Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Sindroma Mata Kering
HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER DENGAN SINDROMA MATA KERING
Oleh : CITRA ARYANTI
080100050
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(2)
HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER DENGAN SINDROMA MATA KERING
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh : CITRA ARYANTI
080100050
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Sindroma Mata Kering
Nama : Citra Aryanti
NIM : 080100050
Pembimbing Penguji I
( dr. Rodiah Rahmawaty, Sp.M) ( dr. Lita Feriyawati, M.Kes ) NIP. 19760417 200501 2 002 NIP. 19700208 200112 2 001
Penguji II
( dr. O.K. M. Syahputra, M.Kes ) NIP. 19701007 198902 1 001
Medan, Desember 2011 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH ) NIP. 19540220 198011 1 001
(4)
ABSTRAK
Pendahuluan Penggunaan komputer telah menjadi primadona untuk memudahkan pekerjaan di segala bidang. Tanpa disadari, bekerja berlama-lama di depan komputer dapat menimbulkan gangguan oftalmikus yang merupakan bagian dari Sindroma Mata Kering. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan adanya pengaruh lama penggunaan komputer terhadap keparahan Sindroma Mata Kering. Namun, masih terdapat kerancuan mengenai jenis lama penggunaan komputer yang mempengaruhi secara spesifik. Anjuran istirahat dan batasan waktu kerja juga masih menimbulkan kebingungan. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan guna mencari tahu adakah hubungan antara jenis lama penggunaan komputer dengan jumlah gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan pada 82 karyawan dan pelajar pengguna komputer di
Kelurahan Petisah Tengah, Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui metode pembagian angket dengan instrumen kuesioner yang berisi 10 gejala Sindroma Mata Kering dan Visual Analogue Scale untuk menilai derajat keparahan Sindroma Mata Kering. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Korelasi Pearson, ANOVA, dan Chi Square satu arah dengan tingkat kemaknaan 95% (p < 0,05).
Hasil Hasil penelitian dengan korelasi Pearson menunjukkan bahwa ada
hubungan bermakna antara lama penggunaan komputer secara terus-menerus (r=0,742; p<0,001 dan r=0,754, p<0,001), lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari (r=0,722, p<0,001 dan r=0,754, p<0,001), riwayat lama penggunaan komputer (r=0,215; p=0,026 dan r=0,208, p=0,03), indeks penggunaan komputer (r=0,514; p<0,001 dan r=0,549, p<0,001) dengan peningkatan jumlah gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering. Uji
ANOVA memberikan simpulan bahwa waktu maksimal istirahat penggunaan
komputer secara terus-menerus adalah 4 jam dan batas waktu penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari adalah 7 jam untuk menghindari Sindroma Mata Kering.
Diskusi Berdasarkan hasil penelitian ini, jelas bahwa perlu adanya sosialisasi
pemerintah pada perusahaan dan masyarakat akan pentingnya istirahat saat menggunakan komputer secara terus-menerus dan batas kerja menggunakan komputer bagi karyawan dalam satu hari dalam upaya prevensi Sindroma Mata Kering dan segala komplikasi terkait.
Kata kunci: lama penggunaan komputer, jumlah gejala, derajat keparahan, Sindroma Mata Kering, istirahat
(5)
ABSTRACT
Introduction Computers use have become very important to ease the work in all fields. Without realizing it, working for long in front of the computer can cause visual symptoms which is part of Dry Eye Syndrome. Various studies had indicated influence of computer use on the severity of Dry Eye Syndrome. However, specific computer usage time that affects the Dry Eye Syndrome is still ambiguous. Prompts rest and working time restrictions are also confusing. So, this research was conducted to determine association between four types of computer usage with the number of symptoms and severity of Dry Eye Syndrome.
Methods This study is an analytical study with cross-sectional design conducted on total 82 employees and students of computer users in the Kelurahan Petisah Tengah, Kota Medan. The data was collected through distribution of questionnaires contain ten symptoms of Dry Eye Syndrome and measurement Dry Eye Syndrome severity with Visual Analogue Scale. Data analysis was performed using one-tailed Pearson correlation test, ANOVA, and Chi Square with a 95% significance level (p<0.05).
Results The study by Pearson correlation showed that there is a significant association between continuous duration of computer use (r=0.742, p<0.001 and r=0.754, p<0.001), average duration of computer use each day (r=0.722, p<0.001 and r=0.754, p<0.001), history duration of computer use (r =0.215, p=0.0026 and r=0.208, p=0.03), computer usage index (r=0.514, p=0.026 and r=0.549, p<0.001) with increasing number of symptoms and severity of Dry Eye Syndrome. ANOVA test gives the conclusion that the maximum break time continuous computer usage duration is 4 hours and limits 7 hours of computer use time in one day to prevent Dry Eye Syndrome.
Discussion Based on these results, it is clear that the government need to socialize the company and community about rest time importance when using the computer continuously and limit the employees’ computer working time by each day to prevent Dry Eye Syndrome and associated complications.
Keywords: computer usage time, number of symptoms, severity, Dry Eye Syndrome, rest
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul ”Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Sindroma Mata Kering”.
Dalam penyelesaian proposal penelitian ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K), selaku rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu dr. Rodiah Rahmawaty, Sp.M, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Ibu dr. Lita Feriyawati, M.Kes, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.
5. Bapak dr. O.K. M. Syahputra, M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.
6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.
(7)
7. Seluruh responden pelajar dan karyawan pengguna komputer di Kelurahan Petisah Tengah yang telah banyak berjasa secara sukarela meluangkan waktunya mengisi kuesioner sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
8. Orang tua penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.
9. Sepupu penulis, Yuli Selvi yang telah memberikan bantuan baik tenaga maupun waktu yang tidak ternilai dalam proses pengambilan data dan dr. Heryanto serta kakak senior, Sri Wahyuni dan Ervina, yang memberikan nasihat-nasihat, dukungan materi dan moril, bagi penulis dalam menjalani pendidikan selama ini.
10. Rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2008 yang telah memberi saran, kritik, dukungan materi, dan moril dalam baik dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
11. Abangda dan kakanda SCORE PEMA FK USU yang telah mengajarkan
kepada penulis indahnya seluk beluk dunia penelitian.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan proposal penelitian ini.
Medan, 10 Desember 2011
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Komputer ... 5
2.2. Computer Vision Syndrome ... 5
2.3. Sistem Lakrimalis ... 6
2.3.1. Aparatus Lakrimalis ... 7
2.3.2. Kedipan Mata ... 8
2.3.3. Dinamika Sekresi Air Mata ... 8
2.3.4. Mekanisme Distribusi Air Mata ... 9
2.3.5. Mekanisme Ekskresi Air Mata ... 10
2.4. Air Mata... 11
2.4.1. Tear Film ... 11
2.4.2. Komposisi Air Mata... 12
2.4.3. Fungsi Tear Film ... 13
2.5. Sindroma Mata Kering ... 13
2.5.1. Definisi Sindroma Mata Kering ... 13
2.5.2. Epidemiologi Sindroma Mata Kering ... 13
2.5.3. Klasifikasi Sindroma Mata Kering ... 14
2.5.4. Faktor Risiko Sindroma Mata Kering ... 15
2.6. Hubungan Penggunaan Komputer dengan Sindroma Mata Kering ... 17
2.7. Lama Penggunaan Komputer dan Sindroma Mata Kering... 23
2.8. Jam Istirahat Bagi Pengguna Komputer ... 23
2.9. Diagnosis Sindroma Mata Kering pada Pengguna Komputer ... 26 2.10. Komplikasi Sindroma Mata Kering pada Pengguna
(9)
Komputer ... 29
2.11. Prognosis Sindroma Mata Kering pada Pengguna Komputer 29 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 30
3.1. Kerangka Konsep ... 30
3.2. Definisi Operasional ... 30
3.2.1. Variabel Independen ... 30
3.2.2. Variabel Dependen ... 32
3.3. Hipotesis ... 33
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 34
4.1. Jenis Penelitian... 34
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34
4.3.1. Populasi Penelitian... 34
4.3.2. Sampel Penelitian ... 35
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 36
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 37
4.5.1. Metode Pengolahan Data ... 37
4.5.2. Metode Analisis Data ... 37
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
5.1. Hasil Penelitian ... 39
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 39
5.1.3. Lama Penggunaan Komputer ... 42
5.1.4. Sindroma Mata Kering ... 45
5.1.5. Hasil Analisis Data ... 48
5.2. Pembahasan ... 70
5.2.1. Lama Penggunaan Komputer ... 70
5.2.2. Sindroma Mata Kering ... 71
5.2.3. Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Sindroma Mata Kering ... 77
5.3. Keterbatasan Penelitian ... 85
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
6.1. Kesimpulan ... 86
6.2. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN
(10)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Frekuensi Berkedip, Interval Antara Dua Kedipan, Luas Permukaan Okular, Lebar Palpebra, dan Besar Penguapan Air Mata pada Saat Istirahat, Berbicara, Membaca, dan
Menggunakan Komputer ... 19 Tabel 2.2. Gejala Sindroma Mata Kering pada Pengguna Komputer ... 26 Tabel 4.1. Interpretasi Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi (r) ... 40 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pelajar dan Karyawan
Pengguna Komputer di Kelurahan Petisah Tengah ... 19 Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Penggunaan
Komputer secara Terus-Menerus ... 19 Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Penggunaan
Komputer Rata-rata dalam Satu Hari ... 19 Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Lama
