berat tanpa parameter yang jelas. Visual Analogue Scale juga banyak digunakan sebagai indikator keberhasilan terapi sindrom mata kering Asbell et al., 2006.
Untuk mengukur derajat keparahan SMK pada penelitian ini, digunakan Visual Analogue Scale VAS, suatu garis vertikal lurus yang diberi angka 0 dan
100 sesuai dengan SANDE Questionnaire. Responden dipersilahkan untuk memberi tanda garis seberapa berat gejala SMK yang telah diconteng sebelumnya
dirasakan. Pada penelitian ini didapatkan nilai rata-rata VAS 44,5 SD 22,76. Menurut Pates et al. 2003, nilai VAS 40-70 termasuk SMK tingkat keparahan
sedang. Bila ditinjau menurut penelitian Garcia et al. 2007 di mana rata-rata penderita SMK menunjukkan nilai VAS sebesar 43,04, penelitian ini
menunjukkan nilai VAS yang hanya berbeda 1 poin sehingga pengguna komputer dianggap telah mengalami SMK. Akan tetapi, Asbell et al. 2006 menyebutkan
bahwa penderita mata kering biasanya mengeluhkan ketidaknyamanan pada mata dalam rentang 70-100. Hal ini masih menimbulkan kontroversi dan belum ada
ketentuan indikator yang disepakati secara mufakat baik untuk kasus SMK secara umum maupun secara spesifik pada pengguna komputer.
5.2.3. Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Sindroma Mata Kering
Peningkatan jumlah keluhan oftalmikus dan lamanya waktu bekerja ditemukan berkaitan erat Nakazawa et al., 2002; Sen et al., 2007. Patofisiologi
dan penjelasan mengenai hubungan antara keduanya dapat dilihat pada gambar 2.5. beserta deskripsinya. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya hubungan
erat antara lama penggunaan komputer terhadap perburukan gejala mata kering DEWS, 2007; Uchino et al., 2008. Sen et al. 2007 menunjukkan ada hubungan
signifikan antara lama penggunaan komputer terus-menerus dengan sindroma mata kering. Akan tetapi, kaitan dengan lama penggunaan komputer rata-rata per
hari tidak begitu bermakna. Hasil yang dilaporkan cukup bervariasi. Selain itu, belum jelas dibedakan antara lama penggunaan komputer secara terus-menerus,
per hari, atau riwayat lama penggunaan komputer.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
1. Lama Penggunaan Komputer Secara Terus-Menerus dalam Satu Hari
dengan Jumlah Gejala dan Nilai VAS Sindroma Mata Kering Hasil uji korelasi Pearson mengenai hubungan lama penggunaan komputer
secara terus-menerus dan jumlah gejala SMK adalah r=0,742 dengan p0,001. Besar kekuatan hubungan menurut interpretasi nilai korelasi Pearson adalah kuat
Arlinda, 2007. Kekuatan uji korelasi antara lama penggunaan komputer secara terus-menerus dengan nilai VAS juga menunjukkan kekuatan yang kuat dengan
r=0,754 dengan p0,001. Dibanding lama penggunaan komputer yang lain, lama penggunaan komputer secara terus-menerus adalah indikator yang menunjukkan
hubungan paling kuat dengan pertambahan jumlah gejala SMK. Fokus bekerja pada monitor tanpa istirahat akan terus merangsang
pacemaker sistem saraf pusat untuk mengurangi frekuensi berkedip Acosta et al., 1999; Doughty, 2001. Waktu evaporasi dari luas permukaan yang terpapar akan
semakin meningkat sehingga kecepatan penipisan TF semakin meningkat Doughty, 2001; Goto et al., 2003; Abelson et al., 2005; Himebaugh et al., 2009;
Schaefer et al., 2009. Kedipan disinyalir akan inkomplit yang tidak efektif menyebarkan air mata Kaneko et al., 2001; Caffier et al., 2003 sehingga waktu
ruptur TF semakin cepat Tomlinson et al., 2002. Interval kedipan mata juga memanjang melebihi BUT dan terjadi sebelum periode berkedip setelahnya
Schaefer et al., 2009. Dengan evaporasi meningkat dan waktu pembentukan TF yang tidak dapat mengimbangi cepatnya ruptur TF, TF akan pecah dan SMK
