Bisnis dan Politik (Suatu Studi terhadap Politik Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati 2001 – 2004)

(1)

BISNIS DAN POLITIK

Suatu Studi Terhadap Politik Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati 2001– 2004

DisusunOleh:

FRANSISKA DAMAYANTI D 080906042

Dosen Pembimbing : Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si Dosen Pembaca : Faisal Andri Mahrawa, S.I.P, M.Si

Departemen Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FRANSISKA DAMAYANTI D (080906042)

BISNIS DAN POLITIK

(Suatu Studi Terhadap Politik Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati 2001 – 2004)

Rincian Isi Skripsi : 63 halaman, 1 diagram, 23 buku, 3 jurnal, 2 dari internet, 1 dari Undang-Undang tentang pergulaan (Kisaran buku dari tahun 1987-2012)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba memberikan menggambarkan kondisipergulaan Indonesia serta memahami problemamendasar persoalan pangan dan instrumen kebijakan pergulaan yang ada terkhusus politik produksi dan konsumsi gula.Strategi kebijakan pergulaan nasional yang efektif dan efisien hanya dapat dirumuskan biladidasarkan pada paradigma yang tepat. Paradigma bisnis dan politik terus berkembang seiring denganperubahan konteks permasalahan dan perkembangan pemahaman ilmiah.Tujuan penulisan penelitian ini juga untuk menganalisis tentang besaran impor gula dan peningkatan pengkonsumsian gula (Kepmenperindag No. 643/MPP/Kep/9/2002 tentang kebijakan tataniaga impor) yang merupakan salah satu kebijakan dalam pemerintahan di Indonesia.

Dalam penelitian ini juga digunakan teori kebijakan, dimana terdapat analisis kebijakan digunakan untuk dapat melihat bagaimana kebijakan tersebut dianggap efektif untuk menanggulangi krisis pangan nasional. Karena menurut Dunn, Carl Fredich, serta teori tentang pengambilan keputusan yang dianggap sebagai suatu kebijakan publik oleh Charles Lindblom dalam menganalisis suatu kebijakan diperlukan tahapan-tahapan penyusunan agenda kebijakan dan hal tersebut yang digunakan dalam menganalisis kebijakan yang berkaitan dengan kebijakan pergulaan ini. Produksi tebu di Indonesia meningkat setiap tahunnya, akan tetapi kebijakan impor dianggap telah merugikan bagi petani.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FRANSISKA DAMAYANTI D (080906042)

POLITIC AND BUSSINES

(Study of Sugar Politic During The Reign of Megawati 2001 - 2004 )

Content : 63 pages, 1 diagram, 23 books, 3 journals, 2 websites, 1 Law of sugar. (Publication from 1987-2012)

ABSTRACT

This study tries to describe the condition of the sugar security problems in Indonesia as well as understand the fundamental problems of food and food policy instruments that exist especially its production and consumption of food politics. National sugar policy strategies are effective and efficient can only be formulated when based on appropriate paradigm. Politic and business paradigm continues to evolve with changes in the context of issues and developments in scientific understanding.

The purpose of this study to analyze the magnitude of increase in consumption of imported rice and rice (Regulation of the Minister of Finance. 643/MPP/Kep/9/2002) which is one of the government policy in Indonesia.

In this study also used the theory of policy, where there is a policy analysis is used to see how the policy is considered effective to overcome the national food crisis. Because according to Dunn, Carl Fredich, as well as theories about decision-making is regarded as a public policy by Charles Lindblom in a policy is necessary to analyze the stages of preparation of the policy agenda and it is used in analyzing policies related to these food policies. Indonesia's rice production is increasing every year, , but in fact Indonesia rice surplus. However, the import policy is considered beneficial to the farmers.


(4)

KATA PENGANTAR

Skripsi memiliki tujan penulisan yaitu untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Judul skripsi ini adalah “

BISNIS DAN POLITIK

(Suatu Studi Terhadap Politik Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati 2001 – 2004).”Penelitian ini membahas tentang kebijakan tentang pergulaan yang dilakukan pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri terkaitKepmenperindag No. 643/MPP/Kep/9/2002 tentang kebijakan tataniaga impor. Dalam hal ini juga terdapat berbagai pertentangan-pertentangan yang dihasilkan oleh peraturan tersebut, dan hal itulah yang menjadi masalah sehingga menjadikan penelitian dalam skripsi ini.

Dalam skripsi ini dijelaskan tentang kebijakan pergulaan yang dilakukan oleh pemerintah. Yang menyebabkan harga gula menjadi naik dan menyebabkan daya beli masyarakat semakin menurun.Selain hal tersebut di atas, ada juga dampak-dampak yang ditimbulkan oleh undang-undang tersebut. Dampak yang paling jelas terlihat adalah dampak ekonomi, dimana dampak ekonomi sangat berperanguh terhadap semua kalangan masyarakat. Akibat dari lemahnya control pemerintah menyebabkan posisi masyarakat sebagai pemakai jasa semakin melemah.

Bisnis dan politik adalah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Bisnis sangat tergantung pada politik dan politik akan sangat mempengaruhi bisnis. Suatu bisnis yang dijalankan akan berjalan dengan baik apabila politik di negara tersebut berjalan dengan baik. Politik dari segi kebijakannya akan sangat berpengaruh terhadap iklim suatu bisnis. Oleh karena hal tersebut, maka dibutuhkan suatu kebijakan yang memang benar-benar mampu mengatasi hal tersebut dan berpihak pada seluruh kalangan masyarakat.


(5)

Dalam menyelesaikan skripsi ini saya mendapat banyak dukungan moril maupun materil dari berbagai pihak. Karena itu saya mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si, sebagai Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah banyak mendukung saya dengan masukkan-masukkan positif untuk saya agar fokus terhadap penelitian ini, serta memberikan waktunya untuk membimbing saya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Faisal Andri, SIP, M.Si, sebagai Dosen Pembaca yang memberikan masukan buku-buku yang harus saya baca untuk dapat melengkapi penelitian dalam skripsi ini.

5. Seluruh staff pengajar dan pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, terkhusus Departemen Ilmu Politik yang telah memberikan dukungan moril dalam penyelesaian studi saya di Universitas Sumatera Utara ini.

6. Buat orang tua saya Ibu (S. Cibro), Ayah (M. Sidabutar), serta seluruh keluarga pomparan Mpung Fevi Sidabutar yang telah memberikan dukungan dan doa serta materi yang cukup banyak bagi saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. My lovely Sibling terimakasih buat semangat dan sukacita yang telah diberikan buat saya, meskipun jauh akan tetapi doa dan semangatmu membuatku mampu menyelesaikan skripsi ini dengan sabar.

8. Buat Ika, terimakasih buat semua dukungannya, meskipun sering beda pendapat tapi aku yakin itu tidak menjadi masalah buat kita berdua.


(6)

9. Buat teman-teman saya terimakasi atas doa kawan-kawan sekalian, serta seluruh mahasiswa/i ilmu politik stambuk 2008 terimakasih telah menjadi teman sekelas yang baik dan cukup bersahabat semoga kita semua selalu sukses.

Dengan segala kerendahan hati saya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna dan masih memiliki kekurangan dalam segala hal dikarenakan kesempurnaan hanya milik Tuhan saja, oleh karena itu atas saran yang membangun saya ucapkan terimakasih.

Medan, Januari 2013 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Abstrak...i

Abstract ...ii

Kata Pengantar ...iii

Daftar Isi ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1 Latar Belakang Masalah ... ...1

2 Perumusan Masalah ... 5

3 Tujuan Penelitian ... 5

4 Manfaat Penelitian ... 6

5 Kerangka Teori ... 6

5.1 Bisnis dan politik ... 7

5.1.1 Bisnis... 7

5.1.1.1 Pengertian Bisnis...7

5.1.1.2 Fungsi Bisnis ... 7

5.1.1.3 Lingkungan Bisnis ... 8

5.1.1.4 Etika Bisnis ... ...10

5.1.1.4.1 Defenisi Etika Bisnis ... 10

5.1.1.4.2 Prinsip – Prinsip Etika Bisnis ... 10

5.1.1.5 Pendekatan yang Berpusat pada Pasar...12

5.1.2 Politik ... 12

5.1.2.1 Pengertian Politik ... 12

5.1.2.2 Unsur – Unsur Politik ... 13

5.1.3 Hubungan Bisnis Dan Politik ... 15

5.1.3.1 Kebijakan Ekspor Dan Impor ... 15

5.2 Teori Kebijakan ... 15

5.2.1 Pengertian Kebijakan ... 15

5.2.2 Proses Pembuatan Kebijakan ... 17

5.2.3 Implementasi Kebijakan ... 19

5.2.4 Analisis Kebijakan ... 19

5.2.4.1 Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan...20

5.2.4.2 Model – Model Kebijakan Dalam Analisis Kebijakan...24

6 Metodologi Penelitian ... 25

6.1 Jenis Penelitian ... 25

6.2 Teknik Pengumpulan Data ... 25

6.3 Teknik Analisa Data ... 26


(8)

BABII KONFIGURASI POLITIKMASA PEMERINTAHAN

MEGAWATI 2001 - 2004...28

1 Konfigurasi Politik Megawati...28

1.1Eksekutif/ presiden...28

1.2DPR...30

1.3Partai Politik...32

2 Kebijakan tentang Pergulaan...34

BAB III ANALISIS...37

1 Sekilas Mengenai Komoditi Gula...37

1.1 Raw Sugar...37

1.2 Gula Rafinasi...37

1.3 Gula Kristal Putih...38

2Struktur Industri Gula...38

2.1 Industri Gula Kristal Putih...38

2.2 Industri Gula Rafinasi...39

3 Jalur Distribusi Gula...43

4 Perkembangan Pasokan dan Konsumsi Gula Nasional...44

5 Fenonena Tingginya Harga Gula...46

5.1 Terbentuknya Harga dan Mahalnya Harga Gula...46

5.2 Tidak Efisiennya Jalur Distribusi...48

5.3. Kontribusi Margin...48

5.4. Pusat Distribusi Gula...48

5.5. Merembesnya Rafinasi...49

6 Analisis Kebijakan...49

BAB IV PENUTUP...59

1 Kesimpulan...59

2 Implementasi dan Dampak Kebijakan Dalam Industri Gula...60

DAFTAR PUSTAKA...64


(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FRANSISKA DAMAYANTI D (080906042)

BISNIS DAN POLITIK

(Suatu Studi Terhadap Politik Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati 2001 – 2004)

Rincian Isi Skripsi : 63 halaman, 1 diagram, 23 buku, 3 jurnal, 2 dari internet, 1 dari Undang-Undang tentang pergulaan (Kisaran buku dari tahun 1987-2012)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba memberikan menggambarkan kondisipergulaan Indonesia serta memahami problemamendasar persoalan pangan dan instrumen kebijakan pergulaan yang ada terkhusus politik produksi dan konsumsi gula.Strategi kebijakan pergulaan nasional yang efektif dan efisien hanya dapat dirumuskan biladidasarkan pada paradigma yang tepat. Paradigma bisnis dan politik terus berkembang seiring denganperubahan konteks permasalahan dan perkembangan pemahaman ilmiah.Tujuan penulisan penelitian ini juga untuk menganalisis tentang besaran impor gula dan peningkatan pengkonsumsian gula (Kepmenperindag No. 643/MPP/Kep/9/2002 tentang kebijakan tataniaga impor) yang merupakan salah satu kebijakan dalam pemerintahan di Indonesia.