Penggunaan Komputer ... 19 Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Indeks Penggunaan
Komputer ... 19 Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Interpretasi Indeks
Penggunaan Komputer ... 19 Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Gejala Sindroma
Mata Kering ... 19 Tabel 5.8. Distribusi Setiap Gejala Sindroma Mata Kering ... 19 Tabel 5.9. Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Visual Analogue
Scale (VAS) Sindroma Mata Kering ... 19
Tabel 5.10. Hasil Uji Korelasi Pearson Mengenai Hubungan Lama Penggunaan Komputer Secara Terus-Menerus dengan
Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering ... 19 Tabel 5.11. Hasil Uji Korelasi Pearson Mengenai Hubungan Lama
(11)
Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering ... 19 Tabel 5.12. Hasil Uji Korelasi Pearson Mengenai Hubungan Riwayat
Lama Penggunaan Komputer dengan Jumlah Gejala
Sindroma Mata Kering ... 19 Tabel 5.13. Hasil Uji Korelasi Pearson Mengenai Indeks Penggunaan
Komputer dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
dengan Uji Korelasi Pearson ... 19 Tabel 5.14. Hasil Uji ANOVA Mengenai Perbedaan Interpretasi Indeks
Penggunaan Komputer dengan Jumlah Gejala Sindroma
Mata Kering ... 19 Tabel 5.15. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Interpretasi Indeks Penggunaan
Komputer dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering ... 19 Tabel 5.16. Hasil Uji ANOVA Mengenai Perbedaan Setiap Jam Lama
Penggunaan Komputer Secara Terus-menerus ... 19 Tabel 5.17. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Lama Penggunaan Komputer
Secara Terus-menerus dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering ... 19 Tabel 5.18. Hasil Uji ANOVA Mengenai Perbedaan Jumlah Gejala Setiap
Jam Lama Penggunaan Komputer Rata-rata dalam Satu Hari 19 Tabel 5.19. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Lama Penggunaan Komputer
Rata-rata Dalam Satu Hari dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering ... 19 Tabel 5.20. Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Nilai Visual
Analogue Scale Sindroma Mata Kering dengan Uji Korelasi
Pearson ... 19 Tabel 5.21. Hubungan Interpretasi Indeks Penggunaan Komputer dengan
Nilai VAS Sindroma Mata Kering dengan uji ANOVA ... 19 Tabel 5.22. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Interpretasi Indeks Penggunaan
Komputer dengan Nilai VAS Sindroma Mata Kering ... 19 Tabel 5.23. Hasil Uji ANOVA Mengenai Perbedaan Nilai VAS Setiap
(12)
Tabel 5.24. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Lama Penggunaan Komputer Secara Terus-menerus dengan Nilai VAS Sindroma Mata Kering ... 19 Tabel 5.25. Hasil Uji ANOVA Mengenai Perbedaan Nilai VAS Setiap
Jam Lama Penggunaan Komputer Rata-rata dalam Satu
Hari ... 19 Tabel 5.26. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Lama Penggunaan Komputer
Rata-rata Dalam Satu Hari dengan Nilai VAS Sindroma
Mata Kering ... 19 Tabel 5.27. Perbedaan Jumlah Gejala dan Nilai VAS SMK Berdasarkan
Jenis Kelamin ... 19 Tabel 5.28. Perbedaan Jumlah Gejala dan Nilai VAS SMK Berdasarkan
Usia ... 19 Tabel 5.29. Perbedaan Jumlah Gejala dan Nilai VAS SMK Berdasarkan
Kebiasaan Merokok ... 19 Tabel 5.30. Perbedaan Jumlah Gejala dan Nilai VAS SMK Berdasarkan
Kebiasaan Memakai Kacamata ... 19 Tabel 5.31. Perbedaan Jumlah Gejala dan Nilai VAS SMK Berdasarkan
Pekerjaan ... 19 Tabel 5.32. Perbedaan Jumlah Gejala dan Nilai VAS SMK Berdasarkan
Suku ... 19 Tabel 5.33. Analisis Karakteristik Responden terhadap nilai VAS
Sindroma Mata Kering Berdasarkan Kriteria Patel dan
(13)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Anatomi Sistem Lakrimalis ... 7
Gambar 2.2. Model Pemecahan Tear Film... 10
Gambar 2.3. Model Tear Film ... 11
Gambar 2.4. Klasifikasi Sindroma Mata Kering ... 15
Gambar 2.5. Patofisiologi Sindroma Mata Kering pada Pengguna Komputer ... 18
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup LAMPIRAN 2 Jadwal Penelitian LAMPIRAN 3 Lembar Penjelasan
LAMPIRAN 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) LAMPIRAN 5 Kuesioner Penelitian
LAMPIRAN 6 Data Induk
LAMPIRAN 7 Hasil Analisis Data SPSS LAMPIRAN 8 Persetujuan Komisi Etik
(15)
ABSTRAK
Pendahuluan Penggunaan komputer telah menjadi primadona untuk memudahkan pekerjaan di segala bidang. Tanpa disadari, bekerja berlama-lama di depan komputer dapat menimbulkan gangguan oftalmikus yang merupakan bagian dari Sindroma Mata Kering. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan adanya pengaruh lama penggunaan komputer terhadap keparahan Sindroma Mata Kering. Namun, masih terdapat kerancuan mengenai jenis lama penggunaan komputer yang mempengaruhi secara spesifik. Anjuran istirahat dan batasan waktu kerja juga masih menimbulkan kebingungan. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan guna mencari tahu adakah hubungan antara jenis lama penggunaan komputer dengan jumlah gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan pada 82 karyawan dan pelajar pengguna komputer di
Kelurahan Petisah Tengah, Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui metode pembagian angket dengan instrumen kuesioner yang berisi 10 gejala Sindroma Mata Kering dan Visual Analogue Scale untuk menilai derajat keparahan Sindroma Mata Kering. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Korelasi Pearson, ANOVA, dan Chi Square satu arah dengan tingkat kemaknaan 95% (p < 0,05).
Hasil Hasil penelitian dengan korelasi Pearson menunjukkan bahwa ada
hubungan bermakna antara lama penggunaan komputer secara terus-menerus (r=0,742; p<0,001 dan r=0,754, p<0,001), lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari (r=0,722, p<0,001 dan r=0,754, p<0,001), riwayat lama penggunaan komputer (r=0,215; p=0,026 dan r=0,208, p=0,03), indeks penggunaan komputer (r=0,514; p<0,001 dan r=0,549, p<0,001) dengan peningkatan jumlah gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering. Uji
ANOVA memberikan simpulan bahwa waktu maksimal istirahat penggunaan
komputer secara terus-menerus adalah 4 jam dan batas waktu penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari adalah 7 jam untuk menghindari Sindroma Mata Kering.
Diskusi Berdasarkan hasil penelitian ini, jelas bahwa perlu adanya sosialisasi
pemerintah pada perusahaan dan masyarakat akan pentingnya istirahat saat menggunakan komputer secara terus-menerus dan batas kerja menggunakan komputer bagi karyawan dalam satu hari dalam upaya prevensi Sindroma Mata Kering dan segala komplikasi terkait.
Kata kunci: lama penggunaan komputer, jumlah gejala, derajat keparahan, Sindroma Mata Kering, istirahat
(16)
ABSTRACT
Introduction Computers use have become very important to ease the work in all fields. Without realizing it, working for long in front of the computer can cause visual symptoms which is part of Dry Eye Syndrome. Various studies had indicated influence of computer use on the severity of Dry Eye Syndrome. However, specific computer usage time that affects the Dry Eye Syndrome is still ambiguous. Prompts rest and working time restrictions are also confusing. So, this research was conducted to determine association between four types of computer usage with the number of symptoms and severity of Dry Eye Syndrome.
Methods This study is an analytical study with cross-sectional design conducted on total 82 employees and students of computer users in the Kelurahan Petisah Tengah, Kota Medan. The data was collected through distribution of questionnaires contain ten symptoms of Dry Eye Syndrome and measurement Dry Eye Syndrome severity with Visual Analogue Scale. Data analysis was performed using one-tailed Pearson correlation test, ANOVA, and Chi Square with a 95% significance level (p<0.05).
Results The study by Pearson correlation showed that there is a significant association between continuous duration of computer use (r=0.742, p<0.001 and r=0.754, p<0.001), average duration of computer use each day (r=0.722, p<0.001 and r=0.754, p<0.001), history duration of computer use (r =0.215, p=0.0026 and r=0.208, p=0.03), computer usage index (r=0.514, p=0.026 and r=0.549, p<0.001) with increasing number of symptoms and severity of Dry Eye Syndrome. ANOVA test gives the conclusion that the maximum break time continuous computer usage duration is 4 hours and limits 7 hours of computer use time in one day to prevent Dry Eye Syndrome.
Discussion Based on these results, it is clear that the government need to socialize the company and community about rest time importance when using the computer continuously and limit the employees’ computer working time by each day to prevent Dry Eye Syndrome and associated complications.
Keywords: computer usage time, number of symptoms, severity, Dry Eye Syndrome, rest
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan zaman diikuti dengan lahirnya berbagai teknologi muktahir. Salah satu penemuan teknologi terpenting pada abad ke-20 adalah komputer (Ting, 2005). Menurut Gartner (2002) dan Yates (2007) terdapat hampir 1 miliar komputer digunakan di dunia. Penggunaan komputer telah menjadi primadona untuk memudahkan pekerjaan di segala bidang. Sekitar 75% pekerjaan di dunia bergantung pada komputer (Kanitkar et al., 2005).
Memandang hal tersebut, semakin banyak orang harus bekerja di depan komputer selama berjam-jam tanpa istirahat. Tanpa disadari, bekerja berlama-lama di depan komputer dapat menimbulkan masalah kesehatan negatif baik secara fisik maupun mental pada operatornya (Zhaojia et al., 2007; Biljana et al., 2007). Kumpulan gangguan fisik yang menyerang pengguna komputer disebut
Computer Vision Syndrome (CVS). Sekitar 88-90% pengguna komputer
mengalami CVS (Sirikul et al., 2009; Chu et al., 2011). Kejadian CVS juga dinyatakan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (AOA, 2007).
Gejala CVS dibedakan menjadi keluhan gejala pada mata, muskuloskeletal, dan umum (AOA, 2007). Mayoritas, sekitar 75-90%, pengguna komputer mengeluhkan gejala oftalmikus (Anshel, 2007). Di Indonesia, Amalia (2010) menunjukkan 92,9% pengguna komputer mengeluhkan gejala oftalmikus.