mulai dialami Wolkoff et al., 2005; Kimball et al., 2009. Uchino et al. 2008 dengan instrumen Dry Eye Questionnaire pada 4393
karyawan menemukan odds ratio lama penggunaan komputer 4 jam secara terus menerus terhadap kejadian SMK adalah sebesar 1,68 95CI=1,4-2,02. Belum
banyak penelitian yang mengkaji secara spesifik antara kedua hal ini. Hanya saja sudah dijabarkan bahwa penggunaan setelah berapa jam gejala SMK sudah mulai
dirasakan. Parwati 2004 menyatakan gejala oftalmikus timbul setelah 2 jam penggunaan komputer secara terus-menerus. Akan tetapi, penelitian Sadri 2003
dengan menggunakan tes Schirmer tidak menunjukkan adanya perbedaan sekresi air mata sebelum dan setelah 2 jam penggunaan komputer terus-menerus.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Penelitian Hiroko 2007 menunjukkan variasi 1-4 jam penggunaan komputer secara terus-menerus atas kejadian SMK. Sen et al. 2007 menyatakan bahwa
gejala SMK umumnya dikeluhkan setelah 3 jam penggunaan komputer secara terus-menerus atau setelah 6 jam penggunaan komputer tidak terus-menerus. Pada
penelitian ini pertambahan bermakna jumlah gejala dibanding jam pertama penggunaan komputer adalah setelah 4 jam penggunaan komputer dan
pertambahan bermakna nilai VAS dibanding jam pertama penggunaan komputer adalah setelah 5 jam penggunaan komputer.
NIOSH 1981 dan OSHA 1997 menganjurkan setiap 2 jam, seorang pengguna komputer harus beristirahat 10 menit. Waktu istirahat lain yang
dianjurkan cukup bervariasi yaitu 10 menit setiap 50 menit Karwowski, 1994, 10 menit setiap 1 jam Kopardekar et al., 1984, 30 menit setiap 3½ jam Asfour,
1987, 5 menit setiap 1 jam Kanitkard et al., 2005, dan 15 menit setiap 2 jam Andriana, 2010. Istirahat 5 menit setiap 30 menit atau 10 menit setiap jam
menunjukkan peningkatan produktivitas yang sama dan agar tidak mengganggu pekerjaan dipilih 10 menit setiap 1 jam Kopardekar et al., 1994.
Tampak bahwa istirahat yang dianjurkan mayoritas pada 2 jam pertama padahal pada penelitian ini jam istirahat yang tepat masih bisa dilakukan setiap 4
jam penggunaan komputer secara terus-menerus. Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja RI, 1993 yang menganjurkan break bagi karyawan setiap 4
jam. Perbedaan anjuran organisasi internasional diatas dapat dijelaskan oleh dua hal. Hal pertama yaitu SMK cenderung terjadi pada orang yang tinggal di daerah
non khatulistiwa di mana suhu yang rendah, kelembaban yang rendah, dan angin yang kencang akan lebih memicu SMK karena suhu normal mata adalah 35°C
Wolkoff et al., 2005. Hal kedua adalah NIOSH dan OSHA berasumsi bahwa selingan istirahat yang lebih cepat dapat lebih meningkatkan produktivitas kerja
atas penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. 2. Lama Penggunaan Komputer Rata-rata dalam Satu Hari dengan Jumlah
Gejala dan nilai VAS Sindroma Mata Kering Pada penelitian ini, didapatkan hasil uji korelasi Pearson sebesar r=0,722
dengan p0,001. Besar kekuatan hubungan menurut interpretasi nilai korelasi
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Pearson adalah kuat Arlinda, 2007. Nilai ini jauh lebih tinggi dibanding penelitian Fenga, et al dengan hasil korelasi 0,358 dengan kekuatan hubungan
sedang. Perbedaan ini disebabkan karena pada penelitian Fenga et al. 2007 rata- rata lama penggunaan komputer dalam satu hari lebih rendah dibanding pada
penelitian ini yaitu 3,9 jam. Hal ini menunjukkan pengaruh yang besar akan lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari dengan pertambahan gejala SMK.