Dalam penelitian ini juga digunakan teori kebijakan, dimana terdapat analisis kebijakan digunakan untuk dapat melihat bagaimana kebijakan tersebut dianggap efektif untuk menanggulangi krisis pangan nasional. Karena menurut Dunn, Carl Fredich, serta teori tentang pengambilan keputusan yang dianggap sebagai suatu kebijakan publik oleh Charles Lindblom dalam menganalisis suatu kebijakan diperlukan tahapan-tahapan penyusunan agenda kebijakan dan hal tersebut yang digunakan dalam menganalisis kebijakan yang berkaitan dengan kebijakan pergulaan ini. Produksi tebu di Indonesia meningkat setiap tahunnya, akan tetapi kebijakan impor dianggap telah merugikan bagi petani.


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FRANSISKA DAMAYANTI D (080906042)

POLITIC AND BUSSINES

(Study of Sugar Politic During The Reign of Megawati 2001 - 2004 )

Content : 63 pages, 1 diagram, 23 books, 3 journals, 2 websites, 1 Law of sugar. (Publication from 1987-2012)

ABSTRACT

This study tries to describe the condition of the sugar security problems in Indonesia as well as understand the fundamental problems of food and food policy instruments that exist especially its production and consumption of food politics. National sugar policy strategies are effective and efficient can only be formulated when based on appropriate paradigm. Politic and business paradigm continues to evolve with changes in the context of issues and developments in scientific understanding.

The purpose of this study to analyze the magnitude of increase in consumption of imported rice and rice (Regulation of the Minister of Finance. 643/MPP/Kep/9/2002) which is one of the government policy in Indonesia.

In this study also used the theory of policy, where there is a policy analysis is used to see how the policy is considered effective to overcome the national food crisis. Because according to Dunn, Carl Fredich, as well as theories about decision-making is regarded as a public policy by Charles Lindblom in a policy is necessary to analyze the stages of preparation of the policy agenda and it is used in analyzing policies related to these food policies. Indonesia's rice production is increasing every year, , but in fact Indonesia rice surplus. However, the import policy is considered beneficial to the farmers.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Masalah

Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk hidup untuk menginginkan sesuatu yang lebih baik. Hal ini sudah merupakan dimensi biologis dan psikologis manusia untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan hidupnya di dunia ini. Kebutuhan–kebutuhan hidup itu tentu saja harus di usahakan oleh manusia itu sendiri, dengan menggunakan cara–cara dan upaya–upaya tertentu. Semakin lama manusia hidup di dunia, semakin banyak pula tuntutan–tuntutan akan pemenuhan kebutuhan tersebut, baik yang bersifat fisik maupun batiniah. Tuntutan–tuntutan akan pemenuhan ini tidak selamanya dapat diperoleh dengan mudah dari alam semesta ini.

Semakin banyak manusia yang membutuhkannya semakin terbatas pula sumber–sumber pemenuhan kebutuhan tersebut. Keterbatasan sumber–sumber inilah yang menyebabkan manusia mulai berpikir, bagaimana cara untuk mendapatkan kebutuhan–kebutuhan itu. Proses berpikir dan cara untuk memenuhi kebutuhan inilah yang akan menjadi bagian dari suatu proses sosial dalam masyarakat, yang terinteraksi, baik melalui aspek politik, ekonomi, dan budaya.

Negara kita Indonesia adala besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar disekitar pada koordinat antara dua Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara 3.257.483 km².


(12)

Indonesia merupakan negara agraris karena kegiatan ekonomi dalam masyarakat kita sampai sekarang berdasar atas produksi primer. Sektor–sektor kegiatan yang tergolong dalam pengertian produksi primer adalah pertanian dan perikanan serta kekayaan alam ( kehutanan dan pertambangan ).1 Kegiatan di bidang produksi primer di Indonesia terletak pada produksi pertanian. Di samping itu, Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet (bahan baku ban), kelapa sawit(bahan baku minyak goreng), tembakau (bahan baku obat dan rokok), kapas (bahan baku tekstil), kopi (bahan minuman), dan tebu (bahan baku gula pasir).2

Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan makanan pokok yang berfungsi sebagai sumber energi atau kalori bagi yang mengkonsumsinya, dan merupakan komoditi yang pemakaiannya menyangkut segenap rumah tangga dalam masyarakat. Di dalam komposisi bahan–bahan pokok kebutuhan masyarakat, gula pasir menduduki tempat yang kedua sesudah beras. Jika beras dapat di ganti dengan komoditas pangan yang lain seperti ubi, sagu, dan banyak lagi bahan pangan lainnya, gula tidak dapat diganti dengan komoditas lainnya. Masyarakat mengkonsumsi gula pasir sebagai sumber kalori atau lebih utamanya sebagai pemanis maupun pengawet. Upaya untuk menjaga ketersedian gula dalam negeri diwujudkan dalam salah satu program ketahanan pangan. Itulah sebabnya Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus di penuhi oleh semua kalangan masyarakat. Yang tercakup dalam kebutuhan pokok adalah sandang, pangan, dan papan. Pangan merupakan kebutuhan yang paling pokok di antara kebutuhan pokok tersebut karena orang mungkin bisa bertahan hidup bila tidak mempunyai rumah( papan) tetapi, bila manusia tidak makan maka dia tidak bisa bertahan hidup. Pangan bukanlah hanya beras saja tapi masih banyak komoditas pangan lainnya, misalnya gula.

1

Sumitro Djojohadikusumo. Kebijakan di Bidang Ekonomi Perdagangan, Jakarta: PT Indira,1972, hlm. 6


(13)

gula sangat dibutuhkan dalam ukuran atau jumlah yang sangat besar. Untuk mendapatkan hal tersebut butuh pengawasan serta perhatian dari pemerintah.

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka permintaan akan gula ini juga mengalami peningkatan. Konsumsi yang semakin bertambah ini harus segera direspon pemerintah tentang bagaimana penyediannya baik produksi dalam negeri, impor atau bahkan keduanya. Untuk memenuhi kebutuhan gula pasir yang terus meningkat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong peningkatan produksi dalam negeri.

Indonesia pernah mengalami masa gemilang sebagai negara utama penghasil gula pasir yaitu sekitar tahun 1930-1932 ketika mampu memproduksi gula pasir hampir 3 juta ton. Setelah menjadi salah satu negara eksporter gula terbesar di dunia tahun 1930-an, Indonesia kini menjadi salah satu negara pengimpor gula terbesar di dunia. Jika kecendrungan ini tidak dapat dicegah, keberadaan industri gula sebagai salah satuindustri strategis di Indonesia, akan dalam tekanan. Banyak hal yang menyebabkan hal tersebut antara lain: Banyaknya pabrik gula pasir telah hancur atau rusak sebagai akibat revolusi fisik, sedangkan pabrik–pabrik yang masih memproduksi gula kini harus bekerja dengan mesin–mesin yang sudah tua, sehingga pabrik–pabrik tidak bekerja dengan efisien. Dan juga karena kesulitan untuk mendapatkan tanah untuk memperluas areal tanaman tebu dan makin mahalnya sewa tanah.

Pada dekade terakhir, khususnya periode 1994-2004, industri gula Indonesia menghadapi berbagai masalah yang signifikan. Salah satu indikator masalah industri gula Indonesia adalah kecenderungan volume impor yang terus meningkat, dari 194,700 ton pada tahun 1986 menjadi 1.348 juta ton pada tahun 2004, atau meningkat dengan laju 11.4 % per tahun. Pada periode 1994-2004, impor gula meningkat dengan laju 7.8 % per tahun. Hal ini terjadi karena ketika konsumsi terus meningkat dengan 1.2 % per tahun produksi gula dalam negeri


(14)

menurun dengan laju –1.8 per tahun.3

yang terus menurun dan mencapai titik terendah pada tahun 1999 juga menjadi penyebab kemunduran industri gula Indonesia. Penurunan harga gula ini terutama disebabkan oleh kebijakan hampir semua negara produsen utama dan konsumen utama melakukan intervensi yang kuat terhadap industri dan perdagangan gula. Sebagai contoh, hampir semua negara menerapkan tarif impor lebih dari 50%. Di samping itu, kebijakan dukungan harga (price support) dan subsidi ekspor masih dilakukan oleh negara besar seperti Eropa Barat dan Amerika. Hal ini menempatkan pasar gula merupakan pasar dengan tingkat distorsi tertinggi kedua setelah beras.

Penurunan produksi bersumber dari penurunan areal dan penurunan produktivitas. Harga gula di pasar internasional

4

mengimpor akan terus meningkat yang pada lima tahun terakhir rata-rata devisa yang dikeluarkan sudah mencapai US$ 200 juta.

