻪﱠ ا

ﻦﺌ ْ

بﻮ ْا

Artinya: “Dan bukankah dengan mengingatku hati menjadi tenteram?” (QS. 13: 28).

Diriwayatkan bahwa setiap kali Rasul mengalami kesulitan beliau akan memerintahkan kepada Bilal: “Buatlah kami merasa tenteram dengannya wahai Bilal”. Maksud beliau, hendaklah Bilal mengumandangkan iqamat agar Rasul dan para sahabatnya dapat melakukan shalat setelah itu. Pada kesempatan lain beliau menyatakan: “Dijadikan bagiku shalat sebagai penyejuk jiwa.”

Kelima, psikologi mutakhir, yang biasa disebut sebagai psikologi positif-telah menunjukkan besarnya pengaruh ketenangan terhadap kreativitas. Tokohnya yang paling terkemuka adalah Mihaly Csiksenmihayi. Ahli psikologi ini memperkenalkan suatu keadaan dalam diri manusia yang disebutnya sebagi “flow”. Bukan saja “flow” adalah sumber kebahagian, ia sekaligus adalah sumber kreativitas. Shalat yang khusyuk menghasilkan kondisi “flow” dalam diri pelakunya. Dengan demikian, dapat diduga bahwa, selain mendatangkan kebahagian, shalat yang dilakukan secara teratur akan dapat melahirkan kreativitas.

Keenam, berdasar penemuan-penemuan mutakhir yang menyatakan bahwa kesehatan tubuh dan penyakit sebenarnya berasal dari penyakit jiwa, dan bahwa banyak penyakit tubuh sesungguhnya dapat disembuhkan melalui ketenangan jiwa, maka shalat dapat dilihat sebagi sarana kesehatan tubuh juga. Sehubangan dengan ini, telah


(56)

banyak dilakukan penelitian untuk melihat manfaat mengerjakan shalat secara teratur bagi kesehatan tubuh.35

Dapat disimpulkan dari berbagai manfaat shalat tersebut di atas bahwa sesungguhnya shalat, disamping fungsi-utamanya sebagai sarana beribadah kepada-Nya, mengembangkan keimanan kepada suatu zat Maha Kuasa dan Maha Penyayang yang kepadanya kita dapat mempertautkan kecintaan dan keimanan, serta memperhalus akhlak adalah fasilitas yang dianugerahkan-Nya kepada kita untuk meningkatkan kualitas hidup kita sehari-hari.

Banyak orang bersusah-payah mencari jalan dalam mencapai hal ini dengan mengembangkan berbagai bentuk meditasi transendental, hipnosis, mencari konsultasi psikologis dan medis, bahkan lari kepada obat-obat penenang atau, kalau tidak, mesti hidup dalam kebingungan serta tekanan stress dan depresi, sementara sebagai Muslim telah diajari teknik-teknik yang fool proof yang datang dari Dia Yang Maha tahu.

4. Tahapan Pengajaran Ibadah Shalat untuk Anak

Karena pentingnya shalat, maka shalat sudah seharusnya menjadi amal ibadah pertama yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya. Memang, mengajari anak shalat bukan masalah mudah, melainkan dibutuhkan kerja keras di dalamnya. Nah, agar anak kelak rajin shalat, ada 4 fase atau masa pendidikan yang mesti kita terapkan. Fase-fase tersebut adalah:

35

Yazid bin Abdil Qadir Jawas, Sebaik-baik Amal Adalah Shalat, (Jakarta: Pustaka at-Taqwa, 2009), h. 24.


(57)

45

1. Fase Meniru

Masa meniru dimulai ketika anak berusia 2 tahun. Pada masa ini anak suka meniru apa saja yang dilakukan orang di sekelilingnya. Terutama kedua orang tuanya. Kadar peniruannya tergantung pada tingkat usianya. Ketika ia menjadi besar dan tumbuh dewasa, peniruannya lebih sempurna hingga memasuki masa berikutnya, yaitu masa memerintah.

Dalam fase ini ada beberapa cara-cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk membimbing anak dalam menanamkan kebiasaan melaksanakan ibadah shalat lima waktu, misalnya dengan mengajarkan mengambil wudhu ketika mendengar adzan berkumandang, segera mendirikan shalat; bapak shalat berjamaah ke mesjid dan ibu shalat shalat di rumah, mengajarkan takbir dan beberapa gerakan shalat kepada anak, membiarkan menirukan sebisanya gerakan shalat. Dengan ketika dapat dibiasakan hal itu kepada anak sehingga akan membekas pada hatinya.

2. Fase Pengajaran

Fase selanjutnya adalah fase pengajaran. Rasulullah telah mewanti-wanti untuk memberikan pengajaran shalat terhadap anak-anak. Pada saat anak sudah berusia 3 atau 4 tahun, dapat diajarkan misalnya; mengenalkan lafal adzan kepada anak, mengajarkan gerakan-gerakan wudhu dan shalat, mengajarkan anak berjamaah ke masjid dengan dibimbing, mengajarkan surat al-Fatihah kepada anak dengan cara membacakannya berulang-ulang setiap hari, memberikan


(1)

79

Udiani, M. Ch, dkk, Hidup Sehat degan Akal Sehat – Kumpulan artikel Kesehatan Kompas, Bogor;Grafika Mardi Yuana, 2000.

