Letak Geografis Merupakan bab penutup, yang berisi mengenai Kesimpulan dari seluruh
                                                                                16
Kebijakan-kebijakan Syah yang represif membuat banyak para ulama pada akhir  1970-an  memberikan  alasan  untuk  membentuk  gerakan  oposisi  yang  juga
didukung  rakyat  luas.  Para  ulama  seperti  Ayatullah  Khomeini,  Muthahari, Taleqani, dan Behesti, bersama para cendekiawan seperti Mehdi Bazargan dan Ali
Syariati,  telah  mengembangkan  ideologi  pembaharuan  dan  revolusioner  yang bersifat  Islami.  Gerakan  Ayatullah  ini  secara  jelas  bertujuan  merombak  tatanan
sosial,  politik  dan  ekonomi  yang  dianggap  tidak  lagi  mencerminkan  aspirasi rakyat  Iran  dan  bertentangan  dengan  prinsip-prinsip  dasar  ajaran  Islam.  Bentuk
monarki juga dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.
9
Republik  Islam  Iran  adalah  sebuah  negara  modern  yang  memberikan pengakuan dan tempat yang layak bagi warisan dan identitas. Terlebih lagi ajaran
Syi’ah juga menjadi identitas bangsa Iran dan sumber legitimasi politik sejak abad ke  16.  Sehingga  dalam  pembentukan  Republik  Islam  Iran  di  bawah  Ayatullah
Khomeini  dimana  ajaran-ajaran  mazhab  Syi’ah  sangat  berpengaruh  di  hampir segala  sendi  kehidupan.
10
Republik  Islam  Iran  merupakan  lambang  penting  bagi Islam  revolusioner,  terlebih  struktur  yang  dibangunnya  tidak  sama  dengan  pola-
pola  praktik  demokrasi  sebagaimana  dikembangkan  dalam  masyarakat  Barat. Melainkan sistem politik yang dipakai merupakan perpaduan antara aturan otoriter
dan  partisipasi  politik  rakyat  yang  penuh  perdebatan  dengan  cara  yang mencerminkan isu penting menyangkut hubungan Islam dan demokrasi.
11
9
Reza Shibudi, Biografi Politik Imam Khomeini,  Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan ISMES, 1996,  h  XV
10
John L. Esposito John O.Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim problem dan prospek
,  Bandung: Mizan, 1996.  h 76
11
Republik Islam Iran ,Kedutaan Besar Republik Islam Iran,  h  24
17
Hal  ini  tercermin  pada  tahun  1979-1981,  dunia  menyaksikam pembentukan  dan  pelembagaan  Republik  Islam  Iran.  Khomeini  dan  revolusinya
tampil  mewujudkan  komponen  legitimasi  Republik  Islam:  anti  imperialisme  dan nasionalisme,  agama  dan  identitas  nasional,budaya,  partisipasi  politik  dan
konstitusionalisme atau pembatasan kekuasaan raja. Perubahan konstitusional dan institusional  yang  substantiv  dilakukan  melalui  pemilihan.  Referendum  pada
Maret 1979  mengubah  pemerintahan  Iran  dari  monarki  menjadi  Republik  Islam. Majelis  ahli  yang  didominasi  para  ulama  dipilih  untuk  membuat  rancangan
konstitusi,  yang  akan  disahkan  melalui  referendum  rakyat  November-Desember 1979
12
. Namun,  krisis  identitas  Iran  tercermin  dalam  perdebatan  konstitusional
mengenai hakekat dan kepemimpinan negara. Perdebatan-perdebatan terjadi tidak hanya  antara  pihak  yang  lebih  menginginkan  pemerintahan  sekular  ketimbang
pemerintahan islami, tetapi juga di antara pihak yang menginginkan pemerintahan Islam  namun  menolak  doktrin  faqih  Khomeini  ahli  otoritas  hukum  tertinggi.
Doktrin  faqih  itu  sendiri  telah  dibangun  oleh  Khomeini  bertahun-tahun  lewat tulisan-tulisan  seminarnya  yang  menjelaskan  pemerintahan  Islam  dan  peranan
para  ahli  hukum.  Banyaknya  perdebatan  mengenai  faqih  Khomeini  ini  membuat Khomeini  menyatakan  sebuah  fakta  yang  tidak  terbantah  bahwa  ‘faqih  lebih
berwenang  dari  pada  penguasa  dengan  demikian  penguasa  sejati  adalah  para fuqaha.
12
John L. Esposito  John O.Voll, Demokrasi Di Negara Muslim, Bandung: Mizan, 1996.  h 83
                                            
                