c. Pekerjaan
Dari tabel 7 diatas dilihat bahwa yang mengalami sindroma depresi pasca persalinan sama banyak yang bekerja dan tidak bekerja yaitu masing-
masing 4 orang 50 dan pada kelompok tidak depresi terbanyak adalah yang tidak bekerja sebanyak 37 orang 88,1. Terdapat hubungan yang
bermakna secara statistik antara pekerjaan dengan angka kejadian depresi pasca persalinan. p=0,01.
Hal ini berbeda dengan literatur yang mengatakan bahwa tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur juga merupakan faktor risiko
terjadinya depresi.
22
Kemungkinan hal ini dikarenakan pada ibu yang bekerja, selain harus melakukan tugas di tempat kerja mereka juga tetap harus
melakukan tugas rumah tangga, sehingga tingkat sindroma depresi pasca justru meningkat pada ibu yang memiliki pekerjaan.
d. Penghasilan
Dari tabel 7 diatas dilihat bahwa yang mengalami sindroma depresi pasca persalinan berpenghasilan diatas Rp 1 juta sebanyak 6 orang 75
dan pada kelompok tidak depresi terbanyak adalah berpenghasilan Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta sebanyak 27 orang 64,3. Tidak terdapat hubungan
yang bermakna secara statistik antara penghasilan dengan angka kejadian depresi pasca persalinan. p=0,061.
Hal ini berbeda dengan penelitian Dennis dan kawan-kawan mendapatkan pendapatan yang sedikit berkontribusi pada depresi pasca
persalinan pada wanita di semua usia.
6
Kemungkinan hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar subyek penelitian adalah mereka yang berstatus
ekonomi rendah dan merupakan peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat, sehingga penghasilan yang rendah tidak menyebabkan problema bagi
mereka dalam menghadapi persalinan.
e. Status Perkawinan
Dari tabel 7 diatas dilihat bahwa yang mengalami depresi pasca persalinan adalah kawin sebanyak 8 orang 100 dan pada kelompok tidak
depresi terbanyak adalah kawin sebanyak 40 orang 95,2. Tidak terdapat
Laila Sylvia Sari : Sindroma Depresi Pasca Persalinan Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2009
hubungan yang bermakna secara statistik antara status perkawinan dengan angka kejadian depresi pasca persalinan p=0,529.
Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa depresi pasca persalinan yang paling banyak adalah kawin, hal ini sesuai dengan Studi Cox dan
kawan-kawan yang mendapatkan bahwa sebagian besar yang mengalami depresi pasca persalinan adalah ibu yang menikah 81, sedangkan 13
memiliki mitra permanen. Hanya 6 yang merupakan orangtua tunggal.
11
Penelitian Dennis dan kawan-kawan mendapatkan berpisah dari pasangannya berkontribusi pada depresi pasca persalinan pada wanita di
semua usia.
6
Dari literatur dikatakan bahwa gangguan depresif berat sering dialami individu yang tidak memiliki hubungan intepersonal yang erat atau yang
bercerai dibandingkan dengan yang menikah. Status perceraian menempatkan seseorang pada risiko lebih tinggi untuk menderita depresi.
Depresi lebih sering pada orang yang tinggal sendiri bila dibandingkan dengan yang tinggal bersama kerabat lainnya.
22,23
f. Jumlah Anak
Dari tabel 7 diatas dilihat bahwa yang mengalami sindroma depresi pasca persalinan mempunyai jumlah anak 1 sebanyak 4 orang 50 dan
pada kelompok tidak depresi terbanyak adalah jumlah anak 2 sebanyak 14 orang 33,3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik
antara jumlah anak dengan angka kejadian depresi pasca persalinan p=0,152.
Penelitian Pramudya mendapatkan depresi pasca persalinan yang terbanyak berjumlah anak 1 sebanyak 25,6.
8
Sementara Morris JK dan Barclay mendapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara jumlah
paritas dengan kejadian depresi pasca persalinan.
5,9
8.3. HUBUNGAN ANGKA KEJADIAN DEPRESI PASCA PERSALINAN DENGAN PROBLEMA PSIKOSOSIAL