agen biologi kontrol terhadap patogen tanah karena endofit memiliki kemampuan untuk mendegradasi dinding sel jamur Singh et al., 1999.
1.2 Permasalahan
Bakteri endofit memiliki kemampuan antagonis dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen, G. boninense, yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang pada
kelapa sawit E. guineensis Jacq.. Namun mekanisme antagonis bakteri endofit dalam menghambat G. boninense belum diketahui.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui mekanisme penghambatan bakteri endofit kelapa sawit E. guineensis Jacq terhadap G. boninense.
1.4 Hipotesis
Bakteri endofit kelapa sawit E. guineensis Jack. mampu menghasilkan senyawa yang bersifat sebagai antifungi terhadap G. boninense dan mampu melisiskan miselium
jamur patogen G. boninense.
1.5 Manfaat
Penelitian ini kiranya dapat memberikan manfaat bagi petani kelapa sawit untuk pengendalian hayati terhadap penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh
jamur G. boninense.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikroba Endofit
Penelitian mikroba endofit pertama kali dilaporkan oleh Darnel dkk. pada tahun 1904. Sejak itu, definisi mikroba endofit telah disepakati sebagai mikroba yang hidup di
dalam jaringan internal tumbuhan hidup tanpa menyebabkan efek negatif langsung yang nyata Prasetyoputri Atmosukarto, 2006. Menurut Radji 2005 mikroba
endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa
membahayakan inangnya. Hampir di dalam semua jaringan tanaman yang sehat, ada banyak mikro-organisme endofit. Mikroba endofit sangat sinergistik dengan inang
mereka dan sebagian dari endofit mampu membuat kembali nutrisi dari tanaman dengan cara menghasilkan senyawa khusus, seperti metabolisme sekunder, untuk
melindungi inangnya dari serangan jamur dan hama Taechowisan et al., 2005.
Mikroba endofit mempunyai arti ekonomis karena mikroba endofit merupakan sumber yang kaya untuk mendapatkan bahan bioaktif dan senyawa
bermanfaat. Sebagai contoh Cryptocandin adalah antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina Radji, 2005. Setiap tanaman tingkat
tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau
transfer genetik genetic recombination dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit Tan et al., 2001 dalam Radji, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Bakteri Endofit
Bakteri endofit menjadi perhatian utama sebagai agen biokontrol. Misalnya bakteri dari beberapa spesies tanaman, yang mendiami jaringan lokal interseluler maupun
intraseluler. Karena tanaman memberikan perlindungan dan nutrisi, bakteri endofit dapat berkembang di bawah kondisi bersaing dan melindungi bagian dalam tanaman
terhadap patogen Hallmann et al., 2001. Bakteri endofit adalah bakteri yang berada dalam jaringan tanaman Aini Abadi, 2004.
Bakteri endofit hidup intra seluler di dalam jaringan tanaman yang sehat. Sebenarnya bakteri endofit maupun rizobakteri lainnya merupakan bagian dari
mikroflora alamiah dari tanaman yang sehat, mereka dapat dikatakan sebagai kontributor penting bagi kesehatan tanaman Kloepper et al., 1999 dalam Aini
Abadi, 2004. Bakteri endofit dapat berpengaruh pada kesehatan tanaman dalam hal antagonisme langsung, menginduksi ketahanan sistematik dan meningkatkan toleransi
tanaman terhadap tekanan lingkungan Hallman et al., 2001. Kemungkinan terjadi rekombinasi genetik dengan inangnya, sehingga beberapa endofit telah terbukti
menghasilkan senyawa alami yang karakteristik bagi inangnya Tan and Zou, 2001 dalam Sugijanto et al., 2004.
