Sekilas Peran Ayatullah Khomeini dalam Revolusi Islam Iran

17 Hal ini tercermin pada tahun 1979-1981, dunia menyaksikam pembentukan dan pelembagaan Republik Islam Iran. Khomeini dan revolusinya tampil mewujudkan komponen legitimasi Republik Islam: anti imperialisme dan nasionalisme, agama dan identitas nasional,budaya, partisipasi politik dan konstitusionalisme atau pembatasan kekuasaan raja. Perubahan konstitusional dan institusional yang substantiv dilakukan melalui pemilihan. Referendum pada Maret 1979 mengubah pemerintahan Iran dari monarki menjadi Republik Islam. Majelis ahli yang didominasi para ulama dipilih untuk membuat rancangan konstitusi, yang akan disahkan melalui referendum rakyat November-Desember 1979 12 . Namun, krisis identitas Iran tercermin dalam perdebatan konstitusional mengenai hakekat dan kepemimpinan negara. Perdebatan-perdebatan terjadi tidak hanya antara pihak yang lebih menginginkan pemerintahan sekular ketimbang pemerintahan islami, tetapi juga di antara pihak yang menginginkan pemerintahan Islam namun menolak doktrin faqih Khomeini ahli otoritas hukum tertinggi. Doktrin faqih itu sendiri telah dibangun oleh Khomeini bertahun-tahun lewat tulisan-tulisan seminarnya yang menjelaskan pemerintahan Islam dan peranan para ahli hukum. Banyaknya perdebatan mengenai faqih Khomeini ini membuat Khomeini menyatakan sebuah fakta yang tidak terbantah bahwa ‘faqih lebih berwenang dari pada penguasa dengan demikian penguasa sejati adalah para fuqaha. 12 John L. Esposito John O.Voll, Demokrasi Di Negara Muslim, Bandung: Mizan, 1996. h 83 18 Hal ini dijelaskan seperti itu karena Khomeini sebagai ahli syariah menjelaskan para fuqaha itulah yang paling berhak menjalankan pemerintahan sesuai dengan hukum Islam. Namun para pemimpin cendekiawan modernis seperti Mehdi Bazargan dan Bani-Sadr menganggap tafsir Ayatullah Khomeini mengenai pemerintahan faqih tidak ada hubungannya dengan doktrin Syi’ah. Tetapi di lain pihak mayoritas ulama dan majelis ahli ada yang mendukung tafsir ideologi Khomeini mengenai faqih. Perbedaan pendapat akhirnya di konstitusi terakhir pada November 1979 yang pada akhirnya disahkannya konsep Khomeini mengenai pemerintahan faqih. 13 Dalam konstitusi, ajaran Syi’ah Dua belas bukan sekedar Islam atau Islam Syi’ah saja dinyatakan sebagai agama resmi negara tetapi, perdebatan konstitusional dan konstitusi itu sendiri mencerminkan kerumitan upaya mencampurkan unsur teokrasi dan unsur republik. Faqih sendiri bekerja dibantu oleh dewan perlindungan dan beranggotakan dua belas ahli hukum Islam, enam dipilih Khomeini dan yang lainnya dipilih parlemen. Meskipun ciri-ciri teokrasinya terutama kekuasaan syariah dan pemerintahan di tangan faqih, menunjukkan bahwa Iran bukan sebuah negara demokrasi kerakyatan yang mutlak. Dalam konstitusinya Iran dapat dikatakan sebagai “republik” namun faqih dan dewan perlindung mempunyai hak veto atas parlemen dan diberi kekuasaan luas. Disaat yang sama konstitusi Republik Islam mempunyai pranata-pranata demokrasi. Konstitusi melengkapi sistem pemerintahan parlementer dengan badan eksekutif, legislatif dan yudikatif melakukan pembagian kekuasaan dan 13 Reza Shibudi. Biografi Politik Imam Khomeini, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan ISMES, 1996. h 80 19 membentuk sistem pengawasan dan pertimbangan dalam penetapan pemilihan presiden dengan suara mayoritas mutlak. Konstitusi itu juga menetapkan struktur yang