Membiarkan impor terus meningkat berarti membiarkan industri gula terus mengalami kemunduran yang akan menimbulkan masalah bagi Indonesia. Pertama, industri gula melibatkan sekitar 1.4 juta petani dan tenaga kerja. Kedua, kebangkrutan industri gula juga berkaitan dengan aset yang sangat besar dengan nilai sekitar Rp 50 triliun. Ketiga, gula merupakan kebutuhan pokok yang mempunyai pengaruh langsung terhadap inflasi, sesuatu yang mengkhawatirkan pelaku bisnis, masyarakat umum, dan pemerintah. Lebih jauh, membiarkan ketergantungan kebutuhan pokok yang harganya sangat fluktuatif dengan koefisien keragaman harga tahunan sekitar 48% akan berpengaruh negatif terhadap upaya pencapaian ketahanan pangan. Selanjutnya, beban devisa untuk

5

4Susila, W.R, Pengengembangan Industri Gula Indonesia: Analisis Kebijakan dan Keterpaduan sistem

Produksi. Desertasi S3. Institut Pertanian Bogor, 2005.hlm. 8

5

Dewan Gula Indonesia, Restrukturisasi Gula Indonesia April 1999. BahanDiskusi Reformasi Gula Indonesia, Jakarta: Dewan Gula Indonesia,1999


(15)

2 Perumusan Masalah

Bisnis dan politik adalah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Bisnis sangat tergantung pada politik dan politik akan sangat mempengaruhi bisnis. Suatu bisnis yang dijalankan akan berjalan dengan baik apabila politik di negara tersebut berjalan dengan baik. Politik dari segi kebijakannya akan sangat berpengaruh terhadap iklim suatu bisnis. Misalnya, industri gula di Indonesia, pada tahun – tahun yang lalu pernah menjadi eksporter terbesar di dunia. Namun, sekarang berbalik Indonesia malah berubah menjadi negara pengimpor gula terbesar di dunia. Kondisi dan permasalahan gula merupakan hal yang kompleks dari sisi produksi, konsumsi, impor maupun perdagannya. Keseluruhan sisi tersebut tidak terlepas dari kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Mengingat gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dibutuhkan oleh semua kalangan masyarakat. Dari latar belakang di atas serta pemaparan di atas maka penulis membuat beberapa pertanyaan yang akan dibahas serta dijawab dalam bab berikutnya , yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Apakah bisnis yang mempengaruhi politik atau politik yang mempengaruhi bisnis pada kebijakan pergulaan masa pemerintahan Megawati?” dan “Bagaimana pengaruh Kepmenperindag No.643/MPP/Kep/9/2002 tentang kebijakan tataniaga impor pada masa pemerintahan Megawati terhadap pertumbuhan industri gula di Indonesia?”

3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah yang mempengaruhi kebijakan pergulaan yang di keluarkan pada masa pemerintahan Megawati apakah bisnis yang mempengaruhi politik atau politik yang mempengaruhi bisnis.


(16)

4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

• Bagi Penulis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berfikir serta kemampuan menulis karya ilmiah yang sesuai dengan kaedah yang berlaku.

• Bagi Akademis, untuk memperkaya perbendaharaan pengetahuan dan referensi data – data yang dapat digunakan untuk membantu mengetahui bagaimana sebenarnya hubungan antara bisnis dan politik.

5 Kerangka Teori

Sebelum melakukan analisis, seorang penulis perlu menyusun suatu landasan teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari segi mana penulis menyoroti masalah yang telah dipilih. Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah yang dibahasnya. Untuk itu diperlukan teori yang memuat pokok–pokok atas penelitian yang dilakukan.

Teori adalah serangkaian pernyataan yang saling berhubungan yang menjelaskan mengenai sekelompok kejadian. Dalam ilmu sosial, teori memiliki dua fungsi. Pertama, teori berfungsi sebagai cara mudah bagi ilmuwan untuk mengorganisasikan data. Teori dapat dimanfaatkan sebagai semacam sistem penyimpanan yang membantu para peneliti untuk mengorganisasikan hasil–hasil penelitian yang relevan. Kedua, teori memungkinkan ilmuwan mengembangkan prediksi bagi situasi–situasi yang belum ada datanya. Prediksi membawa kepada hipotesis yang menjadikan tindakan lebih terarah, efisien, dan sistematik.6

6 Saifudin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 39

Selain itu teori dapat juga diartikan sebagai berikut. Teori adalah serangkaian asumsi,


(17)

konsep, konstruksi, defenisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep.7

5.1 Bisnis dan Politik 5.1.1 Bisnis

5.1.1.1 Pengertian Bisnis

Kita sering mendengar kata bisnis dalam kehidupan kita sehari-hari. Kata bisnis berasal dari kata dalam bahasa Inggris business. Bisnis dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang menyeluruh yang menggabungkan sub-sistem yang lebih kecil yang disebut industri. Selain itu, bisnis diartikan sebagai perusahaan atau sesuatu yang bernilai komersial baik dalam sektor swasta maupun publik yang berhubungan dengan penciptaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Secara singkat, bisnis adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan nilai suatu barang atau jasa yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendapatkan keuntungan bagi dirinya atau organisasinya, melalui proses transaksi.

5.1.1.2 Fungsi Bisnis

Bisnis memiliki fungsi–fungsi tertentu dalam kedudukannya di masyarakat. Sebuah organisasi bisnis tidak mungkin berdiri sendiri tanpa mempedulikan fungsinya bagi lingkungan tempat bisnis itu berdiri. Fungsi bisnis dipandang sebagai kontribusi yang diberikan oleh organisasi pada pihak–pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berperan pada pembentukan bisnis, proses penciptaan nilai, dan pengendalian bisnis. Fungsi bisnis dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu fungsi mikro dan fungsi makro, yaitu:8

7 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995, hlm. 37. 8


(18)

a) Fungsi Mikro

Fungsi mikro sebuah bisnis merupakan kemampuan aktivitas bisnis dalam memberikan kontribusi pada pihak–pihak yang berkepentingan secara langsung terhadap proses penciptaan nilai perusahaan, yaitu:

• Pekerja / Karyawan

• Dewan Komisaris

• Pemegang Saham. b) Fungsi Makro

Fungsi makro sebuah bisnis adalah harus dapat memberikan kontribusinya pada pihak–pihak yang terlibat secara tidak langsung dalam pembentukan dan pengendalian bisnis, yaitu:

• Masyarakat Sekitar Perusahaan

• Bangsa Dan Negara.

5.1.1.3 Lingkungan Bisnis

Sebuah perusahaan umumnya sangat tergantung dengan lingkungannya. Bahkan setelah sebuah perusahaan didirikan, maka pemilik dan pengelola harus tetap memantau lingkungannya supaya dapat mengantisipasi bagaimana permintaan dan kemungkinan perubahan biaya produksi. Lingkungan bisnis terdiri dari:9

• Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial termasuk demografi, dan preferensi konsumen untuk menunjukkan kecenderungan sosial yang ditampilkan oleh sebuah bisnis. Demografi sendiri berarti karakteristik populasi manusia yang spesifik.

• Lingkungan Industri

Lingkungan industri menyatakan suatu kondisi di dalam perusahaan. Kondisi masing–masing perusahaan akan bervariasi sesuai dengan permintaan dan persaingan. Keuntungan akan diperoleh oleh


(19)

industri yang memiliki tingkat permintaan yang tinggi untuk produk yang dihasilkan. Persaingan yang ketat menguntungkan konsumen karena mereka akan mendapatkan harga yang relatif rendah dari perusahaan yang bersaing.

• Lingkungan Ekonomi

Lingkungan ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja bisnis. Ketika ekonomi kuat, lapangan kerja tinggi, dan tingkat kompensasi pada karyawan juga meningkat. Sementara, daya beli masyarakat yang tinggi membuat mereka mampu membeli produk yang ditawarkan perusahaan. Pada akhirnya, perusahaan akan mendapatkan untung yang tinggi dan mampu mengembangkan usahanya, melakukan rekrutmen tenaga kerja.

• Lingkungan global

Lingkungan global akan mempengaruhi kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak. Pada perusahaan yang memiliki hubungan dagang, baik pembelian ataupun penjualan akan sangat tergantung pada situasi global. Sedangkan bagi perusahaan yang tidak memiliki hubungan dagang dengan negara lain tetap harus mampu menilai kondisi lingkungan global untuk mewaspadai adanya pesaing yang datang dari luar negeri. Selain mempengaruhi kondisi dalam perusahaan, lingkungan global juga dapat mempengaruhi kondisi ekonomi lokal.

5.1.1.4 Etika Bisnis

5.1.1.4.1Defenisi Etika Bisnis

Sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika. Kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu kata ethos. Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara


(20)

berpikir.10

Secara logika arti dari etika bisnis adalah penerapan etika dalam menjalankan kegiatan suatu bisnis.

Dari asal katanya bisa dikatakan etika sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang biasa dilakukan.

11

Dari segi defenisi kita lihat etika bisnis sendiri sangat beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama, yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal. Ada juga yang mendefenisikan etika bisnis sebagai batasan–batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari nilai–nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan dalam setiap aktivitasnya.12

5.1.1.4.2 Prinsip – Prinsip Etika Bisnis

Etika bisnis memiliki prinsip–prinsip yang harus dijalankan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku untuk mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Berikut ini merupakan prinsip–prinsip etika bisnis antara lain:13

o Prinsip Otonomi

Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.

o Prinsip Kejujuran

Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan

10

K. Bertens, Etika, Jakarta: PT Gramedia, 2005, hlm. 4

11 Suyadi Prawirosentono, Pengantar Bisnis Modern, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002, hlm. 3 12 Amirullah dan Imam Hardjanto,

Pengantar Bisnis, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005, hlm.18


(21)

pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.

o Prinsip Keadilan

Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak–pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Misalnya, upah yang adil kepada karyawan sesuai dengan kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen,dan lain–lain.

o Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri

Perusahaan harus menjaga nama baik atau citra baiknya agar perusahaan dapat berjalan dengan baik dan memperoleh keuntungan yang maksimal.