Nakamura et al. 2010 menunjukkan hubungan yang signifikan antara kedua variabel ini yaitu dengan p0,05. Penelitian Bhatt 2006 juga
menunjukkan nilai signifikansi yang sama yaitu p0,05. Penelitian Deghani et al. 2008 menunjukkan nilai signifikansi dengan p=0,023. Nilai signifikansi yang
ditunjukkan lebih rendah karena pada penelitian Nakamura et al. digunakan tes Schrimer untuk menentukan diagnosis SMK. Selain itu, pada penelitian
Nakamura et al. dan Bhatt, lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari responden yang diteliti lebih rendah dibandingkan penelitian ini, yaitu hanya 5,1
jam dan 6 jam. Di sisi lain, penelitian Deghani menggunakan sampel yang sedikit yaitu 57 sampel dan uji hipotesis yang digunakan juga berbeda yaitu Fischer
Exact. Penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Nakaishi et al. 1999 dan Shrestha et al. 2011 karena karakteristik responden yang hampir
mirip. Kekuatan uji korelasi antara lama penggunaan komputer secara terus-
menerus dengan nilai VAS juga menunjukkan kekuatan yang kuat dengan r=0,754 p0,001 sama dengan indikator lama penggunaan komputer secara terus-
menerus. Hal ini menunjukkan asumsi tingkat keparahan gejala SMK dalam satu harinya sama, yang berbeda adalah jumlah gejala yang dirasakan.
Penelitian yang menilai nilai korelasi antara dua variabel ini masih sangat terbatas. Kebanyakan menggunakan tes Schrimer karena dianggap lebih objektif
dibanding penggunaan kuesioner. Akan tetapi, penelitian ini tetap menganut prinsip bahwa ternyata kebanyakan tes diagnostik tidak distandardisasi sehingga
menimbulkan hasil yang berbeda-beda dalam setiap penelitian. Tidak ada kesepakatan mengenai gold standard dan cut-off value tiap-tiap pemeriksaan
objektif SMK Foulks et al., 2003. Selain itu, SMK yang ringan tidak akan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
memberikan hasil yang patologis pada tes Schirmer, tes BUT, mapun tes objektif lain sebab penderita masih dapat mengompensasi dengan refleks berair dan SMK
timbul hilang Palakuru, et al., 2007. Penelitian Shima et al. 1993 menunjukkan peningkatan gangguan mata
pada pekerja pengguna komputer lebih dari 1 jam per hari. Broumand et al. 2008 menunjukkan perburukan gejala pada pengguna komputer lebih dari 2 jam
per hari. Penelitian Kanitkar et al. 2005 dan Amalia et al. 2010 menunjukkan SMK dialami pengguna komputer lebih dari 3 jam per hari. Penelitian Fenga et al.
2007 menunjukkan mata kering mayoritas dialami pengguna komputer lebih dari 4 jam per hari. Penelitian Uchino et al. 2008 menunjukkan keluhan SMK
menunjukkan hasil yang signifikan pada pelajar pengguna komputer lebih dari 4 jam per hari dengan mayoritas pelajar wanita dan pengguna lensa kontak.
Penelitian Nakazawa et al. 2002 dan Honda 2007 menunjukkan peningkatan bermakna keluhan mata kering pada pekerja pengguna komputer lebih dari 5
jamhari. Penelitian Hanne et al. 1994 dan Shigenori et al. 2002 menunjukkan baru timbul keluhan mata kering pada pengguna komputer lebih dari 6 jam.
Penelitian Sen et al. 2007 menunjukkan gejala mata kering umumnya dikeluhkan setelah 3 jam penggunaan komputer secara terus-menerus atau setelah
6 jam penggunaan komputer tidak terus-menerus. Pada penelitian ini pertambahan bermakna jumlah gejala dibanding 1 jam
penggunaan komputer adalah setelah 8 jam penggunaan komputer dan pertambahan bermakna nilai VAS dibanding 1 jam penggunaan komputer adalah
setelah 7 jam penggunaan komputer. Hal ini sudah mendukung peraturan jumlah jam kerja maksimal seorang karyawan yang di atur dalam UU Menteri Tenaga
Kerja RI tahun 1993. 3.