Schlote et al. (2004) menyebutkan bahwa gejala oftalmikus ini disebabkan dan merupakan bagian dari Sindroma Mata Kering (SMK). SMK adalah kumpulan gejala akibat gangguan pada air mata dan permukaan okuler yang menyebabkan ketidaknyamanan pada mata, gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan pelumas mata (DEWS, 2007). SMK dialami sementara setelah penggunaan komputer dan dapat menghilang sendiri. Selain itu, keluhannya pun samar-samar sehingga sering diabaikan. Walaupun begitu, permukaan okuler yang kekurangan pelumas berulang juga akan mengalami inflamasi yang berulang,
(18)
mengalami kerusakan berulang, dan SMK pun akan menetap (DEWS, 2007; AAO, 2003, Diller et al., 2005).
Sen et al. (2007), Uchino et al. (2008), dan DEWS (2007) menunjukkan hubungan yang erat antara lama penggunaan komputer dengan peningkatan dan keparahan gejala SMK. Untuk mengatasinya, pengguna komputer dianjurkan untuk istirahat setelah beberapa jam penggunaan komputer (Balci et al., 2003; Blehm et al., 2005). Perlu diingat pula bahwa interupsi yang terlalu sering akan membawa dampak yang kurang efektif terhadap pekerjaan yang sedangan dikerjakan. Dengan mengetahui berapa lama penggunaan komputer memperburuk gejala SMK, pencegahan awal SMK dengan istirahat teratur hendaknya dapat dilaksanakan.
Gejala SMK akan mulai dialami dan memburuk pada pengguna komputer lebih dari 2 jam per hari (Broumand et al., 2008), 3 jam per hari (Kanitkar et al., 2005; Amalia et al., 2010), 4 jam per hari (Fenga et al., 2007; Uchina et al., 2008), 5 jam per hari (Honda, 2007), dan 6 jam per hari (Shigenori et al., 2002).
Pada penelitian yang menggunakan indikator lama penggunaan komputer terus-menerus, Parwati (2004) menyatakan gejala SMK timbul setelah 2 jam penggunaan komputer secara terus-menerus. Akan tetapi, penelitian Sadri (2003) dengan menggunakan tes Schirmer tidak menunjukkan adanya perbedaan sekresi air mata sebelum dan setelah 2 jam penggunaan komputer terus-menerus. Penelitian Hiroko (2007) menunjukkan variasi 1-4 jam penggunaan komputer atas kejadian SMK. Sen et al. (2007) menyatakan bahwa gejala SMK umumnya dikeluhkan setelah 3 jam penggunaan komputer secara terus-menerus atau setelah 6 jam penggunaan komputer tidak terus-menerus.
Terdapat kerancuan mengenai lama penggunaan komputer yaitu apakah rata-rata jam per hari ataukah secara terus-menerus yang mempengaruhi SMK secara signifikan. Variasi jam yang ditemukan dalam penelitian sebelumnya juga menimbulkan kebingungan. Kebanyakan penelitian tersebut dilaksanakan di tempat yang berbeda-beda, padahal siklus air mata sangat dipengaruhi oleh faktor ras dan kelembaban tempat. Atas dasar inilah, penulis tertarik untuk meneliti hubungan lama penggunaan komputer dengan Sindroma Mata Kering.
(19)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Apakah lama penggunaan komputer berhubungan dengan peningkatan gejala dan keparahan Sindroma Mata Kering?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan lama penggunaan komputer dan Sindroma Mata Kering.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui hubungan lama penggunaan komputer secara terus-menerus dengan jumlah gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering.
2. Mengetahui hubungan lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari dengan jumlah gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering. 3. Mengetahui hubungan riwayat lama penggunaan komputer dengan jumlah
gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering.
4. Mengetahui hubungan indeks penggunaan komputer secara terus-menerus dengan jumlah gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering.
5. Mengetahui jenis lama penggunaan komputer yang bermakna terhadap peningkatan jumlah gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering. 6. Mengetahui berapa jam setelah penggunaan komputer secara
terus-menerus yang bermakna terhadap peningkatan jumlah gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering.
7. Mengetahui lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari yang bermakna terhadap peningkatan jumlah gejala dan derajat keparahan Sindroma Mata Kering.
(20)
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Bagi masyarakat umum, khususnya pengguna komputer
Data atau informasi hasil penelitian ini dapat menjadi sebagai sumbangan informasi bagi pengguna komputer akan Sindroma Mata Kering yang dapat timbul akibat lama menatap monitor komputer. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam pengaturan waktu istirahat dan mengontrol jam penggunaan komputer agar tidak menganggu kesehatan mata dan produktivitas kerja.
2. Di bidang pelayanan masyarakat
Data atau informasi penelitian ini dapat masukan bagi Departemen Tenaga Kerja dalam menetapkan maksimal jam kerja dan waktu istirahat untuk meningkatkan kualitas perlindungan kepada tenaga kerja.
3. Di bidang akademik/ilmiah
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang oftalmologi, khususnya tentang hubungan lama penggunaan komputer terhadap kejadian Sindroma Mata Kering.
4. Di bidang pengembangan penelitian
Memberikan masukan data bagi peneliti lain di ingin menggali dan memperdalam lebih jauh topik-topik tentang Sindroma Mata Kering.
(21)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komputer
Komputer merupakan salah satu penemuan teknologi terpenting pada abad ke-20 (Ting, 2005). Sekarang, komputer juga tampil berupa laptop dan netbook. Menurut Blissmer (1985), komputer adalah suatu alat elektronik yang mampu melakukan tugas menerima input, mengolahnya, dan menyediakan output berupa hasil komputasi. Hasil komputasi akan dikonversi menjadi data visual yang dapat dilihat dengan menggunakan monitor atau visual display terminal (Humaidi, 2005). Visual Display Terminal (VDT) atau yang biasanya disebut monitor adalah bagian yang biasanya ditatap dan menimbulkan gangguan kesehatan mata pada penggunanya (Fauzia, 2004).
Menurut Gartner (2002) dan Yates (2007) terdapat hampir 1 miliar komputer yang digunakan di dunia. Sekitar 75% pekerjaan di dunia bergantung pada komputer dan 50% rumah memiliki setidaknya sebuah komputer (Kanitkar
et al., 2005). Sekitar 100 juta penduduk Amerika Serikat menggunakan komputer
untuk pekerjaannya sehari-hari (Izquierdo, 2010).
Di Washington, 90% pelajar usia 5-17 tahun dan 60% orang berusia 18 tahun ke atas menggunakan komputer setiap hari dengan mayoritas menggunakan komputer untuk bekerja, belajar, dan mengakses internet (DeBell et al., 2003). Penelitian Hoesin et al. (2007) pada 2500 orang di 16 kota di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 46,7% pengguna komputer dengan mayoritas menggunakan komputer untuk bekerja.
2.2. Computer Vision Syndrome
Ketidaknyamanan dan gangguan kesehatan banyak dikeluhkan pengguna komputer. Sejak tahun 1986, World Health Organization (WHO) telah mencanangkan hal ini sebagai growing health problem. Survei yang dilakukan oleh American Optometrist Association (AOA) menunjukkan bahwa lebih dari 10 juta pemeriksaan mata pertahun di Amerika Serikat dilakukan untuk masalah
(22)
penglihatan oleh penggunaan komputer (AOA, 2007). Kumpulan gejala akibat penggunaan komputer disebut Computer Vision Syndrome (CVS) (AOA, 2003; Wimalasundera, 2006; Madhan, 2009).
Banyak penelitian menunjukkan benar adanya CVS pada pengguna komputer (Clayton et al., 2005; Khan et al., 2005; Biljana et al., 2007). Sekitar 88-90% pengguna komputer mengalami CVS (Sirikul et al., 2009; Chu et al., 2011).
Gejala CVS dibedakan menjadi keluhan gejala pada mata, muskuloskeletal, dan umum (AOA, 2007). Penelitian Zhaojia (2007) menunjukkan 25,7% pengguna komputer mengeluhkan gejala muskuloskeletal sedangkan Hiroko (2007) menunjukkan gejala ini dikeluhkan 68,7% pengguna komputer. Zunjic (2004) menunjukkan 80% pengguna komputer mengeluhkan gejala umum terutama nyeri kepala, Aakre (2007) menunjukkan angka 62,5%. Mayoritas, sekitar 75-90%, pengguna komputer mengeluhkan gejala oftalmikus (Anshel, 2007). Di Indonesia, Amalia (2010) menunjukkan 92,9% pengguna komputer mengeluhkan gejala oftalmikus.
Jenis-jenis gejala oftalmikus yang dapat dialami yaitu mata lelah (astenopia), mata kering, mata merah, mata kabur, mata tegang, mata terbakar, refleks berair, (Dain et al., 1988; Yaginuma et al., 1990; Hikichi et al., 1995; Sitzman, 2005; Blehm et al., 2005; Barar et al., 2007; Bali et al., 2007; Chu et al., Megwas et al., 2009). Menurut Sheedy (2003), gejala oftalmikus CVS dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu gejala internal (sakit dan tegang pada bola mata) dan eksternal (terbakar, iritasi, kering disertai refleks pengeluaran air mata).
Berbagai literatur menyebutkan bahwa dalang dari semua gejala ini adalah berkaitan dengan mata kering (Schlote et al., 2004). Terlihat bahwa rincian gejala CVS tumpang tindih dengan gejala sindrom mata kering (Salibello et al., 1995; Shimmura et al., 1999; Doughty, 2001).
2.3. Sistem Lakrimalis
Air mata melewati empat proses yaitu produksi dari aparatus atau sistem sekretori lakrimalis, distribusi oleh berkedip, evaporasi dari permukaan okular,
(23)
dan drainase melalui aparatus atau sistem ekskretori lakrimalis. Abnormalitas salah satu saja dari keempat proses ini dapat menyebabkan sindrom mata kering (Kanski et al., 2011).