5.1.1.5 Pendekatan yang Berpusat pada Pasar

Menurut pendekatan ini mekanisme pasar sebaiknya dibiarkan berjalan sendiri karena peran negara yang terlalu besar di bidang ekonomi menjadi penghalang bergeraknya kegiatan ekonomi. Intervensi negara, dalam pandangan pendekatan ini, hanya akan melahirkan praktik korupsi. Menurut Mc Vey, argumentasi penting dari pendekatan ini terletak pada kapitalisme itu sendiri yang memiliki asumsi bahwa kompetisi itu pada akhirnya bisa melahirkan efisiensi dan inovasi, sekaligus menghasilkan adanya distribusi kekayaan yang rasional.14

14 Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia,Jakarta: Kencana, 2011, hal.270

Namun, dalam pendekatan ini negara bukan tidak memiliki peran sama sekali di dalam kegiatan ekonomi. Peran negara menurut pengaut pendekatan ini adalah dalam hal menyediakan barang-barang publik, hukum dan melindungi yang miskin.


(22)

5.1.2 Politik

5.1.2.1 Pengertian Politik

Istilah politik merupakan kata yang sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari–hari, bukan hanya di lingkungan pemerintahan tapi di lingkungan masyarakat awam juga. Sekalipun istilah yang di dengar sama yaitu politik, tapi pengertiannya berbeda-beda tergantung siapa yang mengartikan. Ada yang mengartikan politik secara baik adapula yang mengertikan secara negatif.

Hal tersebut lumrah saja karena tidak dapat disangkal dalam pelaksanaan kegiataan politik, di samping segi-segi yang baik, juga mencakup segi-segi yang negatif. Hal ini disebabkan karena politik mencerminkan tabiat manusia, baik nalurinya yang baik maupun nalurinya yang buruk. Perasaan manusia yang beraneka ragam sifatnya, sangat mendalam dan sering saling bertentangan, mencakup rasa cinta, benci, setia, bangga, malu, dan marah.15

Rod Hague et al mengatakan bahwa politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok–kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggotanya.16

Di atas sudah saya jelaskan bahwa beragamnya pengertian politik karena hanya satu unsur saja yang digunakan oleh para ahli untuk menjelaskan politik itu apa. Adapun unsur – unsur politik

Sebenarnya masih banyak lagi pengertian politik yang defenisinya berbeda-beda. Perbedaan defenisi tersebut disebabkan karena setiap ahli hanya melihat satu aspek atau satu unsur politik saja.

5.1.2.2 Unsur - Unsur Politik

17

15 David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, Jakarta: LP3ES, 1985, hlm.5 16 Miriam Budiardjo,

Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 16

17 Ibid, hlm. 17


(23)

•Negara

Menurut Robert M. Maclver negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang dise-lenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.18

•Kekuasaan

Dapat disimpulkan bahwa negara adalah suatu wilayah yang dihuni oleh penduduk, yang dipimpin oleh pemerintah melalui peraturan dan perundang-undangan yang ditetapkan, yang telah diakui kedaulatannya oleh negara lain. Ahli yang berpendapat inti dari politik adalah negara, melihat dari lembaga-lembaga kenegaraan. Sehingga sering dinamakan pen-dekatan institusional.

Bierstedt mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mempergunakan kekuatan.19

•Pengambilan keputusan

Dengan kata lain kekuasaan adalah kemampuan satu orang atau satu kelompok untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok lain, sesuai dengan keinginannya melalui kekuatan yang dimilikinya. Ahli yang melihat kekuasaan inti dari politik beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan.

Pengambilan keputusan sebagai unsur politik menyangkut keputusan-keputusan yang diambil secara bersama mengikat seluruh masyarakat untuk tujuan masyarakat.

18

Ibid, hlm. 49

19 Miftah Thoha,

Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 330


(24)

•Kebijakan

Kebijakan adalah kumpulan keputusan yang diambil oleh pelaku politik sebagai suatu tindakan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, diusahakan untuk dicapai dengan menggunakan sumber daya dan instrumen yang tepat. Dalam melaksanakan kebijakan harus dilakukan perencanaan yang baik, program atau rencana pelaksanaan yang baik, serta pengendalian dan pengawasan yang baik pula.20

•Pembagian dan Alokasi.

Politik merupakan sarana untuk membagikan dan mengalokasikan nilai–nilai yang mengikat.

5.1.3 Hubungan Bisnis dan Politik

5.1.3.1 Kebijakan Ekspor dan Impor

Kebijakan ekspor dan impor merupakan implementasi dari fungsi pemerintah di sektor perdagangan luar negeri. Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha peningkatan devisa ekspor suatu negara. Tujuan utama dari kebijakan ekspor adalah21

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi/mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghemat devisa. Tujuan utama

meningkatkan ekspor dengan prasyarat bahwa kebutuhan pasar domestik telah terpenuhi.

20 Soetrisno, Dasar-Dasar Kebijaksanaan Ekonomi dan Kebijaksanaan Fiskal, Yogyakarta:BPFE,1983,

hlm.4

21

Hamdy Hady, Ekonomi Internasional,Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Revisi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991, hlm. 62


(25)

dari kebijakan impor adalah dua, yakni pertama, mengurangi impor dengan prasyarat bahwa produksi dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dengan tingkat efisiensi yang paling tidak sama dengan produk impor. Kedua, menambah impor jika produksi dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.

5.2 Teori Kebijakan

5.2.1 Pengertian Kebijakan

Istilah kebijakan (policy) biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Kebijakan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dalam mencapai tujuan yang ditetapkan diusahakan untuk dicapai dengan menggunakan sumber daya atau masukan yang efisien serta instrumen yang tepat.

H. Hugh Heglo menyebutkan kebijakan sebagai “a course of action intended to accomplish some end,” atau sebagai tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Defenisi Heglo ini selanjutnya diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama, tujuan. Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk di capai (the desired ends to be achieved). Bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan saja. Dalam kehidupan sehari – hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Kedua, rencana atau proposals yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Ketiga, program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan dimaksud. Keempat, keputusan, yakni tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan, dan mengevaluasi program. Kelima,


(26)

dampak (efek), yakni dampak yang timbul dari suatu program dalam masyarakat.22

Kebijakan publik adalah keputusan–keputusan yang dibuat pemerintah untuk memecahkan masalah–masalah yang terjadi di tengah– tengah masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan.23Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh yaitu:24

1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat;

2. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat; 3. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan

yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

5.2.2 Proses Pembuatan Kebijakan

Proses pembuatan kebijakan publik pada umumnya bersifat kompleks. Hal ini berkaitan dengan banyak aspek yang terkait, luas wawasan yang terpaut, dan banyak pihak yang terlibat. Bila dilihat dari pengertiannya, kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat luas. Dari pengertian tersebut, dapat dilihat bahwa pembuatan kebijakan publik melibatkan aktor–aktor yang berperan dalam proses pembuatan kebijakan. Untuk memahami siapa sebenarnya merumuskan kebijakan, terlebih dahulu harus dipahami sifat–

22 Said Zainal Abidin,

Kebijakan Publik, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 2002, hlm. 21.

23

Budi Winarno, Kebijakan Publik; Teori, Proses, dan Studi Kasus,Yogyakarta: CAPS, 2012, hlm 20

24


(27)

sifat semua pemeran serta bagian atau peran apa yang mereka lakukan, wewenang atau bentuk kekuasaan yang mereka miliki dan bagaimana mereka saling berhubungan dan saling mengawasi.

Karena seperti yang di ungkapkan oleh Rushefky, “mengetahui siapa yang mendefenisikan masalah dan bagaimana mereka mendefenisikan masalah merupakan hal yang penting.”25

Proses perumusan kebijakan merupakan inti dari kebijakan publik, karena dari sinilah akan dirumuskan batas–batas kebijakan itu sendiri.26

Proses kebijakan publik meliputi lima tahapan yang harus dilaksanakan secara sistematis,

Tidak semua kejadian yang terjadi di tengah-tengah masyarakat harus dipecahkan oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Suatu kejadian bisa dibuat menjadi suatu kebijakan apabila telah melalui berbagai tahapan.

27

1. Formulasi masalah: pada tahap ini menyangkut beberapa pertanyaan yang harus dijawab yakni; Apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah?

yaitu:

2. Formulasi kebijakan: pada tahap ini harus diketahui bagaimana mengembangkan pilihan – pilihan atau alternatif – alternatif untuk memecahkan masalah tersebut, serta siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan.

3. Penentuan kebijakan: dalam tahap ini kita harus mengetahui bagaimana alternatif ditetapkan? Persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan?

25 Budi Winarno, op. Cit hlm 94 26 Riant Nugroho,

Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008, hlm. 355


(28)

4. Implementasi: tahap ini membahas siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan? 5. Evaluasi: tahap ini merupakan tahap akhir dalam proses pembuatan

kebijakan. Tahap ini membahas, bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan di ukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan?

5.2.3 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa implementasi, sustu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumuen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia–sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan ke dalam keputusan– keputusan yang bersifat khusus.28

5.2.4 Analisis Kebijakan

William Dunn mengatakan proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.29 Tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:30

28 Hessel Nogi S Tangkilisan, Op.Cit, hlm. 17 29

AG Subarsono, Op. Cit, hlm. 8

30


(29)

a) Penyusunan agenda

Tahap penyusunan agenda kebijakan ini, yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan masalah publik yang akan dipecahkan.

b) Formulasi kebijakan

Pada tahap formulasi kebijakan ini, yang harus dilakukan adalah mengindentifikasikan kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prosedur forecasting untuk memecaahkan masalah yang di dalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.

c) Adopsi kebijakan

Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para pelaku yang terlibat.

d) Implementasi kebijakan

Tahap implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang–undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur.

e) Penilaian kebijakan

Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan sesuai dengan ukuran–ukuran yang telah ditentukan.

5.2.4.1 Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan

Dalam mengkaji kebijakan para ahli banyak menggunakan pendekatan-pendekatan teoritik, adapun pendekatan-pendekatan31

31

Budi Winarno, Op. Cit, hlm. 51

tersebut adalah:


(30)

 Pendekatan kelompok

Pendekatan kelompok menyatakan bahwa pembentukan kebijakan pada dasarnya merupakan hasil dari perjuangan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Suatu kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang diikat oleh tingkah laku atau kepentingan yang sama. Pendekatan kelompok mempunyai anggapan dasar bahwa interaksi dan perjuangan antara kelompok-kelompok merupakan kenyataan dari kehidupan politik. Kelompok-kelompok ini mempunyai sumber-sumber kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan publik.