Riwayat Lama Penggunaan Komputer dengan Jumlah Gejala dan nilai VAS Sindroma Mata Kering
Frekuensi mengedip yang berkurang dalam pekerjaan sehari-hari akibat penggunaan komputer menyebabkan berkurangnya juga input sensori ke kelenjar
lakrimal sehingga terjadi gangguan pada kelenjar lakrimal akibat lama tidak digunakan. Keadaan ini disebut disuse athropy Nakamura et al., 2005.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Hipofungsi lakrimal menyebabkan berkurangnya sekresi akuos penyusun TF. Hal ini menyebabkan peningkatan osmoralitas air mata akibat berkurangnya air yang
menjadi 90 penyusunnya. Peningkatan osmoralitas air mata menyebabkan aktivasi jalur inflamasi MAP kinase dan NFkB. Kemudian kedua mediator ini
akan merangsang dilepaskannya sitokin inflamasi IL-1, TNF- α, dan MMP-9 Li et
al., 2004; Luo et al., 2005, Paiva et al., 2006. Sitokin inflamasi tersebut ditemukan juga dalam air mata dan kelenjar lakrimal Jones et al., 1994;
Nakamura et al., 2006. Sitokin-sitokin inflamasi ini akan menyebabkan apoptosis dari sel epitel, termasuk sel goblet Argueso et al., 2002; Brignole et al., 2002.
Berkurangnya sel goblet akan menyebakan defek pengeluaran musin sehingga TF akan terganggu. Sebagai kompensasi, sitokin-sitokin inflamasi ini juga akan
menstimulasi nervus trigeminus untuk merangsang refleks pengeluaran air mata dan refleks berkedip Qian et al., 2004. Begley et al. 2003 menyebutkan bahwa
osmoralitas yang meningkat akan merangsang kemoreseptor untuk meneruskan sinyal refleks berkedip melalui nervus trigeminus. Namun, musin sudah
berkurang dan TF telah tidak stabil, sehingga refleks berkedip justru akan menambah friksi gesekan antara kelopak mata dan permukaan okular dan akan
memperparah inflamasi dan kerusakan. Penipisan ketiga lapisan TF juga akan semakin cepat Patel et al., 2003. Bila mata kering ini berlangsung terus-menerus
dan menjadi kronik, kornea akan menjadi insensitif sehingga tidak ada lagi refleks kompensasi Abelson et al., 2002. Tanpa dan dengan kompensasi, kerusakan
morfologi akan terus berlanjut Benitez et al., 2007. Nakamura et al. 2010 pada penelitiannya menunjukkan hubungan
riwayat penggunaan komputer dengan SMK bernilai p=0,012. Pada penelitian ini, didapatkan hasil uji korelasi Pearson sebesar r=0,252 dengan p=0,026. Besar
kekuatan hubungan menurut interpretasi nilai korelasi Pearson adalah rendah Arlinda, 2007. Parameter riwayat penggunaan komputer dengan nilai VAS juga
menunjukkan korelasi yang rendah r=0,208 dengan p=0,03. Nilai p yang ditunjukkan oleh Nakamura, et al. lebih bermakna sebab sampel yang diteliti lebih
banyak yaitu sebanyak 1025 sampel. Selain itu, sampel dipilih berupa karyawan pengguna komputer yang telah bekerja 8 tahun di mana hampir seluruhnya
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
menggunakan komputer rutin setiap hari dengan rata-rata 5 jam per hari. Namun, indikator ini tetap saja hanya berupa riwayat lama penggunaan komputer dengan
kekuatan hubungan yang rendah dengan SMK sebab asumsi penelitian biasanya tidak meninjau pola dan rutinitas lama penggunaan komputer setiap harinya, nilai
ini tidak begitu berpengaruh pada pertambahan jumlah gejala SMK. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, parameter ini juga jarang digunakan karena
dianggap tidak berpengaruh. 4.
Indeks Penggunaan Komputer dengan Jumlah Gejala dan nilai VAS Sindroma Mata Kering
Penelitian Tatemichi et al. 2004 membuat sebuah nilai indeks penggunaan komputer sebagai indikator beratnya penggunaan komputer. Pada
penelitiannya, indeks ini diaplikasikan untuk mencari hubungan antara indeks penggunaan komputer dengan beratnya glaukoma. Penulis mengambil suatu
inisiatif untuk mengaplikasikan indeks penggunaan komputer sebagai prediktor beratnya penggunaan komputer untuk mencari hubungannya dengan SMK.