2.3.1. Aparatus Lakrimalis
Aparatus atau sistem lakrimal terdiri dari aparatus sekretori dan aparatus ekskretori (Kanksi et al., 2011; Sullivan et al., 2004; AAO, 2007), yaitu:
Sumber : Wagner et al., 2006
Gambar 2.1. Anatomi Sistem Lakrimalis 1. Aparatus Sekretorius Lakrimalis
Aparatus sekretorius lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal utama, kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar Krausse dan Wolfring), glandula sebasea palpebra (kelenjar Meibom), dan sel-sel goblet dari konjungtiva (musin). Sistim sekresi terdiri dari sekresi basal dan refleks sekresi. Sekresi basal adalah sekresi air mata tanpa ada stimulus dari luar sedangkan refleks sekresi terjadi hanya bila ada rangsangan eksternal (Kanski et al., 2003, Sullivan et al., 2004; AAO, 2007).
2. Aparatus Ekskretorius Lakrimalis
Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya sehingga hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi (Sullivan, 2004). Dari punkta, ekskresi air mata akan masuk ke kanalikulus, kemudian bermuara di sakus lakrimalis melalui ampula. Pada 90% orang, kanalikulus superior dan inferior akan bergabung menjadi kanalikulus komunis sebelum ditampung dalam sakus lakrimalis. Di kanalikus, terdapat katup Rosenmuller yang
(24)
berfungsi untuk mencegah aliran balik air mata. Setelah ditampung di sakus lakrimalis, air mata akan dieksreksikan melalui duktus nasolakrimalis sepanjang 12-18 mm ke bagian akhirnya di meatus inferior. Di sini juga terdapat katup Hasner untuk mencegah aliran balik (Sullivan et al., 2004; AOA, 2007).
2.3.2. Kedipan Mata
80% dari mata berkedip secara sempurna (komplit), 18% inkomplit, 2%
twitch. Bila ditinjau berdasarkan rangsang mengedip, mengedip terdiri dari tiga
kategori yaitu: (Acosta et al., 1999; Pepose et al., 1992; Delgado et al., 2003) 1. Berkedip involunter yaitu berkedip secara spontan, tanpa stimulus, dengan
generator kedipan di otak yang belum diketahui secara jelas.
2. Berkedip volunter yaitu secara sadar membuka dan menutup kelopak mata. 3. Refleks berkedip adalah berkedip yang dirangsang bila ada stimulus
eksternal melalui nervus trigeminus dan nervus fasialis.
Berkedip melibatkan dua otot yaitu muskulus levator palpebra superior dan mukulus orbikularis okuli (AAO, 2007). Aktivasi berkedip melibatkan nukleus kaudatus (Mazzone et al., 2010) dan girus presentralis media (Kato et al., 2003). Dan inhibisi berkedip melibatkan korteks frontal (Stuss et al., 1999; Mazzone et al., 2010).
2.3.3. Dinamika Sekresi Air Mata
Eter et al. (2002) menemukan laju pengeluaran air mata dengan
fluorofotometri sekitar 3,4 μL/menit pada orang normal dan 2,48 μL/menit pada
penderita sindrom mata kering. Nichols (2004a) menunjukkan laju pengeluaran
air mata adalah 3,8 μL/menit dengan interferometri. Antara dua interval berkedip,
terjadi 1-2% evaporasi, menyebabkan penipisan 0,1 μm PTF dan 20%, pertambahan osmoralitas (On et al., 2006).
Distribusi volume air mata pada permukaan okular umumnya sekitar 6 -7 µL yang terbagi 3 bagian yaitu (Sullivan, 2002):
(25)
2. Melalui proses berkedip sebanyak 1 µ L akan membentuk TF (TF) dengan tebal 6-10 µm dan luas 260 mm2.
3. Sisanya sebanyak 2-3 µL akan membentuk tear meniscus seluas 29 mm2 dengan jari-jari 0.24 mm (Yokoi et al., 2004). Menurut, Wang et al. (2006) TF digabungkan dari tear meniskus atas dan bawah saat berkedip.
Ketebalan TF bersifat iregular pada permukaan okular sehingga tidak ada ketebalan yang tepat untuk ukuran TF (Wang et al., 2006). Smith et al, (2000) menunjukkan ketebalan berkisar antara 7-10 μm sedangkan Pyrdal et al. (1992) menyatakan TF seharusnya memiliki ketebalan 35-40 μm dan mayoritas terdiri dari gel musin.
Palakuru, et al. (2007) menunjukkan bahwa TF berada dalam keadaan paling tebal saat segera setelah mengedip dan berada dalam keadaan paling tipis saat kelopak mata terbuka. Dalam penelitian mereka, angka perubahan ketebalan ini menunjukkan nilai yang sama dengan kelompok yang disuruh melambatkan kedipan matanya. Mereka menyimpulkan hal ini disebabkan oleh refleks berair yang segera.
2.3.4. Mekanisme Distribusi Air Mata
Mengedip berperan dalam produksi, distribusi, dan drainase air mata (Palakuru, et al., 2007). Banyak variasi teori mengenai mekanisme distribusi air mata (AAO, 2007). AAO menganut teori Doane (1981) yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip risleting dan menyebarkan air mata mulai dari lateral. Air mata yang berlebih memenuhi sakus konjungtiva akan bergerak ke medial untuk memasuki sistem ekskresi (Kanski et
al., 2003; Sullivan et al., 2004). Sewaktu kelopak mata mulai membuka, aparatus
ekskretori sudah terisi air mata dari kedipan mata sebelumnya. Saat kelopak mata atas turun, punkta akan ikut menyempit dan oklusi punkta akan terjadi setelah kelopak mata atas telah turun setengah bagian. Kontraksi otot orbikularis okuli untuk menutup sempurna kelopak mata akan menimbulkan tekanan menekan dan mendorong seluruh air mata melewati kanalikuli, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior. Kanalikuli akan memendek dan menyempit
(26)
serta sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis akan tampak seperti memeras. Kemudian, setelah dua per tiga bagian kelopak mata berangsur-angsur terbuka, punkta yang teroklusi akan melebar. Fase pengisian akan berlangsung sampai kelopak mata terbuka seluruhnya dan siklus terulang kembali (Doane, 1981). TF dibentuk kembali dari kedipan mata setiap 3-6 detik. Saat kelopak mata terbuka, lapisan lemak ikut terangkat. Berikut ini adalah model pemecahan TF:
Sumber : Pflugfelder et al., 2004 Gambar 2.2. Model Pemecahan Tear Film
2.3.5. Mekanisme Ekskresi Air Mata
Nichols et al. (2005) menyebutkan bahwa ada tiga mekanisme yang dapat menyebabkan penipisan PTF yaitu absorpsi (inward flow ke kornea), tangential flow (pergerakan paralel air mata sepanjang permukaan kornea), dan evaporasi.
Tsubota et al. (1992), Mathers et al. (1996), Goto et al. (2003) menunjukkan evaporasi hanya berperan minimal menyebabkan penipisan TF. Akan tetapi, Rolando et al. (1983) dan DEWS (2007) menunjukkan bahwa evaporasi berperan penting menyebabkan penipisan TF. Smith et al. (2008) menyebutkan bahwa hal ini bervariasi sesuai keadaan dan melibatkan kombinasi berbagai mekanisme.
Laju evaporasi pada orang normal adalah 0,004 (Craig, 2000), 0,25 (Goto, et al., 2003), 0,89 (Mathers, 1993), 0,94 (Shimazaki, 1995), 1,2 (Tomlinson, 1991), 1,61 (Hamano, 1980), 1,94 (Yamada, 1990). Perlu waktu 3-5 menit untuk ruptur PTF (Kimball, 2009).
(27)
2.4. Air Mata 2.4.1. Tear Film
Secara umum, TF (TF) terdiri dari tiga komponen lapisan di mulai dari lapisan terluar yaitu lapisan lipid, lapisan akuos, dan lapisan musin. Model dan susunan TF masih kontroverisal. Sebelum tahun 1994, TF diyakini merupakan lapisan seperti sandwich yang terdiri dari lapisan lemak, akuos, dan musin (Wolff, 1954; Holly dan Lemp, 1977). Pada tahun 1988, Tiffany mengajukan model baru TF dengan 6 lapisan (Tiffany, 1988).
Sumber : Pflugfelder et al., 2004 Gambar 2.3. Model Tear Film
Sekarang, model TF telah dideskripsikan dengan campuran antara ketiga
lapisan ini dengan ketebalan 40 μm. Mayoritas lapisan lemak mengapung diatas,
dan campuran lapisan akuos dan musin berada di bawah dalam bentuk gel musin (Gipson, 2004; Nichols, 2004a; Foulks, 2005).
1. Lapisan lipid
Lapisan lipid, tebal 0,1 µ m (AAO, 2007), 40-80 nm (On et al., 2006), dihasilkan oleh kelenjar meibom palpebra superior dan inferior, kelenjar Zeis, dan kelenjar Moll (Sullivan et al., 2004). Lapisan ini terdiri dari sembilan jenis lemak polar dan non polar yang berfungsi melicinkan gerakan palpebra dan mencegah evaporasi sehingga lapisan ini memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas TF (AAO, 2007). Gangguan satu saja lipid menyebabkan ketidakstabilan TF (McCulley et al., 2003). Kelenjar meibom menghasilkan kolesterol yang
(28)
hidrofobik untuk mencegah evaporasi. Kelenjar Zeis menghasilkan asam lemak untuk mencegah kontaminasi dari kelopak mata (Patel et al., 2003). Kelenjar Moll menghasilkan lemak polar (Nichols, 2004a) untuk mengontrol evaporasi (Patel et
al., 2003) dan menurunkan tegangan permukaan (Nagyova et al., 1999).
2. Lapisan akuos
Lapisan akuos, tebal 6-7 µ m, merupakan 90% komponen TF. Mayoritas lapisan akuos diproduksi oleh kelenjar lakrimal utama dan aksesorius dengan tambahan sekresi air dan elektrolit dari sel epitel di permukaan okular (Patel et
al., 2003). Kelenjar aksesorius dan sel epitel okular menghasilkan elektrolit
inorganik untuk mengatur tekanan osmotik mata dan pH mata saat membuka (7,3-7,6) dan menutup (6,8); substansi organik seperti protein (albumin, globulin, transferin, imunoglobulin, betalisin, lipokalin, glikoprotein, laktoferin, transferin, histamin, lisozim), metabolit, dan oksigen. Lipokalin berfungsi untuk menciptakan suasana hidrofobik agar lapisan lipid dapat melekat di atas lapisan akuos (Patel et al., 2003; Nichols, 2004a).