 Pendekatan proses fungsional

Pembentukan kebijakan dapat dilakukan dengan jalan memusatkan perhatian kepada berbagai kegiatan fungsional yang terjadi dalam proses kebijakan. Harold Lasswell mengemukakan tujuh kategori analisis fungsional yang dapat digunakan sebagai dasar bagi pembahasan teori fungsional:32

1. Inteligensi: bagaimana informasi tentang masalah-masalah kebijakan mendapat perhatian para pembuat keputusan-keputusan kebijakan dikumpulkan dan diproses.

2. Rekomendasi: bagaimana rekomendasi-rekomendasi atau alternatif-alternatif untuk mengatasi suatu masalah tertentu dibuat dan dikembangkan.

3. Preskripsi: bagaimana peraturan-peraturan umum dipergunakan dan diterapkan dan oleh siapa.

4. Permohonan: siapa yang menentukan apakah perilaku tertentu bertentangan dengan

32


(31)

peraturan atau undang-undang dan menuntut penggunaan peraturan-peraturan atau undang-undang. 5. Aplikasi: bagaimana undang-undang atau

peraturan-peraturan sebenarnya diterapkan atau diberlakukan. 6. Penilaian: bagaimana pelaksanaan kebijakan,

keberhasilan atau kegagalan itu dinilai.

7. Terminasi: bagaimana peraturan-peraturan atau undang-undang semula dihentikan atau dilanjutkan dalam bentuk yang berubah atau di modifikasi.

 Pendekatan kelembagaan

Hubungan antara kebijakan publik dan lembaga-lembaga pemerintah dapat dilihat sebagai hubungan yang sangat erat. Suatu kebijakan tidak menjadi kebijakan publik sebelum kebijakan itu ditetapkan dan dilaksanakan oleh suatu lembaga pemerintah. Hal tersebut diakibatkan karena, pemerintah yang melegitimasi kebijakan, hanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang bersifat universalitas artinya hanya pemerintah yang dapat menghukum secara sah orang yang melanggar kebijakan tersebut.

 Pendekatan peran serta warga negara

Pendekatan peran serta warga negara didasarkan pada pemikiran demokrasi klasik dari Jhon Locke dan pemikiran Jhon Stuart Mill, yang menekankan pengaruh yang baik dari peran warga negara dalam perkembangan kebijakan publik.33

33

Budi Winarno, Op. Cit, hlm. 58

Dengan keikutsertaan warga negara dalam masalah-masalah masyarakat, maka para warga negara akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman. Para pembuat kebijakan lebih


(32)

tanggap terhadap warga negara yang mempunyai peran serta daripada warga negara yang tidak mempunyai peran serta.  Pendekatan psikologis

Pokok perhatian pendekatan ini diberikan pada hubungan antarpribadi dan faktor-faktor kejiwaan yang mempengaruhi tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam proses pelaksanaan kebijakan. Menurut Amir Santoso, pendekatan psikologis menjelaskan hubungan antar pribadi antara perumus dan pelaksana kebijakan.34

 Pendekatan Permainan

Ide mengenal “permainan” berpusat pada strategi dan taktik yang digunakan oleh para “pemain” baik dalam arena perumusan maupun arena implementasi kebijakan. Di dalam arena perumusan kebijakan pendekatan ini berguna jika di situ tidak ada satu pilihan yang terbaik, dan dimana hasil yang terbaik bergantung pada tindakan yang lain.35

 Pendekatan proses

Pendekatan proses merupakan pendekatan yang paling umum dipakai untuk mengindentifikasi tahap-tahap dalam proses kebijakan publik. Dalam pendekatan ini, masalah-masalah masyarakat pertama-tama dijadikan isu untuk dilakukan tindakan, dan kemudian kebijakan ditetapkan, diimplemen-tasikan oleh para pejabat , dievaluasi, dan akhirnya ditetap-kan. Hal ini sesuai dengan pendapat John Kingdom tentang agenda setting.

34 Amir Santoso,Analisis Kebijakan Publik: Suatu Pengantar. Jurnal Ilmu Politik 3, Jakarta: Gramedia,1993,

hlm. 69

35


(33)

5.2.4.2 Model – Model Kebijakan Dalam Analisis Kebijakan

 Model elite

Teori elite mengatakan bahwa semua lembaga politik dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya tidak bisa dielakkan didominasi oleh sekelompok individu yang sangat kuat. Dye dan Zeigler berpendapat bahwa kebijakan publik merupakan preferensi nilai-nilai dari para elit yang berkuasa atau kebijakan publik tersebut adalah produk para elit.36

a. Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil yang mempunyai kekuasaan yang mampu memutuskan kebijakan dan massa yang tidak mempunyai kekuasaan.

Lebih luas mereka memaparkannya, sebagai berikut:

b. Para elit biasanya berasal dari lapisan masyarakat yang ekonominya tinggi.

c. Hanya kalangan non-elite yang telah menerima konsensus elite yang mendasar yang dapat diterima dalam lingkaran yang memerintah.

d. Elite memberikan konsensus pada nilai-nilaidasar sistem sosial dan pemeliharaan sistem.

e. Kebijakan publik tidak merefleksikan tuntutan-tuntutan massa, tetapi nilai-nilai elit yang berlaku. f. Para elite mempengaruhi massa yang lebih besar.  Model pluralis

Kebalikan dari model elit, model pluralis lebih percaya pada subsistem-subsistem yang berada dalam sistem demokrasi. Robert Dahl dan David Truman merangkum

36


(34)

model pluralis37

6 Metodologi Penelitian

sebagai berikut, terdapat banyak pusat kekuasaan di antara komunitas tetapi tidak ada kelompok tunggal yang mendominasi pembuatan keputusan untuk semua masalah kebijakan.

6.1 Jenis penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif dilakukan dengan menganalisa data dan fakta yang disajikan secara sistematik sehingga lebih mempermudah penarikan kesimpulan serta dapat menjawab masalah–masalah yang ada secara tepat dan teruji keabsahannya. Metode penelitian deskriptif juga dapat diartikan sebagai sebuah proses pemecahan suatu permasalahan yang diselidiki dengan menggambarkan maupun menerangkan keadaan sebuah objek ataupun subjek penelitian seseorang, lembaga, maupun masyarakat pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta–fakta yang tampak sebagaimana adanya.38 Pendekatan kualitatif memberikan kesempatan ekspresi dan penjelasan lebih besar dari orang yang melakukan penelitian.39 Pendekatan ini juga lebih menekankan analisisnya pada proses pengambilan keputusan secara induktif dan juga deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah.40

6.2 Teknik Pengumpulan Data

Pada umumnya, metode–metode pengumpulan fakta dalam ilmu pengetahuan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu: 1. Penelitian di lapangan, 2. Penelitian di laboratorium, 3. Penelitian dalam

37

Budi Winarno, Op. Cit, hlm. 50

38 Hadari Nawawi,

Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987, hlm 63

39 Lisa Horison,

Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hlm 86


(35)

perpustakaan.41Adapun teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan penelahan dan penelusuran literatur. Kegiataan ini sangat diperlukan dalam melakukan penelitian, dan dianggap sebagai suatu bentuk survei terhadap data yang telah ada, tanpa memandang jenis metode penelitian yang telah dipilih.42

6.3 Teknik Analisa Data

Data–data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data–data yang berasal dari buku–buku, dokumen–dokumen, undang–undang, dan media internet. Data–data pustaka tersebut berguna khususnya sebagai referensi yang melengkapi latar belakang masalah dan kerangka teori dalam penelitian ini.

Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara terus menerus semenjak data awal dikumpulkan sampai penelitian berakhir. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.43

7 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini terdapat latar belakang penulis yang dijelasksan mengapa peneliti memilih judul tersebut sebagai bahan yang diteliti, dan ada rumusan masalah serta di BAB I ini juga terdapat tujuan si peneliti serta manfaat yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan. Terdapat juga kerangka teori sebagai

41 Koenjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi,Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990, hlm 42

42 Zuhro dan Ngadiati, Sosiologi, Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Yudhistira, 2004, hlm. 74 43


(36)

dasar dan landasan untuk mengemukakan berbagai pemikiran dari para ahli, ada juga metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II :Konfigurasi Politik Megawati

Dalam bab ini akan di jelaskan tentang konfigurasi sistem politik megawati yaitu tentang bagaimana posisi presiden, DPR, dan parpol dalam menentukan suatu kebijakan. selain itu dalam bab ini akan dijelaskan kebijakan mengenai gula yaitu SK MPP NO. 643 tentang Tata Niaga Impor Gula.

BAB III : Analisis.

Dalam bab ini dijelaskan tentang analisis yang akan dikemukakan si penulis dengan berbagai teori dan data, dalam bab ini juga akan dijelaskan oleh penulis pandangannya tentang hubungan antara bisnis dan politik.

BAB IV : Penutup

Dalam bab ini ialah bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan serta temuan-temuan dalam penyusunan penelitian ini dan implikasi dari kebijakan yang ada.


(37)

BAB II

KONFIGURASI POLITIK MASA PEMERINTAHAN MEGAWATI 2001 – 2004

1 Konfigurasi Politik Megawati

Konfigurasi politik, menurut Dr. Moh. Mahfud MD, SH, mengandung arti sebagai susunan atau konstelasi kekuatan politik yang secara dikotomis dibagi atas dua konsep yang bertentangan secara diametral, yaitu konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter.44Konsep demokratis atau otoriter diidentifikasi berdasarkan tiga indikator, yaitu sistem kepartaian, peranan badan perwakilan, dan peranan eksekutif.Konsep-konsep tersebut akan dijelaskan seperti di bawah ini:45

Eksekutif sering disebut juga dengan badan pemerintahan penyelenggara pemerintahan yang tertinggi. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh badan

a. Konfigurasi Politik Demokratis adalah konfigurasi yang membuka peluang bagi berperannya potensi rakyat secara maksimal untuk turut aktif menentukan kebijakan Negara. Dengan demikian pemerintah lebih merupakan “komite” yang harus melaksanakan kehendak masyarakatnya, yang dirumuskan secara demokratis, badan perwakilan rakyat dan parpol berfungsi secara proporsional dan lebih menentukan dalam membuat kebijakan.

b. Konfigurasi Politik Otoriter adalah konfigurasi yang menempatkan posisi pemerintah yang saangat dominan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan Negara, sehingga potensi dan aspirasi masyarakat tidak teragregasi dan terartikulasi secara proporsional. Dan juga badan perwakilan dan parpol tidak berfungsi dengan baik dan lebih merupakan alat justifikasi atas kehendak pemerintah.