Ulwan, Abdullah Nashih. Pendididkan Anak Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani, 1995.

Wahid, Abdul. Wacana Dakwah Kontemporer, Purwokerto; Pustaka Pelajar, 2006. Cet ke-1.

Walgito, Bimo. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi Offsett, 1991.

Wirawan, Sarlito. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 2000. Wawancara Pribadi dengan Abdul Majid. Jakarta: 10 Januari 2010.


(2)

HASIL WAWANCARA DENGAN ABDUL MAJID (PEMBIMBING RSAP)

PERTANYAAN : Kapan Lahirnya Rumah Sahabat Anak Puspita?

JAWABAN :

Sejak tahun 1997 relawan Puspita telah mendampingi anak-anak jalanan diberbagai tempat dimana terdapat banyak komunitas anak-anak jalanan, seperti di Stasiun Beos Kota, Jatinegara, Senen, juga di terminal Pulogadung, Kp.Rambutan, Kp. Melayu dan banyak lagi tempat lainnya. Mulai tahun 2000 tepatnya pada bulan Mei, kami sepakat untuk lebih berkonsentrasi di satu titik wilayah dampingan dengan harapan apa yang kami berikan dalam pelayanan ini akan lebih terfokus dan termenej dengan rapih. Tempat yang kami sepakati adalah wilayah Duren Sawit Jakarta Timur.

PERTANYAAN : Berapa Jumlah Anak Didik Yang Sedang Mengikuti Pembinaan?

JAWABAN :

Saat ini kami mendampingi 200 anak yang memerlukan perhatian khusus, ada 70 anak sedang menempuh pendidikan formal (SD, SMP dan SMU), biaya pendidikan yang kian melambung tinggi ditambah lagi biaya program lainnya yang mendukung agar anak tidak lagi kembali kejalan, memaksa kami untuk terus mencari lembaga lain yang memiliki konsentrasi yang sama untuk dapat bekerjasama demi kelanjutan masadepan anak-anak generasi Bangsa.

PERTANYAAN : APA VISI, MISI, DAN TUJUAN RSAP?

JAWABAN :

Visi Yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita

Visi yayasan Puspita“Menjadikan Anak terpenuhi hak-haknya sebagai warga negara Indonesia, diantaranya: hak untuk kelangsungan hidup (Survival), hak untuk tumbuh kembang (Development), hak mendapatkan perlindungan (Protection), hak berpartisipasi dalam masyarakat (Participation).


(3)

Misi Yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita adalah anak mendapatkan pendidikan yang layak, memperkaya kreatifitas anak, mampu beradaptasi dengan masyarakat luas yang tidak membedakan kelompok golongan, agama, ras, dan status sosial.

Tujuan Yayasan Rumah Sahabat Anak Puspita adalah: anak mendapatkan haknya memperoleh pendidikan yang layak, mengajarkan kerajinan tangan, musik, bahasa, dan pendidikan keagamaan, mengajarkan etika besosialisasi dengan masyarakat luas, menampilkan anak dalam pentas-pentas kreasi dari hasil karya mereka, membuka jaringan kepada setiap elemen masyarakat baik yang formal maupun non formal, yang berhubungan dengan kepentingan Rumah Sahabat Anak Puspita, mencari dan mengupayakan sumber-sumber, baik yang berupa materi atau non materi.

PERTANYAAN : Kegiatan apa saja yang dilakukan di RSAP?

JAWABAN :

1) Pendidikan formal, meliputi: beasiswa anak SD, SMP, SMU dan perguruan tinggi dan Pakaet A, B, C.

2) Pendidikan non formal

Belajar kelompok (memperdalam pelajaran-pelajaran eksak dan bahasa dalam kelompok kelas), calistung (membaca, menulis dan berhitung untuk pra sekolah), bahasa inggris, catatan harianku (anak mencatat apa yang dialami setiap hari lewat buku harian), penerbitan buku harian anak-anak jalanan, belajar ilmu-ilmu jurnalistik, belajar komputer grafis dan non grafis, belajar merencanakan, melakasanakan sebuah acara dan berlatih berbicara dihadapan publik

3) Pendidikan pluralisme, dan budaya perdamaian

Pendidikan kebangsaan, belajar sejarah orang-orang sukses, menciptakan lagu-lagu persaudaraan, ekspresi seni gambar, musik, gerak untuk perdamaian, rekaman kaset Lagu perdamaian karya anak-anak jalanan, konser musik perdamaian.