3. Lapisan musin
Lapisan musin, tebal 0,002-0,005 µm, diproduksi oleh sel goblet, kelenjar Henle, kelenjar Manz pada limbus, epitel sekretori di permukaan konjungtiva dan sel sekretori non globlet yang berfungsi membentuk glikokaliks. Glikokaliks membentuk dasar yang hidrofilik bagi TF sehingga dapat membasahi kornea (Krenzer et al., 2000). Epitel sekretori di permukaan konjungtiva membentuk musin transmembran. Gel dibentuk sel goblet, kelenjar Henle, dan kelenjar Manz pada limbus yang dirangsang P2Y2 (Cowlen et al., 2003; Gipson, 2004).
2.4.2. Komposisi Air Mata
Air mata terdiri dari 98,2% air dan 1,8% zat lainnya (On et al., 2006). Dalam keadaan normal, cairan air mata bersifat isotonik dengan osmolalitas 295-309 mosm/L (On et al., 2007). Konsentrasi glukosa pada air mata 2,5-5 mg/dL dan urea 0,04 mg/dL. Suhu air mata normal 35°C (Smith et al., 2000). Indeks refraksi 1,336 (AAO, 2007) yang merupakan komponen yang cukup besar dalam menjamin refraksi bayangan sempurna jatuh tepat di retina (Kanski et al., 2003).
(29)
pH air mata normal 7,25-7,35 (AAO, 2007) dengan pH terendah saat mata terbuka karena kornea menghasilkan lebih banyak karbon dioksida dan terperangkap dalam pool TF (On et al., 2006). Ketegangan permukaan air mata 43,6 ± 2,7 dyne/cm. Dalam keadaan mata kering, ketegangan permukaan bisa naik menjadi 49,6 ± 2,2 dyne/cm (Tiffany et al., 1989).
2.4.3. Fungsi Tear Film
Secara garis besar, fungsi TF adalah sebagai penunjang imunitas (Gipson
et al., 2004), melapisi dan melindungi melapisi dan melindungi kornea
(precorneal TF atau PTF) dan konjungtiva (preocular TF) dari friksi saat berkedip (Patel et al., 2003), melindungi permukaan okular dari gangguan kimia dan biologis (Nichols, 2004a), mempertahankan kekuatan refraksi dari kornea fokus dan bagus (Kanski et al., 2003), dan memberi oksigen dan nutrien pada kornea yang avaskular (Bron, 2005).
2.5. Sindroma Mata Kering
2.5.1. Definisi Sindroma Mata Kering
Sindroma Mata Kering (SMK) adalah kumpulan gejala akibat gangguan pada air mata dan permukaan okuler yang menyebabkan ketidaknyamanan pada mata, gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan TF (DEWS, 2007). SMK biasanya menunjukkan keluhan yang samar-samar dan bila tidak diobati atau dihentikan dapat berlangsung terus-menerus kronis menimbulkan kerusakan yang irreversibel terutama pada permukaan okular (Koh et al., 2008).
2.5.2. Epidemiologi Sindroma Mata Kering
Epidemiologi sindroma mata kering meningkat dari tahun ke tahun. Prevalensi SMK berkisar 7,4-57,89%. bergantung pada penelitian mana yang diambil, bagaimana penyakit didiagnosis, dan populasi mana yang disurvei (Gayton, 2008).
Empat penelitian besar di Amerika Serikat menunjukkan prevalensi SMK berkisar antara 5-30% dengan total 4,91 juta penduduk berusia di atas 50 tahun.
(30)
Studi besar Women’s Health Study and Physician’s Health Study menunjukkan prevalensi SMK di Amerika Serikat berkisar 7% pada wanita dan 4% pada pria, (Schaumberg et al., 2003; 2009). Salisbury Eye Study menunjukkan angka 14,6% pada populasi berusia 48-91 tahun dengan prevalensi tertinggi pada wanita (Schein et al., 1997). The Beaver Dam population-based study menemukan prevalensi sindrom mata kering 14,4% pada populasi berusia diatas 65 tahun (Moss et al., 2000). Penelitian Hom (2004) pada Hispanik menunjukkan prevalensi yang cukup besar yaitu 24,6%. Di Kanada, prevalensi berkisar 25% (Doughty et al., 1997), di Australia, prevalensi 7,4% (McCarty et al.,1998) dan 16,6% pada tahun 2003 (Chia et al., 2003).
Di Shanghai, prevalensi sindrom mata kering 33,78% pada wanita dan 24,11% pada pria dengan faktor risiko yang memperberat, diantaranya adalah jenis kelamin wanita, umur di atas 50 tahun, penggunaan lensa kontak, penggunaan anti histamin (Tian et al., 2009). Jie et al. (2009) di Beijing menunjukkan prevalensi 21% dengan dengan faktor risiko utama perempuan berusia tua dan gangguan refraksi yang tidak dikoreksi. Di Jepang, prevalensi berkisar 12,3% pada mahasiswa (Uchino et al., 2008). Di Taiwan, Shihpai menunjukkan prevalensi 33,7% dengan faktor risiko utama umur dan jenis kelamin wanita (Lin et al., 2003).
Di Malaysia, prevalensi sindrom mata kering 14,4% (Jamaliah et al., 2002). Di Indonesia, Kepulauan Riau, menunjukkan prevalensi 27,5% pada penduduk berusia di atas 21 tahun dengan faktor risiko utama umur, rokok, dan pterigium (Lee et al.., 2002). Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, Chaironika (2011) menemukan 76,8% prevalensi SMK pada wanita yang telah menopause.
2.5.3. Klasifikasi Sindroma Mata Kering
Sindroma Mata Kering (SMK) dapat dikategorikan menjadi episodik dan kronik. SMK episodik yaitu mata kering yang dialami akibat lingkungan atau pekerjaan, dan bersifat sementara. SMK kronik yaitu mata kering yang dipicu
(31)
oleh sesuatu dan bersifat menetap. SMK episodik dapat berlanjut ke mata kering kronik (Gayton, 2009).
Menurut DEWS (2007), SMK dapat dikategorikan menjadi aquoeus
deficient dan evaporative dry eye. Aqueous tear deficient dry eye adalah kelompok
mata kering yang disebabkan karena kurangnya produksi air mata walaupun evaporasinya tetap berjalan normal. Evaporative dry eye adalah kelompok mata kering yang disebabkan karena penguapan berlebihan air mata walaupun tidak terjadi gangguan pada proses produksinya. Banyak sekali etiologi yang dapat mencetuskan kedua hal ini, baik yang bersifat autoimun, obat, maupun lingkungan Klasifikasi ini cukup membingungkan sebab sindrom mata kering sering merupakan gabungan antara keduanya (DEWS, 2007).
Sumber : DEWS, 2007
(32)
2.5.4. Faktor Risiko Sindroma Mata Kering
Faktor risiko SMK dibagi dua yaitu, milleu interieur dan milleu esterieur.
Milleu interieur adalah kondisi fisiologis individu itu sendiri. Misal, pada individu
tersebut memang frekuensi kedipan matanya sedikit atau individu tertentu yang memiliki sudut bukaan kelopak palpebra yang lebih lebar (Sullivan et al., 2004b).
Milleu exterieur adalah kondisi lingkungan sekitar. Kelembaban lingkungan yang
rendah dan kecepatan angin yang tinggi menyebabkan cepatnya evaporasi. Termasuk juga faktor pekerjaan seperti analis yang menggunakan mikroskop, dokter radiologi, atau pengguna komputer.
Berikut ini adalah penjelasan beberapa faktor risiko penyebab SMK: 1. Usia
Berkurangnya androgen seiring pertambahan usia menyebabkan atropi kelenjar lakrimal dan kelenjar Meibom dengan gambaran histopatologi infiltrasi limfosit, fibrosis, dan atropi asinar (Rocha et al., 2000; Sullivan et al., 2002, 2004c). Hal ini sesuai dengan penelitian Barabino et al. (2007) yang menemukan adanya penurunan volume air mata dan kurangnya protein pada air mata orang tua. Zhu et al. (2009) menemukan bahwa kurangnya hormon androgen dapat menurunkan transforming growth factor sehingga limfosit yang dihasilkan sel asinar merembes keluar dan menghancurkan kelenjar lakrimal dan kelenjar Meibom. Akan tetapi, penelitian Schaefer et al. (2009) tidak menunjukkan adanya perbedaan tes Schrimer antara kelompok pengguna komputer berumur 20-39 tahun dan 40-53 tahun (p<0,05).
2. Jenis kelamin
Hampir semua penelitian epidemiologi sindrom mata kering menunjukkan prevalensi SMK yang lebih tinggi pada wanita, terutama wanita yang menopause (Versura et al., 2005). Hormon seks mempengaruhi sekresi air mata, disfungsi meibom, dan sel goblet konjungtiva (Schaumberg et al., 2001).
3. Pengguna lensa kontak
Sekitar 43-50% pengguna lensa kontak mengalami mata kering (Begley et
al., 2000). Pemakaian lensa kontak memisahkan PTF menjadi dua bagian
(33)
sehingga SMK sering dialami (Nichols et al., 2003). Selain itu, Tutt (2000) menunjukkan adanya penurunan kualitas bayangan retina pada pengguna lensa kontak dengan alat aberometer.
4. Merokok
Pekerja yang merokok lebih banyak mengalami gangguan oftalmikus dibandingkan yang tidak merokok (Jaakkola et al., 2000; Reijula et al., 2004). Asap rokok menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein-protein permukaan okular (Grus et al., 2002) sehingga BUT akan menurun (Rohit et al., 2002). Moss
et al. (2000) menunjukkan bahwa mata kering 1,22 kali lebih sering terjadi pada
perokok.