rumit dalam pengawasan dan perimbangan yang mengawasi hak veto Dewan Perlindung. Pada 1988, Khomeini membentuk “ komite penentu kebijaksaan pemerintah Islam”, yaitu lembaga arbitrase dalam kasus-kasus parlemen dan dewan perlindung tidak dapat menemukan kesepakatan. Bahkan konstitusi menunjuk Khomeini sebagai faqih seumur hidup, dan dikatakan setelah beliau wafat jabatan itu diserahkan kepada seorang penerus yang memenuhi persyaratan atau suatu dewan yang terdiri dari tiga hingga lima faqih. Dalam konstitusi itu juga, faqih diberi wewenang sebagai pemimpin agama tertinggi negara. Dia juga menjadi penafsir hukum Islam yang tertinggi, menunjuk Dewan Perlindungan dan mengepalai pengadilan, militer dan pengawal revolusi; bertindak sebagai pengawas presiden, perdana menteri dan parlemen. 14 Lewat supermasi hukum Islam dan supermasi para ahli hukum faqih, Dewan Perlindungan, pengadilan di Iran memberi landasan dan legitimasi bagi para ulama untuk menyelenggarakan negara. Dengan demikian bentuk Republik Islam secara resmi disetujui mayoritas 98,2 rakyat Iran melalui referendum yang diadakan pada 1 April 1979, dan kekuasaan tertinggi di Republik Islam Iran berada di tangan Imam ”pemimpin spiritual”. Sejak revolusi 1979, Iran sudah 14 John L. Esposito John O.Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim, Bandung: Mizan, 1996. h 85 20 lima kali mengadakan pemilihan umum untuk memilih anggota majelis. Yaitu, pada tahun 1980, 1984, 1988, 1992 dan 1996. 15 Dalam tatanan revolusi dan pemerintahan baru membuat kaum perempuan merasakan pengaruh khusus tatanan Islam yang baru. Banyak di antara mereka, yang berpaham sekuler maupun berorientasi Islam telah menjadi bagian dari revolusi, dan mengenakan cadar disetiap kesempatan berkerja diluar rumah. Lembaga-lembaga pendidikan diubah menjadi sekolah yang memisahkan laki-laki dan perempuan. Perhimpunan-perhimpunan Islam dibentuk di sekolah-sekolah, para anggotanya sering memantau perilaku yang tidak islami dan melaporkan para guru dan murid yang tidak taat aturan. 16 Namun dalam perkembangan berikutnya, kaum perempuan Islam mendapatkan peranan yang lebih aktif dan lebih hidup di republik. Dengan landasan ideologi mengenai persamaan kaum pria dan wanita di dalam konteks perbedaan yang diakui. Pada tahun 1990-an, semakin banyak perempuan yang mengikuti pemilihan umum untuk menjadi anggota parlemen dan dapat memenangkan kursi yang diperebutkan sehingga terbentuklah kelompok yang secara aktif yang menunjukkan kepekaan terhadap isu-isu kaum perempuan. Bahkan para perempuan ikut berperan dalam struktur kekuasaan Republik Islam, seperti putri Khomeini, Zahra Mostafavi dan puti Hashemi Rafsanjani, Faezah Hashemi yang memiliki kedudukan di parlemen. 15 Riza Shibudi, ,Biografi Politik Imam Khomeini, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan ISMES, 1996. h 85 16 Ibid , h 65 21 Selain kebijakan mengenai hak perempuan dan pendidikan, pemerintahan Republik Islam di bawah Ayatullah Khomeini lebih ditujukan pada peningkatan taraf hidup masyarakat “kelas bawah” kaum mustad’ afin seperti petani, buruh, dan masyarakat pedesaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah lebarnya jurang kaya-miskin yang timbul akibat kebijaksanaan pembangunan yang dijalankan Syah. Pada masa Syah banyak petani miskin yang pergi ke kota-kota besar untuk mencari penghasilan yang lebih baik, dan hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang serius, di