2.1.2 Manfaat Mikroba Endofit
Endofit dapat menjadi sumber berbagai metabolit sekunder baru yang berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang medis, pertanian dan industri
Prasetyoputri Atmosukarto, 2006. Menurut Radji 2005 kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya
merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisoilasi dari tanaman inangnya
tersebut. Beberapa manfaat mikroba endofit antara lain dapat digunakan sebagai penghasil antibiotika, misalnya Crytocandin adalah antifungi yang dihasilkan oleh
mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina dan Trichopyton Strobel et al., 1999 dalam Radji, 2005. Mikroba endofit juga dapat digunakan sebagai antivirus, misalnya
Universitas Sumatera Utara
jamur endofit Cytonaema sp. yang menghasilkan metabolit Cytonic acid A dan B,
Cytonic acid A dan B ini merupakan inhibitor protease dan dapat menghambat
pertumbuhan cytomegalovirus manusia Guo B et al., 2000 dalam Radji, 2005.
Menurut Dwidjoseputro 1989, Bacillus sp. dapat menghasilkan zat antibiotik berupa basitrasin, subtilin, polimixin, tritosin, bulbivormin dan dapat juga
menghasilkan senyawa volatil. Bakteri dari genus Bacillus sp diketahui telah banyak digunakan sebagai biokontrol pada beberapa spesies tanaman dan terbukti mampu
menjadi penghambat perkembangan beberapa penyakit tanaman Cook Baker, 1989 dalam Aini Abadi, 2004.
2.2 Busuk Pangkal Batang
Busuk pangkal batang basal stem rot merupakan penyakit terpenting dalam perkebunan kelapa sawit dewasa ini. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Ganoderma
boninense Pat. Semangun, 2000 dan merupakan penyakit yang sangat merugikan Subronto et al., 2003. Gejala yang khas, sebelum terbentuknya tubuh buah jamur,
adalah adanya pembusukan pada pangkal batang Semangun, 2000. Penyakit ini menyebabkan busuk kering pada jaringan dalam. Pada penampang bagian batang yang
terserang akan tampak berwarna coklat muda dengan jalur-jalur tidak teratur yang berwarna lebih gelap. Lambat atau cepat Ganoderma penyebab penyakit ini
membentuk tubuh buah sporophore basidiokarp, pada pangkal batang atau kadang- kadang pada akar sakit di dekat batang. Tubuh buah hanya dibentuk setelah penyakit
berkembang cukup lanjut, sesudah tampaknya gejala pada daun. Tubuh buah yang paling muda dibentuk di dekat tepi bagian yang membusuk Turner, 1981 dalam
Semangun, 2000.
Agar timbul penyakit, patogen harus berhubungan dengan jaringan tumbuhan yang hidup dan berkembang di dalamnya. Aktivitas patogen dalam badan
tumbuhan terutama bersifat kimiawi. Kelompok-kelompok utama substansi yang disekresikan oleh patogen dalam badan tumbuhan, yang menyebabkan timbulnya
Universitas Sumatera Utara
penyakit, baik langsung maupun tidak langsung adalah enzim, toksin, zat pengatur tumbuh, dan polisakarida Semangun, 1996.
2.2.1 Ganoderma boninense Pat.
Busuk pangkal batang pada kelapa sawit disebabkan oleh Ganoderma boninense Semangun, 2000. Menurut Alexopoulos et al., 1996 G. boninense termasuk salah
satu kelompok jamur kayu kelas Basidiomycetes, ordo Polyporales, famili Polyporaceae, divisi Eumycophyta. Pada umumnya famili Polyporaceae memiliki
tubuh buah berbentuk seperti kipas dan kertas, papan atau payung. Tubuh buah boninense dapat ditemukan di bagian batang kelapa sawit, merupakan jamur tular
tanah, berwarna putih, semakin tua badan buah akan bertambah besar ukurannya dan warnanya menjadi lebih gelap Gambar 2.2.1. Namun gejala yang khas, sebelum
terbentuknya tubuh buah jamur adalah adanya pembusukan pada pangkal batang.