1.1Eksekutif/ Presiden

44 Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Gama media, 1999, hal. 6 - 7 45 Ibid, hal. 8


(38)

eksekutif. Di negara-negara demokratis badan eksekutif biasanya terdiri atas kepala negara seperti presiden.46

Pada masa pemerintahan Megawati, presiden merupakan kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap jalan nya suatu pemerintahan. Dalam hal kebijakan presiden berhak untuk menolak Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (eksekutif) berdasarkan konstitusi. Dalam melakukan tugas tersebut, presiden dibantu wakil presiden. Presiden juga berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada DPR. Selain itu, Presiden juga memiliki kewenangan untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-undang.Presiden dan Wakil Presiden Indonesia tidak dipilih dan diangkat oleh MPR melainkan langsung dipilih oleh rakyat dalam Pemilu. Presiden dan Wakil Presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik sebelum Pemilu. Setelah terpilih, periode masa jabatan Presiden adalah 5 tahun, dan setelah itu, ia berhak terpilih kembali hanya untuk 1 lagi periode.

Presiden dengan persetujuan DPR dapat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. Dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden juga memiliki kewenangan meyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat dari keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.Gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya juga diberikan Presiden kepada individu maupun kelompok yang diatur dengan undang-undang. Dalam melakukan tugasnya, Presiden dapat membentuk suatu dewan pertimbangan untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepadanya, dan ini diatur dengan undang-undang.

46


(39)

atau mensahkan kebijakan yang telah diajukan oleh DPR tetapi dengan melihat apakah kebijakan tersebut sangat penting atau masih bisa ditunda dulu.

1.2 DPR ( Dewan Perwakilan Rakyat)

Dewan Perwakilan Rakyat (seterusnya disingkat DPR) adalah suatu struktur legislatif yang punya kewenangan membentuk undang-undang. Dalam membentuk undang-undang tersebut, DPR harus melakukan pembahasan serta persetujuan bersama Presiden.47

Dalam skema sistem politik David Easton, DPR bekedudukan hampir di setiap lini: (1) Dalam lini input, DPR merespon kepentingan masyarakat melakukan mekanisme pengaduan harian; (2) Dalam lini konversi DPR bersama pemerintah bernegosiasi bagaimana kepentingan masyarakat diakomodir; dan (3) Dalam lini output DPR mengeluarkan Undang-undang yang merupakan kebijakan negara yang harus dijalankan lembaga kepresidenan. Lebih lanjut, Almond telah merinci aneka fungsi yang dimaksud skema sistem politik Easton. Dalam konteks pemikiran Almond, maka DPR Fungsi-fungsi yang melekat pada DPR adalah: (1) fungsi anggaran; (2) fungsi legislasi; dan (3) fungsi pengawasan. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, setiap anggota DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul, dan hak imunitas.Anggota DPR seluruhnya dipilih lewat pemilihan umum dan setiap calonnya berasal dari partai-partai politik.

DPR merupakan sebuah lembaga yang menjalankan fungsi perwakilan politik (political representative) karena fungsi legislatif berpusat di tangan DPR. Anggotanya terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota DPR melihat segala masalah dari kacamata politik. Melalui lembaga ini, masyarakat di suatu negara diwakili kepentingan politiknya dalam tata kelola negara sehari-hari. Kualitas akomodasi kepentingan itu bergantung pada kualitas anggota dewan yang dimiliki.

47


(40)

adalah struktur yang menjalankan fungsi-fungsi input (agregasi kepentingan, komunikasi politik) dan fungsi output yaitu legislasi.48

Di DPR, para anggota dewan tergabung ke dalam fraksi-fraksi. Fraksi adalah pengelompokan anggota dewan berdasarkan konfigurasi partai politik Dalam kekuasaannya sebagai legislator, DPR berhadapan dengan Presiden dan DPD. Harus ada kerjasama harmonis antara ketiga institusi ini, kendati kekuasaan legislatif tetap ada di tangan DPR.

DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang bersama dengan Presiden. Fungsi anggaran adalah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden. Fungsi pengawasan adalah mengawasi jalannya pemberlakuan suatu undang-undang oleh DPR berikut aktivitas yang dijalankan Presiden.Untuk melaksakan fungsi-fungsinya, DPR memiliki serangkaian hak.

Selain punya hak, anggota DPR juga punya kewajiban yang harus ia penuhi selama masa jabatannya (5 tahun). Kewajiban-kewajiban tersebut adalah: (1) Mengamalkan Pancasila; (2) Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan; (3) Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan; (4) Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia; (5) memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat; (6) Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; (7) Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; (8) Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya; (9) Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPR; dan (10) Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

48


(41)

hasil Pemilihan Umum. Fraksi ini bersifat mandiri serta terbentuk dalam rangka optimalisasi dan pengefektivitasan pelaksanaan tugas, wewenang, hak dan kewajiban DPR. Fraksi mempunyai anggota sekurang-kurangnya 13 orang. Fraksi dapat juga dibentuk oleh gabungan anggota dari dua atau lebih partai politik hasil Pemilihan Umum yang kurang dari 13 orang atau dapat bergabung dengan Fraksi lain. Setiap anggota dewan harus menjadi anggota salah satu Fraksi. Pimpinan Fraksi ditetapkan oleh anggota Fraksinya masing-masing.

Tugas utama fraksi adalah mengkoordinasi kegiatan anggota dalam melaksanakan tugas dan wewenang mereka selaku anggota dewan. Fraksi juga bertugas meningkatkan kemampuan, disiplin, efektivitas, dan efisiensi kerja para anggota dalam melaksanakan tugas, dan tugas ini tercermin dalam setiap kegiatan DPR. DPR juga menyediakan sarana dan anggaran guna kelancaran pelaksanaan tugas Fraksi menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi.Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR membentuk Alat Kelengkapan DPR yang terdiri atas: (1) Pimpinan DPR; (2) Badan Musyawarah; (3) Komisi; (4) Badan Legislasi; (5) Panitia Anggaran; (6) Badan Urusan Rumah Tangga; (7) Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; (8) Badan Kehormatan; dan (9) Panitia Khusus.

Pada saat masa pemerintahan Megawati dalam hal kebijakan, DPR menyampaikan aspirasi dari masyarakat yang dituangkan dalam bentuk rancangan kebijakan dan mengajukannya kepada presiden untuk disahkan menjadi sebuah kebijakan yang baru.

1.3 Partai Politik

Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik biasanya dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.Partai politik adalah sarana politik yang


(42)

menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.

Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik49

1. Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.

, yakni:

2. R.H. Soltou: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.

3. Sigmund Neumann: Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.

4. Miriam Budiardjo: Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melak-sanakan kebijakan-kebijakan mereka.

49


(43)

Sebagai sebuah organisasi, partai politik mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a) Sebagai sarana komunikasi politik

Partai politik dalam menjalankan fungsinya sebagai komunikasi politik, harus mampu mengagregasi dan artikulasi pendapat dan aspirasi dari seseorang atau kelompok untuk kemudian merumuskannya menjadi usul kebijakan. usul kebijakan ini disampaikan kepada presiden melalui DPR agar dijadikan kebijakan publik.

b) Sebagai sarana sosialisasi politik

Partai politik berfungsi mensosialisasikan nilai-nilai politik melalui berbagai cara yaitu pendidikan kader, ceramah, penataran, dan media massa.

c) Sebagai sarana rekrutmen politik

Partai politik membutuhkan kader-kader agar suatu partai tetap berkembang. Karena hal tersebut maka partai politik melakukan penjaringan dengan cara kontak pribadi atau ajakan.

d) Sebagai sarana pengatur konflik

Partai politik harus mampu membantu mengatasi konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat atau meminimalisir akibat negatifnya.

Partai politik sebagai wadah penampung aspirasi rakyat harus menyampaikannya kepada presiden sebagai kepala pemerintahan melalui DPR. Karena DPR adalah orang-orang yang berasal dari partai politik yang berbeda. Pada masa pemerintahan Megawati konfigurasi politik berjalan dengan cukup baik walaupun terkadang kebijakan yang dihasilkan dianggap kurang mengena kepada rakyat.


(44)

2.2 Kebijakan Tentang Pergulaan

Gula merupakan komoditi yang harganya dikontrol oleh pemerintah sehingga harga yang terjadi sangat tergantung pada kebijakan gula yang ada. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (SK No. 643/MPP/Kep/9/2002) tentang Tata niaga Impor Gula dimaksudkan untuk mengatur aktivitas impor gula. Kebijakan ini memberikan kewenangan kepada importir produsen (IP) untuk mengimpor gula mentah (raw sugar) dan kepada importir terdaftar (IT) untuk mengimpor gula kristal putih (white sugar). IT yang diberikan kewenangan tersebut tidak lain adalah perkebunan gula yang memiliki perolehan bahan baku 75% yang berasal dari petani.

Perusahaan perkebunan yang memenuhi kualifikasi sebagai IT adalah empat BUMN yang masuk kualifikasi, yaitu PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, PTPN X, PTPN XI, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI). Pada sisi lain, kebijakan ini juga memberikan peluang bagi pengembangan industri gula rafinasi, yang khusus memutihkan raw sugar impor yang umumnya tidak layak untuk dikonsumsi secara langsung. Dalam kebijakan ini diatur bahwa raw sugar dan gula rafinasi yang diimpor oleh importir produsen (IP) hanya dipergunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi pengolahan gula, dan dilarang diperjualbelikan serta dipindahtangankan.

Menurut kebijakan yang tertuang dalam SK 643 tersebut, pemerintah hanya memberi ijin PTPN IX, PTPN X, PTPN XI dan PT RNI untuk mengimpor gula dengan tujuan konsumsi langsung. Namun para pengimpor tersebut diwajibkan membayar tarif bea masuk (TBM) sebesar Rp 700,- per kg untuk gula putih dan Rp 500,-/kg untuk gula mentah. Tujuan SK 643 adalah melindungi industri gula dari banjir gula impor. Dengan penerapan tarif bea masuk (TBM), maka ditentukan sedemikian rupa sehingga produsen menerima harga di atas biaya produksinya.

