Pengendalian Hayati Busuk Pangkal Batang

hara dan mempunyai kelembapan tinggi Semangun, 2000. Tubuh buah jamur ini dapat berumur sampai beberapa tahun Yanti Susanto, 2004. Kelas Basidiomycetes dicirikan oleh adanya basidiospora yang terbentuk di luar pada ujung atau sisi basidium Pelczar Chan, 1986. Pada tanaman yang terserang tampak tubuh buah jamur yang mula-mula tampak sebagai suatu bongkol kecil berwarna putih, pada pangkal pelapah daun atau pada batang antara puntung-puntung pelepah daun. Tubuh buah terus berkembang menjadi berbentuk kipas tebal. Tubuh buah G. boninense mempunyai lapisan kutis lapisan atas yang tebalnya sampai 0,1 mm, terdiri atas benang-benang rapat yang sel-selnya berukuran 20-30 x 4-10 μm. Pori bergaris tengah 150-400 μm. Basidiospora berbentuk bulatoval, berwarna keemasan, dinding basidiospora berduri jelas, kadang- kadang mempunyai vakuola yang jelas Semangun, 2000.

2.2.2 Pengendalian Hayati

Secara teknis, pengendalian hayati lebih unggul dibandingkan pengendalian secara kimiawi karena selain efektif dan efisien juga ramah lingkungan. Perkembangan hasil penelitian tentang berbagai agensia hayati yang bermanfaat untuk mengendalikan berbagai patogen pada tanaman, sebenarnya sudah cukup menggembirakan walaupun masih sedikit yang dapat digunakan secara efektif di lapangan Sitepu, 1993. Penyakit yang disebabkan oleh jamur merupakan perhatian utama dalam produksi pertanian Gohel et al., 2006. Jamur patogen merupakan penyebab kerugian yang besar pada produksi hasil panen, dan pengaturan fitopatogen yang baik adalah persoalan yang penting bagi semua sistem pertanian. Biologi kontrol bagi patogen tanaman ini merupakan pendekatan alternatif untuk mengurangi ketergantungan kepada pertanian modern dan penggunaan obat pembasmi jamur yang mengandung zat kimia, yang dapat menyebabkan polusi lingkungan dan berkembangnya keresistenan patogen Harjono Widyastuti., 2001. Selain itu, enzim kitinase berperan penting dalam kontrol fungi patogen tanaman secara mikoparasitisme Nugroho et al, 2003. Kitin homopolimer ikatan β-1,4 dari N-asetilglukosamin merupakan Universitas Sumatera Utara komponen struktural dari sebagian besar dinding sel cendawan patogen Yanai et al., 1994 dalam Wijaya, 2002. Mikroorganisme antagonistik memegang peranan sangat penting dan cukup berkembang dalam pengendalian hayati penyakit tanaman. Bahan organik atau residu tanaman adalah media yang kondusif untuk mikroorganisme yang antagonistik terhadap patogen, pada dasarnya beraspek majemuk, yaitu sebagai pencegah berkembangnya patogen. Dampak positif dari pengendalian hayati penyakit tanaman diperoleh secara berangsur-angsur dan berkesan lambat dibandingkan penggunaan pestisida. Pengendalian hayati terhadap patogen pada umumnya dapat melalui antibiosis dan kompetisi, kadang-kadang melalui hiperparasitisme Sitepu, 1993. Menurut Friendlender et al., 1989 dalam Susanto et al., 2002 bakteri Bacillus sp dapat mengeluarkan enzim litik berupa kiti nase dan β-1-3 glukanase yang dapat mendegradasi masing-masing kitin dan glukan yang terdapat dalam sel jamur. Hal ini menunjukkan bahwa Bacillus sp. memiliki kemampuan menghambat berbagai golongan mikroba termasuk bakteri dan jamur. Ganoderma spp. merupakan patogen busuk akar yang menyebabkan kerusakan serius pada banyak perkebunan di Malaysia, India, Australia dan Indonesia. Banyak metode dikembangkan untuk mengatasi penyakit ini, namun tidak satu pun memberikan hasil yang baik. Penggunaan mikroba sebagai sumber suatu produk akan memudahkan proses dan mengurangi biaya produksi, sehingga pada akhirnya menghasilkan produk dengan harga yang lebih murah Prasetyoputri Atmosukarto, 2006. Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut Radji, 2005.

2.3 Mekanisme Antagonis Dalam Pengendalian Penyakit Tumbuhan