Gambar 2.2.1 Tanaman kelapa sawit yang terserang busuk pangkal batang
yang disebabkan
oleh Ganoderma boninense
Pat. http:virgingreens.comproductmgbioguard
Di kalangan petani perkebunan kelapa sawit G. boninense merupakan musuh penting bagi tanaman kelapa sawit maupun kelapa. Jamur patogen ini dapat masuk ke
dalam badan tumbuhan melalui luka, lubang alami seperti mulut kulit dan hidatoda, atau dengan menembus permukaan tumbuhan yang utuh. Banyak jamur yang
melakukan infeksi secara langsung pada bagian tumbuhan yang masih muda dan lunak Semangun, 1996. Ganoderma menular ke tanaman sehat bila akar tanaman
sehat bersinggungan dengan tunggul-tunggul pohon yang sakit. Akar-akar tanaman kelapa sawit yang muda tertarik kepada tunggul yang membusuk karena kaya akan
Universitas Sumatera Utara
hara dan mempunyai kelembapan tinggi Semangun, 2000. Tubuh buah jamur ini dapat berumur sampai beberapa tahun Yanti Susanto, 2004. Kelas Basidiomycetes
dicirikan oleh adanya basidiospora yang terbentuk di luar pada ujung atau sisi basidium Pelczar Chan, 1986.
Pada tanaman yang terserang tampak tubuh buah jamur yang mula-mula tampak sebagai suatu bongkol kecil berwarna putih, pada pangkal pelapah daun atau
pada batang antara puntung-puntung pelepah daun. Tubuh buah terus berkembang menjadi berbentuk kipas tebal. Tubuh buah G. boninense mempunyai lapisan kutis
lapisan atas yang tebalnya sampai 0,1 mm, terdiri atas benang-benang rapat yang sel-selnya berukuran 20-30 x 4-10
μm. Pori bergaris tengah 150-400 μm. Basidiospora berbentuk bulatoval, berwarna keemasan, dinding basidiospora berduri jelas, kadang-
kadang mempunyai vakuola yang jelas Semangun, 2000.
2.2.2 Pengendalian Hayati
Secara teknis, pengendalian hayati lebih unggul dibandingkan pengendalian secara kimiawi karena selain efektif dan efisien juga ramah lingkungan.
Perkembangan hasil penelitian tentang berbagai agensia hayati yang bermanfaat untuk mengendalikan
berbagai patogen pada tanaman, sebenarnya sudah cukup menggembirakan walaupun masih sedikit yang dapat digunakan secara efektif di lapangan Sitepu, 1993.
Penyakit yang disebabkan oleh jamur merupakan perhatian utama dalam produksi pertanian Gohel et al., 2006. Jamur patogen merupakan penyebab kerugian yang
besar pada produksi hasil panen, dan pengaturan fitopatogen yang baik adalah persoalan yang penting bagi semua sistem pertanian. Biologi kontrol bagi patogen
tanaman ini merupakan pendekatan alternatif untuk mengurangi ketergantungan kepada pertanian modern dan penggunaan obat pembasmi jamur yang mengandung
zat kimia, yang dapat menyebabkan polusi lingkungan dan berkembangnya keresistenan patogen Harjono Widyastuti., 2001. Selain itu, enzim kitinase berperan
penting dalam kontrol fungi patogen tanaman secara mikoparasitisme Nugroho et al, 2003. Kitin homopolimer ikatan
β-1,4 dari N-asetilglukosamin merupakan
Universitas Sumatera Utara
komponen struktural dari sebagian besar dinding sel cendawan patogen Yanai et al., 1994 dalam Wijaya, 2002.
Mikroorganisme antagonistik memegang peranan sangat penting dan cukup berkembang dalam pengendalian hayati penyakit tanaman. Bahan organik atau residu
tanaman adalah media yang kondusif untuk mikroorganisme yang antagonistik terhadap patogen, pada dasarnya beraspek majemuk, yaitu sebagai pencegah
berkembangnya patogen. Dampak positif dari pengendalian hayati penyakit tanaman diperoleh secara berangsur-angsur dan berkesan lambat dibandingkan penggunaan
pestisida. Pengendalian hayati terhadap patogen pada umumnya dapat melalui antibiosis dan kompetisi, kadang-kadang melalui hiperparasitisme Sitepu, 1993.
Menurut Friendlender et al., 1989 dalam Susanto et al., 2002 bakteri Bacillus sp dapat mengeluarkan enzim litik berupa kiti
nase dan β-1-3 glukanase yang dapat mendegradasi masing-masing kitin dan glukan yang terdapat dalam sel jamur. Hal ini
menunjukkan bahwa Bacillus sp. memiliki kemampuan menghambat berbagai golongan mikroba termasuk bakteri dan jamur.