antaranya karena keterbatasan lapanngan kerja di perkotaan. Industri yang dibangun Syah, misalnya lebih bersifat “padat modal” dari pada “padat-karya”. Kebijakan pembangunan ekonomi Republik Islam Iran yang lebih mengutamakan peningkatan taraf hidup golongan masyarakat “kelas bawah”, setidaknya dilatar belakangi dua hal: pertama, pemerintah Republik Islam mencoba belajar dari pengalaman pemerintah sebelumnya. Salah satu faktor terpenting yang mengakibatkan runtuhnya kekuasaan Syah, adalah karena kebijaksaan pembangunan ekonominya kurang menyentuh lapisan masyarakat “kelas bawah”. Syah menempatkan pembangunan sektor industri di atas segala- segalanya. Padahal sekitar 75 dari lebih kurang 56.139.000 penduduk Iran 1991 hidup dari sektor pertanian. Sehingga pemerintah Republik Islam tidak ingin mengulangi kegagalan Syah. Kedua, mayoritas pendukung kaum mullah adalah masyarakat “kelas bawah”. Hal ini disebabkan karena faktor tradisi dan agama yang dianut sebagian besar rakyat Iran. Dengan demikian, pembangunan ekonomi yang dijalankan 22 pemerintah Republik Islam mempunyai kaitan erat dengan masalah dukungan massa rakyat terhadap pemerintahannya. 17 Walaupun Khomeini berhasil dalam memulihkan sektor ekonomi, namun ada juga kekecewaan mengenai janji revolusi yang memudar dengan munculnya kepribadian Khomeini yang karismatis dan oposisi yang semakin lemah dan terpecah. Dalam politik luar negeri, Republik Islam Iran mengalami banyak kejadian yang berawal dengan terjadinya perang Iran- Irak 1980-1988. Perang melawan Irak ternyata amat merugikan pemerintah. Namun Ayutllah Khomeini dan para pendukungnya menganggap perlu untuk terus berperang demi mempertahankan kekuasaan, suatu yang lebih banyak keuntungannya daripada biayanya. Untuk mempertahankan kesetiaan dukungan, kaum miskin kota dan borjuis kecil seperti pemilik toko kecil membantu dengan menolak produk yang terbuat dari Barat, karena menurut mereka perang antara Irak ada sangkut pautnya dengan Amerika. 18 Pada bulan juli 1988, pemerintah memaklumkan diterimanya Resolusi Dewan Keamaan PBB no 598 tahun 1987, yang mendesak dihentikannya perang Irak-Iran. Walaupun gencatan senjata diharapkan diikuti dengan tukar menukar tawaran perang, penakiran tentara ke belakang batas internasional yang ada, dan penyelidikan siapa yang bertanggung jawab memulai perang. Iran secara resmi tetap bersikap netral dalam perang teluk 1991 meskipun tidak mau mengembalikan pesawat terbang Irak yang terbang Iran agar tak dihancurkan oleh pasukan koalisi. Akan tetapi, Teheran tidak mencegah penyelundupan di 17 Syafiq Basri, Iran Pasca Revolusi, Sebuah Reportase Perjalanan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 1987. h 67 18 Jhon L.Espotiso, Ensiklopedia Oxford:Dunia Islam Modern . Bandung: Mizan 2001. h 335 23 perbatasan Irak-Iran kendatipun resolusi PBB mengembargo perdagangan dengan Irak. Perbatasan ini terkenal tidak takut terhadap upaya penghentian pelitasan batas ini, betapapun besarnya upaya itu. Hubungan Republik Iran dengan sebagian besar negara Arab tetap dingin, khususnya Mesir. Pemerintah Mesir,Aljazair, dan Washington menuduh Teheran melatih kaum Islamis radikal dari Sudan, Aljazair, dan Mesir dalam perang gerilya, dengan tujuan menggulingkan pemerintah yang oleh kaum radikal dinilai sebagai pemerintah tidak Islami dan menggantinya dengan rezim gaya Iran. 19 Pada akhir 1993, muncul usulan parlemen, yang menyerukan pemulihan hubungan dengan Amerika Serikat. Bahkan, presiden Rafsanjani yang menyadari bahwa banyak mesin dan prasarana ekonomi peninggalan monarki adalah buatan Amerika, menyerukan hubungan ekonomi terbatas dengan Amerika Serikat. Sementara itu, pada 1992 dan 1993 hubungan dagang dengan negara-negara Eropa merosot tajam karena pihak Iran gagal membayar kredit dan pinjaman. Dengan demikian, hubungan Teheran dengan Barat masih bermasalah. 