1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah, adalah harapan semua orang terutama bagi orang tua, untuk itu dalam suatu keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak tidak terlepas dari hal-hal pendidikan terutama pendidikan agama pada anak keluarga yang berpredikat sebagai salah satu Lembaga Pendidikan di
Luar Sekolah sangatlah dipandang penting sebagai mitra kerja dalam menyelenggarakan pendidikan agama pada anak karena keluarga adalah lembaga
pertama yang dikenal anak sebelum ia mengenal sekolah. Hal ini berarti sangatlah dimungkinkan pengajaran agama menjadi paripurna bila dalam pelaksanaannya
tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah akan tetapi juga keluarga terutama orang tua. Membangun keluarga sakinah merupakan suatu proses kedepan dalam
jangka waktu yang panjang, karena bukan keluarga yang tanpa masalah tapi lebih pada keterampilan orang tua dan mengelola konflik yang terjadi di keluarga.
Berbicara masalah pendidikan keluarga, menurut M. Ngalim Purwanto menerangkan bahwa “Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari
pendidikan anak selanjutnya”.
1
Dalam lingkungan keluarga, orang tualah yang menjadi tokoh terdekat, bahkan tidak banyak pola pikir seorang anak, sikap dan
perilaku anak tidak jauh dari kedua orang tuanya, untuk itu dapat saya simpulkan bahwa hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga, sedikit banyaknya
akan turut mewarnai perolehan pendidikan agama pada anak di sekolah.
Sering dijumpai orang tua yang mempercayakan pendidikan agama anaknya di sekolah saja. Tindakan orang tua seperti itu memang benar. Tapi
ternyata itu belum mencukupi. Di sekolah pengajaran itu lebih banyak bersifat
1
M. Ngalim, Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. ke 18, h. 79
2
kognitif saja, berupa penyampaian pengetahuan. Adapun akhlak berhubungan dengan tingkah laku, maka harus ditanamkan sejak kecil kepada anak oleh orang
tuanya sendiri. Caranya melalui keteladanan dan pembiasaan sejak kecil.
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di
dalam moral, sosial, dan spiritual. Hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak didik, yang akan mereka tiru bentuk tindakan-tindakannya,
terutama akhlaknya. Disadari atau tidak itu akan tercetak dalam jiwa dan perasaan anak didik.
Disini, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam hal suksesnya anak didik menjadi baik maupun buruk. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya,
berakhlak yang mulia dan sanggup melaksanakan perintah Allah SWT, serta berani dan mampu menjauhkan diri dari perbuatan yang menjadi larangan Allah
SWT, maka punya harapan besar anak didik akan tumbuh dan berkembang dalam kejujuran berbentuk akhlak mulia, berani mengambil sikap untuk melaksanakan
perintah Allah SWT, berani dan mampu menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Sebaliknya jika pendidik bohong, khianat, durhaka, dan hina, maka tak heran si
anak didik akan tumbuh dalam kebohongan, durhaka, dan hina.
Allah SWT dengan tegas menyatakan dalam al-qur’an bahwa anak merupakan amanah yang perlu dipelihara dan dijauhkan dari hal-hal yang maksiat.
Firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat : 6 yang berbunyi:
اًرﺎَﻧ ْﻢُﻜﯿِﻠْھَأَو ْﻢُﻜَﺴُﻔْﻧَأ اﻮُﻗ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﯾِﺬﱠﻟا ﺎَﮭﱡﯾَأ ﺎَﯾ ...
Hai orang - orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka... QS At-Tahrim: 6
Sebagaimana ayat di atas memberikan tuntunan kepada kaum beriman untuk meneladani Nabi dan memelihara istri, anak-anak dan seluruh yang berada
di bawah tanggung jawab kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua terhindar dari api neraka. Ayat diatas menggambarkan bahwa
dakwah dan pendidikan harus bermula di rumah. Ini berarti kedua orangtua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing
sebagaimana masing-masing bertanggungjawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu
3
sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang diliputi oleh nilai- nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis.
Anak bila dilihat dari satu segi, ia merupakan buah hati dan bunga dalam keluarga. Dari segi lain ia merupakan amanat Ilahi yang harus dididik dan
dibimbing sesuai dengan kehendak Allah. Anak didik, bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikan, dan bagaimanapun sucinya fitrah, ia
tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan terutama pokok-pokok pendidikan, selama mereka tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dan
memiliki moral yang tinggi. Sangat mudah bagi sosok pendidik mengajar anak didiknya dengan berbagai metode pendidikan. Namun amat sukar bagi anak didik
untuk melaksanakan selama pendidik diketahui oleh mereka tidak melaksanakan didikan dan bimbingannya. Malah mereka dibilang oleh anak didik hanya omong
kosong. Akibatnya, lahir krisis moral yang bermula dari krisis kepercayaan.
Keteladanan ini seharusnya memang dari pendidikan orang tua dalam lingkungan keluarga. Maksudnya, pihak keluarga tidak boleh cuci tangan, karena
sudah menyerahkan sepenuhnya anaknya ke lembaga pendidikan. Perlu disadari, agama atau jalan hidup anak didik tidak bisa berjalan sendiri, karenanya peran
orang tua sangat penting dan ikut menentukan keberhasilan pendidikan anaknya.
Hal ini ditegaskan oleh Muhibbin “lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.
Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga letak rumah, semuanya dapat memberikan dampak baik atau
buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
2
Orang tua yang paham akan ajaran agama Islam biasanya akan mendidik anak-anaknya sesuai dengan ajaran Islam. Di atas telah dituliskan bahwa orang
tua dan keluarga banyak mempengaruhi kegiatan belajar, sehingga jika anggota keluarga memiliki pemahaman yang lebih tentang agama dan semakin aktif orang
2
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010, h. 135
4
tua dalam kegiatan keagamaan maka semakin bertambah ilmu agama yang didapat orang tua dan semakin luar pemahamannya tentang ajaran agama islam
maka akan semakin besar anak menerima perhatian dari orang tuanya dan memacu kemampuan, semangat anak-anaknya dalam memahami dan mempelajari
agama.
Dari latar belakang yang penulis paparkan dan ketengahkan diatas, maka penulis tertarik sekali untuk mengungkapkan masalah ini dalam sebuah skripsi
yang berjudul “Relevansi Keteladanan Beragama Orang Tua Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam di SMP Pasarminggu
Siswa Kelas IX”.
B. Identifikasi Masalah