(4)

4) Seni dan budaya

Bermusik, teater, pementasan seni musik dan teater karya anak-anak jalanan, produksi film independen kisah nyata tentang kehidupan anak jalanan, kampanye hak-hak anak

5) Pelatihan keterampilan

Sablon, handy craft, teknisi computer, montir dan Pengemudi, tata boga dan Tata busana, photografer dan Balai Latihan Kerja

6) Bimbingan Agama

Kegamaan, sesuai agama anak-anak dampingan (Kajian kitab suci, hukum-hukum), bimbingan tokoh agama, kunjungan kerumah-rumah ibadah dan lembaga keagamaan, kunjungan kekantor-kantor perusahaan, pemerintah dan polisi, bimbingan kepribadian (merawat diri sendiri dan sikap saling menyayangi), tatakrama dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, pemutaran film biografi orang-orang bijak dan sukses

7) Pelayanan kesehatan

Pemeriksaan kesehatan anak secara medis, pengobatan anak-anak yang sakit, pemberian gizi dan nutrisi tambahan, merujuk ke puskesmas dan rumah sakit, membuka Klinik kesehatan

8) Advokasi

Penguatan mental anak yang bermasalah dengan hukum, pendampingan anak di dalam tahanan polisi, tahanan kejaksaan dan penajara anak, pendampingan anak dalam persidangan, menjalin kerjasama dengan lembaga bantuan hukum anak, konselling dan pembinaan mental anak yang baru keluar dari penjara.

9) Program-Program yang akan terus dikembangkan adalah:

Membaca, Menulis dan berhitung, menulis buku harian, beasiswa, keperibadian dan kemasyarakatan, kampanye perdamaian dan persaudaraan, pelatihan Kejuruan, photograper, jurnalis, komputer, perbengkelan, pendidikan khusus Bahasa Inggris, pendidikan umum dengan media internet, interprenership, seni dan Budaya dan Rekaman musik, outbound dan Pencinta alam, sanitasi dan pelayanan kesehatan dan Tim SAR


(5)

KUISIONER

PERSEPSI TERHADAP PROGARAM BIMBINGAN AGAMA A. Pengantar :

1. Pilihlah daftar pernyataan dibawah ini. Dengan kriteria pilihan; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

2. Tandai pernyataan anda dengan memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia!

3. Kerahasiaan identitas anda dijamin

4. Saya ucapkan terima kasih atas kesedian dan bantuannya. Semoga Allah SWT membalasnya, Amin..

B. Profil

Nama : ……… Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan Lama Bimbingan : ……….. Tahun Pendidikan : ……….. Latar belakang : ………... Usia : ……… Tahun C. Daftar pernyataan:

No Pernyataan SS S R TS STS

1 Saya merasa senang mengikuti program bimbingan di Rumah Sahabat Anak Puspita

2 Pemahaman saya tentang agama islam bertambah

setelah mengikuti program bimbingan agama di Rumah Sahabat Anak Puspita

3 Saya malas bila pembimbing memberikan tugas

dalam proses bimbingan islam di Rumah Sahabat Anak Puspita

4 Saya melaksanakan proses bimbingan agama islam di Rumah Sahabat Anak Puspita dengan baik

5 Bila pembimbing memberikan tugas saya mengikutinya dengan baik

6 Menurut saya proses bimbingan agama di Rumah

Sahabat Anak Puspita membosankan

7 Dengan bimbingan agama Islam di Rumah Sahabat

Anak Puspita saya dapat mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari

8 Saya Kurang Menyukai program bimbingan Islam di

Rumah Sahabat Anak Puspita

9 Setelah mengikuti bimbingan agama Islam di Rumah Sahabat Anak Puspita saya sering melakukan ibadah

10 Menurut Saya Proses Bimbingan Agama Di Rumah

Sahabat Anak Puspita Membantu Pemahaman Saya Terhadap Islam


(6)

KUISIONER

PELAKSANAKAN SHALAT LIMA WAKTU

A. Pengantar:

1. Pilihlah daftar pernyataan dibawah ini. Dengan kriteria pilihan; Sering Sekali (SS), Sering (S), Jarang (J), Pernah (P), Tidak Pernah (TP).

2. Tandai pernyataan anda dengan memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia!

3. Kerahasiaan identitas anda dijamin

4. Saya ucapkan terima kasih atas kesedian dan bantuannya. Semoga Allah SWT membalasnya. Amin..

B. Profil

Nama : ……… Jenis kelamin :Laki-laki/Perempuan Lama Bimbingan :……Tahun Pendidikan :………..

Latar belakang : ………... Usia : ……… Tahun

C. Daftar pernyataan:

No Pernyataan SS S J P TP

1 Saya melaksanakan shalat dzuhur

2 Saya melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah 3 Saya melaksanakan shalat Ashar

4 Saya melaksanakan shalat Ashar berjama’ah 5 Saya melaksanakan shalat Magrib

6 Saya melaksanakan shalat maghrib berjama’ah 7 Saya melaksanakan shalat Isya

8 Saya melaksanakan shalat Isya berjama’ah 9 Saya melaksanakan shalat subuh