8.2. HUBUNGAN ANGKA KEJADIAN SINDROMA DEPRESI PASCA PERSALINAN BERDASARKAN KARAKTERITIK SUBJEK PENELITIAN
a.Umur
Dari tabel 7 diatas dilihat bahwa yang mengalami sindroma depresi pasca persalinan terbanyak pada umur 25-29 tahun dan umur 30-34 tahun
masing-masing sebanyak 3 orang 37,5 dan pada kelompok tidak depresi terbanyak pada umur 30-34 tahun sebanyak 14 orang 33,33. Tidak
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan angka kejadian sindroma depresi pasca persalinan p=0.881.
Hal ini sesuai dengan penelitian Dennis, Janssen Singer menemukan prevalensi depresi pasca persalinan pada wanita dari semua
umur menunjukkan sekitar 20–28 selama periode segera immediate
setelah melahirkan.
6
Barclay juga tidak mendapatkan hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian depresi pasca persalinan.
16
Studi Cox dan kawan-kawan mendapatkan bahwa umur rata-rata depresi pasca persalinan adalah 26 tahun, sementara penelitian Epperson
Neil mendapatkan kelompok umur terbanyak adalah 18-44 tahun.
13
b. Pendidikan
Dari tabel 7 diatas dilihat bahwa yang mengalami sindroma depresi pasca persalinan terbanyak berpendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 4
orang 50 dan pada kelompok tidak depresi terbanyak berpendidikan SMA sebanyak 22 orang 52,4. Terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara pendidikan dengan angka kejadian depresi pasca persalinan p=0,009.
Hasil penelitian ini berbeda dengan literatur mengatakan sindroma depresi lebih sering terjadi pada tingkat pendidikan rendah dibandingkan
tingkat pendidikan tinggi
23
dan penelitian Dennis dan kawan-kawan mendapatkan depresi pasca persalinan berpendidikan dibawah SLTA.
6
Dari anamnesis yang dilakukan peneliti diketahui hal ini mungkin terjadi karena
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada ibu pasca persalinan menyebabkan mereka menaruh harapan atau standar hidup yang lebih tinggi,
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya sindroma DPP.
Laila Sylvia Sari : Sindroma Depresi Pasca Persalinan Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2009
c. Pekerjaan
Dari tabel 7 diatas dilihat bahwa yang mengalami sindroma depresi pasca persalinan sama banyak yang bekerja dan tidak bekerja yaitu masing-
masing 4 orang 50 dan pada kelompok tidak depresi terbanyak adalah yang tidak bekerja sebanyak 37 orang 88,1. Terdapat hubungan yang
bermakna secara statistik antara pekerjaan dengan angka kejadian depresi pasca persalinan. p=0,01.
Hal ini berbeda dengan literatur yang mengatakan bahwa tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur juga merupakan faktor risiko
terjadinya depresi.
22
Kemungkinan hal ini dikarenakan pada ibu yang bekerja, selain harus melakukan tugas di tempat kerja mereka juga tetap harus
melakukan tugas rumah tangga, sehingga tingkat sindroma depresi pasca justru meningkat pada ibu yang memiliki pekerjaan.
d. Penghasilan
Dari tabel 7 diatas dilihat bahwa yang mengalami sindroma depresi pasca persalinan berpenghasilan diatas Rp 1 juta sebanyak 6 orang 75
dan pada kelompok tidak depresi terbanyak adalah berpenghasilan Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta sebanyak 27 orang 64,3. Tidak terdapat hubungan
yang bermakna secara statistik antara penghasilan dengan angka kejadian depresi pasca persalinan. p=0,061.
Hal ini berbeda dengan penelitian Dennis dan kawan-kawan mendapatkan pendapatan yang sedikit berkontribusi pada depresi pasca
persalinan pada wanita di semua usia.
6
Kemungkinan hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar subyek penelitian adalah mereka yang berstatus
ekonomi rendah dan merupakan peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat, sehingga penghasilan yang rendah tidak menyebabkan problema bagi
mereka dalam menghadapi persalinan.
e. Status Perkawinan