5. Ruangan ber-AC
SMK lebih banyak dialami oleh penduduk yang tinggal di tempat yang tinggi karena suhu yang rendah, kelembaban yang rendah, dan angin yang kencang (Wolkoff et al., 2005). Oleh karena itu, SMK dapat dipicu pada ruangan yang ber-AC (Schaumberg et al., 2003).
2.6. Hubungan Penggunaan Komputer dengan Sindroma Mata Kering
Sindroma mata kering akibat penggunaan komputer memang bukan suatu masalah yang serius karena mata dapat beradaptasi yang kembali normal sebagaimana mestinya. Akan tetapi, dialaminya SMK yang sering dan repetitif dapat berdampak buruk pada ketajaman penglihatan dan kesehatan permukaan okuler (Kaido et al., 2007 dan Koh et al., 2008).
Penelitian Filipina menunjukkan korelasi 0,256 antara lama penggunaan komputer dengan timbulnya keluhan SMK (p=0,003). Fenga et al. (2008) menunjukkan angka korelasi 0,358.
Berikut ini disajikan bagan patofisiologi timbulnya mata kering akibat penggunaan komputer:
(1)
Uji ANOVA perbedaan bermakna lama
Uji ANOVA perbedaan bermakna lama
penggunaan komputer secara terus-
penggunaan komputer rata-rata dalam
menerus dengan jumlah gejala SMK
satu hari dengan jumlah gejala SMK
Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between
Groups
190.391
6
31.732 18.360
.000
Within
Groups
129.621
75
1.728
Total
320.012
81
P os t Hoc T es ts
Lower
Bound
Upper
Bound
2
-.734
.530
.808
-2.34
.87
3
-1.245
.539
.252
-2.88
.39
4
-2.591
*.667
.004
-4.61
-.57
5
-3.227
*.485
.000
-4.70
-1.76
6
-4.448
*.530
.000
-6.05
-2.84
7
-2.591
1.011
.152
-5.65
.47
1
.734
.530
.808
-.87
2.34
3
-.511
.506
.950
-2.05
1.02
4
-1.857
.641
.071
-3.80
.09
5
-2.494
*.449
.000
-3.86
-1.13
6
-3.714
*.497
.000
-5.22
-2.21
7
-1.857
.994
.507
-4.87
1.15
1
1.245
.539
.252
-.39
2.88
2
.511
.506
.950
-1.02
2.05
4
-1.346
.649
.378
-3.31
.62
5
-1.983
*.460
.001
-3.38
-.59
6
-3.203
*.506
.000
-4.74
-1.67
7
-1.346
.999
.827
-4.37
1.68
1
2.591
*.667
.004
.57
4.61
2
1.857
.641
.071
-.09
3.80
3
1.346
.649
.378
-.62
3.31
5
-.636
.605
.940
-2.47
1.20
6
-1.857
.641
.071
-3.80
.09
7
.000
1.073
1.000
-3.25
3.25
1
3.227
*.485
.000
1.76
4.70
2
2.494
*.449
.000
1.13
3.86
3
1.983
*.460
.001
.59
3.38
4
.636
.605
.940
-1.20
2.47
6
-1.221
.449
.108
-2.58
.14
7
.636
.971
.995
-2.31
3.58
1
4.448
*.530
.000
2.84
6.05
2
3.714
*.497
.000
2.21
5.22
3
3.203
*.506
.000
1.67
4.74
4
1.857
.641
.071
-.09
3.80
5
1.221
.449
.108
-.14
2.58
7
1.857
.994
.507
-1.15
4.87
1
2.591
1.011
.152
-.47
5.65
2
1.857
.994
.507
-1.15
4.87
3
1.346
.999
.827
-1.68
4.37
4
.000
1.073
1.000
-3.25
3.25
5
-.636
.971
.995
-3.58
2.31
6
-1.857
.994
.507
-4.87
1.15
7
1
2
3
4
5
6
A NOV A
Jumlah gejala
Multiple C omparis ons
Jumlah gejalaTukey HSD
(I) Waktu
terus
(J) Waktu
terus
Mean
Difference
(I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Between Groups
190.187 14 13.585 7.011 .000
W ithin Groups
129.825 67 1.938
Total 320.012 81
Lower Bound
Upper Bound
2 -.750 .934 .999 -3.86 2.36
3 -.308 .733 1.000 -2.75 2.13
4 -.833 .843 .996 -3.64 1.98
5 -1.417 .741 .707 -3.89 1.05
6 -3.000 1.017 .129 -6.39 .39
7 -2.333 .843 .193 -5.14 .48
8 -3.000* .880 .041 -5.93 -.07
10 -3.111* .776 .007 -5.70 -.52
11 -4.667* 1.017 .001 -8.05 -1.28
12 -3.833* .741 .000 -6.30 -1.36
1 .750 .934 .999 -2.36 3.86
3 .442 .796 1.000 -2.21 3.09
4 -.083 .899 1.000 -3.08 2.91
5 -.667 .804 .999 -3.34 2.01
6 -2.250 1.063 .570 -5.79 1.29
7 -1.583 .899 .797 -4.58 1.41
8 -2.250 .934 .376 -5.36 .86
10 -2.361 .836 .172 -5.15 .43
11 -3.917* 1.063 .018 -7.46 -.37
12 -3.083* .804 .012 -5.76 -.41
1 .308 .733 1.000 -2.13 2.75
2 -.442 .796 1.000 -3.09 2.21
4 -.526 .687 .999 -2.82 1.76
5 -1.109 .557 .656 -2.97 .75
6 -2.692 .892 .110 -5.66 .28
7 -2.026 .687 .130 -4.32 .26
8 -2.692* .733 .019 -5.13 -.25
10 -2.803* .604 .001 -4.81 -.79
11 -4.359* .892 .000 -7.33 -1.39
12 -3.526* .557 .000 -5.38 -1.67
1 .833 .843 .996 -1.98 3.64
2 .083 .899 1.000 -2.91 3.08
3 .526 .687 .999 -1.76 2.82
5 -.583 .696 .999 -2.90 1.74
6 -2.167 .984 .512 -5.45 1.11
7 -1.500 .804 .736 -4.18 1.18
8 -2.167 .843 .285 -4.98 .64
10 -2.278 .734 .090 -4.72 .17
11 -3.833* .984 .010 -7.11 -.55
12 -3.000* .696 .003 -5.32 -.68
1 1.417 .741 .707 -1.05 3.89
2 .667 .804 .999 -2.01 3.34
3 1.109 .557 .656 -.75 2.97
4 .583 .696 .999 -1.74 2.90
6 -1.583 .899 .797 -4.58 1.41
7 -.917 .696 .963 -3.24 1.40
8 -1.583 .741 .556 -4.05 .89
10 -1.694 .614 .196 -3.74 .35
11 -3.250* .899 .023 -6.24 -.26
12 -2.417* .568 .003 -4.31 -.52
1 3.000 1.017 .129 -.39 6.39
2 2.250 1.063 .570 -1.29 5.79
3 2.692 .892 .110 -.28 5.66
4 2.167 .984 .512 -1.11 5.45
5 1.583 .899 .797 -1.41 4.58
7 .667 .984 1.000 -2.61 3.95
8 .000 1.017 1.000 -3.39 3.39
10 -.111 .928 1.000 -3.20 2.98
11 -1.667 1.137 .926 -5.45 2.12
12 -.833 .899 .997 -3.83 2.16
1 2.333 .843 .193 -.48 5.14
2 1.583 .899 .797 -1.41 4.58
3 2.026 .687 .130 -.26 4.32
4 1.500 .804 .736 -1.18 4.18
5 .917 .696 .963 -1.40 3.24
6 -.667 .984 1.000 -3.95 2.61
8 -.667 .843 .999 -3.48 2.14
10 -.778 .734 .992 -3.22 1.67
11 -2.333 .984 .401 -5.61 .95
12 -1.500 .696 .544 -3.82 .82
1 3.000* .880 .041 .07 5.93
2 2.250 .934 .376 -.86 5.36
3 2.692* .733 .019 .25 5.13
4 2.167 .843 .285 -.64 4.98
5 1.583 .741 .556 -.89 4.05
6 .000 1.017 1.000 -3.39 3.39
7 .667 .843 .999 -2.14 3.48
10 -.111 .776 1.000 -2.70 2.48
11 -1.667 1.017 .859 -5.05 1.72
12 -.833 .741 .988 -3.30 1.64
1 3.111* .776 .007 .52 5.70
2 2.361 .836 .172 -.43 5.15
3 2.803* .604 .001 .79 4.81
4 2.278 .734 .090 -.17 4.72
5 1.694 .614 .196 -.35 3.74
6 .111 .928 1.000 -2.98 3.20
7 .778 .734 .992 -1.67 3.22
8 .111 .776 1.000 -2.48 2.70
11 -1.556 .928 .842 -4.65 1.54
12 -.722 .614 .983 -2.77 1.32
1 4.667* 1.017 .001 1.28 8.05
2 3.917* 1.063 .018 .37 7.46
3 4.359* .892 .000 1.39 7.33
4 3.833* .984 .010 .55 7.11
5 3.250* .899 .023 .26 6.24
6 1.667 1.137 .926 -2.12 5.45
7 2.333 .984 .401 -.95 5.61
8 1.667 1.017 .859 -1.72 5.05
10 1.556 .928 .842 -1.54 4.65
12 .833 .899 .997 -2.16 3.83
1 3.833* .741 .000 1.36 6.30
2 3.083* .804 .012 .41 5.76
3 3.526* .557 .000 1.67 5.38
4 3.000* .696 .003 .68 5.32
5 2.417* .568 .003 .52 4.31
6 .833 .899 .997 -2.16 3.83
7 1.500 .696 .544 -.82 3.82
8 .833 .741 .988 -1.64 3.30
10 .722 .614 .983 -1.32 2.77
11 -.833 .899 .997 -3.83 2.16
10
11
12
A N O V A
Jumlah gejala
Mu ltiple C o m pa r is o ns
Jumlah gejalaTukey HSD (I) W aktu
sehari (J) W aktu sehari Mean Differenc
e (I-J) Std. Error Sig.