20 Langkah-langkah tersebut belum diselesaikan dan sebagian bahkan belum di mulai. Pada juni 1989, Ayatullah Khomeini wafat, dan sebulan kemudian dilakukan amandemen konstitusional untuk menghapus jabatan perdana menteri. Ali Akbar Hasyimi Rafsanjani terpilih menjadi Presiden, sedangkan Ali Khameini terpilih menggantikan Ayatollah Khomeini sebagai rahbar pemimpin revolusi. 19 Mustafa,Abd Rahman, Iran Pasca Revolusi; Fenomena Pertaruangan Kubu Reformis dan Konservatif, Jakarta: Kompas, 2003 20 Jhon L.Espotiso, Ensiklopedia Oxford:Dunia Islam Modern. Jakarta: Mizan, 2001. h 336 24 Akan tetapi, karena dia bahkan bukan seorang ayatullah, pemerintah sulit mengklaim bahwa Ali Khamenei memenuhi sarat untuk berperan sebagai faqih. Oleh karena itu, diajukanlah argumen tentang mengapa pemimpin tidak harus seorang marja’al al-taqlid 21 yaitu dengan menyatakan bahwa seorang marja’al al- taqlid cenderung menjadi administrator yang tidak bagus, sesuatu yang tidak dapat dikehendaki oleh revolusi. Pers kampanye agar Ali Khamenei diakui sebagai ayatullah agung meskipun usulan tersebut segera dihentikan dan tetap dengan sebutan ayatullah. Pada akhir 1993, pemimpin cabang pengadilan pemerintah, Ayatullah Muhammad Yazdi, kembali berupaya agar Khamenei diakui sebagai marja’al al-taqlid setelah tiga Ayatullah besar Abu Al-Qasim Khu’I, Syihab Al-din Mar’asyi Najafi dan Muhammad Ridha Gulpaigani. 22 21 Marja’ al-taqlid ialah sumber rujukan, dengan pengertian bahwa dalam lingkungan syiah terkenal dengan adanya mujtahid. Diantara mujtahid, beberapa orang paling terkenal membuat panduan dasar praktis penafsiran bagi kaum Muslim biasa, yang oleh teori Ushuliyah diharuskan untuk memilih seorang mujtahid sebagai marja’ al-taqlid. 22 Tamara Nasir, Revolusi Iran, Jakarta: Sinar Harapan, 1980. h 45 25 BAB III BIOGRAFI KHATAMI

A. Latar Belakang Kehidupan Khatami

Dilahirkan pada tahun 1943 1 di kota Ardakan propinsi Yazd, Iran Barat daya, dengan nama Mohammad Khatami. Ia dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang religius. Ayahnya bernama, Ayatullah Al- Uzhma Rullah Khatami yang merupakan teman dekat Ayatullah Khomeini. Ayahnya merupakan tokoh yang memiliki komitmen yang kuat kepada revolusi Islam Iran. Sekaligus merupakan tokoh agama yang sangat berpengaruh, Ia juga adalah pengagum Ayatullah Khomeini. Mohammad Khatami bisa dibilang seorang ulama tingkat menengah dengan karir ortodok. Namun, sebagai seorang pendudung revolusi pada 1979, dia memiliki pandangan yang idealis sekaligus kosmopolitan. 2 Kekaguman ayahnya terhadap Ayatullah Khomeini menurun pada Khatami muda. Khatami kerap dijuluki dan dipanggil masyarakat Iran dengan sebutan Ayatullah Gorbachev. Hal ini dikarenakan mereka melihat ada kesamaan antara pemimpinnya dengan Gorbachev yang pada tahun 1980-an, membuka ‘pintu’ Rusia bagi Barat. 