rata-rata ekonomi Sumatera Utara tumbuh sebesar 5,76 persen selama dasawarsa 1990-an, jauh lebih rendah dari keadaan tahun 1980-an dengan rata-rata
pertumbuhan 25,78 persen, yang menandai booming ekonomi regional. Perekonomian Sumatera Utara masih didominasi oleh sektor pertanian
termasuk perkebunan, kendati kontribusinya terhadap PDRB tidak sampai sepertiga yakni 31,78, sementara industri menempati urutan kedua dengan kontribusi
sebesar 21,96 pada tahun 1999. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran juga merupakan sektor penting dengan kontribusi sebesar 17,30 persen. Sektor-sektor lain
memberi kontribusi dibawah 10 persen. Jika dilihat dari faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi jangka
pendek, maka peningkatan pengeluaran mendorong pertumbuhan yang tinggi pada tahun-tahun tertentu. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto tertinggi terjadi
pada tahun 1983 dan 1993. Pertumbuhan dipicu oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yang naik drastis dari Rp.3,189 miliar pada tahun 1992 menjadi Rp.9,640
miliar pada tahun 1993, pembentukan modal dari Rp.2,373 miliar tahun 1992 menjadi RP.5,390 miliar dan ekspor dari Rp.1,971 miliar menjadi Rp.5,401 miliar pada tahun-
tahun itu.
4.1.5 Variabel Suku Bunga Pinjaman
Suku bunga pinjaman merupakan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata yang ditetapkan perbankan. Perkembangan suku bunga pinjaman perbankan cukup tinggi
yaitu berkisar antara 18 persen sampai dengan 28 persen, hal ini dikarenakan suku bunga simpanan masyarakat berupa deposito berjangka cukup tinggi sebesar 9 persen
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009
sampai dengan 12 persen sehingga perbankan mengambil spread di antara 6 persen sampat dengan 8 persen karena spread yang dilakukan bank adalah untuk
membiayai operasional perbankan. Suku bunga pinjaman bank mengalami peningkatan yang cukup signifikan
pada tahun 1998 mencapai 34.93 persen, hal ini dikarenakan adanya krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia termasuk di Negara Indonesia. Peningkatan
kenaikan suku bunga pinjaman tersebut membuat daya permintaan masyarakat terhadap kredit konsumtif semakin menurun.
Perkembangan suku bunga pinjaman setelah krisis ekonomi mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2000 suku bunga pinjaman kredit
konsumtif mengalami penurunan dari 34.93 persen menjadi 18.16 persen, hal ini disebabkan ekonomi Indonesia sudah mulai membaik dan inflasi mengalami
penurunan sehingga suku bunga pinjaman menurun. Seiring dengan waktu perkembangan kredit konsumtif dari tahun 2001 sampai dengan 2004 mengalami
kondisi yang stabil, hal ini dapat dilihat pada grafik perkembangan rata-rata suku bunga pinjaman konsumtif tahun 1980 -2004.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman di Sumut Tahun 1980-2004
10 20
30 40
50
1 2
3 4
5 6
7 8
9 1
1 1
1 2
1 3
1 4
1 5
1 6
1 7
1 8
1 9
2 2
1 2
2 2
3 2
4 2
5 2
6
TAHUN PDR
B
Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Konsumtif Tahun 1980-2004
4.1.6 Variabel Inflasi
Perkembangan inflasi di Indonesia, seperti halnya yang terjadi pada negara- negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi
satu dari berbagai penyakit ekonomi makro makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir emerintahan Orde Baru
sebelum krisis moneter angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa
besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009
inflasi. Lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya
pemerintahan Orde Baru, angka inflasi cenderung meningkat pesat mencapai lebih dari 75 pada tahun 1998, dan diperparah dengan semakin besarnya presentase
golongan masyarakat miskin. Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka inflasi di Indonesia termasuk
dalam katagori tinggi, tetapi dengan meninjau presentase golongan masyarakat ekonomi bawah yang menderita akibat inflasi cukup besar, maka sebenarnya dapat
dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari hyperinflation.
Selama dua puluh lima tahun terakhir inflasi mengalami perkembangan yang cukup naik turun, dari akibat adanya krisis ekonomi. Adapun perkembangan inflasi
dua puluh tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel 4.6. dibawah ini.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009
Perkembangan Inflasi di Sumut Tahun 1980-2004
10 20
30
1 2
3 4
5 6
7 8
9 1
1 1
1 2
1 3
1 4
1 5
1 6
1 7
1 8
1 9
2 2
1 2
2 2
3 2
4 2
5 2
6
TAHUN Infla
s i
Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi, tahun 1980-2004
Perkembangan inflasi mengalami perkembangan yang meningakt dan menurun, pada tahun 1985 inflasi mencapai angka 2.79 persen, hal ini disebabkan
adanya gejolak politik di Indonesia sehingga infalsi mengalami penurunan. Inflasi mengalami peningkatan pada tahun 1998 mencapai 18.56 persen disebabkan adanya
krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia termasuk krisis ekonomi melanda Indonesia. Inflasi mengalami penurunan pada tahun 2000 mencapai 5.73 persen, hal
ini di\sebabkan karena permintaan masyarakat kepada kebutuhan pokok mengalami penurunan dan masyarakat melakukan efisiensi terhadap pengeluaran kebutuhan
keluarga. Perrkembangan inflasi pada tahun 2001 mengalami peningkatan mencapai 14.79
persen, hal ini disebabkan mulai membaiknya perekonomian masyarakat Indonesia
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009
dengan dilihat dari daya beli masyarakat yang meningkat ditambah dengan adanya peningkatan kebutuhan pokok masyarakat meningkat
4.2. Analisis dan Pembahasan Penelitian