pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional berkurang pula, sehingga pemenntah tidak dapat mempertahankan menjadi motor penggerak pembangunan.
Kondisi ini secara bertahap menyebabkan beralihnya penggerak pembangunan. Kondisi ini secara bertahap menyebabkan beralihnay penggerak utama
pembangunan nasional ke pihak swasta nasional, dengan demikian sumber tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah ke non pemerintah swasta. Atmaja,
1999:54-67. 3 Faktor dalam Penawaran Agregat dan Luar Negeri.
Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya hambatan struktural yang ada di Indonesia. Harga pangan merupakan salah satu
penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di lndonesia. Umumnya laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi permintaannya, sehingga
menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan teknologi yang digunakan masih kurang canggih dan tidak maximal Atmaja, 1999.
2.8 Penelitian Terdahulu
Menurut Llewellyn dan Hefferman dalam Hakim, Kusmiarso, et.al., 2000, kurva permintaan kredit berslope negatif terhadap tingkat suku bunga bank, yang
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009
bermakna bahwa semakin rendah tingkat suku bunga maka semakin besar jumlah kredit yang diminta.
Harmanta dan Mahyus 2005, dari hasil penelitian mengenai disintermediasi fungsi perbankan di Indonesia. Dengan data time series dari 1993-2003 bulanan.
Mereka menemukan bahwa meskipun kemampuan bank untuk menyalurkan kredit mengalami peningkatan namun belum sepenuhnya diserap oleh sector riil. Hal ini
tercermin dari rendahnya tingkat Loan to Deposit ratio LDR setelah periode krisis. Hasil penelitian Martowijoyo 1999 terhadap kinerja lembaga keuangan
mikro dan perilaku masyarakat pedesaan menunjukkan bahwa lamanya waktu pemrosesan kredit berpengaruh menurunkan jumlah peminjam cukup signifikan.
Selanjutnya suku bunga pinjaman berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah peminjam dan berpengaruh cukup signifikan terhadap jumlah penunggak kredit.
Studi mengenai hubungan antara peran intermediasi keuangan dan pertumbuhan ekonomi telah dipelopori oelh Goldsmith 1969, Mckinnon 1973 dan
Shaw 1973. Mereka menemukan bahwa akselerasi pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh struktur keuangan yang terorganisir. Mereka percaya bahwa pihak-
pihak yang kelebihan dana surplus unit akan sangat membantu pihak-pihak yang kekurangan dana defisit unit apabila dapat dikelola secara efisien. Dalam
pandangan mereka perbedaan kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan oleh lembaga keuangan adalah strategi yang optimal untuk meningkatkan pertumbuhan
output lebih cepat dengan cara merangsang keinginan menabung dan meningkatkan kualitas formasi modal Gafar, 2003
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009
Hasil penelitian Hadad, Santoso, et.al. 2003, menunjukkan bahwa perhitungan biaya dana bank sudah sesuai dengan penurunan suku bunga SBI namun
suku bunga kredit bank lebih tinggi overprice dibandingkan suku bunga hasil estimasi rata-rata beberapa bank. Oleh karena itu, secara keseluruhan, biaya
intermediasi masih relatif tinggi dibandingkan hasil estimasi. Beberapa faktor penting yang menjadi penyebab adalah bank yang cenderung menahan diri untuk melakukan
kompetisi karena kondisi likuiditas bank yang masih cukup memadai dan masih tingginya pendapatan bank yang berasal dari SBI dan obligasi sehingga dalam jangka
pendek bank masih bersikap menunggu perkembangan pasar uang dan sector riil. Sementara itu selama periode 1980-1990, banyak penelitian yang terfokus
pada aset-aset keuangan dalam mengindikasikan hubungan antara peran intermediasi keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Williamson 1987 menemukan bahwa di lima
negara industri maju terjadi korelasi yang positif anatar output riil dengan jumlah kredit yang disalurkan, di juga menemukan hubungan kausalitas antara kredit dan
output. Lalu dia menemukan model pertumbuhan business cycle yang disebabkan oleh tekanan-tekanan moneter khususnya pada negara-negara yang telah mempunyai
akses ingormasi yang bagus. Gertler 1998 dari hasil penelitiannya telah membuktikan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kredit dan output. Kemudian para ahli ekonomi makro menekankan pantingnya peranan intermediasi keuangan dalam perekonomian,
terutama peranan bank-bank komersial, dimana penciptaan kredit yang mereka lakukan akan mempengaruhi jumlah uang beredar. Lebih jauh dia mendiskusikan
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009
pendapat dari Modigliani dan Millers 1958 bahwa kebijakan di sektor riil akan sangat tergantung dari struktur keuangan. Dengan menggunakan model business
cycle dia menemukan hubungan struktur keuangan dan output dibanyak negara Ghafar, 2003.
Gertler dan Gilchrist 1994 menemukan bukti pada tingkat mikro bahwa hambatan-hambatan terhadap kredit akan menimbulkan masalah-masalah bagi suatu
perusahaan. Adanya kesulitan bagi perusahaan-perusahaan kecil dalam mengembangkan usahanya ketingkat usaha menengah dan besar. Seperti kebijakan
moneter yang ketat selama masa resesi akan menyebabkan penurunan penjualan dan persediaan dari perusahaan kecil tersebut lebih besar dari perusahaan-perusahaan
besar. Julaihah dan Insukindro 2004 melakukan analisis dampak kebijakan
moneter terhadap variabel makroekonomi di Indonesia tahun 1983.1-2003.2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan moneter melalui perubahan suku bunga
SBI dapat mempengaruhi nilai tukar. Nilai tukar merupakan harga relatif dari mata uang domestik dan luar negeri, sehingga nilai tukar sangat tergantung pada kondisi
moneter dalam dan luar negeri.
2.9 Kerangka Konseptual