Interval 1 5 6 7 8 2 3 4
(2)
Uji ANOVA perbedaan bermakna lama
Uji ANOVA perbedaan bermakna lama
penggunaan komputer secara terus-
penggunaan komputer rata-rata dalam
menerus dengan nilai VAS SMK
satu hari dengan nilai VAS SMK
Sum of
Squares
df
Mean
Square
F
Sig.
Between
Groups
26528.153
6
4421.359 21.474
.000
Within
Groups
15442.347
75
205.898
Total
41970.500
81
P os t Hoc Tes ts
Lower
Bound
Upper
Bound
2
-12.377
5.781
.340
-29.89
5.14
3
-17.322
5.878
.062
-35.13
.49
4
-21.591
7.282
.059
-43.66
.47
5
-35.909
*5.299
.000
-51.96 -19.85
6
-56.591
*5.781
.000
-74.11 -39.07
7
-35.091
*11.030
.033
-68.51
-1.67
1
12.377
5.781
.340
-5.14
29.89
3
-4.945
5.527
.972
-21.69
11.80
4
-9.214
7.002
.842
-30.43
12.00
5
-23.532
*4.906
.000
-38.40
-8.67
6
-44.214
*5.423
.000
-60.65 -27.78
7
-22.714
10.847
.367
-55.58
10.15
1
17.322
5.878
.062
-.49
35.13
2
4.945
5.527
.972
-11.80
21.69
4
-4.269
7.082
.997
-25.73
17.19
5
-18.587
*5.020
.007
-33.80
-3.38
6
-39.269
*5.527
.000
-56.01 -22.52
7
-17.769
10.899
.663
-50.79
15.25
1
21.591
7.282
.059
-.47
43.66
2
9.214
7.002
.842
-12.00
30.43
3
4.269
7.082
.997
-17.19
25.73
5
-14.318
6.609
.326
-34.34
5.71
6
-35.000
*7.002
.000
-56.21 -13.79
7
-13.500
11.716
.909
-49.00
22.00
1
35.909
*5.299
.000
19.85
51.96
2
23.532
*4.906
.000
8.67
38.40
3
18.587
*5.020
.007
3.38
33.80
4
14.318
6.609
.326
-5.71
34.34
6
-20.682
*4.906
.001
-35.55
-5.82
7
.818
10.598
1.000
-31.29
32.93
1
56.591
*5.781
.000
39.07
74.11
2
44.214
*5.423
.000
27.78
60.65
3
39.269
*5.527
.000
22.52
56.01
4
35.000
*7.002
.000
13.79
56.21
5
20.682
*4.906
.001
5.82
35.55
7
21.500
10.847
.434
-11.36
54.36
1
35.091
*11.030
.033
1.67
68.51
2
22.714
10.847
.367
-10.15
55.58
3
17.769
10.899
.663
-15.25
50.79
4
13.500
11.716
.909
-22.00
49.00
5
-.818
10.598
1.000
-32.93
31.29
6
-21.500
10.847
.434
-54.36
11.36
7
1
2
3
4
5
6
ANOV A
VAS
Multiple C omparis ons
VASTukey HSD
(I) Waktu
terus
(J) Waktu
terus
Mean
Difference
(I-J)
Std. Error
Sig.
Interval
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Between Groups
25799.352 14 1842.811 7.635 .000 Within
Groups
16171.148 67 241.360
Total 41970.500 81
Lower Bound
Upper Bound
2 -15.350 10.422 .924 -50.08 19.38
3 -11.446 8.175 .944 -38.69 15.80
4 -24.267 9.407 .280 -55.62 7.08
5 -27.767* 8.270 .047 -55.32 -.21
6 -34.267 11.346 .110 -72.07 3.54
7 -29.767 9.407 .077 -61.12 1.58
8 -37.000* 9.826 .014 -69.74 -4.26
10 -43.711* 8.665 .000 -72.59 -14.84
11 -53.600* 11.346 .001 -91.41 -15.79
12 -56.683* 8.270 .000 -84.24 -29.13
1 15.350 10.422 .924 -19.38 50.08
3 3.904 8.883 1.000 -25.70 33.50
4 -8.917 10.028 .998 -42.33 24.50
5 -12.417 8.970 .948 -42.31 17.47
6 -18.917 11.866 .879 -58.46 20.62
7 -14.417 10.028 .934 -47.83 19.00
8 -21.650 10.422 .597 -56.38 13.08
10 -28.361 9.336 .106 -59.47 2.75
11 -38.250 11.866 .067 -77.79 1.29
12 -41.333* 8.970 .001 -71.22 -11.44
1 11.446 8.175 .944 -15.80 38.69
2 -3.904 8.883 1.000 -33.50 25.70
4 -12.821 7.668 .844 -38.37 12.73
5 -16.321 6.219 .258 -37.05 4.40
6 -22.821 9.951 .450 -55.98 10.34
7 -18.321 7.668 .389 -43.87 7.23
8 -25.554 8.175 .085 -52.80 1.69
10 -32.265* 6.737 .000 -54.71 -9.82
11 -42.154* 9.951 .003 -75.31 -8.99
12 -45.237* 6.219 .000 -65.96 -24.51
1 24.267 9.407 .280 -7.08 55.62
2 8.917 10.028 .998 -24.50 42.33
3 12.821 7.668 .844 -12.73 38.37
5 -3.500 7.768 1.000 -29.39 22.39
6 -10.000 10.985 .998 -46.61 26.61
7 -5.500 8.970 1.000 -35.39 24.39
8 -12.733 9.407 .955 -44.08 18.62
10 -19.444 8.188 .398 -46.73 7.84
11 -29.333 10.985 .236 -65.94 7.27
12 -32.417* 7.768 .004 -58.30 -6.53
1 27.767* 8.270 .047 .21 55.32
2 12.417 8.970 .948 -17.47 42.31
3 16.321 6.219 .258 -4.40 37.05
4 3.500 7.768 1.000 -22.39 29.39
6 -6.500 10.028 1.000 -39.92 26.92
7 -2.000 7.768 1.000 -27.89 23.89
8 -9.233 8.270 .988 -36.79 18.32
10 -15.944 6.851 .428 -38.77 6.88
11 -25.833 10.028 .282 -59.25 7.58
12 -28.917* 6.342 .001 -50.05 -7.78
1 34.267 11.346 .110 -3.54 72.07
2 18.917 11.866 .879 -20.62 58.46
3 22.821 9.951 .450 -10.34 55.98
4 10.000 10.985 .998 -26.61 46.61
5 6.500 10.028 1.000 -26.92 39.92
7 4.500 10.985 1.000 -32.11 41.11
8 -2.733 11.346 1.000 -40.54 35.07
10 -9.444 10.357 .998 -43.96 25.07
11 -19.333 12.685 .906 -61.60 22.94
12 -22.417 10.028 .489 -55.83 11.00
1 29.767 9.407 .077 -1.58 61.12
2 14.417 10.028 .934 -19.00 47.83
3 18.321 7.668 .389 -7.23 43.87
4 5.500 8.970 1.000 -24.39 35.39
5 2.000 7.768 1.000 -23.89 27.89
6 -4.500 10.985 1.000 -41.11 32.11
8 -7.233 9.407 .999 -38.58 24.12
10 -13.944 8.188 .829 -41.23 13.34
11 -23.833 10.985 .534 -60.44 12.77
12 -26.917* 7.768 .035 -52.80 -1.03
1 37.000* 9.826 .014 4.26 69.74
2 21.650 10.422 .597 -13.08 56.38
3 25.554 8.175 .085 -1.69 52.80
4 12.733 9.407 .955 -18.62 44.08
5 9.233 8.270 .988 -18.32 36.79
6 2.733 11.346 1.000 -35.07 40.54
7 7.233 9.407 .999 -24.12 38.58
10 -6.711 8.665 .999 -35.59 22.16
11 -16.600 11.346 .927 -54.41 21.21
12 -19.683 8.270 .395 -47.24 7.87
1 43.711* 8.665 .000 14.84 72.59
2 28.361 9.336 .106 -2.75 59.47
3 32.265* 6.737 .000 9.82 54.71
4 19.444 8.188 .398 -7.84 46.73
5 15.944 6.851 .428 -6.88 38.77
6 9.444 10.357 .998 -25.07 43.96
7 13.944 8.188 .829 -13.34 41.23
8 6.711 8.665 .999 -22.16 35.59
11 -9.889 10.357 .997 -44.40 24.62
12 -12.972 6.851 .719 -35.80 9.86
1 53.600* 11.346 .001 15.79 91.41
2 38.250 11.866 .067 -1.29 77.79
3 42.154* 9.951 .003 8.99 75.31
4 29.333 10.985 .236 -7.27 65.94
5 25.833 10.028 .282 -7.58 59.25
6 19.333 12.685 .906 -22.94 61.60
7 23.833 10.985 .534 -12.77 60.44
8 16.600 11.346 .927 -21.21 54.41
10 9.889 10.357 .997 -24.62 44.40
12 -3.083 10.028 1.000 -36.50 30.33
1 56.683* 8.270 .000 29.13 84.24
2 41.333* 8.970 .001 11.44 71.22
3 45.237* 6.219 .000 24.51 65.96
4 32.417* 7.768 .004 6.53 58.30
5 28.917* 6.342 .001 7.78 50.05
6 22.417 10.028 .489 -11.00 55.83
7 26.917* 7.768 .035 1.03 52.80
8 19.683 8.270 .395 -7.87 47.24
10 12.972 6.851 .719 -9.86 35.80
11 3.083 10.028 1.000 -30.33 36.50
12 5 6 7 8 10 11
Std. Error Sig.
Interval
1
2
3
A N O V A
VAS
Multiple C ompa r is ons
VASTukey HSD (I) Waktu sehari (J) Waktu sehari Mean Differenc e (I-J) 4
(3)
6.