Ternyata pada penelitian ini didapatkan hasil uji Korelasi Pearson IPK dengan nilai VAS menunjukkan p0,001 dan r=0,514 yang menunjukkan korelasi
berkekuatan sedang. Hasil uji Korelasi Pearson IPK dengan nilai VAS menunjukkan p0,001 dan r=0,549 yang menunjukkan korelasi yang juga
berkekuatan sedang. didapatkan hubungan kekuatan yang sedang dibanding hubungan kuat yang ditunjukkan oleh lama penggunaan komputer secara terus-
menerus dalam satu hari dengan riwayat lama penggunaan komputer. Jadi, parameter ini tidak begitu akurat dibanding lama penggunaan komputer secara
terus-menerus dan rata-rata dalam satu hari untuk aplikasi prediktor SMK. 5.
Variabel Atribut dengan Jumlah Gejala dan nilai VAS Sindroma Mata Kering
Pada tabel 5.27. dan 5.33. ditunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara jumlah gejala dan nilai VAS SMK antara kelompok berjenis kelamin pria dan
wanita. Hampir semua penelitian epidemiologi SMK menunjukkan prevalensi SMK yang lebih tinggi pada wanita, terutama wanita yang menopause Versura et
al., 2005. Hal ini disebabkan hormon seks mempengaruhi sekresi air mata,
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
disfungsi meibom, dan sel goblet konjungtiva Schaumberg et al., 2001. Walaupun begitu, penulis berasumsi bahwa pada penelitian ini, umur tertinggi
adalah umur 45 tahun di mana pada jenis kelamin wanita belum terjadi menopause yang menyebabkan perubahan siklus hormon. Selain itu, hormon
androgen pria usia muda masih adekuat untuk mempertahankan struktur dan fungsi kelenjar lakrimal Rocha et al., 2000; Sullivan et al., 2002, 2004c.
Penelitian Schaefer et al. 2009 juga tidak menunjukkan adanya tes Schrimer kelompok pengguna komputer berumur 20-39 tahun dan 40-53 tahun p 0,05.
Tabel 5.28. menunjukkan adanya korelasi dengan kekuatan hubungan sedang antara usia dengan jumlah gejala dan nilai VAS SMK. Penelitian ini
bertentangan dengan penelitian Schaefer et al. 2009 tidak menunjukkan adanya perbedaan tes Schrimer antara kelompok pengguna komputer berumur 20-39
tahun dan 40-53 tahun p0,05. Ia menyebutkan bahwa usia akn berpengaruh secara signifikan bila telah memasuki usia di atas 53 tahun.
Perbedaan ini dapat dijelaskan oleh adanya pengaruh faktor ras dan genetik sampel penelitian yang turut
mempengaruhi penentuan faktor hormonal seseorang Henderson, 2008.
Pekerja yang merokok lebih banyak mengalami gangguan oftalmikus dibandingkan yang tidak merokok Jaakkola et al., 2000; Reijula et al., 2004.
Tabel 5.29. dan 5.33. menunjukkan adanya perbedaan jumlah gejala dan nilai VAS berdasarkan kebiasaan merokok. Hal ini disebabkan asap rokok
menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein-protein permukaan okular Grus et al., 2002 sehingga BUT akan menurun Rohit et al., 2002 dan SMK kan terjadi.
Rasio prevalens menurut kriteria Garcia, et al. menghasilkan angka 1,67 yang artinya kebiasaan merokok meningkatkan 1,67 kali risiko terjadinya SMK. Nilai
ini hampir sama dengan penelitian Moss et al. 2000 yang menunjukkan bahwa SMK 1,22 kali lebih sering terjadi pada perokok.
Tabel 5.31. menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara pekerjaan dengan jumlah gejala dan nilai VAS. Tabel 5.33. juga menunjukkan hal yang
demikian. Hal ini dikarenakan jumlah kerja menggunakan komputer yang lebih tinggi dan beban kerja yang lebih berat pada karyawan.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.32. menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna antara suku dengan jumlah gejala dan nilai VAS. Suku Melayu menunjukkan proporsi yang
paling tinggi untuk jumlah gejala dan suku Jawa menunjukkan proposi yang paling tinggi untuk nilai VAS. Perbedaan ini disebabkan karena proporsi sampel
suku yang tidak seimbang sehingga menimbulkan hasil yang bias.
5.3. Keterbatasan Penelitian