Dengan SK 643 ternyata telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Tata niaga impor gula yang membatasi jumlah pelaku usaha telah menimbulkan kekhawatiran munculnya praktek-praktek perdagangan yang merugikan. Isu


(45)

lainnya yang kemudian berkembang terkait dengan peraturan ini adalahmasalah ketidakmampuan importir gula dalam memenuhi kebutuhan impor gula, dimana sering meleset dari jadwal yang seharusnya. Selain itu adanya kejadian dimana IT gula yang tidak memiliki kemampuan dari sisi dana dan teknis, menunjuk perusahaan lain untuk melakukan impor gula tersebut.


(46)

BAB III ANALISIS 1 Sekilas Mengenai Komoditi Gula

Gula terdiri dari beberapa jenis yang dilihat dari keputihannya melalui standarICUMSA (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis). Semakin putih gula maka semakin kecil nilai ICUMSA dalam skala international unit (IU). Adapun jenis-jenis gula adalah seperti berikut ini.

1.1 Raw Sugar

Raw Sugar adalah gula mentah berbentuk kristal berwarna kecoklatan dengan bahan baku dari tebu. Untuk mengasilkan raw sugar perlu dilakukan proses seperti berikut : Tebu-Giling-Nira-Penguapan-Kristal Merah (raw sugar). Raw Sugar ini memiliki nilai ICUMSA sekitar 600 - 1200 IU. Gula tipe ini adalah produksi gula “setengah jadi” dari pabrik-pabrik penggilingan tebu yang tidak mempunyai unit pemutihan yang biasanya jenis gula inilah yang banyak diimpor untuk kemudian diolah menjadi gula kristal putih maupun gula rafinasi.

1.2 Refined Sugar/Gula Rafinasi

Refined Sugar atau gula rafinasi merupakan hasil olahan lebih lanjut dari gula mentah atau raw sugar melalui prose yang tidak dapat langsung dikonsumsi oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut. Yang membedakan dalam proses produksi gula rafinasi dan gula kristal putih yaitu gula rafinasi menggunakan proses Carbonasi sedangkan gula kristal putih menggunakan proses sulfitasi. Gula rafinasi memiliki standar mutu khusus yaitu mutu 1 yang memilikinilai ICUMSA < 45 dan mutu 2 yang memiliki nilai ICUMSA 46-806.

Gula rafinasi inilah yang digunakan oleh industri makanan dan minuman sebagai bahan baku. Peredaran gula rafinasi ini dilakukan secara khusus dimana distributor gula rafinasi ini tidak bisa sembarangan beroperasi namun harus mendapat persetujuan serta penunjukan dari pabrik gula rafinasi yang kemudian disahkan oleh Departemen Perindustrian. Hal ini dilakukan agar


(47)

tidak terjadi “rembesan” gula rafinasi ke rumah tangga. Gula rafinasi melalui tahapan produksi yaitu : Raw sugar preparation - Affination – Carbonasi – penyaringan – pertukaran ion – evaporasi - sentrifugal – gula rafinasi – pengemasan.

1.3 Gula Kristal Putih

Gula kristal putih memiliki nilai ICUMSA antara 250-450 IU. DepartemenPerindustrian mengelompokkan gula kristal putih ini menjadi tiga bagian yaituGula kristal putih 1 dengan nilai ICUMSA 250, Gula kristal putih 2 dengan nilaiICUMSA 250-350 dan Gula kristal putih 3 dengan nilai ICUMSA 350-4507. Semakintinggi nilai ICUMSA maka semakin coklat warna dari gula tersebut serta rasanyapun yang semakin manis.

Gula tipe ini umumnya digunakan untuk rumah tangga dan diproduksioleh pabrik-pabrik gula didekat perkebunan tebu dengan cara menggiling tebudan melakukan proses pemutihan, yaitu dengan teknik sulfitasi. Berikutrangkaian prosesnya : Tebu – Gilingan – Nira – Evaporator – Kristal –Sentrifugal – Sulfitasi - Gula kristal putih/Gula pasir.

2 Struktur Industri Gula

Awalnya, industri gula lokal hanyalah industri gula kristal putih. Sementara untuk gula rafinasi masih dilakukan impor. Namun sejak tahun 2000an ketika harga gula dunia (raw sugar) melonjak tinggi, pemerintah mengijinkan untuk dibangunnya pabrik gula rafinasi. Untuk itu pembahasan mengenai struktur industri gula dibagi menjadi dua yaitu gula kristal putih dan gula rafinasi.

2.1 Industri Gula Kristal Putih

Sejak dahulu, pemain dalam industri gula kristal putih didominasi oleh BUMN, yaitu PTPN dan RNI. Jumlahnya mencapai hampir 10 perusahaan yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Bisa dikatakan mulai dari produsen gula hingga distributor gula hanya dikuasai oleh beberapa pemain besar saja (oligopolistik). Pasokan gula kristal putih di dalam negeri sebagian besar berasal dari enam pelaku usaha saja yakni PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, RNI, Gunung Madu dan


(48)

Sugar Group Companies. Secara keseluruhan, jumlah pasokangula kristal putih dapat dilihat dalam Gambar dibawah ini.

Gambar 2.1.Produksi Gula Kristal Putih Tahun 2002

Dari Gambar diatas, PTPN X, PTPN XI dan Sugar Group merupakan tigapemain utama yang masing-masing pangsa produksinya di tahun 2002 yaitu18,72%, 15,64% dan 18,96%.Sugar Group sendiri mampu menjadi leader dalam industri gula karena perusahaan tersebut merupakan satu-satunya perusahaan yang telah efisien dalam industri gula.

2.2. Industri Gula Rafinasi

Sebelum tahun 2000, pemenuhan gula rafinasi adalah melalui impor karena harga gula saat itu sedang murah. Namun dengan ekspektasi harga gula dunia yang terus meningkat dan produksi gula dalam negeri yang menurun, kemudian terdorong juga untuk membangun pabrik gula rafinasi. Bahan baku yang digunakan pabrik gula rafinasi tersebut adalah raw sugar yang diimpor.

PT RNI I; 8,61% PTPN X; 18,72% PT KEBON AGUNG; 6,24% PTPN VII; 5,59% SUGAR GROUP; 18,96% PT RNI II;

4,15% PTPN XI; 15,64% PT LAJU PERDANA INDAH; 1,36% PTPN XIV; 0,98% PT GORONTALO; 0,84% PTPN IX; 6,16%

PT MADUBARU;

1,42% PTPN II; 0,38%

PT GULA MADU PLANT; 9,16% PT PEMUKA SAKTI MANIS INDAH; 1,78%


(49)

Pada tahun 2001, baru terdapat tiga pelaku usaha gula rafinasi. Dengan tiga pelaku usaha tersebut di tahun 2000-2001 mampu mensupply kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan, minuman dan farmasi sekitar 300.000 ton –500.000 ton per tahun. Kemudian di tahun 2002-2003 pelaku usaha diindustri gula rafinasi ini bertambah menjadi 7 pelaku usaha dengan total kemampuan pasokan meningkat menjadi sekitar 500.000 ton – 1 juta ton per tahun.

Baru kemudian di tahun 2004 total pelaku usaha dalam industri gula rafinasi ini menjadi delapan sehingga pada tahun 2004 kemampuan pasokan industri rafinasi mencapai sekitar 1,5 juta ton per tahun. Berikut pelaku-pelaku dalam industri gula rafinasi.

a. PT. Angles Product, Bojonagara, Serang- Banten b. PT. Jawamanis, Jl. Raya Anyer – Cilegon-Banten c. PT. Sentra Usahatama Jaya, Cilegon-Banten

d. PT. Permata Dunia Sukses Utama, Cilacap - Jateng e. PT. Dharmapala Usaha Sukses, Cilacap – Jateng f. PT. Sugar Labinta

g. PT. Makassar Tene

h. PT Duta Sugar International.

Pelaku-pelaku dalam industri gula rafinasi dalam negeri sepenuhnya mengimpor raw sugar untuk kemudian diolah menjadi gula rafinasi. Seiring peningkatan jumlah pabrik gula rafinasi dalam negeri maka meningkat juga jumlah raw sugar yang diimpor setiap tahunnya. Peningkatan impor raw sugaryang paling besar terjadi pada tahun 2002 dan 2003 sehingga di tahun-tahun tersebut pabrik gula rafinasi terus meningkatkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan industri-industri dalam negeri yang membutuhkan gula rafinasi.

Seperti halnya gula kristal putih yang dikuasai oleh beberapa pemainsaja, sepertinya juga berlaku untuk industri gula rafinasi. Jumlah konsumsi gularafinasi dalam lima tahun terakhir selalu meningkat sejalan denganpertumbuhan industri makanan, minuman dan farmasi. Pertumbuhan


(50)

industrimakanan dan minuman sebagai konsumen gula rafinasi adalah 16%9.Indikatornya dapat dilihat dari peningkatan realisasi produksi pabrik gula rafinasi dari tahun ke tahun.

Konsumen utama dari gula rafinasi adalahindustri makanan dengan jumlah konsumsi mencapai 35% dari total produksigula rafinasi dalam negeri, sedangkan industri minuman menyerap gula rafinasisebesar 29%.Kebijakan pemerintah sejak tahun 2000 hingga September 2004 adalah memperbolehkan industri makanan dan minuman untuk mengimpor sendiri gula rafinasi. Namun seiring dengan berkembangnya industri gula rafinasi dalam negeri dan terus menurunnya harga dunia gula rafinasi yang ternyata berimbaskepada petani gula, maka kemudian di bulan September 2004 pemerintah membatasi impor gula rafinasi yang dilakukan oleh industri makanan dan minuman sehingga industri-industri tersebut diarahkan untuk melakukan pembelian gula rafinasi dari produksi pabrik gula rafinasi dalam negeri.