Variabel atribut dengan jumlah gejala dan nilai VAS
Usia
Jenis kelamin
Suku
Merokok
Merokok
Memakai Kacamata
Umur
Jumlah
gejala VAS
Pearson Correlation
1 .598** .539**
Sig. (1-tailed) .000 .000
N 82 82 82
Pearson Correlation
.598** 1 .814**
Sig. (1-tailed) .000 .000
N 82 82 82
Pearson Correlation
.539** .814** 1
Sig. (1-tailed) .000 .000
N 82 82 82
C o rrela tio ns
Umur
Jumlah gejala
(4)
7.
Kriteria Patel dan Garcia
Ringan
Sedang
Berat
Count
20
20
9
49
Expected Count
22.1
17.9
9.0
49.0
% within Jenis kelamin
40.8%
40.8%
18.4%
100.0%
% within vaskel
54.1%
66.7%
60.0%
59.8%
% of Total
24.4%
24.4%
11.0%
59.8%
Count
17
10
6
33
Expected Count
14.9
12.1
6.0
33.0
% within Jenis kelamin
51.5%
30.3%
18.2%
100.0%
% within vaskel
45.9%
33.3%
40.0%
40.2%
% of Total
20.7%
12.2%
7.3%
40.2%
Count
37
30
15
82
Expected Count
37.0
30.0
15.0
82.0
% within Jenis kelamin
45.1%
36.6%
18.3%
100.0%
% within vaskel
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
45.1%
36.6%
18.3%
100.0%
Value
df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square
1.096
a2
.578
Likelihood Ratio
1.103
2
.576
Linear-by-Linear
Association
.410
1
.522
N of Valid Cases
82
Total
Chi-S quare Tes ts
Cros s tab
vaskel
Total
Jenis kelamin
Wanita
Pria
Ringan
Sedang
Berat
Count
10
18
13
41
Expected Count
18.5
15.0
7.5
41.0
% within Pekerjaan
24.4%
43.9%
31.7%
100.0%
% within vaskel
27.0%
60.0%
86.7%
50.0%
% of Total
12.2%
22.0%
15.9%
50.0%
Count
27
12
2
41
Expected Count
18.5
15.0
7.5
41.0
% within Pekerjaan
65.9%
29.3%
4.9%
100.0%
% within vaskel
73.0%
40.0%
13.3%
50.0%
% of Total
32.9%
14.6%
2.4%
50.0%
Count
37
30
15
82
Expected Count
37.0
30.0
15.0
82.0
% within Pekerjaan
45.1%
36.6%
18.3%
100.0%
% within vaskel
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
45.1%
36.6%
18.3%
100.0%
Value
df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square
17.077
a2
.000
Likelihood Ratio
18.334
2
.000
Linear-by-Linear
Association
16.800
1
.000
N of Valid Cases
82
Total
Chi-S quare Tests
Crosstab
vaskel
Total
Pekerjaan
Karyawan
Pelajar
Kasus
Kontrol
Count
27
22
49
Expected Count
25.7
23.3
49.0
% within Jenis kelamin
55.1%
44.9%
100.0%
% within vas2
62.8%
56.4%
59.8%
% of Total
32.9%
26.8%
59.8%
Count
16
17
33
Expected Count
17.3
15.7
33.0
% within Jenis kelamin
48.5%
51.5%
100.0%
% within vas2
37.2%
43.6%
40.2%
% of Total
19.5%
20.7%
40.2%
Count
43
39
82
Expected Count
43.0
39.0
82.0
% within Jenis kelamin
52.4%
47.6%
100.0%
% within vas2
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
52.4%
47.6%
100.0%
Value
df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
.346
a1
.556
Continuity Correction
b.132
1
.717
Likelihood Ratio
.346
1
.556
Fisher's Exact Test
.654
.358
Linear-by-Linear Association
.342
1
.559
N of Valid Cases
82
Lower
Upper
Odds Ratio for Jenis kelamin
(Wanita / Pria)
1.304
.538
3.159
For cohort vas2 = Kasus
1.136
.737
1.752
For cohort vas2 = Kontrol
.872
.554
1.372
N of Valid Cases
82
Total
Chi-S quare Tests
R isk E stimate
Value
95% Confidence Interval
Crosstab
vas2
Total
Jenis kelamin
Wanita
Pria
Kasus
Kontrol
Count
31
10
41
Expected Count
21.5
19.5
41.0
% within Pekerjaan
75.6%
24.4%
100.0%
% within vas2
72.1%
25.6%
50.0%
% of Total
37.8%
12.2%
50.0%
Count
12
29
41
Expected Count
21.5
19.5
41.0
% within Pekerjaan
29.3%
70.7%
100.0%
% within vas2
27.9%
74.4%
50.0%
% of Total
14.6%
35.4%
50.0%
Count
43
39
82
Expected Count
43.0
39.0
82.0
% within Pekerjaan
52.4%
47.6%
100.0%
% within vas2
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
52.4%
47.6%
100.0%
Value
df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
17.652
a1
.000
Continuity Correction
b15.843
1
.000
Likelihood Ratio
18.355
1
.000
Fisher's Exact Test
.000
.000
Linear-by-Linear Association
17.436
1
.000
N of Valid Cases
82
Lower
Upper
Odds Ratio for Pekerjaan
(Karyawan / Pelajar)
7.492
2.811
19.964
For cohort vas2 = Kasus
2.583
1.557
4.287
For cohort vas2 = Kontrol
.345
.194
.612
N of Valid Cases
82
Total
Chi-S quare Tests
R isk E stimate
Value
95% Confidence Interval
Crosstab
vas2
Total
Pekerjaan
Karyawan
(5)
Ringan
Sedang
Berat
Count
3
6
5
14
Expected Count
6.3
5.1
2.6
14.0
% within Rokok
21.4%
42.9%
35.7%
100.0%
% within vaskel
8.1%
20.0%
33.3%
17.1%
% of Total
3.7%
7.3%
6.1%
17.1%
Count
34
24
10
68
Expected Count
30.7
24.9
12.4
68.0
% within Rokok
50.0%
35.3%
14.7%
100.0%
% within vaskel
91.9%
80.0%
66.7%
82.9%
% of Total
41.5%
29.3%
12.2%
82.9%
Count
37
30
15
82
Expected Count
37.0
30.0
15.0
82.0
% within Rokok
45.1%
36.6%
18.3%
100.0%
% within vaskel
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
45.1%
36.6%
18.3%
100.0%
Value
df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square
5.083
a
2
.079
Likelihood Ratio
5.012
2
.082
Linear-by-Linear
Association
5.015
1
.025
N of Valid Cases
82
Total
Chi-Square Tests
Crosstab
vaskel
Total
Rokok
Ya
Tidak
Ringan
Sedang
Berat
Count
20
20
8
48
% within Kacamata
41.7%
41.7%
16.7%
100.0%
% within vaskel
54.1%
66.7%
53.3%
58.5%
% of Total
24.4%
24.4%
9.8%
58.5%
Count
17
10
7
34
% within Kacamata
50.0%
29.4%
20.6%
100.0%
% within vaskel
45.9%
33.3%
46.7%
41.5%
% of Total
20.7%
12.2%
8.5%
41.5%
Count
37
30
15
82
% within Kacamata
45.1%
36.6%
18.3%
100.0%
% within vaskel
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
45.1%
36.6%
18.3%
100.0%
Value
df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square
1.291
a
2
.524
Likelihood Ratio
1.306
2
.520
Linear-by-Linear
Association
.068
1
.794
N of Valid Cases
82
Total
Chi-Square Tests
Crosstab
vaskel
Total
Kacamata
Tidak
Ya
Kasus
Kontrol
Count
11
3
14
Expected Count
7.3
6.7
14.0
% within Rokok
78.6%
21.4%
100.0%
% within vas2
25.6%
7.7%
17.1%
% of Total
13.4%
3.7%
17.1%
Count
32
36
68
Expected Count
35.7
32.3
68.0
% within Rokok
47.1%
52.9%
100.0%
% within vas2
74.4%
92.3%
82.9%
% of Total
39.0%
43.9%
82.9%
Count
43
39
82
Expected Count
43.0
39.0
82.0
% within Rokok
52.4%
47.6%
100.0%
% within vas2
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
52.4%
47.6%
100.0%
Value
df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
4.623
a1
.032
Continuity Correction
b3.445
1
.063
Likelihood Ratio
4.900
1
.027
Fisher's Exact Test
.041
.030
Linear-by-Linear
Association
4.566
1
.033
N of Valid Cases
82
Lower
Upper
Odds Ratio for Rokok
(Ya / Tidak)
4.125
1.056
16.112
For cohort vas2 =
Kasus
1.670
1.151
2.422
For cohort vas2 =
Kontrol
.405
.145
1.131
N of Valid Cases
82
Total
C hi-S quare Tes ts
R is k E s timate
Value
95% Confidence Interval
C ros s tab
vas2
Total
Rokok
Ya
Tidak
Kasus
Kontrol
Count
16
18
34
Expected Count
17.8
16.2
34.0
% within Kacamata
47.1%
52.9%
100.0%
% within vas2
37.2%
46.2%
41.5%
% of Total
19.5%
22.0%
41.5%
Count
27
21
48
Expected Count
25.2
22.8
48.0
% within Kacamata
56.3%
43.8%
100.0%
% within vas2
62.8%
53.8%
58.5%
% of Total
32.9%
25.6%
58.5%
Count
43
39
82
Expected Count
43.0
39.0
82.0
% within Kacamata
52.4%
47.6%
100.0%
% within vas2
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
52.4%
47.6%
100.0%
Value
df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
.674
a1
.412
Continuity Correction
b.356
1
.551
Likelihood Ratio
.674
1
.411
Fisher's Exact Test
.502
.275
Linear-by-Linear Association
.666
1
.414
N of Valid Cases
82
Lower
Upper
Odds Ratio for Kacamata (Ya /
Tidak)
.691
.286
1.671
For cohort vas2 = Kasus
.837
.541
1.293
For cohort vas2 = Kontrol
1.210
.771
1.900
N of Valid Cases
82
Total
Chi-S quare Tests
R isk E stimate
Value
95% Confidence Interval
Crosstab
vas2
Total
Kacamata
Ya
(6)