Ganoderma spp. merupakan patogen busuk akar yang menyebabkan kerusakan serius pada banyak perkebunan di Malaysia, India, Australia dan
Indonesia. Banyak metode dikembangkan untuk mengatasi penyakit ini, namun tidak satu pun memberikan hasil yang baik. Penggunaan mikroba sebagai sumber suatu
produk akan memudahkan proses dan mengurangi biaya produksi, sehingga pada akhirnya menghasilkan produk dengan harga yang lebih murah Prasetyoputri
Atmosukarto, 2006. Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit
sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang
diisolasi dari tanaman inangnya tersebut Radji, 2005.
2.3 Mekanisme Antagonis Dalam Pengendalian Penyakit Tumbuhan
Ada banyak cara bagaimana organisme antagonis bekerja antara lain mendahului laju kolonisasi patogen, dengan kompetisi, mungkin menghasilkan antibiotik, atau
Universitas Sumatera Utara
mungkin dengan mikoparasit atau lisisnya patogen Campbell, 1989. Mekanisme umum biologi kontrol dapat dibagi menjadi efek langsung dan tidak langsung agen
biokontrol pada patogen tanaman. Efek langsung termasuk kompetisi untuk nutrisi atau tempat, produksi antibiotik, dan litik enzim, inaktivasi enzim patogen dan
parasitisme. Yang termasuk efek tidak langsung yaitu semua aspek morfologi dan perubahan biokimia pada tanaman inang, seperti toleran terhadap tekanan hingga
pemanjangan akar dan perkembangan tanaman, penyerapan nutrisi anorganik dan penyebab resisten Viterbo et al., 2002 dalam Gohel et al., 2006.
Parasitisme dan produksi enzim ekstraselular penting pada mekanisme biokontrol untuk pengendalian penyakit tanaman. Kemampuan bakteri khususnya
aktinomycetes yang bersifat parasit dan mampu menurunkan spora jamur patogen tanaman memperlihatkan awal yang baik Nelson et al., 1986 dalam Gohel et al.,
2006. Kitin tidak hanya berperan penting pada mekanisme pertahanan tanaman, tetapi juga pada proses mycoparasit jamur. Contoh Bakteri penghasil enzim kitinase antara
lain Bacillus cereus Chang et al., 2003 dalam Aini Abadi, 2004 dan Pantoea agglomerans yang diperlukan sebagai biokontrol jamur patogen Bonatera et al.,
2003 dalam Gohel et al., 2006 dan Bacillus sp. Frindlender et al., 1989 dalam Aini Abadi, 2004.
Filamen jamur Trichoderma spp. bersifat mikoparasit bagi patogen tanaman dan merupakan salah satu agen yang digunakan untuk biokontrol terhadap
penyakit busuk akar Papavizas, 1985 dalam Harjono et al., 2001. Walaupun mekanisme mikoparasit belum dimengerti secara lengkap, namun pada proses ini
ekspresi ekstraseluler dinding sel melibatkan enzim, yaitu termasuk enzim kitinolitik dan glukanolitik. Endokitinase EC 3.2.1.14 sangat efektif untuk antifungi Harjono
et al., 2001. Mekanisme penghambatan agen biokontrol pada bakteri tidak melalui hiperparasitik, tetapi melalui antibiosis dengan mengeluarkan antibiotik. Hifa G.
boninense yang mengalami kontak langsung dengan antibiotik akan mengalami kerusakan dan membran hifa menjadi pecah sehingga cairan sel keluar Susanto et al.,
2002.
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikrobial dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penghambatan terhadap sintesis
penyusun dinding sel, peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, menginaktivasi enzim dan
destruksi Ardiansyah, 2007 atau penghambatan terhadap sintesis protein misalnya, penghambatan translasi dan transkripsi material genetik dan penghambatan terhadap
sintesis asam nukleat Brooks et al., 2005. Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barrir permeabilitas selektif, membawa
fungsi transfor aktif, dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas membran sitoplasma dirusak maka makromolekul dan ion keluar dari sel,
kemudian sel akan rusak Brooks et al., 2005.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan tempat