Saat itu pemerintah membatasi impor gula rafinasi hanya diperbolehkan 500,000 ton saja. Perkembangan impor gula rafinasi setiap tahunnya yang terus menurun bahkan menurun drastis di tahun 2003 seiring dengan kebijakan pemerintah yang juga terus membatasi impor gula rafinasi tersebut. Di tahun 2003 masih ada tujuh perusahaan yang mengimpor gula rafinasi secara langsung. Industri makanan, minuman dan farmasi yang diperbolehkan untuk mengimpor gula rafinasi pun diatur oleh pemerintah dan ditetapkan persyaratannya seperti :

a. Spesifikasi khusus yang tidak dapat dipenuhi oleh pabrik gula rafinasi dalam negeri. Dalam hal ini gula rafinasi impor yang masuk dikenakan SNI agar sesuai dengan standar yang berlaku,

b. Perusahaan yang memiliki investasi baru, agar perusahaan tersebut dapat menyerap tenaga kerja baru sehingga bisa berkembang,

c. Perusahaan yang berada dalam kawasan berikat,


(1)

BAB IV PENUTUP 1 Kesimpulan

Jika dibandingkan dengan negara orde baru, negara indonesia pasca pemerintahan orde baru memang sangat berbeda. Panggung politik negara indonesia semakin terbuka bagi masuknya aktor-aktor politik untuk terlibat didalamnya. Meskipun demikian, satu fenomena yang menguat adalah, semakin banyaknya politisi yang berlatar belakang pengusaha. Terdapat harapan, agar politisi yang mengendalikan kekuasaan itu tidak menyalah gunakan kekuasaan untuk memperkaya diri karena politisi tersebut memang sudah kaya maka akan lebih fokus memperjuangkan aspirasi rakyat.

Pemerintahmengeluarkan kebijakan yang bertujuan untuk mengendalikan impor, dengan membatasiimportir hanya menjadi importir produsen dan importir terdaftar. Era ini merupakan eradimulainya regim pengendalian impor. Gula yang diimpor oleh importir produsenhanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan industri dari IP tersebut, bukan untukdiperdagangkan. Di sisi lain untuk menjadi IT, bahan baku dari PG milik IT minimal 75%berasal dari petani. Kebijakan ini dituangkan dalam Kepmenperindag No.643/MPP/Kep/9/ 2002, 23 September 2002. Esensi lainnya yang penting dari kebijakantersebut adalah bahwa impor gula akan diijinkan bila harga gula di tingkat petanimencapai minimal Rp 3100/kg. Kebijakan ini diharapkan mampu meningkat harga didalam negeri sehingga memperbaiki pendapatan produsen.Kebijakan tataniaga gula tersebut dinilai masih memiliki beberapa kelemahanseperti belum jelas spesifikasi mutu gula, waktu impor, dan jaminan harga untuk petani.

Namun pada kenyataannya kita lihat bahwa kebijakan yang dihasilkan oleh para elit politik tersebut hanya menguntungkan sepihak saja. Seperti kebijakan yang telah dibahas pada bab sebelumnya yaitu SK MPP no.643 tahun 2002 tentang tata niaga impor gula. Dalam kebijakan tersebut, dijelaskan bahwa


(2)

gula yang dapat diimpor hanya gula mentah untuk keperluan industri saja, agar dapat melindungi petani bahan baku gula yaitu tebu. Tapi, realitanya petani tebu tidak pernah merasakan manisnya gula bahkan banyak petani tebu yang gulung tikar.

Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa bisnis sangat mem-pengaruhi politik. Kebijakan yang ada sangat di mem-pengaruhi oleh elit-elit tertentu yang pastinya menguntungkan elit-elit tersebut, padahal maksud dari suatu kebijakan di buat adalah untuk kepentingan semua pihak menjadi tidak tercapai. Kebijakan yang ada lebih bersifat bisnis padahal kebijakan tersebut adalah produk politik. Penguasa sekarang sangat di pengaruhi oleh pengusaha, hal itu tidak dapat dipungkiri karena proses demokratisasi menuntut biaya yang besar dalam prosesnya. Di dalam membangun relasi dengan para pemilih, dibutuhkan biaya yang sangat besar.

Untuk menyelesaikan permasalahan industri gula secara keseluruhan, makadiperlukan kebijakan pemerintah yang komprehensif yang menyangkut lintasKementrian maupun Lembaga terkait yang akan mendorong tumbuhberkembangnya industri gula yang efisien. Melalui industri gula yang efisien ini,

akan muncul produk gula yang kompetitif sehingga tidak ada keraguan untukbersaing dalam situasi pasar seketat apapun, termasuk saat pasar gulaIndonesia menjadi sangat terbuka.

2 Implementasi dan Dampak Kebijakan dalam Industri Gula

Sejak awal, design yang diberlakukan untuk industri gula di Indonesia dapatdikatakan bias. Sejak awal, di sisi hulu, dari sisi produsen sampai dengan distribusilevel pertama, diberlakukan mekanisme pasar berupa lelang. Hal ini memicu adanyakenaikan harga yang memang diperuntukkan bagi produsen/petani gula agar memilikiinsentif dalam menanam tebu.Dipihak lain, ada kecenderungan kenaikan harga tersebut menyebabkanmenurunnya kesejahteraan dari sisi konsumen.


(3)

Kebijakan di tingkat pusat yang diambilsepenuhnya berpegang pada sisi mekanisme pasar.Akan tetapi, kondisi ini diberlakukan ketika produksi dalam negeri tidakmencukupi kebutuhan dalam negeri. Akan menjadi rancu, ketika mekanisme pasardiberlakukan pada kondisi tersebut. Dalam struktur pasar yang oligopolis distribusinya,bentuk kebijakan yang dilakukan hanya bersifat parsial, dimana aturan mengenai gulahanya diselesaikan dengan mekanisme perdagangan, dimana ditekankan mekanismeuntuk mengisi kekurangan pasokan gula bagi pasar dalam negeri, yaitu dengandiberlakukannya SK643.

Aturan lain yangmuncul justru lebih kepada penetapan harga dasar gula, yang justru dijadikan hargabatas bawah oleh pelaku usaha dalam melakukan pelelangan. Hal ini menjadi aneh,karena di sisi hulu, hal yang hendak diberlakukan adalah mekanisme pasar, tetapimemakai harga rujukan/harga dasa dari penetapan harga gula oleh pemerintah.SK 643 yang dijadikan dasar untuk impor juga memberikan dampak terhadapperilaku harga dari sisi supply karena adanya dana talangan yang mengikat pelakuusaha, sehingga pelaku usaha pasti akan berusaha mengangkat harga di atas hargadasar gula.

Kondisi ini akan berimbas di sisi distribusi, apalagi jalur distribusi hanyadikuasai oleh beberapa pelaku tertentu saja.Dengan diaturnya impor dan dibatasinya jumlah impor serta hanya dilakukanoleh beberapa pelaku usaha, menyebabkan harga tidak stabil turun dan malahan yangterjadi adalah harga seolah-olah dijaga dikisaran tertentu. Dengan seluruh jumlahpasokan yang ada di tangan pelaku usaha, maka semakin jelas bahwa tidak dapatdilakukan penetapan harga wajar yang diberikan kepada konsumen.Ditengah kondisi tersebut, diberlakukan pembedaan jenis gula konsumsi/gulakristal putih dan gula produsen/gula rafinasi, dimana gula rafinasi pada awalnya tidakdiatur secara ketat.

Aturan yang ada akhirnya lebih pada membatasi jumlah impor rawsugar dan gula rafinasi,dimana pelaku usaha industri rafinasi mendapatkan kemudahandalam investasi dan bea masuk yang lebih murah. Hal ini menyebabkan harga gularafinasi cenderung lebih murah dibandingkan harga gula kristal putih produksi dalamnegeri. Meskipun secara tujuan dan spesifikasi dibuat


(4)

berbeda dengan gula kristalputih, akan tetapi dalam kenyataannya gula rafinasi juga dapat dikonsumsi danmerembes ke pasar konsumen dalam negeri.Hal ini menambah rumitnya permasalahan di sektor gula, dimana terdapat duakebijakan yang mempunyai dampak yang saling tumpang tindih.

Untuk itu, perluadanya road map mengenai industri gula di Indonesia yang dipikirkan untuk jangkanpanjang, sehingga bentuk regulasi yang diambil dapat saling mendukung.Dalam bagian ini akan di analisis regulasi dalam industri gula serta dampaknyaterhadap persaingan usaha.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abidin, Said Zainal , Kebijakan Publik, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 2002. Amirullah dan Imam Hardjanto, Pengantar Bisnis, Yogyakarta: Graha Ilmu,

2005.

Azwar, Saifudin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Bertens, K, Etika, Jakarta: PT Gramedia, 2005

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Djojohadikusumo, Sumitro, Kebijakan di Bidang Ekonomi Perdagangan, Jakarta: PT Indira, 1972.

Hady, Hamdy, Ekonomi Internasional,Teori dan Kebijakan Perdagangan

Internasional, Revisi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991.

Horison, Lisa, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Kansil, C.S.T, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008 Koenjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi,Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990. Marijan, Kacung,Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011.

MD, Mahfud,Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Gama media, 1999.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987.

Nugroho, Riant, Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008.

Prawirosentono, Suyadi, Pengantar Bisnis Modern, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995.


(6)

Soetrisno, Dasar-Dasar Kebijaksanaan Ekonomi dan Kebijaksanaan Fiskal, Yogyakarta:BPFE,1983.

Subarsono, AG, Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Sukardi, Paulus dan Evi Thelia Sari, Bisnis Internasional, Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2007.

Tangkilisan, Hessel Nogi S, Kebijakan Publik Yang Membumi, Yogyakarta: Lukman Offset, 2003.

Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Winarno, Budi, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus, Yogyakarta: CAPS, 2012.

W.R, Susila, Pengengembangan Industri Gula Indonesia: Analisis Kebijakan dan

Keterpaduan sistem Produksi. Desertasi S3. Institut Pertanian Bogor,

2005.

Zuhro dan Ngadiati, Sosiologi, Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Yudhistira, 2004.

Website: Jurnal:

Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI).1998. Jurnal Ilmu Politik 3. Jakarta: PT. Gramedia

Santoso, Amir, Analisis Kebijakan Publik: Suatu Pengantar. Jurnal Ilmu Politik 3, Jakarta: Gramedia,1993.

Jurnal Dewan Gula Indonesia, Restrukturisasi Gula Indonesia April 1999. Bahan Diskusi Reformasi Gula Indonesia, Dewan Gula Indonesia, Jakarta, . 1999. Undang-undang: