Klasifikasi Sindroma Mata Kering Faktor Risiko Sindroma Mata Kering

Studi besar Women’s Health Study and Physician’s Health Study menunjukkan prevalensi SMK di Amerika Serikat berkisar 7 pada wanita dan 4 pada pria, Schaumberg et al., 2003; 2009. Salisbury Eye Study menunjukkan angka 14,6 pada populasi berusia 48-91 tahun dengan prevalensi tertinggi pada wanita Schein et al., 1997. The Beaver Dam population-based study menemukan prevalensi sindrom mata kering 14,4 pada populasi berusia diatas 65 tahun Moss et al., 2000. Penelitian Hom 2004 pada Hispanik menunjukkan prevalensi yang cukup besar yaitu 24,6. Di Kanada, prevalensi berkisar 25 Doughty et al., 1997, di Australia, prevalensi 7,4 McCarty et al.,1998 dan 16,6 pada tahun 2003 Chia et al., 2003. Di Shanghai, prevalensi sindrom mata kering 33,78 pada wanita dan 24,11 pada pria dengan faktor risiko yang memperberat, diantaranya adalah jenis kelamin wanita, umur di atas 50 tahun, penggunaan lensa kontak, penggunaan anti histamin Tian et al., 2009. Jie et al. 2009 di Beijing menunjukkan prevalensi 21 dengan dengan faktor risiko utama perempuan berusia tua dan gangguan refraksi yang tidak dikoreksi. Di Jepang, prevalensi berkisar 12,3 pada mahasiswa Uchino et al., 2008. Di Taiwan, Shihpai menunjukkan prevalensi 33,7 dengan faktor risiko utama umur dan jenis kelamin wanita Lin et al., 2003. Di Malaysia, prevalensi sindrom mata kering 14,4 Jamaliah et al., 2002. Di Indonesia, Kepulauan Riau, menunjukkan prevalensi 27,5 pada penduduk berusia di atas 21 tahun dengan faktor risiko utama umur, rokok, dan pterigium Lee et al.., 2002. Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, Chaironika 2011 menemukan 76,8 prevalensi SMK pada wanita yang telah menopause.

2.5.3. Klasifikasi Sindroma Mata Kering

Sindroma Mata Kering SMK dapat dikategorikan menjadi episodik dan kronik. SMK episodik yaitu mata kering yang dialami akibat lingkungan atau pekerjaan, dan bersifat sementara. SMK kronik yaitu mata kering yang dipicu Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara oleh sesuatu dan bersifat menetap. SMK episodik dapat berlanjut ke mata kering kronik Gayton, 2009. Menurut DEWS 2007, SMK dapat dikategorikan menjadi aquoeus deficient dan evaporative dry eye. Aqueous tear deficient dry eye adalah kelompok mata kering yang disebabkan karena kurangnya produksi air mata walaupun evaporasinya tetap berjalan normal. Evaporative dry eye adalah kelompok mata kering yang disebabkan karena penguapan berlebihan air mata walaupun tidak terjadi gangguan pada proses produksinya. Banyak sekali etiologi yang dapat mencetuskan kedua hal ini, baik yang bersifat autoimun, obat, maupun lingkungan Klasifikasi ini cukup membingungkan sebab sindrom mata kering sering merupakan gabungan antara keduanya DEWS, 2007. Sumber : DEWS, 2007 Gambar 2.4. Klasifikasi Sindroma Mata Kering Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.5.4. Faktor Risiko Sindroma Mata Kering

Faktor risiko SMK dibagi dua yaitu, milleu interieur dan milleu esterieur. Milleu interieur adalah kondisi fisiologis individu itu sendiri. Misal, pada individu tersebut memang frekuensi kedipan matanya sedikit atau individu tertentu yang memiliki sudut bukaan kelopak palpebra yang lebih lebar Sullivan et al., 2004b. Milleu exterieur adalah kondisi lingkungan sekitar. Kelembaban lingkungan yang rendah dan kecepatan angin yang tinggi menyebabkan cepatnya evaporasi. Termasuk juga faktor pekerjaan seperti analis yang menggunakan mikroskop, dokter radiologi, atau pengguna komputer. Berikut ini adalah penjelasan beberapa faktor risiko penyebab SMK: 1. Usia Berkurangnya androgen seiring pertambahan usia menyebabkan atropi kelenjar lakrimal dan kelenjar Meibom dengan gambaran histopatologi infiltrasi limfosit, fibrosis, dan atropi asinar Rocha et al., 2000; Sullivan et al., 2002, 2004c. Hal ini sesuai dengan penelitian Barabino et al. 2007 yang menemukan adanya penurunan volume air mata dan kurangnya protein pada air mata orang tua. Zhu et al. 2009 menemukan bahwa kurangnya hormon androgen dapat menurunkan transforming growth factor sehingga limfosit yang dihasilkan sel asinar merembes keluar dan menghancurkan kelenjar lakrimal dan kelenjar Meibom. Akan tetapi, penelitian Schaefer et al. 2009 tidak menunjukkan adanya perbedaan tes Schrimer antara kelompok pengguna komputer berumur 20-39 tahun dan 40-53 tahun p0,05. 2. Jenis kelamin Hampir semua penelitian epidemiologi sindrom mata kering menunjukkan prevalensi SMK yang lebih tinggi pada wanita, terutama wanita yang menopause Versura et al., 2005. Hormon seks mempengaruhi sekresi air mata, disfungsi meibom, dan sel goblet konjungtiva Schaumberg et al., 2001. 3. Pengguna lensa kontak Sekitar 43-50 pengguna lensa kontak mengalami mata kering Begley et al., 2000. Pemakaian lensa kontak memisahkan PTF menjadi dua bagian sehingga tidak ada musin di pre lens dan tidak ada lapisan lipid di post lens Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sehingga SMK sering dialami Nichols et al., 2003. Selain itu, Tutt 2000 menunjukkan adanya penurunan kualitas bayangan retina pada pengguna lensa kontak dengan alat aberometer. 4. Merokok Pekerja yang merokok lebih banyak mengalami gangguan oftalmikus dibandingkan yang tidak merokok Jaakkola et al., 2000; Reijula et al., 2004. Asap rokok menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein-protein permukaan okular Grus et al., 2002 sehingga BUT akan menurun Rohit et al., 2002. Moss et al. 2000 menunjukkan bahwa mata kering 1,22 kali lebih sering terjadi pada perokok. 5. Ruangan ber-AC SMK lebih banyak dialami oleh penduduk yang tinggal di tempat yang tinggi karena suhu yang rendah, kelembaban yang rendah, dan angin yang kencang Wolkoff et al., 2005. Oleh karena itu, SMK dapat dipicu pada ruangan yang ber-AC Schaumberg et al., 2003.

2.6. Hubungan Penggunaan Komputer dengan Sindroma Mata Kering