3 Tokoh moderat ini dikenal fasih berbahasa Parsi, Jerman, Inggris dan Arab. Menjelang revolusi, ia sering menulis dan menyebarkan 1 . Azyumardi Azra, Pergumulan Iran Masa Khatami, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003, h. 1x 2 Ali M. Ansari. Supremasi Iran. Jakarta: Zahra, 2008. h 179 3 . Smith Alhadar, pengamat politik Timur Tengah, menyamakan Khatami dengan Gorbachev juga merupakan kekeliruan. Ide Glassnot keterbukaan dan prestroika restuktarisasi yang digunakan mantan presiden Uni Soviet sangat memperkenalkan demokrasi dan kapitalisme barat yang sangat bertentangan dengan prinsip Marxisme-lininisme. Sementara maneuver- maneuver politik Khatami tidaklah keluar dari prinsip revolusi Islam Iran. Lihat lebih jauh dalam pengantar buku “Membangun dialog antar peradaban: Harapan dan Tantangan. Yang di tulis oleh Khatami , Bandung: Mizan, 1998. H. 27 26 selebaran yang menentang dan mengancam Syah Iran yang pro-As. Sementara pada awal berdirinya Republik Islam Iran, ia tercatat sebagai salah seorang tokoh propaganda. Ia terlibat dalam berbagai aktivitas politik dan kampanye anti Syah Pahlevi. Sebelum pecahnya revolusi 1979, ia juga pernah memimpin pusat Islam Hamburg di Jerman di mana ia juga menjadikannya sebagai tempat untuk menggalang dukungan terhadap Imam Khomeini agar secepatnya mampu menjatuhkan Syah. Dalam kesehariannya, tokoh yang gemar bermain tenis ini, dikenal sebagai pribadi yang jujur dan sederhana. Bersama istri yang dinikahinya pada tahun 1974 dan ketiga anaknya, ia tinggal di sebuah rumah sederhana di jalan Pengawal Revolusi, Teheran bagian Utara. Ia juga lebih suka menggunakan mobil Paykan made in Teheran ketimbang memakai mobil Mercedes-Benz. Sikap modernis Khatami tidak hanya tergambar dari gagasan-gagasannya, tetapi juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan rumah tangga, Khatami memberikan kebebasan kepada istrinya bernama Sayyedah Zahra untuk keluar rumah tanpa harus izin dulu pada suaminya. 4 Hal ini sangat berbeda dengan para pemimpin agama lainnya di Iran, yang sangat ketat kepada istrinya. Menurut Sayyedah Zahra, Khatami kadang menyiapkan sendiri makannya, serta merapikan kursi dan meja setelah santap makan, bahkan di dalam rumah Khatami sangat terbuka dan sering mengajak dialog istri dan putra-putrinya. 5 Khatami yang memiliki dua putri dan seorang putra, memberikan kebebasan kepada mereka bahkan sering kali Khatami menjadi sasaran kritik dari puta-putrinya para Mullah 4 Dikutip daro KOMPAS, Khatami dan Pesan Kemenengan Kegemilangan, selasa, 12- 06-2001. h 12 5 Ibid. h 12 27 lainya, lantaran gaya hidup putra-putri Khatami yang berbeda. Hujjatul Islam Mohammad Khatami merupakan Presiden Iran ke-5 yang dilantik pada tanggal 5 Agustus 1997. 6 Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai anggota parlemen di kota Ardakan pada tahun 1982-1990 dan Menteri Kebudayaan Iran pada tahun 1982 pada masa kabinet Mirhossein Mousavi. Namun kemudian di pecat oleh kelompok konservatif karena toleransinya yang dianggap kelewatan tinggi terhadap pluralisme sosial dan dinilai tidak mampu membendung arus pengaruh budaya Barat. 7 Sekalipun Khatami mejadi mantan mentri kebudayaan, akan tetapi ia sangat peduli dengan peraturan dan kebijakan dibidang sosial dan budaya yang mana selama ini kurang tertangani dengan baik. Khatami seorang muslim Syiah yang sehari-harinya menggunakan sorban hitam, juga selama berkiprah di kancah politik pria yang satu ini dikenal sebagai politikus toleran. 8 Setelah itu ia kembali dipilih sebagai Menteri Budaya dan Bimbingan Islam pada masa pemerintahan Hashemi Rafsanjani pada tahun 1989.

B. Pendidikan Khatami

Karir jenjang pendidikan Khatami dimulai setelah merampungkan pendidikan SLA pada tahun 1961. Selanjutnya Sayyid Khatami melanjutkan studinya ke kota Qum untuk mempelajari teologi, bukan itu saja ia kemudian 6 . Presiden pertama Iran adalah Abuhasan Bani Sadar. Namun, karena kepemimpinannya yang bersangkutan di anggap tidak jujur dan telah menghianati amanat rakyat serta nilai-nilai dari revolusi Islam, akhirnya Bani Sadr pun dipecat. Kemudian, Bani Sadr mengungsi ke Paris, dan digantikan oleh Ali Khomeini sejak tahun 1981-1989. Tampuk pimpinan berikutnya beralih ke tangan Hashemi Rafsanjani. Kompas, 27 dan 28 Januari 2004. 7 Pada masa ia menjabat, banyak bermunculan puluhan surat kabar, majalah, gedung bioskop dan juga pemutaran film-film berbau liberal. 8 Dikutip dari REPUBLIKA, Profil Empat Kandidat Presiden Iran. 23 may 1997. h 9 28 melanjutkan studi keagamaannya di kota Isfahan pada tahun 1965. Khatami menyelesaikan studinya di bidang Teknologi Islam di Qum dan Isfahan. Ia berhasil meraih gelar sarjana di bidang pendidikan dan Filsafat dari universitas Teheran lulus tahun 1969 di universitas Qum. Khatami sangat mengerti ideologi, pemikiran dan paham-paham filsafat besar seperti Imanuel Khant, Rene Decastes, Alexis de Tocqueville dan sebagainya. Saat belajar di Qum Khatami mulai belajar politik , hal ini ia lakukan dengan membaca literatur terutama tentang Demokrasi. Pada tahun 1970 Khatami berhasil mendapatkan gelar master di Universitas Teheran. Tetapi ia kembali ke Qum untuk melanjutkan studi filsafatnya. 9 Khatami pandai berbahasa Parsi, ia juga menguasai beberapa bahasa diantaranya bahasa Arab, Inggris dan Jerman. Karena kepandaiannya berbahasa asing, ia memulai aktifitas politiknya ketika menempuh pendidikan di Universitas Isfahan yang tergabung dalam Asosiasi pelajar muslim. Khatami bekerja sama dengan putra Imam Khomeini Hojatul Islam Ahmad Khomeini dan Syahid Mohammad Montazeri. Sayyid Mohammad Khatami merepresentasikan seorang tokoh republik Islam baru, yang terdidik, terbuka terhadap dunia dan cerdas, antusias juga cukup percaya diri untuk membuka diri kepada dunia yang lebih luas sederhana meskipun bukan puritan. Dan bukan penentang aliran revolusioner yang mana berpendapat bahwa kebaikan tercemin dalam kesederhanaan. 10 Khatami termasuk salah satu tokoh proganda, pada awal berdirinya Republik Islam Iran. Ia terlibat dalam berbagai aktifitas politik dan kampanye anti 9 Mohammad Khatami. Membangun Dialog Antar Peradaban, Mizan, 1998. h 5 10 Ali M. Ansari. Supremasi Iran. Jakarta: Zahra, 2008. h 180